You are on page 1of 26

2017

“VERNAKULER”
NAMA KELOMPOK :
1. SAMUEL B. GRIMU
2. REGINA D. DARO
3. FLORA G. CHRISTIEN
4. PRILYANTO Y. DJARANJOERA
5. DIONISIUS D. SASI
6. JUNELD U. P. TUSI
7. MOZINHO A. L. PAREIRA
8. HERMAN R. N. R. UN
9. HENSON DILLAK
2.1 SOSIAL BUDAYA

Flores berasal dari Bahasa Portugis "Copa de Flores" yang berarti " Tanjung Bunga".
Yang diberikan pertama kali oleh S.M.Cabot untukpulau paling timur dari pulau. Nama
"Copa de Flores" ini secara resmi dipakai oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Hendrik
Brouwer sejak pada tahun 1636. " Tanjung Bunga" atau "Copa de Flores" sudah dipakai
hampir empat abad. Melalui sebuah studi yang cukup panjang dan mendalam Orinbao (1969)
nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa yang berarti Pulau Ular.

Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat yang menghuni pulau ini terdiri dari berbagai
kelompok suku. Masing-masing suku menempati wilayah tertentu lengkap dengan pranata
sosial budaya dan ideologi yang mengikat anggota masyarakatnya secara utuh (Barlow, 1989;
Taum, 1997b). Ditinjau dari sudut bahasa dan budaya, suku di Flores (Keraf, 1978;
Fernandez, 1996) adalah sebagai berikut:
 Suku Manggarai - Riung (yang meliputi kelompok bahasa Manggarai, Pae, Mbai,
Rajong, dan Mbaen);
 Suku Ngadha-Lio (terdiri dari kelompok bahasa-bahasa Rangga, Maung, Ngadha,
Nage, Keo, Palue, Ende dan Lio);
 Suku Mukang (meliputi bahasa Sikka, Krowe, Mukang dan Muhang);
 Suku Lamaholot (meliputi kelompok bahasa Lamaholot Barat, Lamaholot Timur, dan
Lamaholot Tengah);
 Suku Kedang (yang digunakan di wilayah Pulau Lembata bagian selatan).

Masyarakat Manggarai merupakan bagian dari enam kelompok etnis di Pulau Flores
seperti diuraikan di atas. Manggarai adalah bagian dari Manggarai-Riung. Dalam masyarakat
tradisional Manggarai terdiri dari 38 kedaluan (hameente), yakni: Ruteng, Rahong, Ndoso,
Kolang, Lelak, Wotong, Todo, Pongkir, Pocoleok, Sita, Torokgolo, Ronggakoe, Kepo,
Manus, Rimu, Welak, Pacar, Reho, Bari, Pasat, Nggalak, Ruis, Reo, Cibal, Lambaleda,
Congkar, Biting, Pota, Rembong, Rajong, Ngoo, Mburak, Kempo, Boleng, Matawae, Lo'o
dan Bajo. Dari setiap kedaluan terdapat mitos atau kisah kuno mengenai asal usul leluhurnya
dengan banyak kesamaan, yaitu bagaimana nenek moyangnya datang dari laut/seberang,
bagaimana nenek moyangnya turun dari gunung, menyebar dan mengembangkan hidup dan
kehidupan purbanya serta titisannya.

Manggarai Sampai Abad XIX Seperti daerah lain di NTT, juga mendapat pengaruh
pengembaraan dari orang-orang dari seberang, seperti Cina, Jawa, Bugis, Makasar, Belanda
dan sebagainya.

Pada tahun 1722, Sultan Goa dan Bima berunding. Hasil perundingan, daerah Manggarai
diserahkan kepada Sultan Bima sebagai mas kawin. Sementara itu, di Manggarai muncul
pertentangan antara Cibal dan Todo. Tak pelak, meletus pertempuran di Reok dan Rampas
Rongot atau dikenal dengan Perang Rongot, yang dimenangkan Cibal. Pertentangan antara
Cibal dan Todo, kemudian melahirkan Perang Weol I, Perang Weol II dan Perang Bea Loli
(Wudi). Selain Kesultanan Goa dan Bima, Kerajaan lain yang pernah berkuasa di Manggarai
adalah Kerajaan Cibal, Kerajaan Lambaleda, Kerajaan Todo, Kerajaan Tana Dena dan
Kerajaan Bajo
Pengaruh Belanda ada sejak adanya 3 kali ekspedisi Belanda ke Manggarai, yaitu tahun
1850,1890, dan tahun 1905. Pengaruh Belanda di Manggarai terutama pada didirikannya
sekolah-sekolah dan agama Katolik.

2.1.1 Profil Desa

Desa Satar ngkeling, kec. Wae Ri’i, Kab. Maggarai (86591)

Jumlah penduduk desa: 2197 jiwa

 Laki-laki : 1025 jiwa


 Perempuan : 1172 jiwa
Total KK : 560 KK

Batas Desa:

 Selatan : Desa Bangka Kenda


 Utara : Desa wae mulu
 Timur : Golo Cador
 Barat : Desa Ranggi

Titik koordinat:

Mata pencarian:

 Petani : 432 KK
 Pedagang : 45 KK
 PNS : 8 KK
 Buruh : 43 KK
 TNI/POLRI : 2 KK

Fasilitas:

Bidang kesehatan : Polindes 1 unit

Posyandu 1 unit

Pustu 1 unit

Bidang pendidikan : PAUD 1 unit


SD: 1 unit

Bidang agama : Gereja Katolik 1 unit

Pendidikan masyarakat:

 SD : 398 JIWA
 SMP : 125 JIWA
 SMA : 85 JIWA
 D2/D3/S1 : 15 JIWA

2.1.2 Sejarah perkembangan desa Ting

Kampung adat adalah tempat yang masih memegang teguh kebudayaan yang telah
bertumbuh sejak dahulu. Keberadaan kampung adat di Indonesia masih belum banyak
diketahui. Kampung adat merupakan suatu komunitas tradisional dengan fokus fungsi dalam
bidang adat dan tradisi, dan merupakan satu kesatuan wilayah dimana para anggotanya secara
bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan tradisi yang ditata oleh suatu system
budaya.(surpha dalam Pitana 1994:139). Salah satu hal yang menjadi identitas sebuah
kampung adat adalah arsitektur vernakulernya. Arsitektur vernakular merupakan arsitektur
yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, lahir dari masyarakat etnik, dan berakar pada
tradisi etnik tersebut.

Masyarakat kampung Ting percaya bahwa leluhur mereka yang pertama kali datang
ialah War. War sebagai panglima perang datang untuk menjaga perbatasan Ndaluh Ruteng
dan Ndaluh Ciba, kemudian datang seorang panglima mengikuti saudarinya ialah Salang.
War memiliki keturunan ialah Sambung, Sambung dan Salang bekerja untuk membentuk
kampung Ting, berdrilah rumah gendang Tuke pada tahun 1933. Datanglah suku Wontong
dengan tujuan menjual tikar pada masyarakat tuke. Suku wontong yang datang akhirnya
menikah dengan perempuan suku Tuke. Karena semakin banyakya penduduk suku Tuke
memberi tanah kepada orang Wontong untuk membangun rumah gendang kepada suku
wontong yang menikah dan juga kepada orang Leda. Karena banyaknya wabah penyakit dan
orang yang meninggal sehinga mereka pindah ke Satar Ngkeling ( padang burung nuri ) .
Masyarakat percaya orang Tuke membangun rumah gendang baru yaitu Tiong Toko, dengan
menggunakan upacara adat pada tahun 1942. Orang pertama yang membangun Tiong Toko
ialah bapak Linus Pokot, Agus cebet dan Yosep Hama.

Dalam pembangunan sebuah rumah Gendang, terdapat beberapa elemen pembentuk


yaitu :
 Lingko , kebun atau wilayah yang dibagi kepada masyarakat adat untuk ditanami apa
saja sebagai sumber kehidupan.
 Natas , tempat untuk melakukan upacara adat atau menari
 Compang , tempat atau mesbah untuk persembahan adat kepada nenek moyang
 Wae barong , mata air ntuk upacara
 Gendang , rumah adat suku

Asal usul suku

A. Suku Tuke

Suku Tuke awalnya berasal dari suku Tuke yang ada di Ruteng, pada saat yang sama
terjadi perang antara raja Todo dan raja Reo sehingga Raja Todo meminta bantuan
kepada orang suku Tuke yang berada di Ndaluh Ruteng untuk membantu melawan
orang Ndaluh Cibal yang berada di bawah kekuasaan Raja Reo. Suku Tuke mengirim
seorang Gelarang ( panglima perang ) yang bernama War untuk menjaga perbatasan.
War mempunyai 4 orang anak ialah Kancak, Tantang, Rahab dan Hana, karena
semakin banyaknya keturunan dari War, akhirnya beberapa orang dari keturunannya
tersebut membangun rumah gendang yaitu Sambung, Ruting dan Salang.

B. Suku Leda

Asal suku Leda lahir dari Ruteng tetapi karena ada perang dan raja masih
membutuhkan kekuatan tambahan dari suku Leda maka Mpo Salang diutus sebagai
panglima perang untuk mempertahankan batas wilayah dari Ndaluh Ruteng tepatnya
bagian atau barat Wae Racang. Secara kebetulan orang suku Leda menikah dengan
orang suku Tuke sehingga Salang bergabung dengan orang suku Tuke. Salang
mempunyai dua orang anak yaitu Lamping dan Nati. Lamping mempunyai keturunan
Labar dan Pandi dan keturunan Nati adalah Mbawi.

C. Suku Wontong

Suku wontong berasal dari Manggarai Barat. Salah satu keturunan suku Wontong
yang bernama Wekang yang berprofesi sebagai pedagang tikar keliling. Wekang
menjual tikar sampai ke pelosok manggarai, salah satu tempat yang membuat dia
bertemu dengan perempuan Tuke adalah kampung adat Ting. Pada kampung adat
Ting ada satu perempuan bernama Wela ( bunga ), akhirnya Wekang dan Wela
menikah dan mempunyai sembilan orang anak, lima laki-laki dan empat perempuan.
Karena semakin banyak keturunan Wontong maka orang Tuke memberikan Tanah
kepada orang Wontong bersama warganya untuk membangun rumah gendang yang
akan mereka tinggali.

D. Tiong Toko

Asal mula rumah gendang Tiong Toko berasal dari gendang Ting Tuke, karena
mereka merupakan satu turunan yang tinggal dalam satu gendang yaitu gendang
Tuke, akan tetapi banyaknya turunan Ting Tuke maka beberapa turunan Ting Tuke
melakukan ritual adat untuk memilih tempat yang dijadikan lahan untuk rumah
gendang dengan mempersembahkan kerbau ( Kaba Weang Golo ). Sekitar tahun 1942
Tiong Toko membangun rumah gendang, dan pendiri rumah gendang tersebut adalah
bapak Linus Pokot, Agus cebet dan Yosep Hama. Arti dari Tiong Toko adalah tempat
yang berisi tulang-tulang yang bergelantungan. Turunan dari Agus Cebet adalah
Romanus Men yang mempunyai anak Petrus Ngabut. Turunan dari Lopo Linus Pokot
adalah Martinus Babur dan mempunyai anak Vincensius Tauk.

2.1.3 Kehidupan kebudayaan

menurut Prof.Dr.Koentjoroningrat (1985:180) mengatakan, kebudayaan adalah


keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.

Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Unsur-unsur


kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan
bangsa-bangsa di dunia. Menurut koentjoroningrat ada tujuh unsur kebudayaan yang menjadi
dasar kehidupan budaya adat.

2.1.3.1 Kepercayaan dan religi

Sistem religi mengacu kepada kepercayaan dan keyakinan hidup . menurut


Koentjaraningrat , dalam kamus Antropologi mendefinisikan religi sebagai sistem
yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan secara mutlak
suatu umat beragama dan upacara-upacara beserta pemuka-pemuka agama yang
melaksanakannya. Sistem religi mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan
dan dunia gaib, antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungannya
yang dijiwai oleh suasana yang dirasakan sebagai suasana kekerabatan oleh yang
menganutnya.

Pada zaman dahulu, masyarakat kampung Ting semuanya belum memiliki agama,
mereka percaya kepada para leluhur dan nenek moyang sebagai roh yang menjaga dan
disembah dan karena perasaan takut akan penyakit atau malapetaka, takut tidak
berhasil dalam usaha pertanian,masyarakat senantiasa menyembah roh-roh nenek
moyang agar terhindar dari malapetaka. Untuk menghormati para leluhur masyarakat
melakukan beberapa upacara dan ritual adat dengan memberikan persembahan pada
tempat persembahan yang disebut Compang (mesbah).Agama Khatolik masuk pada
saat bangsa portugis datang ke manggarai , sehingga sampai saat ini seluruh
masyarakat menganut agama Khatolik.

 Tempat persembahan ( Compang )

Setiap persembahan pada upacara dan ritual adat yang dilakukan, semuanya akan di
letakkan pada tempat persembahan yaitu Compang, pada tiap rumah gendang di
masing-masing suku memliki Compang yang ada tepat didepan rumah gendang.
Pada rumah adat gendang Tuke

Gambar : compang Tuke


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Pada rumah adat gendang Tiong Toko

Gambar : compang Tiong Toko


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Pada rumah adat gendang Leda

Gambar : compang Leda

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana
Rumah adat gendang wontong

Gambar : compang Wontong


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

 Kepercayaan Adat

 Pada Setiap rumah adat Gendang mempunyai simbol tanduk kerbau diatas
atap rumah adat. Yang menyimbolkan keagungan, kekuasaan, dan
keperkasaan.

Gambar : simbol tanduk sapi gendang Tuke


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana
Gambar : simbol tanduk sapi gendang Tiong Tuke
Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Gambar : simbol tanduk sapi gendang Leda


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Gambar : simbol tanduk sapi gendang Wontong


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana
 Masyarakat kampung memiiki kepercayaan agar didalam tiap rumah Gendang
terdapat bulu ayam yang digantung pada tiang tengah dalam rumah . Bulu
ayam tersebut menunjukkan bukti bahwa jaman dulu leluhur pernah datang.
Adapula bulu ayam yang digantung berwarna putih yang menandakan
kesucian.

Gambar : bulu ayam yang digantung


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

 pada rumah adat juga terdapat dua buah bambu yang pada ujungnya di buat
lebar untuk tempat meletakkan persembahan berupa telur (Cakat). hal ini
dipercaya masyarakat agar roh nenek moyang datang dan mengambil segala
penyakit orang yang tinggal di rumah adat tersebut.

Gambar : cakat

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana
 Masyarakat kampung percaya adanya larangan-larangan yang tabu dan tidak
diperbolehkan didesa, dalam hal ini adalah larangan memakan daging babi
Landak , jika dilanggar maka akan terkena penyakit kudis atau penyakit kulit.

 Larangan untuk menceritakan cerita atau mimpi buruk saat berkumpul, kecuali
saat makan bersama, supaya menolak kejadian buruk.

Kepercayaan Animisme yang masih dianut masyarakat kampung Ting juga


mempengaruhi bidang Arsitektur, hal ini dibuktikan dengan pembangunan fasilitas
atau pembangunan rumah adat dengan disertai ritual khusus, dalam ritual tersebut
harus disertai dengan memberikan persembahan berupa telur, hal ini dipercayai agar
para leluhur tidak marah sebagai tuan tanah.

2.1.3.2 Sistem Organisasi Masyarakat


Masyarakat manggarai telah memiliki sistem dan organisasi masyarakat yang
terdapat pada tatanan kemasyarakatan adat manggarai. Pada tatanan masyarakat
manggarai terdapat Tua-Tua adat yang memiliki fungsi untuk mengambil keputusan
dalam suatu masyarakat. Tua-Tua adat tersebut antara lain Tua Golo dan Tua Teno.

Tua Golo merupakan orang yang berasal dari keturunan tertua dari suku tersebut. Tua
Golo mempunyai tugas memimpin rapat yang diadakan oleh masyarakat dan
merangkul masyarakat sekitar rumah Gendang. Dalam suatu upacara adat maupun
rapat yang diadakan dalam rumah Gendang, Tua Golo mempunyai posisi duduk pada
bagian Siri Bongkok. Tugas Tua Golo juga berhubungan dengan kepala desa karena
melalui Tua Golo kepala desa dapat merangkul masyarakat pada desa tersebut.

Tua Teno merupakan Tua yang mempunyai tugas utama yang berhubungan dengan
pembagian tanah. Contoh tugas Tua Teno adalah membagi wilayah yang dimiliki oleh
rumah Gendang pada masyarakat sehingga dapat digunakan oleh masyarakat untuk
membuka kebun. Sebelum pembagian tanah tersebut harus terlebih dahulu
mendapatkan restu dari Tua-Tua pada Gendang tersebut.

Organisasi pemerintah pada desa Satar Ngkeling di kepalai oleh seorang kepala desa
yang dipilih melalui musyawarah. Kepala Desa menjalankan tugasnya dengan
bantuan dari Tua-Tua rumah Gendang karena melalui bantuan Tua-Tua ini kepala
desa dapat dengan mudah merangkul masyarakat dalam desa tersebut.

Dalam masyarakat Satar Ngkiling memiliki prinsip garis keturunan melalui garis
keturunan dari pihak ayah. Anak yang meneruskan atau mengambil alih suatu rumah
Gendang adalah anak pertama dari garis keturunan tertua.

2.1.3.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian berarti, pekerjaan yang menjadi pokok penghidupan (sumbu


atau pokok), pekerjaan/pencaharian utama yang dikerjakan untuk biaya sehari-hari.
Misalnya; pencaharian penduduk desa itu bertani. “Dengan kata lain sistem mata
pencaharian adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok orang sebagai kegiatan
sehari-hari guna usaha pemenuhan kehidupan, dan menjadi pokok penghidupan
baginya”. Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai
homo economicus yang mejadikan kehidupan manusia terus meningkat. Sistem mata
pencaharian hidup atau sistem ekonomi meliputi jenis pekerjaan dan penghasilan
(Koentrajaningrat, 2002). Mata pencaharian masyarakat kampung ting pada umumnya
adalah bertani dan berkebun. Dalam bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola
perkebunan yang disebut oleh masyarakat setempat dengan istilah lingko. Hasil utama
pertanian dan perkebunannya adalah berupa padi, jagung, kopi,cengkeh, kelapa,
pisang, dan ubi jalar.

Gambar : perkebunan kopi, pisang dan umbian


Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana
2.1.3.4 Sistem Pengetahuan

Nilai budaya sebagaimana dikemukan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah


konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Dan suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Orang Manggarai sejak jaman dahulu memiliki sistem pengetahuan tentang alam
sekitarnya, baik flora maupun fauna dengan seluruh ekosistemnya. Pengetahuan yang
cukup tentang flora, tentang tanaman atau tumbuhan sangat bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat manggarai. Dalam hal pengobatan herbal masyarakat
manggarai menguasai secara baik flora yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan
penyakit tertetentu. Misalnya, untuk obat perut kembung bisa digunakan ramuan
kemiri, alia dan daun mene. Sedangkan untuk fauna misalnya hewan kerbau,
kepalanya digunakan sebagai simbol yang dipasang pada tiang tengah( siribongkok )
yang memiliki filosifi sebagai tanda yang menunjukan kekuatan dan kesatuan orang
manggarai yang sangat besar.

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Di bidang pertanian, masyarakat manggarai dapat mengetahui saat yang tepat


untuk bercocok tanam dengan ditandai oleh bunyi petir yang artinya akan segera turun
hujan. Disaat itulah tepatnya proses bercocok tanam harus dilakukan. Sedangkan
rentang waktu yang dipercayai oleh orang manggarai sebagai waktu yang baik untuk
memanen hasil kebun seperti kopi, padi dan cengkeh adalah bulan 6,7,8 sampai 9.
Selain sistem pengetahuan mengenai pemanfaatan flora dan fauna, terdapat beberapa
pengetahuan masyarakat manggarai yang sangat membantu proses kehidupan
masyarakat manggarai.

Cara pengukuran
Cara pengukuran masyarakat manggarai yang digunakan untuk membangun
rumah adat pada jaman dahulu sebelum ditemukan alat ukur adalah “pisa pagat” dan
“pisa depa”. Pisa pagatdengan cara hitungan jarak jengkal ibu jari dan jari
kelingking. Sedangkan untuk pisa depa dengan cara merentangkan kedua tangan.

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Selain dalam pembangunan rumah adat, dalam pembagian petak-petak sawah atau
lodok yang membentuk jarring laba-laba juga memiliki cara pengukurannya yaitu
dengan menggunakan ibu jari dari masing-masing orang. Hal pertama yang dibuat
dalam pembagian lodok adalah menancapkan sebuah kayu sebagai titik tengah.
Biasanya ditancapkan oleh tua teno selaku orang yang diberikan kuasa untuk
mengatur pembagian petak-petak sawah atau dalam Bahasa manggarainya disebut
lodok. Setelah kayu ditancapkan masing-masing orang kemudian menggunakan
ibujari untuk mendapatkan besaran area lodoknya.
Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

2.1.3.5 Sistem teknologi dan peralatan hidup

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka


akan selalu membuat peralatan atau benda-benda yang akan menjadi salah satu
penunjang kehidupan mereka. Masyarakat membuat benda-benda yang dijadikan
sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Sama
seperti masyarakat kampung Ting.

Di dalam mbaru gendang(rumah besar) setiap rumah adat kampung Ting


biasanya pada tiang utama (sirih bongko) digantung mbaru gendang dan mbaru gong
yang dimainkan saat ada upacara adat dalam rumah gendang.

Mbaru gong

Mbaru
gendang

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana
Roka Adalah tempat penyimpanan hasil bumi masyarakat manggarai yang dibuat atau
dianyam dari daun lontar dan kulit batang bambu

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

2.1.3.6 Kesenian

Secara sederhana kesenin dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia tehadap
keindahan. Bentuk keindahan yang beraneka ragam timbul dari permainan imajinasi
kreatif yang dapat memberikan kepuasan batin bagi manusia.

 Seni Tari

Tarian Caci

Caci berasal dari kata ca dan ci. Ca berarti satu dan ci berarti uji. Jadi, caci
bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah.

Caci penuh dengan simbolisme terhadap kerbau yang dipercaya sebagai hewan
terkuat dan terganas di daerah Manggarai.Pecut melambangkan kekuatan ayah,
kejantanan pria, dan langit.Perisai melambangkan ibu, rahim, serta dunia. Ketika
cambuk dilecutkan dan mengenai perisai, maka terjadi persatuan antara cambuk
dan perisai.

tarian yang dimainkan saat peresmian kampung baru jadi suguhan kala syukur
panen. Lalu, berkembang menjadi pergelaran hiburan saat acara perkawinan,
menerima pejabat, acaraacara keagamaan, dan kini menyambut tamu-tamu atau
wisatawan.
Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Perlengkapan yang digunakan Pemain dilengkapi dengan pecut (larik), perisai


(nggiling), penangkis (koret).

Tarian Ndundu Ndake

Dalam bahasa orang Manggarai, "Ndundu" berarti panggilan untuk kaum


perempuan, khususnya yang berasal dari wilayah Kecamatan Cibal. Sapaan halus
kaum perempuan adalah "Ndu" dan "Ndake" berarti menari lepas. Jadi "Ndundu
Ndake" berarti tarian khas kaum perempuan Manggarai.Ndundu Ndake itu
perempuan yang menari di mana perempuan itu diajak untuk menari bahkan
sembari berpelukan, dipeluk oleh seorang pria. Tarian ini biasa dibawakan saat
upacara perkawinan dan upacara adat pada Congko Lokap (bersihkan rumah adat),
dilakukansetelah panen padi, di kampung-kampung dilakukan di halaman rumah
adat.

 Seni Musik

Alat Musik

 Gong : dibuat dari besi kuningan atau perunggu. Biasanya dibeli bukan
dibuat sendiri oleh masyarakat.
 Gendang: permukaan atasnya terbuat dari kulit kambing atau kerbau,
sedangkan tepiannya dibuat dari kayu apa saja yang penting dapat
dilubangi bagian tengahnya
Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Teknik permainan alat musik gong dan gendang:

 takitu, melibatkan semua gong dan gendang


 tahu mata: semua gendang dipakai sedangkan gong hanya satu yang
dipakai

 Seni Kriya

Tenun Songket

Warna dasar hitam bermaknawarna dasar hitam pada songke melambangkan


sebuah arti kebesaran dan keagungan orang manggarai serta kepasrahan bahwa
semua manusia akhirnya akan kembali pada yang maha kuasa.

Motif:

Motif Bunga, dalam bahasa Manggarai Wela kawong, bermkana Interpendensi


antara manusia dengan alam di sekitarnya.
Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Motif laba-labaMotif Laba-laba/ Ranggang, Bersimbol kejujuran dan kerja keras,


Dan menegaskan ketertautan antara rumah dan kebun/ Gendang one agu lingko
pe'ang. struktur atap rumah menyerupai jaring laba-laba, demikianpun pembagian
tanah untuk perkebunan juga menyerupai sarang laba-laba. simbol ini memberi
makna bahwa orang manggarai selalu menjaga kesatuan antara rumah tempat
berteduh dengan kebun/ladang/sawah tempat mendapatkan nafkah.

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

2.1.3.7 Adat Istiadat

Menurut kamus besar bahasa indonesia,adat istiadat merupakan tata kelakuan yang
kekal dan turun temurun dari generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat
integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat.

Berikut ini terdapat beberapa kelakuan yang turun terumun masih dilaksanakan oleh
masyarakat manggarai,kususnya desa Satar Ngkeling kecamatan wae ri,i,kabupaten
Manggarai.

 Upacara penti.

Upacara penti merupakan upacara atau ritual yang biasa dilakukan sebagai
ungkapan syukur atas hasil panen dan juga bentuk perayaan tahun baru bagi orang
manggarai.
Upacara adat ini biasa dilakukan setelah selesai musim panen yaitu sekitar bulan
Juli-september,dan dilakukan sekali dalam setahun.

Upacara ini bersifat umum yang mana semua orang yang termasuk dalam
kampung ting bisa mengundang keluarga-keluarga mereka untuk datang
mengikuti acara upacara penti.

Upacara ini diawali dengan para tua-tua adat dari 4 suku yang ada di kampong
thing melakukan pertemuan untuk membahas tentang acara ini ,dimana akan
dibahas waktu pelaksanaannya dan juga menyiapkan berbagai bahan untuk
persembahan seperti ayam ,babidan sebagainya.

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Setelah tiba waktu acaranya, semua peserta akan berbondong-bondong menuju ke


mata air dengan pukulan gong dan gendang yang disertai dengan lagu adat..Di
dalam kampung thing,terdapat 4 mata air yang mana setiap gendang memiliki 1
mata air..Dimata air ini kemudian mereka akan mempersembahkan korban berupa
ayam.setelah melakukan persembahan di mata air,kemudian mereka akan menuju
ke compang,yang terletak di depan rumah adat( gendang )masing-masing suku.
Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Dan dicompang ini para tua-tua adat akan melakukan persembahan kepada leluhur
mereka.persembahan di depan compang ini bertujuan meminta perlindungan
kepada leluhur mereka agar nantinya upacara adat ini nantinya bisa berjalan dengan
lancar.

Setelah melakukan persembahan di compang,seluruh warga kampung dan juga para


berkumpul dalam rumah gendang dan memulai upacara adat penti.

 Perkawinan adat manggarai

Dalam adat Manggarai,ada 3 sistem perkawinan yaitu:

o Cangkang
Perkawinan ini dilakukan di luar suku atau bisa perkawinan antar suku.
Dalam bahasa laki pe’ang atau wai pe’ang (anak wanita yang kawin di luar
suku). Orang yang laki pe’ang atau wai pe’ang menjalin hubungan dengan
suku lain. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu membayar belis
o Tungku
Perkawinan untuk mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan anak
rona dengan anak wina yang sudah terbentuk akibat perkawinan cangkang.
Laki-laiki dan wanita yang kawin tungku disebut laki one dan wai leleng
one.
Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga berarti
perkawinan terjadi di dalam atau di sekitar kampung asalnya.Demikian
pula terhadap wanita yang wai leleng one.
3. Cako
Perkawinan dalam suku sendiri. Biasanya anak laki-laki dari keturunan
adik dan anak perempuan dari keturunan kakak. Disebut juga sebagai
perkawinan cako cama tau. Orang manggarai percaya bahwa tuhan-lah
yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak. Ada bukti
bahwa perkawinan cako tidak direstui, bahwa kedua insan yang menikah
itu mati pada usia muda sebelum memperoleh anak.
Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan
dengan sesama anak wina. Dalam konteks ini belis tidak dituntut sesuai
dengan kemampuan kita. Berlaku ungkapan tama beka salang agu beka
weki.

*Maksud atau arti anak wina dan anak rona dalam konteks sosial budaya
manggarai yang disebut anak rona berasal dari keturunan pria atau yang
disebut ata one. Sedangkan anak wina berasal dari keturunan anak
perempuan atau yang disebut ata pe’ang.,Anak wina – anak rona muncul
karena hubungan perkawinan, di mana pihak pria disebut anak wina dan
pihak perempuan disebut anak rona.
o Wuat Wai

Masyarakat di Manggarai juga sangat mendukung anaknya untuk bisa


mengikuti atau mendapatkan pendidikan,kuhsusnya perkuliahan.Dalam
bahasa manggarai ada yang dikenal dengan istilah “ WUAT WAI “ yang
mana acara ini merupakan bentuk dukungan masyarakat Manggarai
kepada anak yang akan melanjutkan pendidikan ke bangku Kuliah lewat
bantuan danah.Acara ini memiliki undangan yang terbatas dan tergolong
acara yang tidak besar.Acara ini diawali dengan para tamu yang
hadir,kemudian para tua adat akan memberikan nasihat kepada anak yang
bersekolah .Lalu mereka akan makan bersama sebagai bentuk
persaudaraan lalu mereka juga akan menari sebagai bentuk kebahagiaan
dan juga kesenangan. Kebiasaan ini sebagai suatu budaya yang melekat
pada orang Manggarai.
Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

Jadi ,Acara wuat wai sebagai suatu langkah awal bagi anak yang melanjutkan
pendidikan di mana acara ini memberikan peneguhan hati bagi anak, dengan
memberikan nasihat, petuah yang sangat berguna bagi anak. Orang tua
memberikan wejangan agar anaknya bisa berhasil. Nasihat yang diberikan
biasanya dari orang tua, orang dipercayakan di suatu kampung, serta satu
orang mewakili masyarakat satu kampung.

 Tradisi Caci

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana
Masyarakat manggarai memilki olahraga yang cukup unik dan tentunya masih
tradisional,orang-orang manggarai menyebutnya Tarian atau tradisi Caci.Olahraga
ini juga sangat menjunjung tinggi sportivitas,sebelum acara ini dimulai akan
diadakan pertunjukan tarian yang bernama Tarian Danding. Tradisi Caci
dilakukan oleh dua kelompok, yang masing-masing terdiri dari delapan pemain.
Setiap peserta mendapat kesempatan pertama sebagai pemukul, dan selanjutnya
bertindak menjadi penangkis serangan.Dalam tradisi ini, mereka akan memakai
cambuk dan tameng dari KulitKerbau asli.

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

 Upacara Kenduri.

Upacara ini juga merupakan bentuk penghormatan kepada Roh dari arwah mereka
yang sudah meninggal dunia.Masyarakat. Manggarai percaya bahwa arwah orang
yang sudah meninggal hanya berada diluar kampung,dan sewaktu-waktu bisa
kembali.Dari kepercayaan ini,sehingga mereka masih memberikan persembahan
kepada arwah orang yang sudah meniggal ini lewat barang-barang yang biasa
dipakai semasa hidupnya.

Ritual ini melambangkan bahwa pada hari ketiga ,mereka percara bahwa orang
yang sudah meninggal ini akan dilahirkan kembali ,dan mengalami kehidupan
yang baru didunia lain,dan berpisah dari hidup manusia.
Dalam ritual ini,Orang manggarai akan mempersembahkan korban berupa
babi,ayam atau kerbau ,hal tergantung pada kesanggupan atau pun status social
dari orang yang meninggal ini.Meskipun melambangkan Hari Ketiga,namun
upacara ini bisa diadakan setelah orang yang meninggal ini meninggal beberapa
Tahun.

Sumber : Dokumentasi kelompok kerja arsitektur vernakuler angkatan 2015 Universitas Nusa
Cendana

 Tuak Curu Manuk Kapu

Orang manggarai sangat menghargai orang-orang yang berkunjung ke Kampung


mereka.Dimana mereka akan memberi sambutan kepada tamu-tamu secara adat.
Ini adalah bentuk penghargaan dan penghormatan untuk para tamu yang dengan
ketulusan dan kebesarannya dianggap mau bertemu dan hidup bersama dengan
masyarakat setempat.

2.1.3.8 Bahasa

Bahasa Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk


menyampaikan sesuatu yang terlintas dalam pikiran, namun bahasa juga dapat
diartikan sebagai alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi dalam arti alat
untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan.

Bahasa yang digunakan di Desa satar ngkeling sendiri adalah bahasa manggarai dan
bahasa Indonesia. Sedangkan dalam berbagai prosesi adat digunakan bahasa adat
manggarai. Biasanya bahasa ini diucapkan pada upacara adat,penyambutan dan juga
yang menyampaikan bahasa tersebut hnya sebagian orang, orang tersebut adalah tua
adat (Tua Golo)
Bahasa dalam kaitannya dengan dunia arsitektur adalah dalam hal istilah atau
penyebutan struktur dan konstruksi bangunan serta bagian-bagian dalam rumah.
Misalnya pecaka (teras/lantai), kamar (loang/kilo) lutur(ruang tamu /tempat
berkumpul)

You might also like