You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS OBAT KOSMETIK MAKANAN

ANALISIS AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DALAM


SEDIAAN SUNSCREEN

Disusun Oleh :

1. Hasrika Treeten P (11/315995/FA/0879)


2. Maria Christiana D (11/316004/FA/0882)
3. Alexander Andika (11/316011/FA/0885)
4. Budi Octasari S (11/316020/FA/0888)

Golongan / Kelompok : III / 2


Kelas : C 2011
Tanggal Praktikum : 2 Mei 2013
Asisten jaga : Safira
Dosen pengampu : Dr. Rumiyati, M.Si., Apt

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ANALISIS ANTIOKSIDAN
I. Tujuan
Mengetahui aktvitas antioksidan yang ada dalam sediaan sunscreen
II. Dasar teori
Sinar matahari digunakan sebagai sumber energi bagi kelangsungan hidup makhluk di
bumi. Banyak manfaat yang dapat diambil dari kehadiran sinar matahari, namun ada juga
yang kurang menguntungkan. Sengatan panas matahari yang terlalu banyak dapat
menimbulkan efek buruk lain pada kulit. Pada saat sinar UV mengenai permukaan kulit akan
terbentuk radikal bebas yang menghancurkan sel-sel kulit dan selanjutnya berakibat pada
rusaknya mekanisme regenerasi sel-sel itu sendiri. Contohnya adalah pada kulit wajah
berubah menjadi kusam dan tampak lebih tua dari umur sebenarnya (Fidiyawati, dan
Taufikurohmah, 2012). Kulit manusia secara alami mempunyai sistem perlindungan terhadap
sinar UV yaitu penebalan stratum corneum, pembentukan melanin, dan pengeluaran keringat.
Namun pada kontak yang berlebihan paparan sinar UV yang terlalu lama menjadikan sistem
alamiah tersebut tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan efek yang merugikan
bagi kulit. Oleh karena itu diperlukan senyawa tabir surya untuk melindungi kulit dari radiasi
UV secara langsung . Pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan sunscreen
yang mengandung antioksidan. (Cumpelik, 1972)
Antioksidan merupakan sebutan untuk zat yang berfungsi melindungi tubuh dari
serangan radikal bebas. Yang termasuk ke dalam golongan zat ini antara lain vitamin,
polifenol, karoten dan mineral. Secara alami, zat ini sangat besar peranannya pada manusia
untuk mencegah terjadinya penyakit. Antioksidan melakukan semua itu dengan cara
menekan kerusakan sel yang terjadi akibat proses oksidasi radikal bebas. Akhir-akhir ini
penggunaan senyawa antioksidan berkembang dengan pesat baik untuk makanan maupun
pengobatan. Penggunaan sebagai obat makin berkembang seiring dengan makin
bertambahnya pengetahuan tentang aktifitas radikal bebas terhadap beberapa penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker (Boer, 2000).
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron-elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Fessenden, dan Fessenden,
1986). Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang
berada disekitarnya, sehingga terjadi pemindahan elektron dari molekul donor ke molekul
radikal untuk menjadikan molekul stabil. Akibat reaksi tersebut molekul donor menjadi
radikal baru yang tidak stabil dan memerlukan elektron dari molekul disekitarnya untuk
menjadi stabil.
Sistem antioksidan tubuh sebagai mekanisme perlindungan terhadap serangan radikal
bebas, secara alami telah ada dalam tubuh kita. Dari asal terbentuknya, antioksidan ini
dibedakan menjadi dua yakni intraseluler (di dalam sel) dan ekstraseluler (di luar sel) atau
pun dari makanan. Dari sini antioksidan tubuh bisa dikelompokkan menjadi 3 yakni:
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru
dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Contoh
antioksidan primer ialah enzim superoksida dimustase (SOD), katalase, dan glutation
dimustase (Gordon, 1994).
2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah
terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin
C, dan β-karoten (Gordon, 1994).
3. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang
disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel
adalah metionin sulfoksida reduktase (Gordon, 1994).
Aktifitas antioksidan tidak dapat diukur secara langsung, melainkan melalui efek
antioksidan dalam mengontrol proses oksidasi. Berikut ini adalah metode yang sering digunakan
untuk mengukur aktifitas total antioksidan total suatu senyawa :
1. Uji DPPH
DPPH atau 2,2-diphenil-1-picryl hidrazil merupakan suatu radikal bebas yang stabil
dan tidak membentuk dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas pada seluruh molekul.
Delokalisasi elektron bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya warna ungu pada larutan
DPPH sehingga bisa diukur absorbansinya pada panjang gelombang sekitar 520 nm.

BM = 394
Struktur DPPH (2,2-diphenil-1-picryl hidrazil)

Ketika larutan DPPH dicampur dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom
hidrogen, maka warna ungu dari larutan akan hilang seiring dengan tereduksinya DPPH.
Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode ini berdasarkan dari hilangnya
warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan. Intensitas warna dari larutan uji
diukur melalui spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Hasil dari
uji ini diinterpretasikan sebagai IC50, yaitu konsentrasi senyawa uji yang dibutuhkan untuk
mengurangi radikal DPPH sebesar 50%. Nilai IC50 diperoleh dari suatu persamaan regresi
linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi ekstrak uji dengan persen penangkapan
radikal. Semakin kecil nilai IC50, maka semakin aktif ekstrak (senyawa uji) tersebut sebagai
antioksidan. Pada metode ini tidak diperlukan substrat sehingga memiliki keuntungan, yaitu
lebih sederhana dan waktu analisis yang lebih cepat. Selain itu, metode ini juga memiliki
tingkat sensitifitas yang tinggi dan dapat menganalisis sejumlah besar sampel dalam jangka
waktu singkat.
2. Uji ABTS
Asam 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat (ABTS) merupakan substrat dari
peroksidase, di mana ketika dioksidasi dengan kehadiran H2O2 akan membentuk senyawa
radikal kation metastabil dengan karakteristik menunjukan absorbansi kuat pada panjang
gelombang 414 nm. ABTS merupakan senyawa larut air dan stabil secara kimia.
Akumulasi dari ABTS dapat dihambat oleh antioksidan pada medium reaksi dengan
aktivitas yang bergantung waktu reaksi dan jumlah antioksidan. Kemampuan relatif
antioksidan untuk mereduksi ABTS dapat diukur dengan spektrofotometri pada panjang
gelombang 734 nm. Absorbansi maksimal juga dapat terjadi pada panjang gelombang yang
lain. Panjang gelombang yang mendekati daerah infra merah (734 nm) dipilih untuk
meminimalkan interfensi dari absorbansi komponen lainnnya.
Hasil pengukuran dengan spektrofotometer selanjutnya dibandingkan dengan standar
baku antioksidan sintetik, yaitu trolox yang merupakan analog vitamin E larut air. Hasil
perbandingan ini diekspresikan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Activity).
TEAC adalah konsentrasi (dalam milimolar) larutan trolox yang memiliki efek antioksidan
ekuivalen dengan 1,0 mM larutan zat uji. TEAC mencerminkan kemampuan relatif dari
antioksidan untuk menangkap radikal ABTS dibandingkan dengan trolox.
3. Uji TRAP
Pengujian TRAP atau Total Radical-Trapping Antioxidant Parameter bekerja
berdasarkan pengukuran konsumsi oksigen selama reaksi oksidasi lipid terkontrol yang
diinduksi oleh dekomposisi termal dari AAPH (2,2’-Azobis(2-aminidopropana)hidroklorida)
untuk mengukur total aktivitas antioksidan. Hasil uji ini diekspresikan sebagai jumlah (dalam
mikromol) radikal peroksil yang terperangkap oleh 1 liter plasma. Pengukuran serum TRAP
berdasarkan penentuan lamanya waktu yang diperlukan oleh serum uji untuk dapat bertahan
dari oksidasi buatan.
4. Uji FRAP
Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) bekerja berdasarkan reduksi dari
analog ferroin, kompleks Fe3+ dari tripiridiltriazin Fe(TPTZ)3+ menjadi kompleks Fe2+,
Fe(TPTZ)2+ yang berwarna biru intensif oleh antioksidan pada suasana asam. Hasil pengujian
diinterpretasikan dengan peningkatan absorbansi pada panjang gelombang 593 nm dan dapat
disimpulkan sebagai jumlah Fe2+ (dalam mikromolar) ekuivalen dengan antioksidan standar.

III. Alat bahan


1. Alat
- Labu takar 10 mL
- Gelas ukur
- Pipet volume
- Neraca Ohaus
- Pipet tetes
- Labu takar 5 mL
- Kuvet
- Spektrofotometer UV
- Kertas saring
- Corong kaca
- Beker Glass
2. Bahan
- DPPH
- Arbutin
- Etanol
- Aquadest
- Sampel “Viva Sunscreen Cream”

IV. Cara kerja


1. Pembuatan larutan DPPH
Ditimbang 15,7 mg DPPH

Dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan ditambah etanol a.d. 100 mL

Digojog hingga homogen

Disimpan dalam almari es

2. Pembuatan senyawa pembanding Arbutin


Ditimbang 100 mg Arbutin

Dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan etanol a.d 100 mL

Dibuat larutan seri kadar : 2, 8, 12, 20, 28 µg/mL

Dimasukkan dalam labu takar 5 mL

Ditambahkan 1 mL DPPH

Ditambahkan etanol a.d. 5 mL

Divortex 30 detik, lalu didiamkan dalam ruang gelap

Dibaca absorbansi pada panjang gelombang 515 nm

Dihitung % penangkapan radikal

Dibuat kurva plot konsentrasi sampel vs % penangkapan radikal

Dihitung nilai IC50


3. Pembuatan sampel
Ditimbang 1 gram sunscreen uji

Dilarutkan dalam etanol , disaring dan dimasukkan dalam labu takar 25 mL

Ditambah etanol a.d. 25 mL

Dibuat larutan seri kadar

Dimasukkan dalam labu takar 5 mL

Ditambahkan 1 mL DPPH

Ditambahkan etanol a.d. 5 mL

Divortex 30 detik, lalu didiamkan dalam ruang gelap

Dibaca absorbansi pada panjang gelombang 515 nm

Dihitung nilai % penangkapan radikal

Dibuat kurva plot konsentrasi sampel vs % penangkapan radikal

Dihitung nilai EC50

Dibandingkan dengan EC50 Arbutin

V. Data percobaan dan perhitungan


A. Sampel
Nama : Viva® sunscreem foundation
Bentuk sediaan : krim
Netto : 22 g
Kandungan : 0,5% 2-ethylhexyl p-methoxycinnamate
Produksi : PT. Vitapharm, Surabaya-Indonesia
Bobot sampel : 1,3 g
B. Organoleptis
Warna : putih
Bau : harum
C. Data kurva baku
1. Arbutin
Konsentrasi (µg/ml) Absobansi
0,4 0,539
0,8 0,535
1,2 0,499
1,6 0,844*
2,0 0,264
Absorbansi blanko = 0,937
- Perhitungan %penangkapan radikal
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
o Kadar 0,4 µg/ml
0,937 − 0,539
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 42,4760%
0,937

o Kadar 0,8 µg/ml


0,937 − 0,535
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 42,9029%
0,937
o Kadar 1,2 µg/ml
0,937 − 0,499
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 46,7449%
0,937
o Kadar 2,0 µg/ml
0,937 − 0,264
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 71,8250%
0,937
- Regresi linier konsentrasi (x) vs %penangkapan radikal (y)
Konsentrasi (µg/ml) %penangkapan radikal
0,4 42,4760
0,8 42,9029
1,2 46,7449
2,0 71,8250
a = 29,9985
b = 19,0807
r = 0,93
y = 19,0807x + 29,9985
Kurva hubungan kadar (µg/ml) vs
%penangkapan radikal
80.0000
70.0000 y = 19.081x + 29.998

%penangkapan radikal
60.0000 R² = 0.8639
50.0000
40.0000
30.0000
20.0000
10.0000
0.0000
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Konsentrasi (µg/ml)

- Menghitung EC50
y = 50%
y = 19,0807x + 29,9985
50 = 19,0807x + 29,9985
50−29,9985
𝑥= 19,0807

𝑥 = 1,0483 µ𝑔/𝑚𝑙
D. Data sampel
Konsentrasi (mg/ml) Absobansi
0,4 0,562
0,8 0,459
1,2 0,441
1,6 0,420
2,0 0,399
- Perhitungan %penangkapan radikal
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
o Kadar 0,4 µg/ml
0,937 − 0,562
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 40,0213%
0,937
o Kadar 0,8 µg/ml
0,937 − 0,459
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 51,0139%
0,937
o Kadar 1,2 µg/ml
0,937 − 0,441
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 52,9349%
0,937
o Kadar 1,6 µg/ml
0,937 − 0,420
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 55,1761%
0,937
o Kadar 2,0 µg/ml
0,937 − 0,399
%𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100% = 57,4173%
0,937
- Regresi linier konsentrasi (x) vs %penangkapan radikal (y)
Konsentrasi (mg/ml) %penangkapan radikal
0,4 40,0213*
0,8 51,0139
1,2 52,9349
1,6 55,1761
2,0 57,4173
a = 46,6276
b = 5,3629
r = 0,999
y = 5,3629x + 46,6276

Kurva hubungan kadar (mg/ml) vs


58.0000 %penangkapan radikal
y = 5.3628x + 46.628
57.0000
R² = 0.9987
%penangkapan radikal

56.0000
55.0000
54.0000
53.0000
52.0000
51.0000
50.0000
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Konsentrasi (mg/ml)

- Menghitung EC50
y = 50%
y = 5,3629x + 46,6276
50 = 5,3629x + 46,6276
50−46,6276
𝑥= 5,3629

𝑥 = 0,6288 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 628,8 µ𝑔/𝑚𝑙

E. Tabel data EC50


Bahan EC50 (µg/ml)
Arbutin 1,0483
Sampel 628,8
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis aktivitas antioksidan dalam sunscreen. Tujuan
dari praktikum ini adalah unutk mengetahui aktivitas antioksidan yang ada dalam sediaan
sunscreen.
Aktivitas antioksidan dapat dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara
kualitatif, aktivitas dapat diuji menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan dengan metode Spektrofotometri UV. Dalam praktikum ini hanya
dilakukan analisis kuantitatif saja dengan menggunakan spektrofotometer UV. Metode yang
digunakan adalah metode DPPH. Dalam metode ini digunakan pereaksi DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil). DPPH adalah senyawa radikal bebas yang sering digunakan unutk melihat
aktivitas antioksidan dalam suatu sediaan farmasi maupun makanan. Molekul DPPH memiliki
radikal bebas stabil akibat delokalisasi elektron bebas dalam molekul. Delokalisasi ini
memberikan warna ungu gelap pada larutan DPPH, dengan pita serapan larutan etanolik pada
520 nm. Saat larutan DPPH diberi donor atom H (seperti pada antioksidan), maka DPPH akan
berubah ke bentuk tereduksinya dan berubah warna dari ungu menjadi kuning (Molyneux, 2004).

Sediaan yang hendak dianalisis adalah Viva® Sunscreen Foundation. Sediaan ini
berbentuk krim, berwarna putih, dngan wangi harum khas. Senyawa aktif yang tertulis pada label
adalah 0.5% 2-ethylhexyl p-methoxy-cinnamate. Dari kenampakan, tampak sediaan ini masih
layak pakai.
Proses analisis dimulai dengan membuat larutan DPPH. Larutan dibuat dengan
melarutkan 15,75 gram DPPH dalam 100 ml etanol absolut. Larutan kemudian diaduk homogen
dan disimpan dalam lemari es. Penyimpanan di lemari es menjamin DPPH tak rusak akibat sinar
UV matahari maupun karena suhu yang terlalu panas. Selanjutnya dibuat larutan standar berupa
arbutin. Arbutin (4-Hydroxyphenyl-D-glucopyranoside) merupakan suatu senyawa sintetik yang
berfungsi sebagai bahan aktif pencerah kulit yang terdiri dari alfa arbutin dan beta arbutin.
Arbutin bekerja dengan mengeblok biosintesis melanin melalui penghambatan oksidasi
enzimatik tirosin dan DOPA. Arbutin merupaka glikosida hidrokuinon, dan ditemukan di alam
pada tanaman Arctostaphylos. Arbutin merupakan antioksidan yhang sering dipakai dalam
kosmetik sehingga cocok digunakan dalam analisis kosmetik. Dalam makanan, antioksidan yg
sering dipakai adalah vitamin C. Untuk membuat standar arbutin, sebanyak 50 mg arbutin
ditimbang. Arbutin lalu dimasukkan ke labu takar 50 ml dan dilarutkan dalam etanol absolut
hingga tanda tera. Etanol absolut memiliki kadar hingga 99% dengan kadar air kurang dari 1%.
Etanol aboslut memiliki serapan yang sangat rendah, sehingga cocok digunakan unutk
pengukuran dengan spektrofotometri. Setelah didapatkan larutan induk arbutin, dibuat seri kadar
arbutin 2, 8, 12, 20, 28 µg/ml dalam labu takar 5 ml. Masing-masing seri kadar lalu diberi 1 ml
DPPH, kemudian divortex selama 30 detik agar homogen. Larutan kemudian didiamkan di
tempat gelap selama 30 menit. Pemgguanan ruangan gelap dimaksudkan agar senyawa DPPH
tak rusak oleh pengaruh ultraviolet dari cahaya matahari. Setelah 30 menit, masing – masing seri
kadar dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 516 nm. Blangko yang digunakan adalah
larutan DPPH. Senyawa arbutin adalah antioksidan yang akan mereduksi senyawa radikal
DPPH. Saat DPPH tereduksi, warna ungu DPPH akan memudar dan menjadi berwarna kuning,
sehingga semakin besar kadar arbutin, maka absorbansi yang terbaca akan semakin rendah. Dari
data absorbansi tersebut, dicari nilai % penangkapan radikal dari masing – masing seri kadar.

𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


% 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

Nilai % penangkapan radikal ini kemudian dibuat menjadi grafik konsentrasi sampel vs
% penangkapan radikal dan dicari persamaan regresinya. Persamaan regresi arbutin yang didapat
adalah y = 19,0807x + 29,9985.
Dari persamaan ini dapat dihitung nilai EC50 (Efficient concentration). EC50 adalah
besaran konsentrasi substrat yang mampu menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH
(Molyneux, 2004). Dari pengukuran didapatkan nilai EC50 arbutin sebesar 1,0483 µg/ml.
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap sampel. Sampel berupa krim sunscreen
ditimbang sebanyak 1 gram. Sampel lalu dilarutkan dalam 25 ml etanol untuk melarutkan
kandungan antioksidannya. Unutk membantu pelarutan, dilakukan sonikasi terhadap sampel
dalam labu takar. Setelah itu, sampel disaring unutk menghilangkan sisa basis yang tak melarut.
Dari larutan induk tersebut dibuatbeberapa seri kadar yaitu 0,4;0,8; 1,2; 1,4; 2,0 mg/ml di dalam
labu takar 5 ml denganpelarut etanol absolut. Setalah itu ditambahkan kembali 1 ml DPPH dan
divortex 30 menit. Seri kadar kemudian disimpan dalam tempat gelap selama 30 menit. Setelah
30 menit, absorbansi seri kadar sampel dibaca pada panjang gelombang 516 nm. Absorbansi
yang digunakan unutk menghitung % penangkapan radikal lalu dibuat menjadi grafik konsentrasi
sampel vs % penangkapan radikal. Dari grafik didapat persamaan regresi sampel adalah y =
5,3629x + 46,6276.
Persamaan regresi ini kemudian digunakan unutk menghitung nilai EC50.Dari hasil
percobaan didapatkan nilai EC50 sampel sebesar 628,8 µg/ml.
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa harga EC-50 sampel lebih besar daripada IC-50
arbutin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas sebagai antioksidan dari sampel (2-
ethylhexyl p-methoxycinnamate) lebih besar daripada arbutin.
VII. KESIMPULAN
1. Uji aktivitas antioksidan sampel sunscreen dapat menggunakan metode DPPH
2. Prinsip metode DPPH adalah seberapa banyak antioksidan merusak ikatan terkonjugasi
dari DPPH kemudian dibaca absorbansi DPPH yang tersisa dengan spektrofotometer
3. Aktivitas antioksidan sebanding dengan %penangkapan radikal
4. Harga EC-50 arbutin adalah 1,0483 µg/ml sedangkan harga EC-50 sampel adalah 628,8
µg/ml
5. Aktivitas antioksidan sampel lebih besar dari aktivitas antioksidan arbutin

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Boer, Y. 2000. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Kandis (Garcinia parvifolia
Miq), Jurnal Matematika dan IPA 1, (1), 26-33
Cumpelik, B.M. 1972. Analitycal Procedures and Evaluation Of Sunscreen, J.Soc. Cosmet.
Chemist, 2, 333-345
Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi Ketiga. Penerjemah:
Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
Fidiyawati, H., dan Taufikurohmah, T., 2012, Kajian Aktivitas Bentonit Sebagai Matriks
Dalam Sediaan Farmasi Tabir Surya Turunan Sinamat, UNESA Journal Of Chemistry Vol.
1, No. 1, May 2012 26, 1-2
Gordon I, 1994, Functional Food, Food Design, Pharmafood, Champman dan Hall, New York
Molyneux, Philip, 2004, The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for
estimating antioxidant activity, Songklanakarin J. Sci. Technol., 26(2), 212-214

Yogyakarta, 23 Mei 2013


Praktikan
1. Hasrika Treeten P.
2. Maria Christiana D.
3. Alexander Andika
4. Budi Octasari S.

You might also like