You are on page 1of 37

Shalih.2010.Kitab Tauhid I.Jakarta:Darul Haq.

Tauhid menurut bahasa adalah meng-Esakan. Sedangkan menurut syariat adalah meyakini
keesaan Allah. Adapun yang disebut ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang akidah
atau kepercayaan kepada Allah dengan didasarkan pada dalil-dalil yang benar. Tidak ada yang
menyamainya dan tak ada padanan bagi-Nya. Mustahil ada yang mampu menyamai-Nya.
Dalilnya dari firman-firman Allah, di samping dalil-dalil aqliyah :

“Dia adalah Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya
kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia, dan
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

(QS 42:11)

Seluruh alam semesta ini diciptakan oleh Allah, dan tidak ada pelaku yang bertindak sendiri dan
merdeka sepenuhnya selain Allah.

Makna Tauhid

Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata benda dari kata kerja, ed) dari kata wahhada.
Jika dikatakan wahhada syai’a artinya menjadikan sesuatu itu satu. Sedangkan menurut syariat
berarti mengesakan Allah dalam sesuatu yang merupakan kekhususan bagi-Nya berupa
rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat ( Al-Qaulul Mufiiid Syarh Kitabi At-Tauhid I/7).

Kata tauhid sendiri merupakan kata yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, “Engkau akan
mendatangi kaum ahli kitab, maka jadikanlah materi dakwah yang kamu sampaikan pertama
kali adalah agar mereka mentauhidkan Allah”. Demikan juga dalam perkataan sahabat Nabi,
“Rasulullah bertahlil dengan tauhid”. Dalam ucapan beliau labbaika Allahumma labbaika,
labbaika laa syariika laka labbaika, ucapan talbiyah yang diucapkan ketika memulai ibadah haji.
Dengan demikian kata tauhid adalah kata syar’i dan terdapat dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh 63).

Pembagian Tauhid dalam Al Qur’an

Pembagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid
rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam
Al Qur’an:
َّ
ُّ‫السمَاوَاتُّ رَب‬ ُّ‫َاْلَرأض‬
‫اع ُب أد ُُّه بَ أين َُهمَا َومَا و أ‬
‫صطَب أُّر َف أ‬
‫ل لعبَادَتهُّ َُّوا أ‬ ُُّ َ‫ه ل‬
َ ‫مأْتَع‬
ُّ‫ه أ‬ ُُّ َ‫سميّاُّ ل‬
َ

“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya,
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam: 65).

Perhatikan ayat di atas:

(1). Dalam firman-Nya (ُّ‫ما َواتُّ َرب‬ َّ


َ ‫الس‬ ُّ‫اْل َ أرض‬
‫( ) َو أ‬Rabb (yang menguasai) langit dan bumi)
merupakan penetapan tauhid rububiyah.

‫ف أ‬
(2). Dalam firman-Nya (ُّ‫اع ُب أد ُه‬ َ ‫ر‬
ُّ‫صطَب أ‬
‫دتهُّ َوا أ‬
َ ‫( )لعُّبَا‬maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.

‫ه أ‬
(3). Dan dalam firman-Nya (ُّ‫ل‬ ُُّ َ‫ه تَ أعل‬
َ ‫م‬ ُُّ َ‫)سمي ّاُّ ل‬
َ (Apakah kamu mengetahui ada seorang yang
sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.

Berikut penjelasan ringkas tentang tiga jenis tauhid tersebut:

1. Tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan,


kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman
Allah:

ُّ‫ق أَالَلَ ُه‬ َ ‫ك و أَاْلَ أم ُُّر أال‬


ُُّ ‫خ أل‬ َُّ ‫للا تَبَا َر‬ َُّ ‫أال َعالَم‬
ُُّ ُّ‫ين رَب‬

“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (Al- A’raf: 54).

2. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatanya
kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk (hamba).
Adapun maksudnya ialah pengesaan Allah dalam ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah
satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’ala berfirman:

َُّّ َ‫للا بُّأ‬


َ ‫ن َذل‬
ُّ‫ك‬ َُّ ‫ه َُّو‬ َُّّ َ‫ون وَأ‬
ُ ُّ‫ن أالحَق‬ ُُّ ‫أالبَاط‬
َُّ ‫ل ُدونهُّ من مَاي أَد ُع‬

”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang
mereka seru selain Allah adalah batil” (Luqman: 30).

3. Tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan
nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu
penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan seluruh nama dan sifat bagi Allah
sebgaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan
tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dalam
menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif.
Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

َ ‫يءُّ َكم أثلهُّ لَ أي‬


ُّ‫س‬ ُ ‫ع َو‬
َ ‫ه َُّو‬
‫ش أ‬ َّ
ُُّ ‫السمي‬ ‫البَصي ُُّر‬
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11) (Lihat Al-Qaulul Mufiiid I/7-10).

Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu tauhid dalam ma’rifat wal itsbat
(pengenalan dan penetapan) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan ibadah). Jika
dengan pembagian seperti ini maka tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat termasuk
golongan yang pertama sedangkan tauhid uluhiyah adalah golongan yang kedua (Lihat Fathul
Majid 18).

Pembagian tauhid dengan pembagian seperti di atas merupakan hasil penelitian para ulama
terhadap seluruh dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga pembagian tersebut bukan
termasuk bid’ah karena memiliki landasan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kaitan Antara Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah

Antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Tauhid rububiyah mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Maksudnya pengakuan seseorang
terhadap tauhid rububiyah mengharuskan pengakuannya terhadap tauhid uluhiyah. Barangsiapa
yang telah mengetahui bahwa Allah adalah Tuhannya yang menciptakannya dan mengatur segala
urusannya, maka dia harus beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
Sedangkan tauhid uluhiyah terkandung di dalamnya tauhid rububiyah. Maksudnya, tauhid
rububiyah termasuk bagian dari tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah
semata dan tidak menyekutukan-Nya, pasti dia meyakini bahwa Allahlah Tuhannya dan
penciptanya. Hal ini sebagaimana perkatan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:

َ ‫م أَ َف َر َء أي ُتم َقا‬
ُّ‫ل‬ ُّ‫اكن ُت أ‬ ُ ‫ون َّم‬ ُّ‫م أَن ُت أ‬
َُّ ‫{ تَ أع ُب ُد‬75} ‫م‬ ُُّ ‫َآؤ ُك‬ َُّ ‫{ أاْلَ أق َد ُم‬76} ‫م‬
ُ ‫ون َوءَاب‬ ُّ‫َب ل ّي َع ُدوُّ َفإُّن َّ ُه أ‬ َُّّ ‫ين إالَّر‬
َُّ ُّ‫{ أال َعالَم‬77}
َّ
‫خلَ َقني الذي‬ َ ‫{ ي أَهدينُّ َف ُه َُّو‬78} ‫ه َُّو وَالذي‬ َّ ُ ‫مني‬ ُ ‫طع‬ ‫َسقينُّ ُي أ‬ ‫{ َوي أ‬79} ‫تأْوَإ َذامَرض‬ ُُّ ‫َشفينُّ َف ُه َُّو‬ ‫{ ي أ‬80}
َّ
‫م ُيمي ُتني وَالذي‬ ُ
َُّّ ‫حيينُّ ث‬ ‫{ ُي أ‬81} ‫ع وَالذي‬ َّ ُُّ ‫م‬ ‫أ‬ َ َ
َ ‫خطي َئتي لي ي أَغف َُّر أن أط‬ َ ‫م‬ َُّ ‫دينُّ يَ أو‬ّ ‫{ ال‬82}

“Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah
(75), kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? (76), karena sesungguhnya apa yang kamu
sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam (77), (yaitu Tuhan) Yang telah
menciptakan aku, maka Dialah yang memberi petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku, Yang Dia
memberi makan dan minum kepadaku (79), dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkanku (80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku
(kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat
(82)” (Asy- Syu’araa’: 75-82).

Tauhid rububiyah dan uluhiyah terkadang disebutkan bersamaan, maka ketika itu maknanya
berbeda, karena pada asalnya ketika ada dua kalimat yang disebutkan secara bersamaan dengan
kata sambung menunjukkan dua hal yang berbeda. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah:

ُّ‫ل‬ ُُّ ‫ب أَ ُع‬


‫وذ ُق أ‬ ُّّ ‫{ ال َّناسُّ ب َر‬1} ُّ‫{ ال َّناسُّ مَلك‬2} ُّ‫{ ال َّناسُّ إلَه‬3}

“Katakanlah;” Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia (1).
Raja manusia (2). Sesembahan manusia (3)” (An-Naas: 1-3).
Makna Rabb dalam ayat ini adalah raja yang mengatur manusia, sedangkan makna Ilaah adalah
sesembahan satu-satunya yang berhak untuk disembah.

Terkadang tauhid uluhiyah atau rububiyah disebut sendiri tanpa bergandengan. Maka ketika
disebutkan salah satunya mencakup makna keduanya. Contohnya pada ucapan malaikat maut
kepada mayit di kubur: “Siapa Rabbmu?”, yang maknanya adalah: “Siapakah penciptamu dan
sesembahanmu?” Hal ini juga sebagaimanan firman Allah:

َ ‫جوا الَّذ‬
ُّ‫ين‬ ‫ق ب َغ أيرُّ ديَارهم من ُأ أ‬
ُ ‫خر‬ َ َّ ‫ل‬
ُّّ ‫ح‬ ُّ ‫ولوا أَن إ‬
ُ ‫للا رَبنَا ي َُق‬
ُُّ

“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar,
kecuali karena mereka berkata: ”Tuhan (Rabb) kami hanyalah Allah” (Al-Hajj: 40).

‫رَبًّا أَ أبغي للاُّ أَ َغ أي َُّر ُق أ‬


ُّ‫ل‬

“Katakanlah:”Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah” (Al-An’am: 164).

ُّ‫ن‬ َُّ ‫للا رَبنَا َقالُوا الَّذ‬


َّ ‫ين إ‬ َُّّ ُ‫اس َت َقا ُموا ث‬
ُُّ ‫م‬ ‫أ‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka
istiqamah” (Fushshilat: 30). Penyebutan rububiyah dalam ayat-ayat di atas mengandung makna
uluhiyah ( Lihat Al Irsyad ilaa Shahihil I’tiqad 27-28).

Isi Al-Qur’an Semuanya Tentang Tauhid

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa isi Al-Qur’an semuanya adalah tentang
tauhid. Maksudnya karena isi Al-Qur’an menjelaskan hal-hal berikut:

1. Berita tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya, dan perkataan-


Nya. Ini adalah termasuk tauhidul ‘ilmi al khabari (termasuk di dalamnya tauhid
rububiyah dan asma’ wa shifat).
2. Seruan untuk untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-
Nya. Ini adalah tauhidul iraadi at thalabi (tauhid uluhiyah).
3. Berisi perintah dan larangan serta keharusan untuk taat dan menjauhi larangan. Hal-hal
tersebut merupakan huquuqut tauhid wa mukammilatuhu (hak-hak tauhid dan
penyempurna tauhid).
4. Berita tentang kemuliaan orang yang bertauhid, tentang balasan kemuliaan di dunia dan
balasan kemuliaan di akhirat. Ini termasuk jazaa’ut tauhid (balasan bagi ahli tauhid).
5. Berita tentang orang-orang musyrik, tentang balasan berupa siksa di dunia dan balasan
azab di akhirat. Ini termasuk balasan bagi yang menyelisihi hukum tauhid.

Dengan demikian, Al-Qur’an seluruhnya berisi tentang tauhid, hak-haknya dan balasannya.
Selain itu juga berisi tentang kebalikan dari tauhid yaitu syirik, tentang orang-orang musyrik, dan
balasan bagi mereka (Lihat Fathul Majid 19).
Demikianlah sekelumit pembahasan tentang pembagian tauhid. Semoga Allah Ta’ala senantiasa
meneguhkan kita di atas jalan tauhid untuk mempelajarinya, mengamalkannya, dan
mendakwahkannya.

***

Penyusun: dr. Adika Mianoki (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi)

Artikel Muslimah.Or.Id

http://muslimah.or.id/7017-pembagian-tauhid-dalam-al-quran.html

Pengertian Tauhid

Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai
bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala
kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam
Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.

Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang
menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu
pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan
Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.

Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya
cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak
boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.
Adapun perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dilihat dari segi apa yang
wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak
boleh)

Jelasnya, ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:


1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)

.
1- WAJIB
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa
sesuatu itu wajib (mutlak) atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib dalam
ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau
menggunakan dalil.

Contoh yang ringan, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah. Artinya akal
atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500
rupiah. Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya. Contoh lainnya, seorang ayah usianya
harus lebih tua dari usia anaknya. Artinya secara akal bahwa si ayah wajib atau harus lebih tua
dari si anak

Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan
penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat. Sebelum akal dapat
menentukan bahwa bumi itu bulat, maka wajib atau harus diadakan dahulu penyelidikan dan
mencari bukti bahwa bumi itu betul betul bulat. Jadi akal tidak bisa menerima begitu saja tanpa
penyelidikan lebih dahulu.

2- MUSTAHIL

Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal
mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian.

Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan
penyelidikan atau menggunakan dalil.

Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau logika
kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan lebih banyak
dari1000 rupiah. Contoh lainnya, usia seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya. Artinya
secara akal bahwa seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan
dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini
berbentuk tiga segi. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk
segi tiga, perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat.

3- JAIZ (MUNGKIN):

Apa arti Jaiz (mungkin) dalam ilmu Tauhid? Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita
dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian
keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau
mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak
bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz (mungkin).
Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Contoh lainya: bila langit mendung, mungkin akan turun hujan lebat, mungkin turun hujan rintik
rintik, atau mungkin tidak turun hujan sama sekali. Langit mendung dan hujan adalah dzat,
sementara lebat, rintik rintik atau tidak turun hujan adalah Hukum jaiz (Mungkin).

Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan
bukti atau dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum
seperti terjadi pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi. Kejadian manusia
bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum mungkin terjadi tapi kita memerlukan dalil
yang kuat diambil dari al-Qur’an.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berisi tentang “Hubungan Aqidah dengan Syariah” sebagai salah satu tugas mata pelajaran
“Pendidikan Agama Islam”. Kami juga mengucapkan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan informasi yang sebagian besar di ambil dari internet.
Kami juga menyadari bahwa dalam penyususnan makalah masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun
makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya. Kami juga memohon maaf apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan
pembaca dalam memahami maksud penulis.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah dan Rasul-
Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman (akidah), Islam (syariat), dan
ihsan (akhlak). Tetapi sekarang-sekarang ini ada yang mengabaikan salah satu dari tiga hal ini.
Sehingga kehidupannya menjadi jauh dari agama.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Aqidah sebagai system kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah sebagai
system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak
sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama.
Dr. Asmaran As., M.A. 2002

Atas dasar hubungan itu, maka seseorang yg melakukan suatu perbuatan baik,
tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau keimanan, maka orang itu termasuk ke
dalam kategori kafir. Seseorang yg mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak
mau melaksanakan syariah, maka orang itu disebut fasik. Sedangkan orang yg
mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yg tidak
lurus disebut munafik.
Hal yang melatar belakangi kami membuat makalah ini ialah selain sebagai tugas kami
selaku Mahasiswa juga kami ingin lebih mengetahui dan memahami tentang apa pengertian
Aqidah, Syariah, dan bagaimana hubungan antara aqidah dan syariah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan aqidah ?


2. Bagaimana kedudukan aqidah dalam Islam ?
3. apa yang dimaksud dengan Syariah ?
4. Bagaimana Hubungan akidah dengan syariah ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu aqidah.


2. Untuk mengetahui kedudukan aqidah dalam islam.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan syariah.
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan aqidah dengan syariah serta diharapkan dapat
bermanfaat bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah

‫ أ‬yang berarti ikatan, at-


Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (ُّ‫)ال َع أق ُد‬
َ ‫ح‬
ُ ‫ )ال َّت أوث أي‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (ُّ‫كا ُم‬
tautsiiqu (ُّ‫ق‬ ‫ أ‬yang
‫)اإل أ‬
artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (ُُّ‫ال َّر أبط‬
‫ )ب ُق َّو ُّة‬yang berarti mengikat dengan kuat.
PengantarStudi Akhlak

menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan
sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Ibnu Taimiyyah menerangkan makna akidah dengan suatu perkara yang harus dibenarkan dalam
hati, yang dengannya jiwa menjadi tenang sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap tidak
dipengaruhi oleh keraguan dan juga tidak dipengaruhi oleh syakwasangka. Sedang Syekh Hasan
al-Banna menyatakan akidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga
menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keraguan.

Kedua pengertian tersebut menggambarkan bahwa ciri-ciri akidah dalam Islam adalah
sebagai berikut:

1. Akidah didasarkan pada keyakinan hati, tidak menuntut yang serba rasional, sebab ada
masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah;
2. Akidah Islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan akidah menimbulkan
ketentraman dan ketenangan;
3. Akidah Islam diasumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaan akidah
harus penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan keraguan;
4. Akidah dalam Islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan kalimah “thayyibah”
dan diamalkan dengan perbuatan shaleh;
5. Keyakinan dalam akidah Islam merupakan masalah yang supraempiris, maka dalil yang
dipergunakan dalam pencarian kebenaran tidak hanya didasarkan atas indra dan kemampuan
manusia, melainkan membutuhkan wahyu yang dibawa oleh para Rosul Allah.

Pada perkembangan selanjutnya, term akidah identik dengan term iman, tauhid,
ushuluddin, ilmu kalam, fiqih akbar, dan teologi jika akidah itu telah menjadi suatu disiplin ilmu
tersendiri.

Menurut Mahmud Syaltout, akidah ialah sisi teoritis yang harus pertama kali diimani atau
diyakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan sedikitpun. Hal tersebut dibuktikan
dengan banyaknya nash-nash al-Qur’an maupun hadits mutawatiryang secara eksplisit
menjelaskan persoalan itu, disamping adanya konsensus para ulama sejak pertama kali ajaran
Islam didakwahkan oleh Rasulullah. Dan perkara itu pula yang menjadi inti ajaran Allah kepada
para Rasul sebelumnya.

B. Kedudukan Aqidah dalam Islam

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan
akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk
sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal.
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul
mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya.
Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan
menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu
selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang
merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu
kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau
landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan
penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih
singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai
betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
C. Pengertian Syari’ah
Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan
umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah
seluruh kehidupan ini.
Secara umum Sayariah dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit.

1. Syari'ah Dalam Arti Luas


Dalam arti luas “al-syari’ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma
ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah
laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif.

Dalam arti ini, al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang
pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan
seterusnya.

2. Syari'ah Dalam Arti Sempit


Sedang dalam arti sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah
laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi
hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih.

Ibn Jaza al-Maliki, seorang ulama dari mazhab Maliki mengelompokkan fikih menjadi
dua, yakni: (1) ‘ibadah, dan (2) mu’amalah. Adapun cakupan mu’amalah adalah: perkawinan dan

perceraian, pidana (uqubah), yang mencakup hudud, qisas dan ta‟zir, jual beli (buyu’), bagi hasil

(qirad), gadai (alrahn), perkongsian pepohonan (al-musaqah), perkongsian pertanian


(almuzara’ah), upah dan sewa (al-ijarah), pemindahan utang (al-hiwalah), hak prioritas pemilik
lama/tetangga (al-shuf’ah), perwakilan dalam melakukan akad (al-wakalah), pinjam meminjam
(al-‘ariyah), barang titipan (alwadi’ah), al-gasb, barang temuan (luqathah), jaminan (al-
kafalah), sayembara (al-ji’alah), perseroan (syirkah wa mudlorabah), peradilan (alqadla’), wakaf
(al-waqf atau al-habs), hibah, penahanan dan pemeliharaan (al-hajr), wasiat, pembagian harta
pusaka (fara’id).

Terkait dengan susunan tertib syariat, Al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka
umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat
dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan
ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna
ini didukung oleh ayat Al Qur'an dalam Surat Al Maidah (QS 5:101) yang menyatakan bahwa
hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya
kepada Allah SWT itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai
perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu'
Syara'.
Asas Syara' Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Qur'an atau
Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Qur'an itu asas pertama Syara'
dan Al Hadits itu asas kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia
dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman, kecuali dalam
keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan
umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang
membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau
tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak
berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang
berlaku.
Furu' Syara' Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al'quran
dan Al Hadist. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai
peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.

D. HUBUNGAN AQIDAH DENGAN SYARIAH

Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang kemudian
ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti Iman (Aqidah), Islam (Syariat),
dan Ihsan (Akhlak). Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril itu,
Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman, Islam, dan Ihsan tersebut sebagai berikut
:

Iman (Aqidah) : Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-


Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada kadar (ketentuan Tuhan)
baik dan buruk.

Islam (Syariat) : Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan
dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.

Ihsan : Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika


engkau tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau.

Ditinjau dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antar
ketiganya sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara akar (Aqidah),
batang (Syariat), dan daun (Akhlak).

Hubungan aqidah dengan syariat akan dijelaskan lebih terperinci disini.

Menurut Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan akidah dan
syariah menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok yang kemudian di
atasnya dibangun syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang dilahirkan oleh akidah
tersebut. Dengan demikian tidaklah akan terdapat syariat di dalam Islam, melainkan karena
adanya akidah; sebagaimana syariat tidak akan berkembang, melainkan di bawah naungan
akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah laksana gedung tanpa fondasi.
Ada juga yang menyatakan bahwa hubungan aqidah dengan syariat adalah hubungan di
antara budi dan perangai. Dalam undang-undang budi, suatu budi yang tinggi hendaklah
dilatihkan terus supaya menjadi perangai dan kebiasaan. Kalau seorang telah mengakui percaya
kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, dan telah mengakui pula percaya kepada Rasul-rasul
Utusan Tuhan, niscaya dengan sendirinya kepercayaan itu mendorongnya supaya mencari
perbuatan-perbuatan yang diterima dengan rela oleh Tuhan. Niscaya dia bersiap-siap sebab dia
telah percaya bahwa kelak dia akan berjumpa dengan Tuhan. Niscaya dia senantiasa berusaha di
dalam hidup menempuh jalan lurus. Tak obahnya dengan orang yang mengakui diri gagah
berani, dia ingin membuktikan keberaniannya ke medan perang. Seseorang yang mengakui
dirinya dermawan, berusa mencari lobang untuk menafkahkan harta bendanya kepada orang
yang patut dibantu. Seorang yang mengakui dirinya orang jujur, senantiasa menjaga supaya
perkatannya jangan bercampur bohong.
Inilah aqidah yang kuat, aqidah yang sebenarnya. Apabila keyakinan semacam ini telah
dipegang dan dilaksanakan, maka seorang mukmin yang semacam ini telah mempunyai prinsip
yang benar dan kokoh. Ia senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang dengan penuh rasa
tanggung-jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila mereka berada di atas dasar
kebenaran, maka ia dapat bekerja sama dengan mereka. Kalau ia melihat mereka menyimpang
dari jalan yang benar, maka ia mengambil jalan sendiri.

Rasulullah bersabda:
‫ ولكن وظنوا انفسكم ان حسن الناس ان‬،‫ ان احسن الناس احسنث وان اساءوا اسأث‬،‫ انا مع الناس‬: ‫اليكن احدكم أمعة يقول‬
)‫ثحسنوا وان اساءوا ان ثجثنبوا اساءثهم (رواه الترذي‬

Artinya : “Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian,
ia berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan
kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah pendirianmu. Apabila
orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau mereka berbuat jahat,
hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmuzi)

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang sangat
fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian
ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya untuk
berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang
tidak bisa bergerak dan berjalan.
Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-
Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah;
dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan
dan kesengsaraan hanyalah dari Allah. Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat
tauhid ini dalam kehidupan manusia :

1. Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan
berakal pendek.
2. Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai
manusia.
3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri
manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
4. Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang bagaimanapun.
6. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh
kepada Allah SWT.
7. Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
8. Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan sikap cinta damai
dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
9. Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-
hukum Allah.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kaitan antara aqidah, syariah dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat akar,
batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan terjadi kehancuran
untuk pohon tersebut.
Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa aqidah,
syariat dan akhlak yang baik tidak akan terbentuk, atau pun sebaliknya. Rasulullah pernah
menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang kepadanya sebagai seorang
manusia.
Rasulullah sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas satu sama
lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariah dan akhlak akan kehilangan
keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk memelihara ketiganya
dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.

B. SARAN

Kami menyarankan bahwa dalam pembahasan telah banyak dijelaskan betapa pentingnya
aqidah, syariah, dan akhlak bagi seorang mukmin dan muslim. Tanpa ketiga hal tersebut maka
seorang mukmin atau muslim akan kehilangan keimanannya. Maka dari itu kita harus benar –
benar menjaga aqidah. Kaerena aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariah dan
akhlak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Asmaran As., M.A. 2002. . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


Mahmud Syaltut, 1966. Islam Aqidah wa Syariah, I, Kairo: Dar al-
Kalam.
Prof. Dr. Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Muhammad al_Gazali, 1970, Khuluk al-Muslim, Kuwait: Dar al Bayan.
1970, Al Aqidah Islam, Kuwait: Dar al Bayan.
Abdul Al-Maududi, t.t., Towards Undestanding Islam, Jeddah: One Seeking Mercy of Allah
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1977, Al Islam I, Jakarta: Bulan Bintang.
Kepentingan Syariah dalam kehidupan Manusia

2.1 KEPENTINGAN SYARIAH DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Islam adalah satu-satunya agama yang diiktiraf oleh Allah dan diturunkan kepada manusia bagi
mengatur kehidupan mereka. Al-Quran merupakan sumber hukum Islam yang utama, asli dan abadi.

Ia merupakan sebuah kitab yang lengkap, yang menjadi panduan kepada semua umat manusia.
Kandungannya merangkumi pelbagai hukum dan peraturan hidup untuk manusia dalam segala aspek
kehidupan Setiap perundangan hukum dalam syariah Islamiyah adalah bertujuan untuk melindungi atau
memelihara kepentingan akal, agama, harta, nyawa dan nasab atau keturunan umat manusia. Islam
adalah agama yang syumul ( sempurna), setiap garis panduan yang telah ditetapkan dalam Islam adalah
bersesuaian mengikut tempat, bangsa dan zaman. Sebagaimana firman Allah s.w.t dalam surah Al-
Jathiah ayat 18 yang bermaksud :

“Pada kesudahannya Kami jadikan engkau (wahai Muhammad s.a.w dan utuskan engkau) menjalankan
satu jalan yang cukup lengkap dan hukum-hukum agama ; Maka turutlah akan jalan itu dan jangan
engkau menurut hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (perkara yang benar.”)[1]

Bagi ummat Islam, Syariat Islam adalah merupakan panduan hidup yang integral/menyeluruh dan
sempurna bagi seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Setiap permasalahan
yang melibatkan agama harus dirujuk kembali kepada syariah Islam agar setiap apa pun yang dilakukan
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Berikut adalah kepentingan syariah dalam kehidupan manusia:

1. Untuk mendidik manusia- Hakikatnya kehidupan manusia tidak terlepas dari ujian dan dugaan
sebagaimana dalam firman Allah dalam surah Surah Al-Ankabut ayat 2-3 yang bermaksud:

“Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan; “Kami telah beriman,”
sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.”[2]
Setiap ujian dan dugaan yang menimpa manusia adalah datang daripada Allah dan tujuannya adalah
untuk mendidik manusia agar lebih kuat dan menjadi insan yang lebih bertakwa. Syariat diturunkan bagi
mendidik manusia menghadapi segala ujian dan cubaan tersebut. Syariah menanamkan keimanan dan
nilai-nilai amanah dan kebenaran dalam jiwa seseorang itu. Sebahagaian dari program pendidikan dalam
Islam ialah melalui ibadah. Amalan ibadah yang disyariatkan oleh Allah ini memainkan peranan mendidik
manusia supaya menjadi ahli masyarakat yang berguna dan memberi manfaat kepada yang lain.
Sebagaimana firman Allah yang mensyariatkan hambanya agar menunaikan solat didalam Al-quran yang
bermaksud:

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu,
tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang
kamu kerjakan”

(QS. Al Baqoroh : 110)

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu , sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqoroh : 153)

“Dan dirikanlah sembahyang (dengan tekun); Sesungguhnya sembahyang itu mencegah dari perbuatan
yang keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)[3]

2. Syariah sebagai perisian Problem Solving ( Penyelesaian Masalah) dalam kehidupan- Syariat Islam
merupakan satu peraturan yang bersifat universal dan global (Syumuliyyah). la merangkumi seluruh
bidang keperluan manusia yang meliputi aspek hubungan antara manusia dengan tuhan, hubungan
sesama manusia dan alam sekitar. Syariah memelihara lima tunjang yang menjadi pokok dan asas utama
dalam memelihara keamanan dan kesejahteraan seluruh umat manusia iaitu menjaga agama, nyawa,
akal, maruah dan harta. Lima perkara tersebut dipanggil sebagai maqasid Syariah.[4] Setiap
permasalahan yang melibatkan kelima perkara ini akan diselesaikan berdasarkan syariat Islam dengan
menjadikan wahyu Illahi, hadis dan sunnah sebagai sumber rujukan utama. Syariat Islam digunakan
untuk menentukan sama ada sesuatu perkara itu wajib, harus, sunat, makruh atau pun haram
dilakukan. Tujuannya adalah untuk menjernihkan kekeliruan yang melibatkan bab-bab agama agar
setiap perkara yang dilakukan mendapat keredhaan Allah dan demi kemaslahatan manusia.

Penghayatan yang kedua ini juga amat berkaitan dengan perhubungan masyarakat terutamanya dalam
hubungan menjaga hak asasi manusia dan tidak mencerobohinya. Jika berlaku pencerobohan maka
hukuman tertentu menantinya.Hukuman yang ditetapkan oleh syarak bukan semata-mata bertujuan
untuk menghukum si penjenayah tetapi membendung masyarakat dari melakukan jenayah tersebut.
Bagi mencapai matlamat inilah disyariatkan agar melaksanakan undang-undang jenayah Islam seperti
hudud,qisas dan takzir. Sebagaimana firman Allah dalam Al-quran yang bermaksud:

“Itulah hukum-hukum yang telah ditentukan. Oleh itu janganlah kamu mencabulnya, dan sesiapa yang
mencabuli hukum-hukum Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (Surah al-Baqarah:229)[5]

Garis panduan yang telah ditetapkan dalam syariat Islam adalah untuk membawa kepada kebaikan
sebanyak yang mampu kepada manusia dan bukannya kemudharatan, membuka jalan ke arah yang
lebih jernih agar manusia tidak terus berada dalam kejahilan.

3. Penegak Keadilan- “Demi sesungguhnya! Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti dan mukjizat yang jelas nyata dan Kami telah menurunkan bersama-sama mereka Kitab Suci
dan keterangan yang menjadi neraca keadilan, supaya manusia dapat menjalankan keadilan dan kami
telah menciptakan besi dengan keadaannya mengandungi kekuatan yang handal serta berbagai faedah
lagi bagi manusia. (Dijadikan besi dengan keadaan yang demikian, supaya manusia menggunakan
faedah-faedah itu dalam kehidupan mereka sehari-hari) dan supaya ternyata pengetahuan Allah
tentang orang yang (menggunakan kekuatan handalnya itu untuk) menegak dan mempertahankan
agama Allah serta menolong Rasul-rasulNya, padahal balasan baiknya tidak kelihatan (kepadanya);
sesungguhnya Allah Maha Kuat, lagi Maha Kuasa” (Surah Al-hadid : 25).[6]
Berdasarkan daripada ayat diatas, jelas menunjukkan bahawa Islam adalah agama yang adil dan
seimbang. Tidak terlalu memberatkan malah memudahkan. Sepertimana dalam firman Allah yang
bermaksud :

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. (Al-Hajj:78)

Syariat islam adalah untuk memperjelaskan lagi segala garis panduan yang telah termaktub didalam
kitab suci Al-quran. Tujuannya adalah bagi memudahkan ummat manusia untuk memahami dengan
lebih mendalam mengenai hukum-hukum syara’ berdasarkan dalil dan hujah yang terdapat didalam Al-
quran , hadis dan sunnah Rasullullah s.aw. Keadilan dalam Islam adalah bermaksud mengambil hak dari
orang zalim dan meletakkannya kepada orang yang dizalimi dan tertindas. Hal ini dijelaskan
sebagaimana firman Allah yang bermaksud:

“Dan jangan sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak
berlaku adil (kepada sesiapajua) kerana sikap adil itu lebih hampir kepada taqwa”. (Al-Ma'idah: 8)

Al-Quran mewajibkan setiap manusia berlaku adil di dalam segala urusannya, terutama daripada
kalangan pemerintah yang berkuasa. Hal ini dijelaskan Allah s.w.t yang bermaksud:

Jika kamu menghukum manusia hendaklah kamu menghukum seadil-adilnya (Al-Nisa' : 58)[7]

Keadilan syariah dapat dilihat dengan wujudnya kesamarataan di dalam mentaklifkan segala fardu ain.
Setiap manusia diwajibkan melaksanakan syariat Allah dan meninggalkan segala laranganNya tanpa ada
kekecualian kepada individu-individu tertentu. Keadilan akan menghasilkan pelaksanaan segala
perintah Allah s.w.t dan meninggalkan segala laranganNya. Sedangkan kezaliman pula ialah
meninggalkan segala suruhanNya dan mengerjakan segala larangan Allah s.w.t.[8]
[1] Al-quranul Karim Surah Al-Jathiah ayat 18

[2] Al-quranul Karim Surah Al-Ankabut ayat 2-3

[3] Al-quranul Karim surah Al Baqoroh : 110,153, Al-Ankabut: 45

[4]http://www.scribd.com/doc/51148119/Peranan-Syariah-Dalam-Pembangunan-Ummah

[5] Al-qruanul Karim surah Surah al-Baqarah:229

[6] Al-qruanul Karim surah Surah Al-hadid : 25, Al-Hajj:78

[7] Al-quranul Karim surah Al-Ma'idah: 8, Al-Nisa' : 58

[8] http://ctu101az.blogspot.com/2009/12/bab-3-syariah-dalam-kehidupan-muslim.html
Akhlak. Kajian Akhlak Tauhid. Akhlak berarti prilaku, sikap, perbuatan, adab dan sopan santun.
Akhlak mulia berati seluruh prilaku umat manusia yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan
Hadist yaitu adab sopan santun yang dicontohkan dan diajarkan Rasulullah Muhammad SAW
kepada kepada seluruh umat manusia ketika beliau masih hidup. Akhlak beliau adalah Al-Quran.

Akhlak atau adab sopan santun yang telah dicontohkan dan diajarkan Rasulullah Muhammad
SAW itu meliputi akhlak manusia kepada Allah SWT dan Akhlak terhadap sesama ciptaan
Allah, termasuk didalamnya akhlak terhadap diri sendiri karena diri sendiri itu termasuk ciptaan
Allah Juga, lahir dan batin.

Secara garis besar, akhlak mulia itu dapat dikelmpokkan kedalam dua kelompok yaitu:

1 Akhlak kepada Allah


Akhlak mulia kepada Allah berati mengikuti seluruh perintah yang telah disampikan Allah
kepada Rasul yang Maha Mulia Muhammad SAW. Seluruh perintah tersebut sudah tercatat
dalam Al-Quran dan Hadist.
2 Akhlak kepada ciptaan Allah
Akhlak terhadap ciptaan Allah meliputi segala prilaku, sikap, perbuatan, adab dan sopan
santun sesama ciptaan Allah yang terdiri atas ciptaan Allah yang gaib dan ciptaan Allah yang
nyata, benda hidup dan benda mati.

Mengingat sangat luasnya cakupan akhlak ini karena menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia, maka secara garis besar struktur akhlak mulia terhadap seluruh ciptaan Allah itu dapat
digambarkan seperti struktur sederhana berikut ini.

1. Ciptaan Allah yang gaib


a) Gaib Dalam Arti Positif
i Malaikat
ii Qada dan Qadar
iii Kiamat, Alam Kubur, Padang Mashar Dll
iv Sorga, Neraka dan Segala Penghuninya
v Dan Lain – Lain
b) Gaib Dalam Arti Negatif
i Iblis, Jin, Syetan
ii danBenda serta Alam Gaib Lainnya
2. Ciptaan Allah yang Nyata
1. Sesama Manusia
i. Nabi dan Rasul
ii. Keluarga
▪ Diri Sendiri
▪ Orang Tua
▪ Kerabat Dekat, Kerabat Jauh dan Seterusnya
▪ Tetangga Dekat dan Tetangga Jauh
▪ Sesama Muslim
▪ Non Muslim
2. Selian Manusia
i Tumbuhan
ii Hewan
3. Benda Mati
i Bumi dan Segala Isinya
ii Benda Luar Angkasa

Walau struktur yang disampaikan masih sangat jauh dari lengkap dan sempurna, namun
diharapkan akan bisa memberikan gambaran cakupan akhlak mulia yang sudah dicontohkan dan
diajarkan Rasulullah Muhammad SAW

Seluruh sikap dan perilku serta adab sopan santun terhadap semua ciptaan Allah sudah termuat
dan tercantum dalam Al-Quran dan Hadist. Tinggal bagaimana kita bisa mempelajarinya secara
benar dan teliti serta mengamalkannya

Pembahasan masalah Akhlak adalah pembahasan yang sangat luas, sama luasnya dengan
seluruh asoek kehidupan manusia serta variasi – variasinya.

Secara garis besar fungsi dan tujuan pengamalan akhlak mulia bagi umat manusia adalah :

1. Sebagai pengamalan Syariat Islam

Sebagai pengamalan Syariat Islam. Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam semeste
telah ,e,berikan tuntunan prilaku dan etika secar sempurna, sehingga dengan niat karena
Allah SWT, pengamalan akhlak yang mulia itu insya Allah akan menjadi ibadah bagi umat
islam yang mengamalkanya.

2. Sebagai Identias

Sebagai Identias, Akhlak mulia ini diperuntukkan oleh Allah kepada manusia yang berakal
budi karena dengan tuntunan akhlak yang mulia akanbisa membedakan antara manusia denga
hewan.

3. Pengatur Tatanan Sosial

Akhlak Mulia Sebagai Pengatur Tatanan Sosial berarti dengan pengamalan akhlak mulia
yang sudah dicontohkan oleh yang Mulia Saydina Muhammad SAW mengukuhkan bahwa
manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah bisa dan lepas dari pengaruh
lingkungannya. Dengan akhlak mulia ini tatanan sosial yang terbentuk semakin memberikan
makna dan nilai yang tidak saling merugikan.

4. Rahmat Bagi Seluruh Alam

Akhlak Mulia Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam berarti akhlak mulia yang diperuntukkan
bagi manusia tidak hanya mengatur tatanan hubungan manusia dengan manusia lainnya
tetapi juga hubungan antara manusia dengan makhluk – makluk lain selian manusia dan alam
sekitarnya.
5. Perlindungan Diri dan Hak Azazi Manusia ( HAM )

Akhlak Mulia Sebagai Perlindunagn Diri dan Hak Azazi Manusia ( HAM ) berarti dengan
menjalin hubungan yang baik berdasarkan hukum dan syariat agama akan terbentuk
hubungan yang saling menghargai dan saling menguntungkan.

Selanjutnya secara bertahap kita akan mencoba melakukan kajian akhlak mulia ini sesuai dengan
aturan dan tatanan ilmu tauhid yang benar dan yang menjadi acuan dalam kajian K-I-T-A.

Semoga Allah selalu membimbing kita

dengan ilmunya sehingga kita semua terhindar

dari perbuatan yang keji dan mungkar.

Amin

1. PengertianAkhlak

[1]Kata “akhlak” (Akhlaq) berasal dari bahasa Arab,merupakan bentuk jamak dari ”khuluq”
yang menurut bahasa berarti budi pekerti,perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi persesuaian dengan kata”khalq” yang berarti kejadian.Ibnu ‘Athir menjelaskan
bahwa khuluq adalah gambaran batin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan sifat-sifat
batiniah),sedang khalq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut muka, warna kulit,tinggi
rendah badan, dan lain sebagainya). Kata khuluq sebagai bentuk tunggal dari akhlak, tercantum
dalam Al-quran surah Al-Qalam(68):4, yang artinya:”Sesungguhnya engkau (Muhammad)
berada di atas budi pekerti yang agung” Kata akhlak juga dapat kita temukan dalam hadis yang
sangat populer yang diriwayatkan oleh Imam Malik, yang artinya:”Bahwasanya aku
(Muhammad) diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”;. Secara
terminologis, terdapat beberapa definisi akhlak yang dikemukakan oleh para ahli. Ahmad Amin
mendefinisikan akhlak sebagai”kehendak yang dibiasakan”. Imam Al-Ghazali menyebutkan
bahwa akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Sedangkan Abdullah Darraz
mengemukakan bahwa akhlak adalah “suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap yang
membawa kecendrungan kepada pemilihan pada pihak yang benar (akhlak yang baik) atau pihak
yang jahat (akhlak yang buruk)”. Selanjutnya menurut Abdullah Darraz,perbuatan-perbuatan
manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi dua syarat, yaitu
:
1. Perbuatan perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga
menjadi suatu kebiasaan bagi pelakunya.
2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan jiwanya, bukan karena adanya
tekanan dari luar,seperti adanya paksaan yang menimbulkan ketakutan atau bujukan
dengan harapan mendapatkan sesuatu.

Disamping istilah “akhlak”,kita juga mengenal istilah “etika” dan ‘moral”. Ketiga istilah itu
sama-sama menentukan nilai baik dan buruk dari sikap dan perbuatan manusia.Perbedaannya
terletak pada standar masing-masing.Akhlak standarnya adalah Al-Qur’an dan
Sunnah.Sedangkan etika standarnya pertimbangan akal pikiran,dan moral standarnya adat
kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat

1. Etika

Perkataan etika berasal dari bahasa yunani ethos yang berarti adat kebiasaan.Di dalam kamus
istilah pendidikan dan umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang
mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk). Menurut Dr. H. Hamzah ya’qub “ etika adalah
ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran”.( Asmaran, 1992: 7). Etika
menurut Ki Hajar Dewantara“ etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan
di dalam hidup manusia semuanya”. (Saputra, 2004: 59).

2. Moral

Perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores yaitu jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah baik buruk
perbuatan dan perkataan. Moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan
terhadap aktivitas manusia dengan nilai atau hukum baik dan buruk.Perbedaan antara moral dan
etika yaitu, etika lebih banyak bersifat teoritis sedangkan moral lebih banyak bersifat
praktis.Etika memandang tingkah laku manusia saecara umum, sedangkan moral secara lokal.
Moral menyatakan ukuran, sedangkan etika menjelaskan ukuran itu.(Asmaran, 1992: 8-9).

3. Kesusilaan

Kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Susila berasal dari
bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su yang berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip,
peraturan hidup atau norma. Didalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan, susila berarti
sopan, beradab, baik budi bahasanya dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Kata susila
selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik.Orang susila adalah orang
yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang asusila adalah orang yang berkelakuan buruk.

2. KONSEP AKHLAK

Dari beberapa pengertian tersebut diatas,dapat disimpulkan bahwa [2]akhlak adalah tabiat atau
sifat seseorang,yakni keadaan jiwa yang telah terlatih,sehinnga dalam jiwa tersebut benar-benar
telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan,tanpa
dipikirkan dan diangan-angankan terlebih dahulu. Hal itu tidak berarti bahwa perbuatan tersebut
dilakukan dengan tidak sengaja atau tidak dikehendaki.Hanya saja karena yang demikian itu
dilakukan berulang-ulang sehingga sudah menjadi kebiasaan,maka perbuatan itu muncul dengan
mudah tanpa dipikir dan dipertimbangkan lagi. Sebenarnya akhlak itu sendiri bukanlah
perbuatan,melainkan gambaran batin (jiwa) yang tersembunyi dalam diri manusia. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa akhlak adalah nafsiyah (sesuatu yang bersifat
kejiwaan/abstrak),sedangkan bentuknya yang kelihatan berupa tindakan (mu’amalah) atau
tingkah laku (suluk) merupakan cerminan dari akhlak tadi. Seringkali suatu perbuatan dilakukan
secara kebetulan tanpa adanya kemauan atau kehendak,dan bisa juga perbuatan itu dilakukan
sekali atau beberapa kali saja,atau barangkali perbuatan itu dilakukan tanpa disertai ikhtiar
(kehendak bebas) karena adanya tekanan atau paksaan. Maka perbuatan-perbuatan tersebut
diatas tidak dapat dikategorikan sebagai akhlak. Sebagai contoh, seseorang tidak dapat dikatakan
berakhlak dermawan,apabila perbuatan memberikan hartanya itu dilakukan hanya sekali atau dua
kali saja,atau mungkin dia memberikan itu karena terpaksa (disebabkan gengsi atau dibawah
tekanan) yang sebenarnya dia tidak menghendaki untuk melakukannya,atau mungkin untuk
memberikan hartanya itu dia masih merasa berat sehingga memerlukan perhitungan dan
pertimbangan.Padahal factor kehendak ini memegang peranan yang sangat penting,karena dia
menunjukkan adanya unsur ikhtiar dan kebebasan,sehingga suatu perbuatan bisa disebut
perbuatan akhlak.

3. URGENSI AKHLAK DALAM KEHIDUPAN

Aspek – aspek ajaran islam, baik aqidah, ibadah mu’amalah bagi setiap muslim ketiganya
merupakan aspek – aspek yang bersifat taklifi (kewajiban) yang harus dilaksanakan. Sejarah
membuktikan bahwa semua aspek ajaran tersebut tidak dapat terlaksana tanpa adanya akhlak
yang baik.Dari sini dapat dipahami bahwa akhlak merupakan pilar yang sangat penting dalam
Islam.Akhlak yang mulia adalah pertanda kematangan iman serta merupakan kunci kesuksesan
hidup di dunia dan akhirat. Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir diutus oleh Allah untuk
mengemban misi penyempurnaan akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang
terdahulu.Beliau bersabda : ‫خالَقرواهأحمدوالبيهقى‬ ‫َاْل َ أ‬
‫َكارم أ‬
َ ‫مم‬ ّ َ‫“ ٳنَّمَا ُبع أث ُتِلُت‬Aku diutus untuk
َ ‫م‬
menyempurnakan akhlak manusia.” (HR. Ahmad dan Baihaqi) Apakah Rasulullah diutus hanya
untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak?Tentu tidak hanya itu saja, tetapi pada
dasarnya syariat yang dibawa para Rasul bermuara pada pembentukkan akhlak mulia. Berbagai
ritual diperintahkan Allah melalui para Nabi dan Rasul, ternyata banyak bermuara pada
pembentukkan akhlak, seperti dalam perintah Shalat sebagai berikut : “Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar dan Sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Ankabut:45) Ayat tersebut secara jelas menyatakan, bahwa
muara dari ibadah Shalat adalah terbentuknya pribadi yang terbebas dari sikap keji dan munkar,
pada hakikatnya adalah terbentuknya manusia berakhlak mulia, bahkan jika kita telusuri proses
Shalat selalu dimulai dengan berbagai persyaratan tertentu, seperti bersih badan, pakaian dan
tempat, dengan cara mandi dan wudhu, Shalat dipersiapkan untuk membentuk sikap manusia
selalu bersih, patuh, tata peraturan, dan melatih seseorang untuk tepat waktu. Selanjutnya, akhlak
juga dapat menentukan beriman atau tidaknya seseorang,“demi Allah ia tidak beriman, demi
Allah ia tidak beriman, demi Allah ia tidak beriman. Para sahabat bertanya, siapakah mereka
wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: orang yang tidak menyimpan rahasia kejelekan
tetangganya (H. R. Muslim). Hadits tersebut secara nyata mengandung arti bahwa orang yang
berakhlak buruk kepada tetangganya oleh Rasulullah dianggap tidak beriman, selama ini
mungkin kita menganggap perbuatan jahat kita kepada orang lain atau tetangga sebagai sesuatu
yang biasa, sesuatu yang tidak akan berpengaruh pada eksistensi keimanan, padahal kalau kita
mengetahui, ternyata berakhlak jelek sangat besar pengaruhnya terhadap keimanan. Bahkan
manusia paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat adalah manusia berakhlak jelek. ”
sesungguhnya manusia paling jelek disisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang
ditinggalkan orang lain, karena menghindari kejelekannya.” (H.R. Bukhari). Sebaliknya orang
yang paling dicintai oleh Rasulullah adalah yang paling baik akhlaknya, “sesungguhnya orang
yang paling aku cintai dia yang paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah orang
yang paling baik akhlaknya.” (H.R. At- Tirmidzi). Ternyata orang mukmin yang sempurna
imannya bukan karena banyak ibadahnya, tetapi yang baik akhlaknya, “orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (H.R. Abu Daud).
Demikian juga orang bertakwa dan berakhlak mulia dijamin masuk syurga,” penyebab utama
masuknya manusia ke syurga, karena bertakwa kepada Allah dan kemuliaan akhlaknya.” (H. R.
Tirmidzi). [3]Manusia mempunyai kecendrungan untuk berbuat baik dan buruk. Biasanya orang
bertakwa akan berbuat dan bersikap baik dan mengutamakan akhlak mulia, perbuatan baik
merupakan wujud kemuliaan akhlaknya, sedangkan perbuatan baik akan menghapus perbuatan-
perbuatan buruk. Pencerminan diri seseorang juga sering digambarkan melalui tingkah laku atau
akhlak yang ditunjukkan. Bahkan akhlak merupakan perhiasan diri bagi seseorang karena orang
yang berakhlak jika dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu sangat jauh
perbedaannya. BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk , antara yang terpuji dan yang
tercela , tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Maksud dari akhlak itu sendiri
adalah adanya hubungan antara khaliq dan makhluk , dan antara makhluk dengan makhluk. Kita
harus membiasakan diri berakhlak terpuji dalam kehidupan sehari hari agar semuanya berjalan
sesuai dengan perintah dan larangan dari Allah Swt.

1. Saran

Sebagai seorang mahasiswa, alangkah lebih baik jika kita mempelajari materi tentang akhlak dari
berbagai sumber, baik dari buku maupun situs internet. Agar nantinya kita mudah dalam
memahami dan kita akan lebih mudah dalam penulisan makalah kedepannya. Dalam penulisan
makalah ini kami menyadari banyka kekurangan dan kesalahan dalam penyampaian maupun
penulisan kalimat. Oleh karena itu,kami sebagai penulis makalah ini meminta kritik dan saran
sehingga kedepannya kami dapat menulis makalah ini dengan baik. DAFTAR
PUSTAKA Nurasmawi. 2011. Buku Ajar Aqidah Akhlak, Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau
Anwar, Khairul. 2014. Pengantar Studi Islam : Rajawali Pers
http//www,urgensiakhlakdalamkehidupan.com http//akhlakdalamislam.com Rajab, Khairunnas.
2012. Agama Kebahagian.Yogyakarta : Pustaka Pesantren Ritonga, Rahman. 2005.Merakit
Hubungan dengan Sesama Manusia : Amelia Surabaya
http//www.perbedaanakhlakdanmoral.com http//www.pengertianetika.com [1]Nurasmawi, Buku
Ajar Akidah Akhlak. hal. 48 [2]Anwar Khairul. Pengantar Studi Islam. hal. 216-219 [3]
Khairunnas Rajab. Agama Kebahagiaan.hlm 137

erilaku dan Tabiat Manusia, baik yang terpuji maupun tercela disebut akhlak. Dalam bahasa Indonesia,
akhlak sering disebut “moral” atau “etika”. Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab, akhlaq.

Secara umum kedudukan akhlak adalah universal. Nilai-nilai standar tentang akhlak sudah dihujamkan
oleh Allah SWT ke dalam jiwa manusia sejak mereka lahir :

“Maka Dia ilhamkan dalam jiwa itu kecenderungan untuk berbuat buruk (hawa nafsu) dan
kecenderungan untuk berbuat takwa” (QS asy-Syams [91] : 8).

Di sudut manapun di dunia ini, baik mereka yang mengenal Islam ataupun yang buta sama sekali,
mereka semua akan memandang perbuatan dusta, ingkar-janji, fitnah dan berbagai keburukan perilaku
yang lain sebagai perbuatan yang hina, culas dan salah. Jiwa manusia standar mengakui ini.

Datangnya Islam, adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sesuai dengan sabda
Rasulullah: ‫( األخالق مكارم التمم بعثت انما‬Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak).

Akhlak dalam ajaran Islam tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada sopan santun
antara sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriyah, dan semata didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan.

Lebih dari itu akhlak adalah ibadah yang mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah
Ta’ala.

Seorang Muslim menjadikan akhlaknya sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah. Dia mengerjakan
itu semua bukan didasarkan atas motivasi ingin mencari pamrih, pujian, atau kebanggaan. Akhlak adalah
rangkaian amal kebajikan yang diharapkan akan mencukupi untuk menjadi bekal pulang ke negeri
akhirat nanti.

Puncak derajat kemanusian seseorang dinilai dari kualitas akhlaknya. Bahkan kualitas keimanan pun juga
diukur dari akhlak. Seluas apapun kadar kelimuan seseorang tetang Islam, sehebat apapun dirinya ketika
melakukan ibadah, atau sekencang apapun pengakuannya tetang kuatnya keimanan yang dia miliki,
semua itu tidak memberi jaminan.

Tetap saja, alat ukur yang paling akurat untuk menilai kemuliaan seseorang adalah kualitas akhlaknya.
Ada beberapa sasaran akhlak dalam Islam :

1. Akhlak terhadap Allah :

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.
Dia memiliki sifat-sifat terpuji. Bertasbih kepada-Nya. Memuji kepada-Nya. Bertawakal kepada Allah.
Bersyukur kepada Allah. Bersabar atas segala Ujian dan cobaan yang diberikan Allah.

2. Akhlak terhadap sesama manusia :

Pilar-pilar yang merupakan kunci kemuliaan akhlak :

-Jujur terpercaya :

Kejujuran merupakan pondasi terpenting dalam bangunan akhlak. Tanpa kejujuran akan hilang
kepercayaan. Selembut apapun sikap seseorang, seramah apapun tutur katanya, bahkan seproduktif
apapun kegemarannya menolong orang lain, tetap saja semua itu tidak banyak membantu jika tidak
jujur. Orang lemah lembut tapi tidak jujur akan diprasangkai punya maksud buruk di balik
keramahannya itu.

Adapun cara untuk bisa jujur terpercaya hal-hal yang mesti dilakukan adalah:

Jujur perkataan : Pastikanlah bahwa setiap perkataan yang keluar dari lisan kita terlebih dulu telah
melalui proses pertimbangan yang matang. Jangan sampai kita tergelincir dengan mengatakan sesuatu
berupa kebohongan, sengaja atau tidak. Ketika sekali saja berbohong, maka kebohongan itu akan terus
menghatui dan memenjarakan dirinya. Dia akan ketakutan jika sewaktu-waktu kebohongannya akan
terbongkar. Dia akan terus menutupi kebohongannya dengan berbohong kembali agar kehormatannya
selamat.

Menepati Janji : Janji itu sejenis sumpah, dan sumpah itu adalah hutang yang akan terbawa sampai mati.
Siapapun yang berjanji, maka janji itu benar-benar harus diperjuangkan mati-matian untuk ditepati. Kita
harus rela berkorban demi janji ini ditepati. Karena kesanggupan menepati janji adalah bukti kemuliaan
akhlak seseorang.

Melaksanakan amanah :

“Hai orang-orang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad saw) dan
janganlah kalian mengingkari amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kalian
mengetahui.” (QS al-Anfal [8]: 27).

Bertanggung jawablah bila melakukan kesalahan. Seberat apapun hukuman dunia yang harus dipikul
karena kesalahan itu, masihlah lebih ringan dibandingkan hukuman berupa siksa Allah yang perihnya
tiada terlukiskan oleh gambaran apapun. Bertanggung jawablah selaku orang mu’min. bertanggung
jawablah selama di perjalanan. Jangan menyerobot, tak mau antri, dan selalu berbuat bising di jalan. Dll.

- Ramah dan lemah lembut :

keramahan merupakan perpaduan dari amal-amal hati, niat yang tulus, serta kegigihan untuk selalu
bersikap baik. Keramahan merupakan tahap awal kemuliaan akhlak. Alasannya adalah :

1. Keramahan adalah tanda kerendahan hati, ketawadhuan. Orang yang sombong cenderung untuk
bersikap kasar, berhati keras, ketus, angkuh, dalam gerak-gerik maupun ucapannya.

2. Keramahan merupakan tanda kesabaran dan kesanggupan mengendalikan diri dalam berinteraksi
dengan aneka macam perilaku orang lain.

3. Keramahan yang tulus merupakan indikasi melimpahnya rasa kasih sayang dan kegemaran hati untuk
menghormati orang lain. Di sana tumbuh rasa persaudaraan yang menjadi dasar sikap mulia dan
kebahagiaan. Keramahan sulit sekali dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan permusuhan.

Bila kita ingin memiliki keramahan, komponen-komponen di bawah ini insya Allah bisa kita jadikan
bahan evaluasi diri sekaligus sebagai program pelatihan mandiri untuk menjadi pribadi yang ramah :

a. Wajah yang cerah dan jernih

b. Tutur kata yang lembut

c. Sikap yang sopan dan penuh etika

d. Berjiwa lapang-dada dalam menyikapi orang lain

Agar kita berlapang dada, ada beberapa persiapan-persiapan yang harus kita lakukan:

1.Persiapkanlah mental kita bahwa kita harus siap menghadapi orang yang kurang menyenangkan,
orang yang kurang menghargai atau bahkan orang yang hendak meremehkan kita.

2.Belajarlah untuk memaklumi dan memahami bahwa latar belakang seseorang amat beragam, sering
berbeda-beda.

3.Berbaik sangkalah kepada siapapun karena Allah. Jangan biasakan mengawali sesuatu dengan
prasangka buruk, karena itu akan sangat mempengaruhi cara berpikir, cara bersikap dan bertutur kata.

4. Mengalahlah. Mengalahlah jika sekiranya akan menjadi kebaikan bagi semua.


5.Maafkanlah, dan janganlah mata ini terpejam sebelum berikrar untuk memaafkan orang lain.

- Akhlak terhadap lingkungan.

Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang,
tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Islam
terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.

Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap
makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

https://id-id.facebook.com/notes/al-ukhuwah-wal-ishlah/membangun-akhlak-yang-mulia-dalam-
kehidupan/127589807275248

Sejak dalam alam penciptaannya, seorang manusia (sesungguhnya) telah memiliki rasa
ingin tahu terhadap apa dan mengapa telah tercipta segala yang ada di hadapannya. Dalam naluri
masing-masing mulai bertanya “ dari mana semua ini berasal dan akan kemana itu berakhir?
Maka di sinilah ilmu Tauhid berperan untuk memberikan pedoman dan arah, agar manusia selalu
tetap sadar akan kewajibannya sebagai makhluk terhadap Khaliknya.
Betapa pentingnya Tauhid bagi kehidupan manusia, sehingga ditempatkan pada bagian yang
pertama dan utama oleh semua agama khususnya agama samawi. oleh karenanya, sangat penting
sekali untuk diketahui tentang apa sebenarnya Fungsi atau manfaat ilmu Tauhid bagi kehidupan
kita di dunia ini, sehingga dijadikan sebuah tujuan utama dari diutusnya para nabi dan Rasul.
Meskipun inti pembahasan dari makalah ini ialah tentang manfaat tauhid dalam kehidupan,
namun terlebih dahulu akan menyinggung sedikit apa yang maksud dengan tauhid, dengan
harapan kita akan lebih memudahkan dalam memahami pembasan selanjutnya serta bisa
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan juga bagi pembaca makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penngertian tauhid
Perkataan tauhid berasal dari bahasa arab Wahhada-Yuhawwidu yang secara etimologis berarti
ke-Esaan, sehingga istilah mentauhidkan berarti, “Mengesakan”. Sementara para ulama
medefesikan tauhid berbeda, tetapi perbedaan itu hanyalah pada redaksi atau kalimat yang
digunakan, sedangkan substansinya sama. Seperti Syekh Muhammad Abduh mengatakan bahwa
“Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-
Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib
dilenyapkan dari pada-Nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Alah, meyakinkan kerasulan
mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang
menghubungkan kepada mereka.”
Sementara Affandi al-Jasr mengatakan, ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang
menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan. selain itu Prof.M.Thahir A.Muin
memberikan difinisi : Tauhid ialah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib,
mustahil, dan jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya, juga mengupas dalil-dalil
yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan ada-Nya zat yang
mewujudkan.
Disamping itu, masih banyak difenisi lain yang dikemukakan para ahli tentang ilmu tauhid
tersebut. Hal itulah yang memberi sebuah gambaran bahwa nampaknya belum ada kesepakatan
di antara para ahli mengenai difenisi dari ilmu tauhid. Akan tetapi, dari difenisi-difenisi yang
diberikan para ahli tersebut, setidaknya dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa ilmu tauhid
ialah ilmu yang berghubungan dengan masalah ketuhanan (Allah), rasul atau nabi, dan masalah-
masalah yang berkaitan dengannya.
Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka terkadang ilmu tauhid
ini dinamai pula ilmu teologi, ilmu ushuluddin, ilmu aqaid, dan ilmu ketuhanan. Dinamai ilmu
teologi karena ilmu ini juga membahas tentang bagaimana mempertahankan kepercayaan-
kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil dan bantahan terhadap orang-orang yang
menyeleweng dari kepercayaan yang bertentangan dengan dalil. Selain itu, pada intinya ilmu
teologi ini juga berhubungan dengan masalah ketuhanan. Selanjutnya dinamai ilmu ushuluddin,
karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu keyakinan dan kepercayaan kepada
tuhan, dinamai ilmu aqa’id, karena dengan illmu ini seseorang diharapkan agar meyakini dalam
hatinya secara mendalam dan mengikatkan dirinya hanya pada Allah sebagai Tuhan.
Dari pembahasan di atas tampak bahwa; pada intinya ilmu tauhid ialah ilmu yang berbicara
tentang bagaimana seseorang meyakini, dan percaya bahwa hanya ada satu tuhan yang berkuasa
atas segala sesuatu, sehingga ilmu tauhid ini adalah sebuah disiplin ilmu yang sangat penting
bagi kehidupan umat manusia khususnya bagi umat beragama untuk mendapatkan sebuah
kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Adapun yang menjadi objek kajian dari ilmu tauhid ini ialah aqidah yang diterangkan dalil-
dalilnya, yakni aqidah yang dimaksud ialah pendapat dan pikiran atau anutan yang
mempengaruhi jiwa manusia, lalu menjadi sebagai suatu bagian dari manusia sendiri,
dipertahankan dan di I’tikadkan bahwa hal itu adalah benar. Oleh karenanya, akidah-akidah itu
adalah merupakan akidah diniyah, adakal merupakan aqidah adabiah, akidah khuluqiah, aqidah
ilmiah, aqidah siyasiyah, menurut corak dan warna masing-masing walaupun satu sama lain
mempunyai hubungan yang erat.
Ilmu tauhid merupakan sebuah disiplin ilmu Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan
akademis ataupun oleh masyarakat pada umumnya. Hal itu terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut
dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Karena keberhasilan dan
kegagalan seseorang dalam kehidupannya seringkali dilihat dari sisi tauhid (teologi). Hal itulah
yang menjadikan ilmu ini menarik untuk dikaji, dan diketahui oleh setiap umat islam, sehingga
bisa mengambil manfaat dari ilmu ini untuk mencapai sebuah tujuan hakiki dari kehidupan ini.
Akan tetapi, bukan berarti disiplin ilmu ini adalah ilmu satu-satunya yang harus dipelajari,
karena sebagaimana dikatakan oleh Harun Nasution bahwa untuk mengetahui dan memahami
tentang agama Islam, diharuskan islam ini dipelajari dari berbagai disiplin ilmu (persepektif).
Namun, yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini ialah Sebagaimana disebutkan yaitu
tentang fungsi atau manfaat ilmu tauhid dalam kehidupan manusia.
B. Manfaat Tauhid
Setelah sebelumnya dibahas tentang pengertian dari ilmu tauhid, maka pada bagian ini akan
dibahas tentang fungsi dan manfaat dari ilmu tauhid ini dalam kehidupan manusia. Namun, oleh
karena keterbatasan pengetahuan dan sumber yang penulis dapatkan, maka bahasan tentang
bagian sangat minim.
Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki
oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila
tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran seseorang
akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya.(H.M Yusran
Asmuni,1993). inilah salah satu manfaat dari ilmu tauhid.
Selain itu, tauhid juga berfungsi sebagai pembimbimbing umat manusia untuk menemukan
kembali jalan yang lurus seperti yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika
diibaratkan sebuah pohon, tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah,
yang dapat membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan. Begitu juga dengan
kayakinan (tauhid) akan eksistensi tuhan yang maha esa (Allah) akan melahirkan keyakinan
bahwa semua yang ada di ala mini adalah ciptaan tuhan; semuanya akan kembali kepada tuhan,
dan segala sesuatu berada dalam urusan yang maha esa itu. Dengan demikian segala perbuatan,
sikap, tingkah laku, dan perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Sebagai mana
firman Allah dalam al-Quran yang artinya :
“Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku”(al-Dzariyat:56)
“Hanya engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon
pertolongan”(al-Fatihah:5)
“Katakanlah, “Dialah Allah yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu..”(al-Ikhlas:1-2)
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal batin, tetapi
juga meliputi sikap tingkah laku, perkataan, dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, orang-
orang yang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan dan dan benar akan
membawa kepada kebahagiaan baik itu segi lahir ataupun batin.
Sehingga jelas bagi seseorang, bahwa tauhid tidak cukup untuk dimiliki dan dihayati, karena jika
hanya demikian hanya akan menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan, namun tidak
berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut, sehingga dirinya akan berada diluar
ketauhidan yang sebenarnya, bahkan mungkin bisa sampai keluar dari keislamannya, karena
maksud dan tujuan tauhid bukan sekedar diakui dan diketahui saja, tetapi lebih dari itu tauhid
mengadung hal-hal yang beramanfaat bagi kehidupan manusia yaitu
1. Sebagai sumber dan mutivator perbuatan kebajikan dan keutamaan;
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan
ibadah dengan penuh keikhlasan;
3. Mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat
menyesatkan;
4. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Dari empat poin yang diatas dapat dipahami bahwa tauhid selain bermanfaat bagi hal-hal batin,
juga bermanfaat bagi hal-hal lahir. Sehingga dari poin tersebut sangat jelas manfaatnya bagi
kehidupan manusia.
Sementara dalam sumber lain, ada yang menspesifikasikan fungsi atau manfaat ilmu tauhid bagi
kehidupan manusia ialah sebagai pendoman hidup yang dengannya umat manusia bisa
terbimbing kepada jalan yang diridhai Allah, serta dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup
sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid manusia tidak hanya
bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain
manapun. Tidak ada manusia yang superior atau inferior terhadap manusia lainnya.
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan ialah bahwa komitmen manusia-tauhid tidak saja terbatas
pada hubungan verticalnya dengan tuhan, melainkan juga mencakup hubungan horizontal
dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan
kehendak Allah. Sehingga dengan misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu bentuk kehidupan
social yang adil dan etis.
Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara lain mentranformasikan setiap
individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih kurang ideal dalam arti memiliki sifat-
sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Dengan demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki cirri-ciri positif yaitu :
1. Memiliki komitmen utuh pada tuhannya.
2. Menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah.
3. Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas
kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
4. Tujuan hidupnya jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah
semata-mata.
5. Meimiliki visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama-sama manusia lain;
suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan hidupnya,
dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Nampak jelas bahwa tauhid memberikan dampak positif bagi kehidupan
manusia. Bila setiap individu memiliki kometmen tauhid yang kukuh dan utuh, maka akan
menjadi suatu kekuatan yang besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil, etis dan dinamis.
Dalam hal yang sama DR. Umar bin Su’ud al-‘Ied dalam kitabnya Tauhid: Urgensi dan
Manfaatnya, menyatakan bahwa diantara manfaat tauhid adalah sebagai berikut;
1. Tauhid merupakan sebab paling utama terhapusnya dosa dan kesalahan. Dalilnya adalah hadits
Anas radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Wahai anak adam, seandainya engkau mendatangi-
Ku dengan sepenuh bumi dosa, kemudian engkau menemui-Ku dalam keadaan tidak
menyekutukan Aku sedikitpun –yakni beertauhid-, maka Aku akan mendatangimu dengan
sepenuh itu pula ampunan’”. (Riwayat Tirmidzi [V/548, no. 3540], Ibnu Majah [II/1255,
no.3821], dan Ahmad [V/147, 148, 153, 154, 155]).
Demikian pula dengan hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Siapa yang
bersaksi (bersyahadat) bahwa tidak ada tuhan yang disembah selain Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa
adalah hamba Allah dan Rasul-Nya serta Kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam
dan roh dari-Nya, dan (bersaksi) bahwa surga adalah haq, neraka adalah haq; Allah akan
masukkan dia ke dalam surga-Nya apapun amal yang ada padanya”. (Riwayat Bukhari [VI/474,
no. 3435], Muslim [I/57, no. 28]). Hadits ini menunjukkan bahwa Allah mengampuni dosa-dosa
seorang hamba dengan sebab tauhidnya yang murni. Adakah manfaat di akhirat yang lebih besar
dari ini?
2. Tauhid membebaskan seorang hamba dari perbudakan makhluk dan ketergantungan,
ketakutan dan kepasrahan terhadap mereka serta beramal untuk mereka. Hati seorang yang
bertauhid selalu bergantung kepada Rabb-nya, Pencipta langit dan bumi yang di Tangan-Nya
kekuasaan atas segala sesuatu. Inilah harga diri yang hakiki dan kemuliaan yang agung. Seorang
yang bertauhid selalu beribadah hanya kepada Allah, tidak mengharapkan kepada selain-Nya dan
tidak takut kecuali kepada-Nya. Sehingga dengan demikian, kesuksesan dan keberhasilannya
kian terealisir.
3. Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk mengggapai ridho Allah Ta’ala, cinta dan pahala-
Nya. Berbeda dengan syirik yang merupakan sebab turunnya siksa Allah, kemurkaan dan
kepedihan azab-Nya. Firman Allah Ta’ala: “Kamu tidak akan mendapat suatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang
datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa
puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah: 22).
4. Tauhid yang telah tertanam mantap dalam hati seseorang hamba akan meringankannya dari
segala kesulitan, musibah, kepedihan dan kesedihannya. Jika seseorang menyempurnakan tauhid
dan keimanannya, dia akan menghadapi kesulitan dan kepedihannya dengan hati yang sabar,
jiwa yang tenang, dan menerima serta ridha dengan taqdir Allah. Allah telah memuji orang yang
bertauhid ketika mereka menerima musibah. Allah Ta’ala berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka menggucapkan ‘Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un’. Mereka
itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat pujian.” (QS. Al-Baqarah: 156-157).

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

http://husnaamny.blogspot.co.id/p/manfaat-tauhid.html

You might also like