Professional Documents
Culture Documents
TUJUAN PRAKTIKUM
B. DASAR TEORI
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu sistem hidrologi yang tersusun oleh
masukan, proses dan luaran. Proses yang terjadi di dalam suatu DAS akan
mengalihragamkan masukan yang berupa hujan menjad luaran yang berupa hasil air
(kualitas, kuantitas dan sedimen). Apabila proses yang terjadi di dalam DAS masih
berjalan dengan baik, maka fluktuasi aliran permukaan pada outlet DAS mempunyai
perbedaan yang relatif kecil dan kandungan sedimen, baik yang melayang maupun di
dasar sungai juga relatif kecil.
Proses yang terjadi di dalam DAS dipengaruhi oleh faktor hidrologi, geomorfologi,
geologi, topografi, klimatologi, tanah dan penggunaan lahan. Faktor-faktor tersebut
saling terkait satu sama lainnya dan penggunaan merupakan faktor yang cepat berubah
sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk dan tingkat sosial ekonomi masyarakat
(Fakhrudin 2003).
Debit dalam saluran merupakan kombinasi dari sub-sub komponen, yaitu jenis dan
tekstur tanah, lebar sungai atau saluran drainase, kepadatan sungai, dan kemiringan
lereng. Perubahan jumlah air dalam tanah ditentkan oleh faktor-faktor, antara lain :
peresapan (infiltrasi) yaitu pergerakan pergerakan air di atas permukaan tanah, perkolasi
yaitu gerakan air melalui atau di bawah tanah, intersepsi, yaitu penambatan air hujan oleh
tumbuhan penutup (canophy vegetation). Intersepsi tergantung pada jenis vegetasi.
Infiltrasi tergantung pada penggunaan lahan, di mana setiap fungsi lahan mempunyai
indeks penyerapan air yang ada pada suatu catchment area. Sedangkan perkolasi
tergantung pada struktur geologi, permeabilitas jenis tanah dan kedalaman efektif tanah.
DAS (catchment area, basin, watershed) adalah daerah atau wilayah dengan
kemiringan lereng atau topografi bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit
atau gunung yang dapat menampung seluruh curah hujan sepanjang tahun, di mana air
terkumpul di sungai utama yang dialirkan terus ke laut, sehingga merupakan suatu
ekosistem kesatuan wilayah tata air. Oleh karena itu daerah ini ditetapkan berdasarkan
aliran air permukaannya dan bukan oleh air di bawahnya (Harto 1993). Nama DAS
diambil dari nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol yang
umumnya merupakan stasiun hidrometri. Dalam suatu sistem DAS terjadi proses-proses
hidrologi yang sebenarnya adalah merubah besaran curah hujan (transformasi) sebagai
masukan pada sistem DAS menjadi debit limpasan yang terukur di sungai atau laut.
Proses hidrologi yang dimaksud antara lain adalah intersepsi, infiltrasi, perkolasi yang
pada intinya merupakan proses kehilangan air (losses atau abstraction), baik karena
tertampung pada lapisan tanah ataupun untuk diuapkan kembali.
Atau dengan kata lain, kapasitas hidrologi suatu DAS ditentukan oleh berbagai faktor
yang dapat digambarkan secara sederhana dengan persamaan berikut (Harto 1993) :
Pt = Et + Q + S
Di mana :
Pt = curah hujan, salju dan kondensasi (untuk Indonesia hanya curah hujan saja.
Et = evapotranspirasi
Debit air adalah besarnya volume air yang mengalir melalui penampang tertentu
persatuan waktu. Debit air merupakan fungsi dari luas penampang dikalikan dengan
kecepatan aliran. Luas penampang sauran yang berbentuk teratur dihitung menurut rumus
bentuk bangunnya, sedangkan penampang yang tidak teratur dihitung dengan
menggunakan prinsip rata-rata kedalaman air. Sedangkan kecepatan aliran meripakan
fungsi dari bentuk saluran, nilai kekasaran sauran, dan kemiringan aliran.
Pengukuran debit air pada kategori pertama, biasanya dilakukan dengan keadaan
aliran (sungai) lambat. Pengukuran debit dengan cara ini dianggap paling akurat,
terutama untuk debit aliran lambat seperti pada aliran mata air. Cara pengukurannya
dilakukan dengan menentukan waktu yang diperlukan untuk mengisi kontainer yang telah
diketahui volumenya. Prosedur yang biasa dilakukan untuk pengukuran debit dengan cara
pengukuran volume adalah dengan dengan membuat dam kecil (atau alat semacam weir)
di salah satu di badan aliran air yang akan diukur.gunanya adalah agar aliran air dapat
terkonsentrasikan pada satu outlet. Di tempat tersebut pengukuran volume air dilakukan.
Pembuatan dam kecil harus dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga permukaan air
di belakang dam tersebut cukup stabil. Besarnya debit aliran yang dihitung adalah
sebagai berikut:
Q = ˅/t
Keterangan :
Q = debit (m3/detik)
˅ = volume air (m3)
t = waktu pengukuran (detik)
Pada kategori pegukran debit yang kedua, yait pengukuran debit dengan batuan
alat ukur current meter atau sering dikenal sebagai pengukuran debit melalui pendekatan
velocity-area method paling banyak dipraktekkan dan berlaku untuk kebanyakan aliran
sungai. Pengukuran debit dengan cara menggunakan bahan-bahan kimia, pewarna atau
radioaktif sering digunakan untuk jenis sungai yang aliran airnya tidak beraturan
(turbulent). Kategori pengukuran debit keempat, yaitu pembuatan bangunan pengukur
debit, biasanya untuk pengukuran debit jangka panjang di stasiun-stasiun pengamatan
hidrologi.
Pengukuran debit yang paling sederhana dan dilakukan pada praktikum hidrologi
acara II ini adalah mengukur debit dengan menggunakan metode apung (floating
method). Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan
aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung
tersebut bergerak pada satu titik pengamatan ke titik pengamatan yang lain yang telah
ditentukan. Benda apung yang dapat digunakan dalam pengukuran ini pada dasarnya
adalah benda apa saja sepanjang dapat terapung dalam aliran sungai. Pemilihan tempat
pengukuran sebaiknya pada bagian sungai yang relatif lurus denga tidak banyak arus
yang tidak beraturan. Jarak antara dua titik pengamatan yang diperlukan ditentukan
sekurang-kurangnya yang memberikan waktu perjalanan selama 20 detik. Besarnya
kecepatan permukaan aliran sungai (Vperm dalam m/dt) adalah :
Vperm = L/t
Keterangan :
L = jarak antara dua titik pengamatan (m)
t = waktu perjalan benda apung (detik)
Keterangan :
Q = debit air (m3/detik)
A = luas penampang saluran (m2)
V = kecepatan aliran air (m/detik)
K = nilai koefisen
u = kecepatan hanyut pelampung
L = jarak hulu ke hilir pengamatan (m)
T = waktu tempuh pelampung dai hulu ke hilir (detik)
a = kedalaman tangkai dibagi kedalaman air
Pengukuran debit air sungai memerlukan penentuan lokasi alat ukur yang
memasai untuk mendapatkan kecepatan aliran sungai rata-rata yang tepat. Julmah lokasi
alat ukur perlu dibatasi agar waktu yang diperlukan masih dalam jangkauan, terutama
apabila perubahan tinggi muka air berlangsung secara cepat. Sebagai ketentuan umum,
jumlah lokasi alat ukur seharusnya bertambah dengan pertambahan lebar permukaan
sungai. Kecepatan aliran biasanya diukur dengan menggunakan alat ukur current meter
(alat ukur kecepatan liran yang berbentuk propeler).
Q=AV
Hal yang agak memerlukan perhatian adalah menentukan angka kecepatan aliran
sungai rata-rata. Lebar sungai, kedalaman, kemiringan dan geseran tepi dan dasar sungai
akan menurunkan kecepatan aliran terbesar pada bagian tengah dan terkecil pada bagian
dasar sungai. Faktor pening yang perlu diketahui adalah jari-jari hidrolik r(hydraulic
radius).
r = A/Wp
Keterangan :
A = luas penamang melintang (m2)
Wp = keliling basahan (wettwd perimeter)
Kecepatan aliran sungai bervariasi dari yang paling kecil pada dasar sungai
sampai pada kecepatan terbesar dekat atau pada permukaan air sungai. Perhitungan yang
lazim dilakukan di lapangan adalah bahw untuk memperoleh kecepatan rata-rata aliran
sungai, kedalaman 0,2-0,8 dibawah permukaan air sungai umum dipakai sebagai lokasi
alat ukur.
DAFTAR PUSTAKA
Chow VT, Maidment DR, and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. New York:
McGraw-Hill.
CT 1979. Statistical Methods in Hydrology. Iowa : The Iowa State University Press,
Ames.
Hardiana D. 1999. Simulasi Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Perubahan
Limpasan Air Permukaan Sub DAS Cipamingkis di Kawasan Jonggol. Bandung :
Skeripsi ITB.
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLOGI
PENGUKURAN EVAPORASI
Disusun Oleh :
JURUSAN GEOGRAFI
NOVEMBER 2017