You are on page 1of 11

BAB I

KASUS

Identitas pasien
Nama : Ny.A
Usia : 59 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku bangsa : Sunda
Status : sudah menikah
Warga negara : Indonesia
Alamat : Sukamaju
RM : A 242XXX
Tanggal preop : 24Juni 2014
Tanggal operasi : 25 Juni 2014

a. Anamnesis
Didapatkan secara anamnesis pada tanggal 23 Juni 2014 saat kunjungan pre-operatif
 Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada leher bagian depan sejak tujuh bulan yang lalu
dengan warna sama seperti kulit sekitar
 Keluhan Tambahan
Pasien tidak mengeluhkan keluhan lain
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada leher bagian depan sejak tujuh bulan SMRS.
Awalnya benjolan ditemukan sebesar kelereng.Benjolan dirasakan membesar saat sebulan
yang lalu.Benjolan mengganggu ketika pasien menelan, terdapat perubahan suara menjadi
serak dan tidak ditemukan rasa nyeri. Keluhan tidak disertai dengan sering berkeringat,
jantung berdebar, banyak keringat, dan penurunan berat badan
 Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki sejarah alergi, asma, TBC, stroke, dan diabetes melitus
Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak dua tahun yang lalu.Pasien
mengkonsumsi obat amlodipin 10 mg jika pasien merasakan sakit kepala.Pasien memiliki
tekanan darah rata-rata 200/125 mmHg.
 Riwayat kebiasaan
Pasien tidak memiliki riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol.

b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : 15
Nadi : 108 kali permenit
Laju pernapasan : 32 kali per menit
Suhu aksila : afebris
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 70 cm
 Pemeriksaan Fisik Umum
Kepala : normosefali, deformitas –
Mata :sklera ikterik -/-. Konjuntiva anemis -/-, pupilbulat isokor, diameter
3mm/3mm, reflekscahaya +/+
Hidung : Septum hidung ditengah, sekret -/-
Mulut : mukosa bibir dan oral basah, malampati 1.
Gigi : gigi goyang -, gigi palsu –
Leher :TMD 5 cm, Range of movement: ekstensi
maksimal ke seluruh arah, getah bening tidak
teraba, kelenjar tiroid teraba membesar pada lobus kanan
Toraks jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi :-batas atas pada ICS III midklavikula sinistra
-batas kanan pada ICS VI linea parasternalis dekstra
-batas kiri pada ICS VI linea aksilaris sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur -. gallop –

Toraks Paru Inspeksi : gerakan napas simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing
-/-
Abdomen Inspeksi : tampak datar, terdapat stoma pada abdomen regio kiri bawah
Palpasi : supel
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : bising usus positif 6 kali per menit
Punggung : deformitas -, skoliosis -, kifosis –
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 detik, edema-/-

c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
16 November 2014
Hb 9.0
Ht 27
MCV 57
MCH 19
MCHC 33
Leukosit 8.100
Trombosit 456.000
Waktu pendarahan 2’15
Waktu pembekuan 7’
Na+ 141
K+ 4,02
Ca++ 9,38
Cl- 102
GDS 101

 Pemeriksaan EKG : tidak dilakukan


 Pemeriksaan Rontgen :
Thorax tidak tampak kardiomegali ataupun TB paru aktif

d. Obat yang diberikan :


Ceftriaxone 1x500 mg
e. Diagnosis kerja :
Anak 3 tahun dengan atresia ani post colostomy, akan dilakukan PSARP, pasien
digolongkan ke dalam status fisik ASA II
f. Saran Anestesi :
- SIO - SIA
- Puasa 6 jam, sejak pukul 02.00
- Sedia darah 1 bag

Keadaan di ruang OK pra-bedah


Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 101x/menit, teratur, kuat dan penuh
Pernapasan : 30x/menit
Suhu : afebris
Saturasi O2 : 98%

Pemilihan teknik anestesi


Anestesi Umum
a. Posisi : prone
b. Premedikasi : (1) SA 0.1 mg
c. Teknik anestesi: GA dengan ETT no. 4 non kinking
d. Anestesi dengan: (2) Fentanyl 10 mcg, (3) atracurium 4 mg
Monitoring intraoperatif

Medikasi
(4) dexamethasone 5 mg
(5) paracetamol 150 mg
Lama operasi :  1 jam
Perdarahan :  10 cc
Pengeluaran urin : 5 cc
Keadaan pasca bedah
Keadaan umum : DPO
Nadi : 120x/menit
Respirasi : 30x/menit
Suhu : afebris
SpO2 : 99%
Aldrete Score =
Kesadaran : 1 (Kesadaran penuh)
Warna : 2 (Merah muda)
Aktifitas : 2 (Mampu menggerakan keempat ekstremitas)
Respirasi : 2 (Pernapasan dalam dan dapat batuk)
Kardiovaskular :-
Intruksi post operasi :
1) Kontrol tekanan darah, nadi, dan respirasi tiap 15 menit selama 4 jam
2) Puasa 4 jam sampai pasien sadar penuh, BU (+), mual (-), muntah (-)
3) O2diberikan 2 – 3 Lpm
4) Analgetik bolus paracetamol 150 mg/6 jam
Post operasi di PACU:
Anamnesa: keluhan utama pasien merasa lemas
Pemeriksaan fisik:
Tekanan darah :-
Nadi : 103x/menit
Laju nafas : 22x/menit
Kepala : Mata: sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-
Leher : Terpasang drain ditutupi kassa dan fixomull, rembesan (-)
Paru : Inspeksi : gerak nafas simetris
Palpasi : dalam batas normal
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru
Jantung : Inspeksi : dalam batas normal
Palpasi : dalam batas normal
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dalam batas normal
Genital : terpasang kateter, urin kuning jernih, volume 20 cc
Monitoring selama di PACU
Jam Kesadaran TD HR suhu SpO2 RR Intake Urine
output
11.45 CM 103 35.6 100 28
12.00 CM 110 36.6 100 32
12.15 CM 122 36.6 100 32
12.30 CM 114 36.5 100 28
Total 50 cc
BAB II
PEMBAHASAN

Atresia ani

Klasifikasi status fisik preoperatif berdasarkan American Society of Anesthesiologist


(ASA)
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang pada saat
pre-operative ialah yang berasal dari American society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi
fisik menurut ASA ini bukan merupakan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak
samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan

Puasa
Pasien dipuasakan 6 jam karena untuk meminimalkan risiko regurgitasi isi lambung dan
aspirasi ke dalam jalan nafas, maka semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral selama periode tertentu sebelum
induksi anestesia. Periode puasa memberikan kesempatan bagi tubuh untuk mengosongkan
lambung.Lamanya puasa ditentukan dari jenis makanan yang masih diperbolehkan untuk
dikonsumsi.
Guideline ini dapat diterapkan pada pasien yang tidak memiliki risiko perlambatan
pengosongan lambung seperti pasien dengan obesitas, diabetes melitus, kehamilan, riwayat
GERD, dalam terapi analgesik opiat, dan berpotensi memiliki jalan nafas yang sulit.

Anestesi pada pediatri


Hal yang perlu diingat adalah pada pasien neonatus dan anak-anak adalah mereka memiliki
kepala dan lidah yang relatif besar untuk proporsi tubuhnya, saluran pernafasan yang leibh
kecil, epiglottis yang lebih panjang, dan trakea yang leibh pendek. Kartilago krikoid
merupakan lokasi tersempit pada saluran pernafasan anak kurang dari 5 tahun. Oleh karena
itu, edema mukosa sebesar 1 milimeter saja dapat menimbulkan akibat buruk bagi anak pada
usia dibawah 5 tahun.
Selain itu, sistem kardiovaskuler pada anak belum berkembang dengan baik sehingga curah
jantung bergantung sepenuhnya pada denyut jantung. Walaupun denyut jantung pada anak
relatif lebih tinggi pada anak dibandingkan dewasa, aktivasi sistem parasimpatik, overdosis
dari zat anestetik, atau hipoksia dapat mengakibatkan bradikardia dan penurunan drastic
curah jantung.
Perbedaan farmakologis
Dosis obat pada anak pun memiliki perbedaan dibandingkan dengan dewasa. Berikut adalah
tabel berisi obat-obatan yang dipakai pada kasus ini dan dosisnya

Dosis obat pada pediatri


Obat Keterangan Dosis
Atropine IV 0.01-0.02 mg/kgbb
Dosis minimum 0.1 mg
Fentanyl Pain relief (IV) 1-2 mcg/kgbb
Atracurium Intubation (IV) 0.5 mg/kgbb
Dexamethasone IV 0.1-0.5 mg/kgbb
Paracetamol IV (>2 tahun) 15 mg/kgbb
Maximum dose 60 mg/kgbb
Sumber: Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 5th ed. 2013.

Persiapan operasi pada pasien pediatri


Pada pasien pediatri dengan infeksi saluran pernafasan atas, dapat dipertimbangkan
pemberian antikolinergik sebagai premedikasi dan hindari penggunaan ETT apabila
memungkinkan. Pasien pediatri yang mengalami ISPA akibat virus dalam jangka waktu 2 – 4
minggu sebelum operasi rentan mengalami komplikasi pulmonal setelah operasi. Tujuan
pemberian antikolinergik adalah mencegah akumulasi dari sekret pada saluran pernafasan
yang dapat menutup saluran pernafasan. Pemberian antikolinergik juga diberikan pada pasien
pediatri dengan harapan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bradikardia selama
induksi.
Pada pasien pediatri yang tidak kooperatif, dapat diberikan midazolam 0.1 – 0.15 mg/kgBB
(maks. 10 mg), atau ketamine 2 – 3 mg/kgBB dicampur dengan atropine 0.02 mg/kgBB.
Teknik induksi pada pediatri

Cairan perioperatif
Perhitungan kebutuhan cairan
1. Maintenance per jam = (4 cc/kg x 10 kg) = 40 cc/ jam
Perkiraan lama operasi = 1
Maintenance intraoperatif = 1x40cc = 40 cc
2. Defisit puasa = 8 jam x 40 cc/jam = 320 cc
Jumlah cairan yang masuk 1 jam pertama = ½ x 320 cc + 40 cc = 200 cc
Jumlah cairan yang masuk 1 jam kedua = ¼ x 320 cc + 40 cc = 120 cc
Jumlah cairan yang masuk 1 jam ketiga = ¼ x 320 cc + 40 cc = 120 cc
3. Blood Loss
Allowable Blood Loss
a. Estimated Blood Volume (EBV) = 65 cc/kg x 40 kg = 2600 cc
b. Red Blood Cell Volume preop (RBCVpreop) = 35,3% x 2600 cc = 917,8 cc
c. Red Blood Cell Volume Ht 30% (RBCV30%) = 30% x 2600 cc = 780 cc
d. Allowable Blood Loss = 3x (917,8 cc – 780 cc) = 413,4 cc
4. Third Space Loss

Operasi pada pasien ini termasuk dalam operasi yang mengakibatkan trauma jaringan
minimal, sehingga perkiraan kebutuhan cairan tambahannya 2 cc/kg x 10 kg = 40 cc

Anemia pada anak


Transfusi dilakukan apabila Hb <8 g/dl. Pada anak, transfusi PRC 10 – 15ml/kgbb dapat
meningkatkan Hb sebesar 2 – 3 g/dl.

Post operasi

Spasme laring
Dapat terjadi saat induksi, pemulihan, ataupun saat sudah tidak menggunakan ETT. Oleh
karena itu, disarankan ekstubasi dilakukan saat dalam kondisi pasien sudah sadar (membuka
mata) atau saat pasien masih dalam keadaan anestesi. Ekstubasi di antara kedua fase tersebut
terbukti lebih sering menimbulkan spasme laring sehingga tidak disarankan. Infeksi saluran
pernafasan atas dalam waktu dekat sebelum operasi dapat memicu terjadinya spasme laring.
Penatalaksanaan pada pasien pediatri dengan spasme laring adalah pemberian ventilasi
tekanan positif, teknik jaw thrust, lidokain IV (1 – 1.5mg/kgbb), atau paralisis dengan
suksinilkolin IV (0.5 – 1 mg/kgbb),atau rocuronium (0.4 mg/kgBB) disertai dengan
ventilator.

Croup post intubasi


Croup terjadi akibat edema glottis atau trakea. Kejadian ini diasosiasikan dengan usia
muda (1 – 4 tahun), percobaan intubasi berulang, ETT dengan ukuran terlalu besar,
durasi operasi yang lama, prosedur pada kepala dan leher, dan gerakan berlebihan dari
ETT. Pemberian dexametason IV (0.25 – 0.5 mg/kgBB) dapat mencegah terjadinya edema,
dan nebulisasi dengan epinefrin 2.25% 0.25 – 0.5 ml + NaCl 0.9% 2.5 ml juga merupakan
tatalaksana yang efektif.

Manajemen nyeri post operasi

Opioid parenteral yang dapat digunakan pada anak adalah fentanyl (1 – 2 mcg/kgBB) dan
meperidine (0.5 mg/kgBB). Ketorolac juga dapat diberikan dengan dosis 0.5 – 0.75 mg/kgBB
dan dapat menurunkan dosis opioid apabila diberikan secara bersamaan. Paracetamol, baik
IV, IM, maupun oral, merupakan substitusi yang baik bagi ketorolac.

You might also like