You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kata akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya sudah dikenal
manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat atau
tradisi yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.
Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah
pernah membangun “Kerajaan Filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan
timbulnya berbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak
mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata berdasarkan fikiran dan teori-
teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga masih terdapat
ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern.
Pada pembahasan ini kami akan menjelaskan tentang sejarah
perkembangan ilmu akhlak dari zaman Yunani sampai zaman Modern.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana akhlak diluar agama Islam?
2. Bagaimana akhlak pada agama Islam?
3. Bagaimana akhlak pada zaman baru/modern?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan ilmu akhlak diluar agama
Islam
2. Untuk mengetahui akhlak pada agama Islam
3. Untuk mengetahui perkembangan akhlak pada zaman baru/modern

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH SINGKAT
Sejarah adalah kejadian, peristiwa yang benar terjadi pada masa lampau.
Perkembangan adalah tumbuh terus menerus, bercabang dan hidup sepanjang
waktu. Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
sistematis menurut metode-metode tertentu yang digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Akhlak adalah
budi pekerti, tingkah laku. Sejarah Ilmu Akhlak yaitu sejarah yang
mempelajari batas antara baikdan buruk, terpuji dan tercela, perkataan dan
perbuatan manusia sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang. (Departemen1
Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Akhlak dalam arti bahasa, sebenarnya sudah dikenal manusia di atas


permukaan bumi ini yaitu apa yang disebut dengan istilah adat-istiadat (tradisi)
yang dihormati, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Dalam keadaan terputusnya wahyu maka tradisi itulah yang dijadikan tolak
ukur dan alat penimbangan norma pergaulan kehidupan manusia, terlepas dari
segi apakah itu baik atau buruk menurut setelah datang wahyu.

Kalau kita memperhatikan bangsa arab di zaman jahiliyah, misalnya:


mereka sudah memiliki perangai halus dan rela dalam kehidupan baik dan
kemuliaan cukup. Tetapi juga pemarah luar biasa, perampok, perampas, karena
kejahatan mengancam diri atau kabilahnya. Hal ini Nampak dalam puisi-puisi
mereka sebagai bangsa yang buta huruf, tetapi daya ingatan dan hafalan mereka
sangat kuat. Misalnya: Zuhair ibnu abi Salam mengatakan: “Barang siapa
menepati janji tidak kan tercela dan barang siapa membawa hatinya menuju
kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.

Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki dalam kadar yang minimal
pemikiran dalam bidang akhlak. Pengetahuan tentang berbagai macam
keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat syair-

1
Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 891

2
syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh
filosof-filosof zaman kuno. Sewaktu islam datang yang dibawa oleh
Muhammad SAW, maka Islam tidak menolak setiap kebiasaan yang terpuji
yang terdapat pada bangsa Arab, Islam datang kepada mereka membawa
akhlak yang mulia yang menjadi dasar kebaikan hidup seseorang, keluarga,
handai tolan, umat manusia serta alam seluruhnya. Setelah Al-qur’an turun
maka lingkaran bangsa Arab dalam segi akhlak dari segi sempit menjadi luas
dan berkembang, jelas arah dan sasarannya.

B. ILMU AKHLAK DI LUAR AGAMA ISLAM2


1. Akhlak Pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani baru
terjadi setelah munculnya apa yang disebut Phisticians, yaitu orang-orang
yang bijaksana. Sedangkan sebelum itu dikalangan bangsa Yunani tidak di
jumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu perhatian meraka
tercurah pada penyelidikan nya mengenai alam.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu
akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia sehingga hasil yang di
dapatnya adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika murni. Hal ini tidak
sepenuhnya salah, karena manusia secara fitrah telah dibekali potensi
bertuhan, beragama dan cenderung kepada kebaikan, disamping juga
memiliki kecendrungan kepada keburukan, dan ingkar kepada Tuhan.
Filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang
akhlak adalah Socrates dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola
hubungan itu tidak akan menjadi benar, kecuali bila didasarkan pada ilmu
pengetahuan, sehingga ia berpandapat bahwa keutamaan adalah ilmu.
Selanjutnya datanglah Plato. Ia seorang ahli filsafat Athena dan murid
dari Socrates padangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori
contoh. Menurutnya bahwa apa yang terdapat pada yang lahiriah ini
sebenarnya telah ada contohnya terlebih dahulu, sehingga yang tampak ini
hanya merupakan bayangan atau fotocopy dari contoh yang tidak tampak

2
Nata, Abudin.2012.Akhlaq Tasawuf

3
(alam rohani atau alam idea). Teori ini selanjutnya digunakan Plato dalam
menjelaskan masalah akhlak.
Setelah Plato, datang pula Aristoteles. Sebagai seorang murid Plato,
Aristoteles berupaya membangun suatu yang khas, dan para pengikutnya
disebut sebagai kaum Peripatisc. Ia berpendapat bahwa tujuan akhir yang di
kehendaki oleh manusia dari apa yang dilakukannya adalah bahagia atau
kebahagiaan. Jalan untuk menapai kebahagiaan ini adalah dengan
mempergunakan akal dengan sebaik-baiknya. Dan masih banyak lagi pemikir
akhlak di zaman Yunani.
Keseluruhan pelajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir Yunani
tersebut tampak bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan buruk didasarkan
pada pendapat akal pikiran yang sehat dari manusia. Karenanya disebutkan
bahwa ajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir yunani bersifat
Anthropocentris (memusat pada manusia). Penadapat yang demikian itu
dapat saja diikuti sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan al-
Sunnah.

2. Akhlak Pada Agama Nasrani


Pada akhir abad ketiga Masehi Agama Nasrani berhasil mempengaruhi
pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak dalam Kitab
Taurat dan Injil. Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber akhlak.
Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang
harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupa masyarakat. Dengan
demikian ajaran akhlak pada Agama Nasrani ini tampak bersifat teo-centri
(memusat pada tuhan) dan sufistik (bercorak batin).
Menurut ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong untuk melakukan
perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut
Agama Nasrani bahwa pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan imam
kepada Tuhan berdasarkan petunjuk Kitab Taurat. Selain itu Agama Nasrani
menghendaki agar manusia berusaha sungguh-sungguh mensucikan roh yang
terdapat pada dirinya dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran

4
maupun perbuatan. Akibat dari paham akhlak yang demikian itu, kebanyakan
para pengikut pertama dari agama ini suka menyiksa dirinya, menjauhi dunia
yang fana, beribadah, zuhud dan hidup menyendiri.

3. Akhlak Pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan)


Kehidupan bangsa Eropa padaabad pertengahan dikuasai oleh gereja.
Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu.
Apa yang diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh karena itu tidak
ada artinya lagi penggunaan akal pemikiran untuk penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan
doktrin yang dikeluarkan oleh gereja. Namun demikian sebagian dari
kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles,
Stoics untuk memperkuat ajaran gereja.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad
pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dengan perpaduan antara
ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Corak ajaran yang sifatnya perpaduan
antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat
pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam.

4. Akhlak Pada Bangsa Arab


Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak memiliki ahli-ahli filsafat yang
mengajak pada paham tertentu seperti bangsa Yunani dan Romawi. Pada
masa itu bangsa Arab hanya mempunyai ahli hikmah dan ahli syair. Di dalam
kata-kata hikmah dan syair tersebut dapat dijumpai ajaran yang
memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi keburukan, mendorong pada
perbuatan yang utama dan menjauhi dari perbuatan yang tercela dan hina. Hal
yang demikian misalnya terlihat pada kata-kata hikmah yang dikemukakan
Luqmanul Hakim, Aktsam bin Shaifi, dan pada syair-syair yang dikarang oleh
Zuhair bin Abi Sulman dan Hakim al-Thai.

5
C. AKHLAK PADA AGAMA ISLAM
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam
dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada
intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa
Dialah pencipta, pemelihara, pemberi rahmat, pelindung terhadap apa yang ada
di dunia ini.
Selain itu, agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang
paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan
dan kesejahteraan. Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian
pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan yang baik.
ُ ‫ن لَ َعلَّ ُك ِْم َيع‬
ِ‫ظ ُك ِْم ِۚ َب ْغي‬ َِّ ‫سانِ ب ْال َعدْلِ َيأ ْ ُم ُِر‬
َِّ ‫ّللاَ تَذَ َّك ُرونَإ‬ َ ْ‫َو ْال ُم ْنكَرِ ْالفَحْ شَاءِ َعنِ َو َي ْن َهىِ ْالقُ ْر َبىِ ذي َوإيت َاءِ َو ْاْلح‬
ْ ‫َو‬
ِ‫ال‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.” (QS . An-Nahl, 16:90)
Ayat tersebut diatas memberikan petunjuk yang jelas bahwa Al-Quran
sangat memperhatikan masalah pembinaan akhlak, dan menunjukan perbuatan-
perbuatan yang merupakan akhlak mulia seperti berbuat kebajikan, memberi
makan kaum kerabat dan lain-lain yang disebutkan di ayat lain baik yang
berhubungan dengan ibadah, diri sendiri, hubungan sosial, dan lain-lain. Apa
yang diperintahkan Allah tersebut kemudian dilaksanakan oleh manusia yang
akibatnya tentu untuk manusia itu sendiri. Orang yang melakukan perbuatan
baik tentu akan mendapat keuntungan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Selain berisi perintah, Al-Quran juga mengandung larangan seperti
larangan syirik, berjudi, minum khamr, berzina, menggunjing, sumpah palsu dll.
Misalnya dalam ayat berikut:
ِْ ‫ل ِۚ َو ْال َميْسرِ ْالخ َْمرِ َعنِ نَ ْفعه َما َي ْسأَلُونَكَِ م‬
‫ن أَ ْك َب ُِر َما‬ ِْ ُ‫َوإثْ ُم ِهُ للنَّاسِ َو َمنَاف ُِع كَبيرِ إثْمِ فيه َما ق‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya" ( QS. Al-Baqarah, 2:219)

6
Ayat diatas menunjukan dari sebagian perbuatan yang dilarang Allah yai
tu meminum minuman keras, berjudi. Perbuatan tersebut diakui mengandung
kenikmatan, kelezatan tetapi bahaya yang ditimbulkan jauh lebih besar dari
manfaatnya.
Sangatlah jelas bahwa dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang
mengandung pokok-pokok akidah kegamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-
prinsip dan tata nilai perbuatan manusia. Ayat-ayat diatas juga menunjukan
dengan jelas bahwa ajaran akhlak dalam Islam dengan sumbernya Al-Quran
sangat lengkap, jelas, dan mendalam.
Mengenai pembinaan akhlak dapat dijelaskan pendapat Ath-Thabatabi
sebagai berikut;
1. Pertama, menurut petunjuk al-Qur’an dalam hidupnya manusia hanya
menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya.
2. Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada
dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan
kebenaran yang tidak dapat diingkari. Hal itu disebabkan karena manusia
yang mempunyai akal hanya melakukan sesuatu setelah ia
menghendakinya. Perbuatan itu sesuai kehendak jiwa yang diketahuinya
secara jelas.
ِ‫ْال َخي َْراتِ فَا ْست َبقُوِاْ ُم َولي َها ه َُِو وجْ َهةِ َول ُكل‬
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan”. (QS
Al-Baqarah, 2:148)
3. Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup
berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi dan dorongan hawa nafsu.
Sejalan dengan lahirnya para pemikir dan filosof Islam yang berkembang
dengan pengaruh filsafat Yunani di zaman daulat Bani Abbasiyah, akhlak dalam
Islam diwarnai dengan corak yang bersifat falsafi dan rasionalistik. Seperti yang
terdapat dalam ajaran Muktazilah.
Dengan demikian akhlak dalam Islam memiliki dua corak. Pertama, akhlak
yang bercorak normatif, yang bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah.akhlak
model ini bersifat universal, mutlak dan absolut. Kedua, akhlak yang bercorak

7
rasional dan kultural yang didasarkan pada pemikiran akal sehat seta adat istiadat
dan kebudayaan yang berkembang. Akhlak model ini bersifat relatif, nisbi, dan
dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

D. AKHLAK PADA ZAMAN BARU/MODERN


Pada abad pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup
suburkan filsafat Yunani kuno. Itali juga kemudian berkembang di seluruh Eropa.
Kehidupan mereka yang semula terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos
mulai digeser dengan memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan
akal pikiran.
Di antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah
masalah akhlak. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan
menurut kenyataan empiris dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayalan,
dan hendak melahirkan kekuatan yang ada pada manusia, dihubungkan dengan
praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini menghasilkan perubahan dalam
menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya tidak mempunyai
lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan, dan keadilan
sosial menjadi di perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya pandangan
akhlak mereka diarahkan pada perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi
anggota masyarakat yang mandiri.
Ahli filsafat Perancis yaitu Desrates (1596-1650 M), termasuk pendiri filsafat
baru dalam Ilmu Pengetahuan dan Filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar
baru, diantaranya:
1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya.
Dan apa yang didasarkan kepada sangkaan dan apa yang tumbuhnya dari
adat kebiasaan saja, wajib di tolak.
2. Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang
semudah-mudahnya, lalu meningkat kearah yang lebih banyak susunannya
dan lebih dekat pengertiannya, sehingga tercapai tujuan kita.
3. Wajib bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu
soal, sehingga menyatakannya dengan ujian. Descartes dan pengikut-
pengikutnya suka kepada paham Stoics, dan selalu mempertinggi mutu

8
pelajarannya, sedang Gassendi dan Hobbes dan pengikutnya suka kepada
paham Epicurus dan giat menyiarkan aliran pahamnya.

Kemudian lahir pula Bentham (1748-1832) dan John Stoart Mill (1806-
1873). Keduanya berpindah paham dari faham Epicurus ke faham Utilitarianim.
Pemikir akhlak yang selanjutnya dapat dijumpai pada Immanuel Kant.
Pemikiran akhlak yang dikemukakan Immanuel Kant juga bersifat
Anthropocentris (memusat pada kemampuan dan potensi manusia). Ia
berpendapat bahwa kriteria perbuatan akhlak adalah perasaan kewajiban intuitif.

Pokok bahasan mengenai intuisi diklasifikasikan menjadi empat:


1. Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan. Dengan intuisi ini
banyak manusia yang menghabiskan umurnya untuk mengabdikan diri
kepada pengembangan ilm pengetahuan.
2. Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan sebagaimana
telah diuraikan diatas.
3. Intuisi estetika, yakni cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan
keindahan.
4. Intuisi agama, yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dan
segala isinya, yakni Tuhan.

Pemikir barat dibidang akhlak selanjutnya adalah Bertrand Russel. Berbeda


dengan Kant, Russel menolak adanya intuisi akhlaki dan keindahan esensial suatu
perbuatan. Menurut Russel manusia tidak mampu memahami keindahan dan
keburukan pada perbuatan. Dia juga menolak keindahan dan keburukan roh.
Menurutnya manusia sama sekali tidak mempunyai akal atau roh murni.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani
Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Karena ia yang pertama
berusaha dengan sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia
dengan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli
Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya
dalam Etika berdasarkan “teori contoh”. Dia berpendapat alam lain adalah
alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah
muridnya plato. Pengikutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran
sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.
2. Akhlak pada Agama Nasrani
Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang
menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara
dan dilaksanakan dalam kehidupa masyarakat. Dengan demikian ajaran
akhlak pada Agama Nasrani ini tampak bersifat Teo-centri (memusat pada
tuhan) dan Sufistik (bercorak batin).
3. Sejarah Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad pertengahan)
Pada abad pertengahan, Etika bisa dikatakan ‘dianiaya’ oleh Gereja. Pada
saat itu, Gereja memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang
penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan
hakikat telah diterima dari wahyu. Dan apa yang terkandung dan diajarkan
oleh wahyu adalah benar.
4. Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang
mengajak kepada aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti
Epicurus, Zeno, Plato, dan Aristoteles. Hal itu terjadi karena penyelidikan
ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab
hanya memiliki ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang
memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong

10
menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal pada
zaman mereka.
5. Akhlak pada Agama Islam
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam
dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada
intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan juga mengandung
jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang
menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
6. Akhlak pada Masa Modern
Pada masa modern banyak bermunculan para filosof dan pemikir yang
banyak melakukankritik dan pembaharuan termasuk di bidang akhlak.
Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan pada perbaikan yang
bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang mandiri.

B. SARAN
Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis mengharap
kepada pembaca sekiranya menemukan kesalahan pada makalah ini untuk
memperbaikinya. Sebab penulis bukanlah orang sepurna yang tidak lepas dari
sifat kekeliruan, sehingga penulis juga bisa melakukan kesalahan. Dan jika ada
sesuatu yang bisa dijadikan bahan kajian oleh pembaca maka penulis akan
merasa termotivasi. Saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun
semangat menulis penulis akan selalu ditunggu oleh penulis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin.2012.Akhlaq Tasawuf. Raja Grafindo Persada: Jakarta.


Kamus Besar Bahasa Indonesia

12

You might also like