You are on page 1of 22

Nama : Nur Rizkanti

NIM : 170301011
Kelas : Agroteknologi 1

Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

1. Jahe

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang

semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang 2 tersebar dari India sampai

Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang

pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu

masak dan obat-obatan tradisional (Nasriati, 2012)

Hama Penyakit Tanaman Jahe

 Hama yang sering menyerang tanaman jahe adalah lalat rimpang

Mimegrola coeruleifrons yang memakan seluruh bagian rimpangnya.

 Lalat rimpang Eumerus figurons Walker yang memakan bagian lunak

rimpang menyebabkan tanaman layu dan keropos serta

 Lalat Lamprolonchaea sp yang menyerang rimpang hingga menjadi busuk.

 Penyakit yang sering menyerang adalah bakteri Pseudomonas zingiberi,

Cendawan Phyllosticta zingiberi yang dapat menyebabkan daun rusak,

menguning kemudian mengecil dan Cendawan.

 Pythium yang menyebabkan pembusukan rimpang jahe yaitu busuk basah

atau busuk lunak, menyebabkan bagian pangkal batang semu membusuk

dan rebah.
Teknologi Pengolahan Tanaman Jahe

Dalam proses pengolahan jahe, pengolahan bahan mentah menjadi

bahan setengah jadi termasuk kandungan senyawa yang berperan dalam

performansinya, harus tetap diperhatikan karena berkaitan dengan hasil

akhir olahan.

Dari jahe dapat dibuat berbagai produk yang Sangat bermanfaat

dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan

makanan/minuman. Ragam bentuk hasil olahannya, antara lain berupa

simplisia, oleoresin, minyak atsiri dan serbuk. Berikut ini beberapa

pengolahan jahe terpadu.

1. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga, biasanya berupa bahan

yang telah dikeringkan, Pengeringan dilakukan sampai 8 – 10 %.

Proses pembuatan simplisia:

a. Pencucian, dilakukan pada air mengalir atau pada air yang

bertekanan tinggi sehingga tanah atau kotoran yang menempel

terangkat semuanya, dan rimpang menjadi bersih.

b. Blansing, rimpang dikukus selama 5 menit untuk mepertahankan

warna dan perbaikan tekstur

c. Pengecilan ukuran, rimpang diiris-iris dengan ketebalan 7 – 8 mm.

Setelah dijemur atau kering ketebalan akan menjadi 5 – 6 mm dengan

kehilangan berat sekitar 60 – 70% (kadar air sekitar 7 – 12%).


d. Pengeringan, pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari,

dengan menggunakan anyaman bambu, lantai jemur atau tikar sebagai

alas jemuran. Tetapi lebih baik dengan alat pengering seperti oven

pada suhu 50 °C atau alat pengering surya tipe ERK agar terjaga dari

kotoran, debu, serangga dan lainlain.

e. Pengemasan, irisan yang sudah kering dikemas dengan kemasan

vakum

2. Bubuk Jahe

Bubuk jahe merupakan komponen utama dalam resep bumbu kari.

Disamping itu digunakan juga dalam minuman. Bahan yang

digunakan adalah jahe kering sempurna (kadar air sekitar 8-10 %).

Bahan tersebut kemudian digiling halus dengan ukuran, sekitar 50-60

mesh dan dikemas dalam wadah yang kering dan vakum.

3. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas

campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih

yang berbeda. Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan cara

penyulingan atau hidrodestilasi.

Dewasa ini, minyak atsiri banyak digunakan dalam berbagai industri,

seperti industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring

agent. Biasanya, minyak atsiri yang berasal dari rempah digunakan

sebagai flavoring agent makanan. Bahkan dewasa ini sedang

dikembangkan penyembuhan penyakit dengan aromatheraphy, yaitu

dengan menggunakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman.


Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning

tua bila bahan yang digunakan cukup kering. Lama penyulingan dapat

berlangsung sekitar 10 – 15 jam, agar minyak dapat tersuling semua.

Kadar minyak dari jahe sekitar 1,5 – 3 %.

4. Jahe Segar

Jahe segar merupakan jahe yang baru dipanen dan belum mengalami

perubahan struktur maupun bentuknya. Setelah jahe dipanen dan

dicuci dengan air penyemprot yang bertekanan, kemudian

dihamparkan dan dikering anginkan pada hamparan dengan sirkulasi

udara. Bila ditinjau dari segi umur dapat dikelompokkan atas dua

macam jahe segar yaitu jahe segar tua dan jahe segar muda.

Jahe segar yang baru dipanen dengan garpu atau cangkul dan tidak

merusak rimpang kemudian diangkut dengan peti kayu atau keranjang

bambu ketempat pencucian sambil dijaga kelembabannya. Sampai

ditempat pencucian jahe disemprot dengan bertekanan tinggi dengan

tujuan membersihkan tanah yang menempel pada rimpang jahe

tersebut, kemudian dikeringkan.

5. Anggur Jahe

Untuk pembuatan anggur jahe diperlukan bahan baku berupa jahe

gajah, karena jenis ini mempunyai rasa yang tidak pedas, kandungan

minyak atsiri yang rendah dan seratnya tidak terlalu kasar.

Anggur adalah sejenis minuman beralkohol yang dibuat secara

fermentasi dari sari buah-buahan. oleh sejenis ragi. Sari buah-buahan


disini diganti sari jahe dengan penambahan gula kemudian

difermentasi sampai kadar alkohol tertentu .

6. Jahe Kering

Jahe kering adalah jahe yang diawetkan melalui proses pengeringan

baik pengeringan menggunakan tenaga surya maupun dengan

pengeringan buatan. Jahe kering dalam perdagangan dapat disajikan

dalam bentuk dikuliti, tanpa dikuliti dan setengah dikuliti.

7. Jahe Awet atau Jahe Olahan

Ditinjau dari bentuk olahannya jahe awet biasanya berwujud asinan

jahe, jahe dalam sirup dan kristal jahe yang digunakan biasanya jahe

badak (jahe besar) yang dipanen ketika umur 3 - 4 bulan.

2. Kunyit

Tanaman kunyit merupakan komoditas rimpang-rimpangan yang

kesediaannya melimpah dan mudah dijumpai di Indonesia. Kunyit

merupakan tanaman rimpang-rimpangan sejenis jahe, bentuknya seperti

tabung, berwarna putih hingga kuning dan daunnya berwarna hijau.

Berdasarkan warnanya, kunyit dibagi menjadi dua jenis yaitu kunyit putih

dan kunyit kuning (Meiyanto, 2003),

Hama Penyakit Tanaman Kunyit

Hama dan penyakit yang sering menyerang : ulat penggerek akar

(Dichcrosis puntifera.), busuk bakteri, dan karat daun.


Teknologi Pengolahan Tanaman Kunyit

1. Mencegah diabetes mellitus

Sebanyak 3 rimpang kunyit ditambah ½ sdt garam, kemudian direbus

dengan satu liter air hingga mendidih, lalu disaring. Setelah dingin

dapat diminum dengan intensitas 2 kali seminggu, masing-masing ½

gelas.

2. Mengobati usus buntu

Satu rimpang kunyit diparut dan dicampur dengan perasan satu buah

jeruk nipis. Kemudian campuran tersebut ditambah satu potong gula

kelapa (aren) dan garam secukupnya. Seduh dengan satu gelas air

panas, lalu disaring dan diminum setiap pagi setelah sarapan secara

teratur.

3. Mempermudah proses persalinan

Satu rimpang kunyit diparut dan ditambahkan pada setengah gelas air

hangat, kemudian diperas dan disaring. Sebelum diminum, tambahkan 1

sdt minyak kelapa buatan sendiri dan dilakukan sekali seminggu secara

berturut-turut selama 4 minggu setelah kandungan berumur 7 bulan.

4. Menyapih bayi

Satu rimpang kunyit dan kapur sirih ditumbuk halus, kemudian

dioleskan pada buah dada ibu, sedangkan bagian putingnya diolesi

dengan pipisan daun papaya.


5. Mengobati sariawan

Satu rimpang kunyit diparut dan diperas. Air perasan kunyit ditambah

dengan air perasan jeruk nipis, lalu dicampur dengan 1 butir telur ayam

kampong. Minuman dapat dikonsumsi setiap sore hari.

6. Menambah kadar darah merah

Satu rimpang kunyit diparut da diperas, lalu dicampur dengan 1 butir

telur ayam kampong dan 1 sdm madu. Campuran ini diaduk sampai

rata, kemudian ditambah ½ gelas air matang dan disaring. Diminum

secara teratur 3 hari sekali.

7. Mengobati amandel

Satu hingga dua rimpang kunyit diparut, kemudian ditambah perasan

satu butir jeruk nipis. Campuran ini ditambah 2 sdm madu, kemudian

diseduh dengan ½ gelas air hangat, aduk sampai merata dan disaring.

Minumlah secara rutin 2 hari sekali.

8. Mengobati gatal-gatal

Parutan satu rimpang kunyit dicampur dengan 2 buah kemiri yang telah

ditumbuk halus, lalu dibungkus dengan daun pisang dan dibakar.

Ramuan dioleskan pada bagian kulit yang gatal.

9. Mengobati jerawat

Satu rimpang kunyit diparut dan dioleskan pada wajah secara merata

sebagai masker.

10. Menghilangkan bau badan tidak sedap

Satu rimpang kunyit diparut dan ditambah satu gelas air hangat, setelah

dingin disaring, kemudian diminum 1 kali sehari selama seminggu.


3. Cengkeh

Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perr.) merupakan tanaman

asli Indonesia yang memiliki nilai sosial dan ekonomi yang

tinggi.Cengkeh digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok kretek di

samping penggunaannya sebagai rempah-rempah, obat herbal, dan

pengawet makanan. Hama dan penyakit berpotensi menjadi faktor

pembatas produksi tanaman cengkeh (Mariana, 2013).

Hama Penyakit Tanaman Cengkeh

 Penggerek batang, Serangan penggerek batang Nothopeus sp. mulai

meningkat pada tanaman berumur dewasa dan umumnya setelah tanaman

berbunga. Gejala serangan hama penggerek ini sangat mudah dikenali

yaitu keluarnya cairan beserta kayu gerekan

dari lubang gerek yang menyerupai serbuk gergaji pada kulit batang utama

pohon cengkeh. Jika batang yang terserang Nothopeus sp. ini dibelah akan

terlihat bekas gerekan yang tidak teratur.

 Penggerek ranting, Serangan penggerek ranting yang disebabkan kondisi

tanaman yang kurang baik, maka pengendalian yang dapat dilakukan

adalah dengan peningkatan dan perbaikan kondisi tanaman dengan

berbagai cara seperti pemupukan, penyemprotan dengan insektisida

sistemik juga dapat dilakukan dengan bijaksana.

 Kutu tempurung, Kutu tempurung banyak ditemukan pada tanaman umur

muda, pada daun atau ranting yang masih berwarna hijau. Pada daun, kutu

berada di bagian permukaan bawah daun, terutama pada pertulangan daun.

Kutu ini merupakan perusak pucuk yang dapat menyebabkan gugurnya


daun dan menggaggu proses respirasi serta asimilasi pada tanaman .Akibat

dari tusukan dan penghisapan oleh kutu pada tanaman, warna hijau dari

bagian tanaman akan berubah menjadi kuning (Soetopo 1988).

 Karat merah, Karat merah atau yang disebut ganggang daun merupakan

penyakit yang ditemukan pada semua stadia umur dan perkebunan.

Intensitas hujan dan kelembaban yang tinggi mendukung perkembangan

dari penyakit ini. Keadaan tanaman yang kurang nutrisi, drainase tanah

yang kurang atau terlalu basah, kurang pemeliharaan, terlalu gelap atau

terlalu terik menyebabkan timbulnya serangan ganggang hijau ini.

Penyebaran patogen ini melalui percikan air hujan dan bantuan angin

(Hadiwijaya 1981, Nelson 2008).

 Mati ranting/mati pucuk, Penyakit mati ranting (dieback)/mati pucuk

merupakan penyakit yang paling merugikan saat ini. Direktorat Jendral

Perkebunan Jawa Timur 2013 mencatat pada akhir bulan September 2013

seluas 400 ha tanaman cengkeh di Kabupaten Malang terserang penyakit

ini (Ditjenbun 2013). Pengamatan dilapang menunjukkan serangan mati

ranting/pucuk di Kabupaten Kediri masih tergolong rendah. Namun, perlu

dilakukan pengendalian agar serangan tidak meluas dan akhirnya

menimbulkan kerugian yang lebih besar. menyebutkan penyakit mati

ranting/pucuk cenderung menyerang tanaman cengkeh yang telah

menghasilkan dan berumur belasan tahun. (Hadiwijaya 1981)

 Cacar daun cengkeh, Cacar daun cengkeh merupakan salah satu penyakit

yang dapat menurunkan produksi cengkeh di lapangan. Kerusakan

diakibatkan oleh cendawan yang mengurangi kemampuan daun untuk


melakukan fotosintesis sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal dan

dapat menyebabkan gejala abnormal (Glinke-Blanco et al 2002, Baldas et

al 2008 dalam Su 2012). Selain menyerang daun juga dapat menyerang

ranting, bunga dan buah tanaman baik yang berada di pembibitan maupun

di lapangan. Pengamatan lapang di Kabupaten Kediri, cacar daun hanya

menyerang daun cengkeh. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan

Phyllosticta sp. disebut cacar daun karena pada permukaan daun yang

terserang timbul bercak-bercak yang menggelembung seperti terkena api.

Bentuk cacar tampak lebih jelas pada daun muda atau daun yang terserang

sejak umur muda (Asman 1988).

 Embun jelaga, Embun jelaga biasanya muncul pada tanaman yang kurang

terawat dan menyebabkan kerugian tidak langsung. Embun jelaga

merupakan cendawan saprofit dan termasuk dalam family Capnodiaceae.

Gejala yang terlihat di lapangan sangat mudah dikenali, berupa selaput

berwarna hitam yang menutupi permukaan atas daun (Gambar 10). Selaput

hitam yang menutupi merupakan miselium dari cendawan Capnodium sp.

cendawan ini mudah mengelupas jika digosok menggunakan tangan dan

mudah diterbangkan angin jika sudah kering. Miselium yang menutupi

permukaan atas daun menyebabkan terhambatnya proses asimilasi

tanaman. Cendawan tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga pada

ranting dan buah.


Teknologi Pengolahan Cengkeh

 Pengolahan Bunga Cengkeh, Produk utama dari tanaman cengkeh adalah

bunga cengkeh yang biasa disajikan dalam bentuk kering. Proses

pengolahan bunga cengkeh sampai mendapatkan bunga cengkeh yang

kering melalui beberapa tahap, yaitu : panen, perontokan (pemisahan

gagang dan bunga), pemeraman, pengeringan dan sortasi.

(Nurdjannah et al., 1997)

 Minyak dan Oleoresin Cengkeh

Minyak Cengkeh, Produk samping dari tanaman cengkeh adalah minyak

cengkeh. Tergantung dari bahan bakunya ada tiga macam minyak

cengkeh, yaitu minyak bunga cengkeh, minyak tangkai cengkeh, dan

minyak daun cengkeh. Minyak bunga cengkeh biasa digunakan untuk

makanan, minuman dan parfum, minyak gagang cengkeh digunakan

sebagai subsitusi minyak bunga cengkeh, dan minyak daun cengkeh

digunakan sebagai bahan baku untuk isolasi eugenol dan caryophyllen

(Weiss, 1997).

Oleoresin cengkeh biasa dibuat dari bunga cengkeh dengan proses

ekstraksi menggunakan pelarut organik. Menurut Weiss (1997) ekstraksi

dengan benzene menghasilkan oleoresin dengan rendemen 18 - 22%

sedangkan dengan alkohol rendemennya sekitar 22 - 31%.

 Cengkeh dalam Industri Makanan dan Minuman

Cengkeh digunakan untuk keperluan sehari - hari di rumah tangga sebagai

penambah rasa dan aroma khususnya untuk memasak, dan juga dalam

industri makanan dan minuman Produk makanan yang menggunakan


cengkeh diantaranya adalah bumbu kare (curry powder), saus dan

makanan yang dipanggang (baked foods).

4. Pala

Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli

Indonesia yang berasal dari pulau Banda. Tanaman ini merupakan

tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun.

Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis, selain di Indonesia

terdapat pula di Amerika, Asia dan Afrika (Nurdjannah, 2007).

Hama Penyakit Tanaman Pala

 Penggerek batang Batocera hercules, memakan jaringan vaskuler

membuang hasil gerekan berupa serpihan keluar lubang

 Penggerek Ranting Scolitydae, hama ini merupakan kumbang penggerek

ranting dengan membuat gerakan melingkar pada pangkal ranting. Hama

ini sangat berbahaya karena menyerang secara agregasi, sehingga mampu

mematikan ranting dalam waktu yang relatif singkat.

 Penyakit utama pada tanaman pala adalah jamur akar (jamur akar putih

dan jamur akar hitam)

 Jamur akar putih (JAP) merupakan penyebab utama matinya sebagian

besar tanaman pala di Aceh. Penyebabnya adalah Rigidoporus lignosus

atau Rigidoporus microporus. Gejala serangan JAP pada tanaman pala

adalah daun terlihat pucat kuning, selanjutnya daun gugur dan ujung

ranting menjadi mati. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-

benang miselium jamur (rizomorf) berwarna putih, kadang-kadang

membentuk tubuh buah mirip topi, berwarna putih kekuning-kuningan


pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi

busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman

sering merambat pada tanaman tetangganya.

 Jamur akar hitam, Penyebab penyakit ini adalah Rosselina bunodes atau

Rosselina pepo. Gejala serangannya mirip dengan gejala serangan jamur

akar putih yaitu daun tanaman menguning, kemudian layu, dahan dan

ranting mati meranggas. Pada ranting, cabang atau batang yang terserang

bila dikelupas kulitnya maka terlihat lapisan kambium berwama coklat

kehitaman. Bila batang atau cabang yang sakit dipotong melintang maka

akan kelihatan kambium berubah warna menjadi coklat kehitaman. Gejala

ini akan terlihat saat tanaman sudah mulai mengering dan hampir mati.

Teknologi Pengolahan Tanaman Pala

1. Minyak Atsiri

Minyak atsiri pala dapat diperoleh dari penyulingan biji pala,

sedangkan minyak fuli dari penyulingan fuli pala. Minyak atsiri

dari biji pala maupun fuli mempunyai susunan kimiawi dan warna

yang sama, yaitu jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat.

2. Manisan Pala

Bahan baku untuk pembuatan manisan pala adalah buah pala yang

segar, oleh karena itu buah pala yang hendak dipanen sebaiknya

berumur 6-7) bulan sejak berbunga. Buah pala untuk manisan pala

kering dipilih yang berukuran sedang sampai besar agar mudah

dibentuk. Buah pala yang berukuran kecil tidak baik untuk

pembuatan pala kering, namun masih dapat digunakan untuk


diolah menjadi pala basah. Bahan penolong yang digunakan antara

lain gula pasir, garam, bahan pengawet (Natrium bisulfit) dan

bahan pewarna.

3. Sari Buah Pala

Aroma buah pala yang khas membuat daging buah pala sering

diolah menjadi sari buah. Namun rasa sepat dan getir yang

disebabkan kadar tannin yang terdapat pada daging buah

mengurangi tingkat penerimaan konsumen. Untuk mengurangi rasa

sepat dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan garam

sebanyak 5% atau kapur 2% selama 12 jam

(Djubaedah et al. 1995)

4. Minuman Instan Pala

Pembuatan minuman instan pala melalui dua tahapan proses yaitu

proses pembuatan sari buah dan proses pengeringan. Proses

pembuatan minuman dimulai dengan sortasi bahan baku yang akan

diambil sari buahnya. Selanjutnya dilakukan pengupasan, yang

bertujuan untuk mengurangi rasa sepat sari buah pala karena

senyawa tannin banyak terdapat pada kulit buah. Selanjutnya

dilakukan pemisahan kulit, biji dan fuli untuk kemudian diambil

daging pala. Proses selanjutnya adalah perendaman daging buah

dalam larutan garam selama 1 jam dan dilakukan blansir dengan

cara direndam dalam air mendidih selama 5 menit. Setelah blansir

dilakukan penghancuran daging buah pala dengan blender dengan

menambahkan air, kemudian disaring dengan kain saring. Dalam


pembuatan minuman instan pala ditambahkan pula bahan

tambahan lainnya diantaranya sirup glukosa dan bahan pengisi

dekstrin dan CMC.

5. Jeli Pala

Jeli atau selai adalah produk olahan semi padat yang dibuat dari

sari buah-buahan. Bahan penting dalam pembuatan jeli adalah

pektin, asam dan gula dengan perbandingan yang tepat untuk

menghasilkan jeli dengan karakteristik yang baik. Buah pala

mengandung pectin yang cukup tinggi sehingga baik diolah

menjadi jeli, terutama pada buah yang cukup tua tetapi belum

terlalu matang. Buah pala yang masih muda kurang bagus untuk

dipergunakan dalam pembuatan jeli karena Pala masih banyak

mengandung pati dan kadar pektinnya rendah. Ampas dari

penyaringan sari pala dapat diolah menjadi dodol atau wajik pala.

6. Dodol Pala

Dodol merupakan makanan semi padat yang dibuat dari campuran

beras ketan. Dodol dapat dibuat dari bubur buah pala segar atau

sisa penyaringan dalam pembuatan sirup atau jeli pala. Dalam

pembuatan dodol pala, selain daging buah pala, bahan baku yang

penting adalah santan kelapa dan beras ketan.

5. Ketumbar

Tanaman lada (Piper nigrum L) adalah tanaman perkebunan yang

bernilai ekonomis tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur

tanaman berkisar antara 2-3 tahun. Di Lampung komoditas ini banyak


diusahakan petani dalam bentuk perkebunan kecil yang diusahakan secara

turun temurun dengan padat tenaga kerja. Produktivitas kebun lada rakyat

di Lampung masih tergolong rendah yaitu rata-rata 591 kg/ha, dibanding

produktivitas nasional yang mencapai 800 kg/ha (Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat, 1982).

Hama Penyakit Tanaman Lada (Ketumbar)

 Penggerek batang (Lophobaris piperis) Penggerek batang mempunyai

empat fase pertumbuhan yaitu fase dewasa, telur, larva dan pupa. Fase

dewasa aktif terbang dari satu tanaman ke tanaman lada lainnya. Fase

dewasa makan buah, bunga dan pucuk tanaman lada, di kebun lada yang

sering dipangkas, hama ini mudah ditemukan pada luka pangkasan

tanaman lada. Serangan fase larva pada jaringan tanaman lada

mengakibatkan jaringan tanaman lada rusak/mati. Fase pupa berada di

dalam jaringan tanaman lada yang mati akibat serangan fase larva.

Serangan hama ini mengakibatkan tanaman lada rusak, kualitas dan

produksi lada rendah. Tanaman inang serangga ini adalah lada, cabe jawa

dan sirih.

 Hama pengisap buah (Dasynus piperis), Fase dewasa aktif mencari makan

dan meletakkan telur pada tanaman inangnya. Akibat serangan fase

dewasa buah lada menjadi kopong, produksi lada enteng. Busuk pangkal

batang (BPB) (Phytophthora capsici) Diantara hama dan penyakit utama

yang menyerang tanaman lada di Lampung tersebut, jamur Phytophthora

capsici merupakan kendala produksi yang paling ditakuti petani, karena

menyebabkan kematian tanaman lada dalam waktu singkat. Jamur


Phytophthora capsici dapat menyerang seluruh bagian tanaman lada.

Serangan yang paling membahayakan apabila terjadi pada pangkal batang

atau akar. Gejala serangan dini sulit diketahui, gejala yang tampak seperti

kelayuan tanaman menunjukkan serangan telah lanjut.

Teknologi Pengolahan Tanaman Lada

Pengolahan Lada Hitam

1. Sortasi buah

Lada yang sudah dipetik selanjutnya dihamparkan dan disortir.

Buah lada yang busuk dan tidak normal dipisahkan dan dibuang

sedangkan buah yang baik dan mulus dikumpulkan dalam satu

tempat untuk diproses lebih lanjut.

2. Pemisahan buah dari tangkai (perontokan)

Buah lada yang sudah dipanen ditumpuk selama 2-3 hari atau

langsung dirontok untuk memisahkan buah dari tangkainya. Proses

perontokan dilakukan dengan cara meremas-remas tandan buah

lada atau diinjak-injak. Memisahkan buah dari tangkainya juga

dapat dilakukan dengan menggunakan alat perontok tipe pedal atau

motor yang digerakkan oleh bensin/listrik. Buah lada yang sudah

layu/agak kering mudah terlepas dari tangkainya.

3. Pengeringan

Pengeringan buah lada dilakukan dengan cara menjemur di bawah

panas sinar matahari 2-3 hari sampai kadar air mencapai 15% yaitu

kadar air yang dikehendaki pasar. Pengeringan dengan penjemuran

dilakukan dengan menggunakan alas (terpal /tikar) yang bersih,


jangan dijemur di atas tanah tanpa alas karena akan menghasilkan

kualitas lada jelek dan kotor. Saat penjemuran dilakukan beberapa

kali pembalikan atau ditipiskan dengan ketebalan tumpukan

penjemuran 10 cm menggunakan garu dari kayu agar kekeringan

buah lada seragam dalam waktu yang sama.

4. Penampian/sortasi buah

Pemisahan atau sortasi bertujuan untuk memisahkan biji lada hitam

yang sudah kering dari kotoran seperti tanah, pasir, daun kering,

gagang, serat-serat dan juga sebagian lada enteng. Penampian

dilakukan secara manual menggunakan tampah, sortasi juga dapat

dilakukan dengan mesin yang digerakkan menggunakan pedal

(blower), alat ini untuk memisahkan buah lada bernas, lada enteng

dan kotoran..

6. Jintan

Jintan hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman

obat, termasuk famili Ranunculaceae, yang telah digunakan selama ribuan

tahun sebagai obat dan rempah (Salem, 2005).

Hama Penyakit Tanaman Jinten

Teknologi Pengolahan Tanaman Jinten

Pembuatan ekstrak heksan biji jinten hitam

 Hasil penyarian dengan metode maserasi dengan pelarut heksan diperoleh

EHBJH dengan rendemen sebesar 26,44%. Dari bahan awal seberat 500

gram dan diperoleh bobot ekstrak 132,18 gram. Secara makroskopis

EHBJH berwarna hijau gelap, berminyak dan berbau khas minyak atsiri.
7. Kemiri

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) adalah suatu tanaman

yang berasal dari famili Euphorbiceae. Kemiri pada mulanya berasal dari

Hawaii kemudian tersebar sampai ke Polynesia Barat lalu ke Indonesia

dan Malaysia. Di Indonesia sendiri, kemiri tersebar ke berbagai propinsi

dan dapat tumbuh dengan baik. Kemudahan kemiri untuk tumbuh di

berbagai tempat membuat produksi kemiri meningkat dari tahun ke tahun

sehingga kemiri menjadi komoditas dalam negeri dan ekspor di Indonesia.

Umumnya kemiri diekspor ke Singapura, Hongkong dan Eropa

(Arlene, 2010).

Hama Penyakit Tanaman Kemiri

 Hama yang meyerang daun yaitu tungau (Tetranichiadae), molusca

dan penggerek daun

 Hama yang menyerang batang adalah hama penggerek batang dari

famili Ceramicyadae. Tanda-tandanya terdapat lubang pada batang

kemiri yang dalamnya mencapai 2 cm, mengeluarkan lendir, dan

bekas gerekan.

 Hama yang menyerang akar kemiri adalah dari golongan rayap,

ditandai dengan bercak-bercak hitam pada permukaan dan pangkal

batang.

 Penyakit yang menyerang tanaman kemiri yaitu penyakit hawar

daun cendawan, penyakit antraknosa, dan penyakit gugur buah

muda.
Teknologi Pengolahan Tanaman Kemiri

 Kemiri dapat digunakan untuk bahan bumbu masakan dengan

metode-metode yang ada. Seperti menjemur terlebih dahulu kemiri

sampai kering kurang lebih membutuhkan waktu 7 hari.

 sebagian rumah tangga petani pengolah kemiri telah menggunakan

teknologi pengeringan dengan menggunakan oven sederhana

berupa bangunan berdinding semen berukuran 1,5x3 m2 dan

menggunakan cangkang kemiri sebagai bahan bakar.

 Pemakaian oven dapat mempercepat proses pengeringan kemiri

dari enam hari menjadi tiga hari. Jumlah kemiri yang berhasil

mencapai tingkat kekeringan seperti yang diharapkan menjadi

lebih banyak
DAFTAR PUSTAKA

Asman A, Hadad EA. 1988. Perkembangan penelitian penyakit tanaman cengkeh.


Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 4(2) :48-54.

Hadiwijaya T. 1981 Cengkeh, Data dan Petunjuk ke arah Swasembada. Ed-4.


Jakarta (ID): Gunung Agung.

Meiyanto. 2003. Kunyit Asam Segar Menyehatkan. Arikel Ilmiah : Jawa Pos

Nasriati. 2012. Budidaya Tanaman Obat Keluarga. Balai Pengkajian Teknologi


Pertanian (BPTP) Lampung : Lampung

Nelson S. 2008. Cephaleuros species, the plant-parasitic green algae [internet].


Hawaii (US): Cooperative Extension Service, College of Tropical
Agriculture and Human Resources, University of Hawai’i; [diunduh 2013
Mei 17]. Tersedia pada: www.ctahr.hawaii.edu/oc/freepubs/pdf/PD-43.pdf

Nurdjannah, N, S. Yuliani dan L. Yanti, 1997. Pengolahan dan diversifikasi hasil


cengkeh. Monograf Tanaman Cengkeh. Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat. Hal. 118 – 130.

Salem, M.L. 2005. Immunomodulatory and therapeutic properties of the Nigella


sativa L. seed. Int. Immunopharmacology 5:1749-1770.

Soetopo D, Adria, Amrizal. 1988. Hama cengkeh dan perkembangan cara


penanggulangannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 4(2)
:43-47.

Weiss, E.A, 1997. Essential Oil Crops. CAB International, Wallingford Oxon,
United Kingdom. p. 235 – 259.

You might also like