You are on page 1of 6

AMPUTASI

Definisi

Hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang dalam


derajat yang bervariasi (tergantung dari luas hilangnya alat gerak, usia pasien, ketepatan
operasi dan manajemen paska operasi).(turck SL)

Kehilangan sebagian alat gerak akan menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk


melakukan aktivitas. Kehilangan alat gerak tersebut dapat disebabkaan berbagai hal,
seperti penyakit, factor cacat bawaan lahir, ataupun kecelakaan, oerasi pengangkatan
alat gerak pada tubuh manusia ini disebut dengan amputasi.(D.jumeno)

Amputasi dapat dianggap sebagai jenispembedahan rekonstruksi drastis, digunakan


untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim keperawatan mampu berkomunikasi dengan
gaya positif, maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan
berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi(Suzanne & Brenda,2001)

Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena:

Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien dengan
artherosklerosis, diabetes mellitus.

Trauma amputasi bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, tremal injury seperti terbakar,
tumor infeksi, gangguan metabolism seperti pagets disease dan kelainan kengenital.

Tingkatan amputasi

Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau tangan kiri,
hal ini berkaitan dengan aktivitassehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas lainnya yang melibatkan tangan.

Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkinkemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi
yaitu:

Amputasi dibawah lutut(below knee amputation)

Amputasin diatas lutut

Manifestasi klinis

Dampak masalah terhadap sistem tubuh

Kecepatan metabolism

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan


pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolism basal.

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
dari anabolisme, maka akan merubah tekanan osmotic koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuhyang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkann sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypothalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis

Sistem respirasi

Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercostal relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.

Perubahan perfungsi setempat

Dlam posisi tidur terlentang, pada sirkulasim pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksi.

Mekanisme batuk tidak efektif


Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga
sekresi mucus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.

System kardiovaskuler

Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan


mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.

Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan


waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

Orthostatik hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatsi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul diekstremitas bawah, volume
darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya
klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.

Sistem musculoskeletal

Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistemik vaskuler memungkinkan suplai


O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan
sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot

Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi pernafasan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuaran otot serta adanya
keterbatasan gerak.
Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan


organic dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

Sistem pencernaan

Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi


kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat peristaltik usus dan spincter


anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orng sulit buang air besar.

Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi.

Pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:

Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembangbiaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.

Sistem integument

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan.
Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika
tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

Pemeriksaan penunjang

Foto rontgen: Mengidentifikasi abnormalitas tulang.

Skan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomyelitis, pembentukan hematoma.

LED : Mengidentifikasi respons inflamasi.


Kultur luka : mengidentifikasi adanya luka/infeksi dan organisme penyabab.

Biopsy : mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna/maligna

Penatalaksanaan

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prosthesis yang baik dan berfungsi:

Rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu dikamar operasi.
Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau
tidak. Bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta
tempat-tempat tulang yang menonjol.

Setelah memasang rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera ,


mobilisasi setelah 7-10 hari post operasi dengan mobilisasi segera. Mobilisasi setelah
luka sembuh. Setelah 2-3 minggu setelah luka stump dan mature.

Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril
yang rapi dasn semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi
pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur,
melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan
menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut
setelah 48 jm. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan
secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan
dibuka pada hari ke 10-14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita
diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

Masalah yang lajim muncul

Hambatan mobilisasi fisik b/d kehilangan anggota tubuh

Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot

Deficit perawatan diri b/d kurangnya kemampuan dalam merawat diri

Kerusakan integritas kulit b/d tirah baring yang lama


Resiko infeksi b/d adanya luka yang terbuka

Gangguan citra tubuh

You might also like