You are on page 1of 25

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.A.S.W
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No CM : 745XXX
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Harjowinangun, Demak
Tanggal Anamnesis dan Pemeriksaan : 05-11-2016

II. ANAMNESIS
STATUS UMUM
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dari pasien dan alloanamnesis dengan ibu
pasien pada tanggal 5 November 2016 pukul 08.20 WIB di Poliklinik Anak RSUD dr.
Loekmono Hadi Kudus dan didukung dengan catatan medis.
• Keluhan Utama : Batuk sejak sebulan yang lalu
• Keluhan Tambahan : Demam > 2 minggu, nafsu makan menurun, BB turun
• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD dr.Loekmoono Hadi Kudus pada
tanggal 5 November 2016 pukul 08.20 WIB dengan keluhan utama batuk. Pasien
mengeluh batuk terus menerus sepanjang hari sejak 1 bulan yang lalu. Batuk yang
dialami berdahak berwarna hijau. Selain itu, pasien juga mengeluh demam > 2
minggu bersamaan dengan timbulnya batuk. Demam dirasakan tidak tinggi, tidak
naik turun, pasien tidak sampai menggigil, kadang disertai keringat pada malam
hari.
Sebelumnya, ibu pasien sudah membawa pasien ke dokter dan
mendapatkan obat untuk keluhan batuk dan demamnya, namun keluhan tidak
membaik. Ibu pasien mengatakan dalam 3 bulan terakhir anak tampak lebih kurus,
nafsu makannya menurun dan makan hanya sedikit. Pasien tidak mual, tidak
muntah, tidak sakit perut, buang air besarnya normal, buang air kecil juga seperti
1
biasa, tidak sakit saat pipis dan tidak ada darah. Selain itu anaknya menjadi kurang
aktif. Tidak ada benjolan di daerah leher, ketiak maupun pangkal paha pasien.
Selain itu ibu pasien mengaku tidak ada bengkak pada tulang maupun sendi
seperti pada lutut atau jari-jari anaknya.
• Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
 Pasien tidak pernah dirawat di RS
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat kejang : disangkal
• Riwayat Penyakit Keluarga
 Ayah pasien sedang menjalani pengobatan TB paru selama 3 bulan terakhir
ini
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
• Riwayat Pengobatan :
Pasien mendapat obat Paracetamol tablet untuk penurun demam dan OBH untuk
batuk dari dokter tapi tidak kunjung sembuh
• Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak pertama. Pasien tinggal bersama orang tuanya Ayah
bekerja sebagai buruh dan ibu bekerja sebagai IRT. Kebutuhan keluarganya
dicukupi oleh ayah pasien. Biaya Pengobatan ditanggung BPJS.
Kesan Sosial Ekonomi : cukup
• Riwayat Prenatal
Pemeriksaan Kehamilan : setiap bulan selama kehamilan
Penyakit kehamilan : disangkal
Pendarahan selama kehamilan : disangkal
Obat yang diminum selama kehamilan : vitamin dan penambah darah
Imunisasi TT : 2x
Riwayat Trauma : disangkal
Kesan : riwayat ANC baik

2
• Riwayat Persalinan dan Kelahiran
Persalinan : Ditolong oleh bidan
Jenis Persalinan : Spontan
Usia dalam kandungan : 37 minggu
Barat Badan lahir : 3000 gr
Panjang badan : Ibu pasien tidak ingat
Lingkar Kepala : Ibu pasien tidak ingat
Lingkar Dada : Ibu pasien tidak ingat
Lahir langsung menangis
Kesan : Normal
• Riwayat Imunisasi Dasar
Ibu pasien lupa jenis imunisasi yang diberikan, namun mengaku pasien telah
mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal
• Riwayat Pertumbuhan, Perkembangan, Psikomotor :
Pertumbuhan
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 3 tahun
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 85 cm
IMT : BB/TB2 = 10/(0,85)2 = 13,85 kg/m2
Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguanperkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal : 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal : 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal :9-12bulan)
Bicara : Umur 11 bulan (Normal : 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal : 12 bulan)
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal sesuai usia

III. PEMERIKSAAN FISIK


Selasa, 5 November 2016 (di Poliklinik Anak)
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
 Tanda Vital :
3
– Nadi : 106 x/menit, reguler
– Suhu : 36,4ºC
– Frekuensi Nafas : 30x/menit
– Tekanan darah : 124/76 mmHg
 Status Gizi (Z-Score)

Jenis Kelamin : laki-laki

Berat badan : 10 kg

Tinggi Badan : 85 cm

Usia : 3 tahun

IMT : BB/TB2 = 10/(0,85)2 = 13,85 kg/m2
WAZ (BB/U) = 10 - 14,3/1,6= -2,69 (kurang)
HAZ (TB/U) = 85 – 96,1/3,7 = -3 (kurang)
WHZ (BB/TB) = 10 – 14,3/1,1 = -3,9 (sangat kurang)
IMT/U = 14,11 – 15,6/1,2 = -1,45 (normal)
Kesan : Gizi Kurang

4
Kepala : Mesocephal, rambut hitam merata, tidak ada benjolan, tidak mudah
dicabut. Kulit kepala tidak ada kelainan

5
Mata : Palpebra oedem (-/-), kornea jernih, Conjungtiva Anemis (-/-), injeksi
konjungtiva (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor, diameter 3
mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, Ukuran sedang, discharge (-/-), tidak nyeri, tidak
bengkak, KGB pre-retro aurikuler dextra et sinistra tidak teraba
membesar
Hidung : Bentuk normal, simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), gigi karies (-), lidah kotor (-),
faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 tidak hiperemis, uvula ditengah
Leher : Simetris, trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax :
Paru
Inspeksi : Simetris statis dinamis, tidak ada retraksi
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (posisi terlentang)
Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler (+),
Suara Tambahan : Wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di sela iga V, linea
Midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak
melebar
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Pinggang : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, gallop (-), bising (-)
M1>M2, T1>T2, A1>A2, P1>P2

Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada
6
Palpasi : Supel, lemas, nyeri tekan (-) regio epigastrium,
Turgor baik, massa (-), Hepar = tidak teraba (dalam batas
normal), Lien = tidak teraba (dalam batas normal)
Ekstremitas : Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Reflek Fisiologis +N/+N +N/+N
Reflek Patologis -/- -/-
Ptechie -/- -/-
Rumple Leed Test -
Genital : tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Foto rontgen thorax

Interpretasi :

7
 Cor : Bentuk dan letak normal, Tak
membesar
 Pulmo : Corakan bronkovaskular
normal, Tampak bercak infiltrat di
kedua paru
 Diafragma sinus normal
Kesan : TB paru aktif

8
Skoring TB

PARAMETER 0 1 2 3 SCORE
Kontak dengan Pasien Tidak jelas Laporan Kontak 3
TB keluarga, dengan pasien
kontak dengan BTA (+)
pasien BTA
negative atau
tidak tahu,
atau BTA
tidak jelas

Uji Tuberkulin Negative Positif


(>10mm atau
>5mm pada
keadaan
imunosupresi

BB/ Keadaan Gizi Gizi kurang : Gizi buruk : 1


BB/TB<90% BB/TB <70%
atau BB/U atau BB/U
<80% <60%

Demam tanpa sebab >2 mgg 1


jelas

Batuk >3 mgg 1

Pembesaran kelenjar >1 cm -


limfe koli, aksila dan Jumlah>1,
inguinal tidak nyeri

Pembengkakak tulang/ Ada -


sendi panggul, lutut, pembengkakan
falang

Foto dada Normal/tidak Sugestif TB 1


jelas

TOTAL SCORE 7

V. DIAGNOSA BANDING
Demam > 7 hari :
o Tuberkulosis
o Demam tifoid
o Malaria
o Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Batuk kronik :
o TB paru
o Bronkitis kronik
9
o Bronkopneumoni
o Asma
o Bronkiektasis

VI. DIAGNOSIS KERJA


Tuberkulosis paru

VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan farmakologis :
o Pemberian OAT selama 2 bulan pertama sebagai terapi fase awal/intensif kemudian
dievaluasi apakah terjadi respon yang baik/tidak. Jika respon membaik, maka terapi
dapat dilanjutkan. Jika tidak berespon baik, terapi tetap dilanjutkan sambil mencari
penyebab lainnya.

o Fase Intensif 2 bulan + Fase Lanjutan 4 bulan 2 RHZ + 4 RH


 Rifampisin (R)  10-15 mg/kgBB/hari 300 mg 1x1
 Isoniazid (H)  5-15 mg/kgBB/hari 300 mg 1x1
 Pirazinamid (Z)  25-35 mg/kgBB/hari 500 mg 1x1
o Vitamin penambah nafsu makan, misalnya Curvit 1x1 cth
o Paracetamol tab 3x1 cth jika suhu > 38 C

Penatalaksanaan non farmakologis :


 Tirah baring
 Observasi tanda vital
 Periksa berat badan setiap hari
 Kontrol tiap 1 bulan sekali
 Memberikan memberikan nutrisi dengan gizi yang seimbang sesuai usia. Anjurkan
agar ibu membuatkan makanan yang tinggi akan kadar zat besi seperti, hati, daging
merah dan bayam.

10
VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam

IX. EDUKASI
 Menjelaskan kepada orang tua mengenai penyakit yang diderita pasien, cara
pengobatan, komplikasi, dan pencegahan penyakit tersebut
 Menjelaskan kepada orang tua mengenai bahaya penularan, dan menyarankan agar
anggota keluarga ataupun tetangga yang memiliki keluhan seperti batuk lama untuk
segera memeriksakan diri ke dokter
 Menjelaskan kepada orang tua mengenai pentingnya kepatuhan untuk minum obat
setiap hari sesuai aturan terutama karena pengobatan yang diberikan adalah
pengobatan jangka panjang
 Menjelaskan kepada orang tua untuk memberikan makanan yang baik dan bergizi dan
mengusahakan agar anak mau makan sehingga status gizi anak dapat membaik

X. PENCEGAHAN
 Penderita TBC
Minum obat secara teratur
Tidak meludah disembarang tempat
Menutup mulut sewaktu batuk atau bersin
 Untuk keluarga
Membuat ventilasi penyinaran rumah yang baik agar udara dan sinar matahari
dapat masuk
Menjemur perlengkapan tidur bekas penderita secara teratur
 Pencegahan lain
Imunisasi BCG
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan memakan makanan yang bergizi

11
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya. TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14

tahun. Adapun cara penularannya :

- Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.

- Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali anak

tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.

- Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan,

daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.

- Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemugkinan menularkan penyakit TB.

Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan

hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatf dan

foto thorax positif adalah 17%.

II. EPIDEMIOLOGI
 Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah TB. World
health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang)
telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan
Amerika Latin.
 Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di
negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah
satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang
maupun di negara maju.

12
III. ETIOLOGI
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang merupakan
patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari Mycobacterium yang paling umum
menyebabkan infeksi, yaitu: M. Tuberculosis, M. Bovis, M. Africanum, M. Microti dan M.
Canetti. Ada 3 varian M. Tuberkulosis yaitu varian humanus, bovinum dan avium. M.
Tuberkulosis varian humanus merupakan penyebab paling penting terjadinya penyakit
tuberkulosis pada manusia.
M. Tuberkulosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, nonmotil,
pleomorfik, dan termasuk bakteri gram positif lemah, serta memiliki ukuran panjang 1-10
mikrometer dan lebarnya 0,2-0,6 mikrometer. M. Tuberkulosis tumbuh optimal pada suhu 37-
410C dan merupakan bakteri aerob obligat yang berkembang biak secara optimal pada
jaringan yang mengandung banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya akan
lipid menjadikan basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan komplemen.
Sebagian besar dari dinding selnya terdiri atas lipid (80%), peptidoglikan, dan
arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam sehingga disebut BTA dan
kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh karena ketahanannya terhadap
asam, M. Tuberkulosis dapat membentuk kompleks yang stabil antara asam mikolat pada
dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan golongan aryl methan seperti carbolfuchsin,
auramine dan rhodamin. Kuman ini dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah
karena kuman dalam keadaan dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi
kembali.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yaitu di dalam sitoplasma
makrofag karena pada sitoplasma makrofag banyak mengandung lipid. Kuman ini bersifat
aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini menyenangi jaringan yang tinggi mengandung
oksigen sehingga tempat predileksi penyakit ini adalah bagian apikal paru karena tekanan O2
pada apikal lebih tinggi dari pada tempat lainnya.
M. Tuberkulosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning telur dan
glyserin (medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara lambat, dengan waktu
generasi 12- 24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari media sintetik yang solid
membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji sensitivitas terhadap obat membutuhkan
tambahan waktu 4 minggu. Sementara itu, pertumbuhan bakteri ini dapat dideteksi dalam 1- 3
minggu dengan menggunakan medium cair yang selektif seperti BACTEC dan uji sensitivitas
terhadap obat hanya membutuhkan waktu tambahan 3-5 hari.

13
IV. FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya
penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor
resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit).
1. Resiko infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang
dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang
tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum (panti
asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien
dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas,
produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan
yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya.
Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien
anak. Hal tersebut karena:
a. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi
karena imunitas anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu
menyebabkan sakit.
b. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB
primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak
terjadi produksi sputum.
c. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya
reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB
anak.

2. Resiko sakit TB
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB.
a. Usia
Anak berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).
Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan
pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami
14
TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu
antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan
biasanya timbul gejala yang akut.
b. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif
menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.
c. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang,
pengangguran, pendidikan yang rendah.
d. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnyapada infeksi HIV,
keganasan, transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi).
e. Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya.

V. PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier
mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis
spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer
secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah,
infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.

15
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami
salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis
atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang
menyebabkan atelektasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen,
kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut
penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)
sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai
organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi
reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.

16
Bagan patogenesis tuberkulosis.

Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).
Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis regional
(3).
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami
infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui
proses
17
reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh
kuman TB dari luar (eksogen).

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum
atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah
kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi
kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA
baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml
dahak.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun
batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang
diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis
adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan
radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan
karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang
mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB.
Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa faktor
yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB dibagi
2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi klinis
antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat
disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai
penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten
yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi
spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar
kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal
(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).
Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem
skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan

18
tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena
berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya.
Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang
kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada
kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi
lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan
beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48—
72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan
hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi
19
indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat
pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi
sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa
menghiraukan penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10—15 mm dinyatakan
uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil positif ini sangat
mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun
(imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh.
2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
1. Tidak ada infeksi TB.
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.

2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB
dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdetek
secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan
penunjang lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah :
pembesaran kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi
dengan infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma.

3. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan
mikrobiologis.pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam:

20
pemeriksaan mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman M.
tubercuosis

VIII. PENATALAKSANAAN
Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:
 Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam monoterapi
 Pemberian gizi yang kuat
 Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder)).
Paduan Obat Terapi TB Anak
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian
paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT
diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada
fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan
diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura
TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam jangka
waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.
Nama obat Dosis harian Dosis Efek samping
(mg/kgBB/hari) maksimal
(mg/hari)
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas

21
Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan.
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hepar, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastriintestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksisk, nefrotoksik

IX. PENCEGAHAN
Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Guérin) diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis
untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah
insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebuh tebal, ulkus
tidak menggangu struktur otot dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih
dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Insidens TB anak yang
mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin,
jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi.
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-80%. Imunisasi
BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB dan spondilitis TB pada
anak. Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap terjadinya TB milier, meningitis TB,
TB sistem skletal, dan kavitas. Fakta di klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan positif
telah mempunyai parut BCG. Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi
umumnya tidak dianjurkan di banyak negara lain, temasuk Indonesia. Imunisasi BCG relatif
aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering ditemukan adalah
ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan insidens 0,1-1%. Kontraindikasi
imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat,
gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat
badan optimal.

Kemoprofilaksis

22
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan kemoprofilaksis
sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.
Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan
dosis tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular,
terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada
akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif dan
sumber penularan telah sembuh dan tidak menular lagi (BTA sputum negatif), maka INH
profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi status TB pasien. Jika
didapatkan uji tuberkulin negatif dan INH profilaksis telah dihentikan, sebaiknya dilakukan
uji tuberkulin ulang 3 bulan kemudian untuk evaluasi lebih lanjut.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak
semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam
kelompok resiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan
imunokompromais. Contoh anak-anak dengan imunokompromais adalah usia balita,
menderita morbili, varisela, atau pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik
dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru (konvensi uji tuberkulin dalam kurun
waktu kurang dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12
bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan terapi TB, tetap dievaluasi tiap bulan
untuk menilai respon dan efek samping obat.

X. KOMPLIKASI
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis, penyebaran ke
ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang dilahirkan dari orang tua yang
menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang besar untuk menderita tuberkulosis.
Kemungkinan terjadinya gangguan jalan nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada
pasien dengan pelebaran mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus.

XI. PROGNOSIS

23
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT terkini
memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman sensitif dan
pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa yang minimal. Terapi
ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya. Perhatian lebih harus diberikan pada
pasien dengan imunodefisiensi, yang resisten terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon
buruk terhadap terapi atau dengan komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple
terhadap OAT jumlahnya meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter
meresepkan rejimen terapi yang tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan pasien dalam
menjalanin pengobatan.

Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan Rifampin, angka
kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi. Dengan OAT (terutama isoniazid)
terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien dengan TB milier. Tanpa terapi OAT pada TB
milier maka angka kematian hampir mencapai 100%.

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta:
Depkes RI; 2007
2. Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, eds. “Pulmonologi
Anak” Kapita Selekta Kedokteran 2.Jakarta : Media Aesculapius, 2008.
4. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, 1996 hal. 1028 – 1043
5. Raviglione MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson
JL,Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 18th
edition. New York: McGraw Hill; 2012nization, 2004: 46–50.
6. Setyanto Budi,D., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1 . Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. “Pulmonologi” Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

25

You might also like