You are on page 1of 15

Akuntansi Produk Sampingan

Pengertian Produk Sampingan adalah satu atau beberapa macam produk yang
mempunyai nilai relatif kecil dan dihasilkan secara serempak dengan produk utama yang
mempunyai nilai lebih tiggi .

Produk sampingan yang dihasilkan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 3 macam :

1. Produk Sampingan yang siap dijual setelah dipisah dari produk utama tanpa perlu
diproses lebih lanjut.
2. Produk Sampingan yang memerlukan proses pengolahan setelah dipisah dari produk
utama agar siap dijual.
3. Produk Sampingan yang siap dijual setelah dipisah dari produk utama dan dapat pula
diproses lebih lanjut agar dapat dijual dengan nilai lebih tinggi. Pada produk
sampingan golongan ini manajemen harus mengambil keputusan apakah produk
sampingan diolah lebih lanjut atau dijual setelah dipisah dari produk utama.

Dalam akutansi produk samping timbul kesulitan dalam menetukan harga pokok karena
biaya tidak dapat diidentifikasikan kepada produk sampingan oleh karena itu dapat
digunakan beberapa metode yang bisa digolongkan menjadi 2 yaitu :

1. Produk Sampingan tidak memperoleh alokasi biaya produksi dari pengolahan produk
sebelum dipisah. Masalah akuntansi yang timbul adalah bagaimana memperlakukan
hasil penjualan produk sampingan. Metode ini biasanya disebut metode tanpa harga
pokok.
2. Produk sampingan memperoleh alokasi biaya produksi dari pengolahan produk
sebelum dipisah, metode ini disebut metode dengan harga pokok.

Metode Tanpa Harga Pokok

Pada metode tanpa harga pokok dititik-beratkan pada masalah perlakuan hasil
penjualan produk sampingan dalam hal ini dapat digunakan beberapa metode sebagai
berikut :

1. Produk sampingan langsung dapat dijual setelah dipisah

A. Hasil pejualan produk sampingan diperlakukan sebagai sampingan diluar usaha


( penghasilan lain-lain )
Dalam metode ini apabila nilai jual produk sampingan relatif kecil tidak perlu
diselenggarakan pencatatan persediaan produk sampingan, hasil pejualan bersih produk
sampingan diperlukan sebagai penghasilan di luar usaha, dengan jurnal :

Piutang Dagang (atau kas) Rp. xx


Penghasilan Di Luar Usaha - Penjualan Produk Sampingan Rp. xx
Kebaikan metode ini sederhana dan mudah digunakan, akan tetapi kelemahannya tidak
menyelenggarakan akuntansi persediaan sehingga pengawasan persediaan produk
sampingan relatif relatif besar.
Untuk mengati kelemahan tersebut dapat di slenggarakan akuntansi terhadap persediaan
yang di catat sebesar taksiran nilai pasar atau harga jual produk sampingan,pada saat
produk sampingan dapat di pisahkan dicatat.

Persediaan produk sampingan Rp.xx


Penghasilan di luar usaha-produk sampingan Rp.xx

Apabila produk sampingan di jual maka persediaan produk sampingan dikredit


sebesar taksiran harga jual dengan realisasi dapat menambah atau mengurangi rekening
penghasilan di luar usaha,jurnal pencatatan sebagai berikut

Kas (piutang dagang) Rp.xx


Persediaan produk sampingan Rp.xx

Dengan pencatatan ini berarti bahwa produk sampingan yang belum terjual dapat dilihat
pada rekening persediaan produk sampingan sebesar taksiran nilai jualnya.

Berikut ini bahasan contoh perlakuan produk sampingan sebagai penghasilan lain-
lain.

Contoh : Produk sampingan tidak memerlukan proses lebih lanjut setelah dipisah,
perusahaan menggunakan metode tanpa harga pokok.

PT Anto menghasilkan dua macam produk yaitu produk A yang merupakan produk
utama dan dapat dijual dengan harga rp. 20,00 per kilogram dan produk B merupakan
produk sampingan yang dapat dijual dengan harga rp. 1,20 per kilogram. Biaya produksi
untuk bulan januari 1982 meliputi biaya bahan rp. 8.600,00 biaya tenanga kerja rp.
6.000,00, biaya overhead pabrik rp. 4.000,00 dan perusahaan menggunakan satu rekening
barang dalam proses untuk menampung elemen biaya produksi tersebut. Biaya pemasaran
besarnya rp. 550,00. Produk utama yang dihasilkan sebanyak 1.200 kilogram dapan dijual
dalam bulan januari 1.000 kilogram, sedangkan produk sampingan yang dihasilkan
sebanyak 500 kilogram sudah dapat dijual seluruhnya.

Diminta :
Membuat jurnal dan menyusun laporan rugi apabila hasil penjualan produk
sampingan diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha.

Penyelesaian :

(1). Jurnal transaksi yang dibuat sebagai berikut :


PT Anto
Jurnal Transaksi
Bulan Januari 1982

Jumlah
No. Nama Rekening dan Keterangan
D K
1. Biaya Overhead Pabrik Rp 4.000,00
Biaya Pemasaran 450,00
Biaya Administrasi dan Umum 550,00
Berbagai Rekening di Kredit Rp 5.000,00

Barang Dalam Proses Rp 18.600,00


Biaya Bahan Rp 8.600,00
Biaya Gaji dan Upah 6.000,00
Biaya Overhead Pabrik 4.000,00

Mencatat biaya produksi dan komersial yang terjadi.

2. Persedaiaan Produk Selesai Rp 18.600,00


Barang Dalam Proses Rp 18.600,00

Mencatat harga pokok produk utama yang selesai =


Rp 18.600,00 : 1.200 kilogram = Rp 15,5 per kilogram.

3. Harga Pokok Penjualan Rp 15.500,00


Persediaan Produk Selesai Rp 15.500,00

Mencatat harga pokok penjualan produk utama =


1.000 x Rp 15,5 = Rp 15.500,00

Piutang Dagang (Kas) Rp 20.000,00


Penjualan Rp 20.000,00

Mencatat penghasilan penjualan produk utama =


1.000 x Rp 20,00 = Rp 20.000,00

4. Piutang Dagang (Kas) Rp 600,00


Penghasilan Di luar Usaha – Penjualan Produk Rp 600,00
Sampingan

Mencatat hasil penjualan produk sampingan = 500 x


Rp 1,2 = Rp 600,00
(2). Laporan rugi-laba dapat dilihat pada gambar 4.4

PT Anto
Laporan Rugi-Laba
Bulan : Januari 1982
Penjualan produk utama = 1.000 x Rp 20,00 = Rp 20.000,00
Harga Pokok Penjualan
Biaya Produksi :
Bahan = Rp 8.600,00
Tenaga Kerja = 6.000,00
Overhead Pabrik = 4.000,00

Jumlah biaya produksi = 1.200 kg @ Rp 15,5 = Rp 18.600,00


Persediaan produk utama = 200 kg @ Rp 15,5 = 3.100,00

Jumlah harga pokok penjualan = 1.000 kg @ Rp 15,5 = Rp 15.500,00

Laba kotor atas penjualan Rp 4.500,00


Biaya Pemasaran Rp 450,00
Biaya Administrasi dan Umum 550,00

Rp 1.000,00
Laba bersih usaha Rp 3.500,00
Penghasilan Di luar usaha :
Penjualanproduk sampingan = 500 kg @ Rp 1,2 = 600,00
Rp 4.100,00
Laba bersih
Gambar 4.4.
Laporan Rugi-Laba

B. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah penghasilan


penjualan produk utama.

Pada metode ini hasil penjualan produk sampingan tidak diperlakukan sebagai
penghasilan diluar usaha karena produk produk tersebut dihasilkan dari operasi
perusahaan, akan tetapi penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah
penjualan produk utama. Metode ini menyajikan laba bersih yang sama besarnya dengan
perlakuan penjualan produk sampingan sebagai penghasilan diluar usaha. Sebagai
gambaran apabila hasil penjualan produk sampingan PT. Anto pada contoh no.2 dimuka
diperlakukan sebagai penambah penjualan produk utama, maka jurnal penjualan produk
sampingan sebagai berikut :
Kas (piutang dagang) Rp 600,00
Penjualan Rp. 600,00
Sedangkan laporan rugi-labanya akan tampak pada gambar 4.5 sebagai berikut :

PT Anto
Laporan Rugi-Laba
Bulan : Januari 1982
Penjualan
Produk Utama = 1.000 x Rp 20,00 = Rp 20.000,00
Produk Sampingan = 500 x Rp 1,2 = 600,00

Jumlah Penjualan = Rp 20.600,00


Harga Pokok Penjualan
Biaya Produksi :
Bahan = Rp 8.600,00
Tenaga Kerja = 6.000,00
Overhead Pabrik = 4.000,00

Harga Pokok Produk Utama = 1.200 kg @ Rp 15,5 = Rp 18.600,00


Persediaan akhir = 200 kg @ Rp 15,5 = 3.100,00

Harga Pokok Penjualan = 1.000 kg @ Rp 15,5 = Rp 15.500,00

Laba kotor atas penjualan Rp 5.100,00


Biaya Komersial :
Biaya Pemasaran Rp 450,00
Biaya Administrasi dan Umum 550,00
Rp 1.000,00

Rp 4.100,00
Laba bersih
Gambar 4.5.
Laporan Rugi-Laba

C. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengukuran harga pokok


penjualan.

Pemakaian metode ini mengakibatkan besarnya laba bersih tidak berbeda dengan
kedua metode yang sudah dibahas, yaitu sebesar Rp. 4.100,00. Hasil penjualan produk
sampingan dibuat jurnal sebagai berikut :
Kas (piutang dagang) Rp. 600,00
Harga pokok penjualan Rp. 600,00
Laporan rugi-laba dengan metode ni dapat dilihat pada gambar 4.6

PT Anto
Laporan Rugi-Laba
Bulan : Januari 1982
Penjualan Produk Utama = 1.000 x Rp 20,00 = Rp 20.000,00
Harga Pokok Penjualan
Biaya Produksi :
Bahan = Rp 8.600,00
Tenaga Kerja = 6.000,00
Overhead Pabrik = 4.000,00

Harga Pokok Produk Utama = 1.200 kg @ Rp 15,5 = Rp 18.600,00


Persediaan akhir = 200 kg @ Rp 15,5 = 3.100,00

Harga pokok penjualan sebelum dikurangi


hasil penjualan produk sampingan : = Rp 15.500,00
Hasil penjualan produk sampingan = 500 x 1,2 = 600,00

Harga Pokok Penjualan 14.900,00

Laba Kotor Atas Penjualan Rp 5.100,00


Biaya Komersial :
Biaya Pemasaran Rp 450,00
Biaya Administrasi dan Umum 550,00
Rp 1.000,00

Rp 4.100,00
Laba bersih
Gambar 4.6.
Laporan Rugi-Laba

D. Hasil penjualan produk sampingan mengurangi biaya produksi produk utama

Dalam metode ini penjualan produk sampingan akan mendebit rekening kas atau
piutang dagang dan mengkredit rekening barang dalam proses, apabila rekening barang
dalam proses diselenggarakan untuk setiap elemen biaya maka perlu metode alokasi
untuk setiap rekening barang dalam proses (misalnya dapat dialokasikan berdasar
perbandingan setiap elem rekening barang dalam proses). Penggunaan metode ini akan
menghasilkan laba bersih yang berbeda apabila pada akhir periode sebagaian produk
utama belum terjual, karena hasil penjualan produk sampingan mengurangi biaya
produksi maka persediaan akhir produk utama nilainya lebih rendah dan laba bersih akan
lebih rendah pula. Perbedaab laba tersebut dapat dinyatakan dengan rumus :

LA - LB = PA ( HA - HB )

Di mana :
LA = Laba bersih pada ketiga metode yang dibahas di muka, misalnya hasil
penjualan produk sampingan masuk penghasilan di luar usaha.
LB = Laba bersih pad metode hasil penjualan produk sampingan mengurangi
Biaya produksi.
PA = Jumlah kuantitas persediaan produk utama.
HA = Harga pokok produk utama pada ketiga metode yang dibahas di muka.
HB = Harga pokok produk utama dengan metode hasil penjualan produk
Sampingan mengurangi biaya produksi.

Sebagai gambaran apabila hasil penjualan produk sampingan mengurangi produk


sampingan PT Anto pada contoh nomor 2 di muka diperlakukan sebagai pengurang biaya
produksi adalah sebagai berikut:

Jurnal untuk mencatat penjulan produk sampingan, pencatatan harga pokok produk
utama serta harga pokok penjualan produk utama sebagai berikut.

Kas (Piutang Dagang) Rp 600,00


Barang Dalam Proses Rp 600,00

Mencatat penjualan produk sampingan.

Persediaan Produk Selesai Rp 18.000,00


Barang Dalam Proses Rp 18.000,00

Mencatat harga pokok produk utama yang selesai 1.200 kilogram


@ Rp 15,00 = Rp 18,00.

Harga Pokok Penjualan Rp 15.000,00


Persediaan Produk Selesai Rp 15.000,00

Mencatat harga pokok penjualan produk utama 1.000 kiogram


@ Rp 15,00 = Rp 15.000,00.
Laporan Rugi-Laba apabila penjualan produk sampingan mengurangi biaya produksi
dapat dilihat pada gambar 4.7

PT Anto
Laporan Rugi-Laba
Bulan : Januari 1982
Penjualan Produk Utama = 1.000 x Rp 20,00 = Rp 20.000,00
Harga Pokok Penjualan
Biaya Produksi :
Bahan = Rp 8.600,00
Tenaga Kerja = 6.000,00
Overhead Pabrik = 4.000,00

Biaya produksi sebelum dikurangi penjualan produk sampingan = Rp 18.600,00

Penjualan produk sampingan = 500x Rp 1,2 = 600,00

Harga pokok produk utama = 1.200 @ Rp 15,00 = 18.000,00


Persediaan akhir = 200 @ Rp 15,00 = 3.000,00

Harga pokok penjualan produk utama = 1.000 @ Rp 15,00 15.000,00

Laba Kotor Atas Penjualan


Biaya Komersial : Rp 5.000,00
Biaya Pemasaran Rp 450,00
Biaya Administrasi dan Umum 550,00

Rp 1.000,00

Laba bersih Rp 4.000,00

Gambar 4.7.
Laporan Rugi-Laba

Perbedaan laba dengan metode lainnya yang telah dibahas di muka yaitusebesar Rp
100,00 atau Rp 4.100,00 – Rp 4.000,00 adalah :
= (1.200-1.000) (Rp 15,5 – Rp 15,00) = Rp 100,00

2. Produk sampingan memerlukan proses pengolahan lanjutan setelah dipisahkan


dari produk utama

Sebagai modifikasi dari metode 1 (pertama) apabila produk sampingan memerlukan


proses pengolahan lebih lanjut maka penjualan bersih produk sampingan dapat
diperlukan seperti metode pertama (baik a, b, c maupun d).

Yang dimaksud penjualan bersih produk sampingan adalah hasil penjualan produk
sampingan setelah dikurangi dengan biaya produksi produk sampingan setelah
dipisah, biaya pemasaran dan administrasi atas produk sampingan. Secara matematis
dapat dinyatakan :

PBS = PS – (BPS + BPmS + BAS)


PBS = Penjualan Bersih Produk Sampingan.
PS = Penjualan Produk Sampingan.
BPS = Biaya Produksi Produk Sampingan Setelah Dipisah.
BPmS = Biaya Pemasaran Produk Sampingan.
BAS = Biaya Administrasi Produk Sampingan.

Dari contoh nomor 2 dimuka yaitu PT. Anto yang menghasilkan produk sampingan
sebanyak 500 kilogram, misalnya produk sampingan tersebut dapat dijua Rp 2,4 per
kilogram dan memerlukan proses pengolahan tambahan yang menyerap biaya produksi
berupa biaya bahan Rp 150,00, biaya Tenaga kerja Rp 125,00 dan Overhead Pabrik Rp
125,00, serta menikmati biaya pemasaran Rp 20,00 dari sejumlah biaya Rp 450,00 dan
menikmati biaya administrasi Rp 30,00 dari jumlah total biaya Rp 550,00 tersebut.
Apabila penjualan bersih diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha seperti metode
1.a. maka jurnal untuk mencatat biaya pengolahan produk sampingan, serta penjualan
produk sampingan adalah sebagai berikut :

Barang Dalam Proses – Produk Sampingan Rp 400,00


Persedsiaan Bahan Rp 150,00
Biaya Gaji dan Upah Rp 125,00
Rp 125,00
Berbagai Rekening di Kredit

Mencatat biaya produksi untuk produk sampingan setelah dipisah


dari produk utama.

Persediaan Produk Sampingan Rp 400,00


Barang dalam proses – Produk Sampingan Rp 400,00

Mencatat harga pokok produk sampingan sebesar 500 kilogram


@ Rp 0,8 = Rp 400,00, produk sampingan tidak memperoleh alokasi
biaya sebelum dipisah maka harga pokoknya sebesar biaya yang
diserap setelah dipisah, apabila sebagian produk sampingan belum
dijual persediaan produk sampingan dihitung dari harga pokok
satuan ini.

Kas (Piutang Dagang) Rp 1.200,00


Persediaan Produk Sampingan Rp 400,00
Biaya Pemasaran 20,00
Biaya Administrasi dan Umum 30,00
Penghasilan Di luar Usaha – Produk Sampingan 750,00

Mencatat penghasilan bersih produk sampingan yang diperlakukan


sebagai penghasilan di luar usaha.
PBS = PS – (BPS + BPmS + BAS)
= (500 x Rp 2,4) – [(500 x Rp 0,8) + Rp 20,00 + Rp 30,00]
= Rp 1.200,00 – (Rp400,00 + Rp 20,00 + Rp 30,00)
= Rp 750,00
Sedangkan laporan rugi-laba apabila penjualan bersih produk sampingan diperlukan
sebagai penghasilan di luar usaha dapat dilihat pada gambar 4.8.

PT Anto
Laporan Rugi-Laba
Bulan : Januari 1982
Penjualan Produk Utama = 1.000 x Rp 20,00 = Rp 20.000,00
Harga Pokok Penjualan
Biaya Produksi :
Bahan Rp 8.600,00
Tenaga Kerja 6.000,00
Overhead Pabrik 4.000,00

Harga pokok produk utama = 1.200 @ Rp 15,00 = Rp 18.600,00


Persediaan akhir = 200 @ Rp 15,00 = 3.100,00

Harga pokok penjualan produk utama = 1.000 @ Rp 15,00 Rp 15.500,00

Laba Kotor Atas Penjualan Rp 4.500,00


Biaya Komersial :
Biaya Pemasaran = Rp 450,00 – Rp 20,00 = Rp 430,00
Biaya Administrasi dan Umum = Rp 550,00 – Rp 30,00 = 520,00 Rp 950,00

Laba bersih usaha Rp 3.550,00


Penghasilan di luar Usaha
Penjualan Produk Sampingan = 500 x Rp 2,4 = 1.200,00
Harga Pokok Produk sampingan = 500 x Rp 0,8 = 400,00

Rp 800,00
Biaya komersial produk sampingan
Biaya Pemasaran Rp 20,00
Biaya Administrasi 30,00 Rp 50,00

Jumlah penghasilan di luar usaha 750,00

Laba bersih Rp 4.300,00

Gambar 4.8.
Laporan Rugi-Laba

3. Metode Harga Pokok Pengganti (Replaement Cost)

Metode harga pokok pengganti dapat digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan
produk sampingan dimana produk sampingan tersebut tidak dijual tetapi digunakan
sendiri di dalam proses produksi, baik sebagai elemen biaya dahan maupun sebagai bahan
bakar.

Dalam metode ini persediaan bahan atau bahan bakar yang berupa produk sampingan
didebit sebesar harga pasar atau harga pokok pengganti apabila produk sampingan
tersebut dibeli di luar atau dari pasar dan harga pokok produk utama dikredit sebesar
jumlah tersebut, apabila rekening barang dalam proses produk utama diselenggarakan
untuk setiap elemen biaya maka perlu metode alokasi untuk setiap elemen biaya tersebut.
Sebenarnya metode ini hamoir sama dengan metode 1.d. tersebut dimuka yaitu hasil
penjualan produk sampingan mengurangi biaya produksi produk utama. Oleh karena pada
metode harga pokok pengganti apabila dibeli dari pihak luar atau dari pasar. Beberapa
contoh perusahaan yang memakai sendiri produk sampingan adalah :

1. Pada pabrik pengolahan batu bara menghasilkan produk sampingan berupa gas
oven atau coke oven gas yang dipakai kembali sebagai bahan bakar untuk
pemanasan di tanur pembakaran.
2. Pada pabrik gelas atau botol menghasilkan produk sampingan berupa cullet
(beling) yang digunakan kembali sebagai salah satu bahan untuk membuat cairan
kaca.
Contoh 3. : Perusahaan menghasilkan produk sampingan yang dikonsumsi sendiri
sebagai bahan.

PT. Gelas Indonesia menghasilkan botol untuk minuman ringan, dari proses
produksinya menghasilkan produk sampingan berupa pecahan botol atau beling yang
dipakai kembali sebagai salah satu bahan di salam pengolahan botol.
Dalam bulan Januari 1982 perusahaan menghasilkan botol “Beras Kencur” sebanyak
8.000 buah dan produk sampingan yang dihasilkan sebanyak 200 kilogram. Biaya
produksi dalam periode tersebut terdiri atas biaya bahan Rp 150.000,00; biaya tenaga
kerja Rp 150.000,00 dan biaya overhead pabrik Rp 100.000,00. Harga pokok pengganti
apabila beling dibeli dari luar Rp 50,00 per kilogram.

Diminta :

Menghitung harga pokok produk utama dan membuat jurnal untuk mencatat produk
sampingan maupun produk utama apabila rekening barang dalam proses diselenggarakan
untuk setiap elemen biaya.
Penyelesaian :

(1) Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :


PT. Gelas Indonesia
Jurnal Transaksi
Januari 1982
Jumlah
No. Nama Rekening dan Keterangan
D K
1. Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Rp 150.000,00
Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja 150.000,00
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik 100.000,00
Persediaan Bahan Rp 150.000,00
Biaya Gaji dan Upah 150.000,00
Biaya Overhead Pabrik 100.000,00

Mencatat pembebanan biaya produksi untuk produk


utama

2. Persedaiaan Produk Selesai Rp 10.600,00


Barang Dalam Proses Rp 18.600,00

Mencatat harga pokok produk utama yang selesai =


Rp 18.600,00 : 1.200 kilogram = Rp 15,5 per kilogram.

3. Harga Pokok Penjualan Rp 15.500,00


Persediaan Produk Selesai Rp 15.500,00

Mencatat harga pokok penjualan produk utama =


1.000 x Rp 15,5 = Rp 15.500,00

Piutang Dagang (Kas) Rp 20.000,00


Penjualan Rp 20.000,00

Mencatat penghasilan penjualan produk utama =


1.000 x Rp 20,00 = Rp 20.000,00

4. Piutang Dagang (Kas) Rp 600,00


Penghasilan Di luar Usaha – Penjualan Produk Rp 600,00
Sampingan

Mencatat hasil penjualan produk sampingan = 500 x


Rp 1,2 = Rp 600,00

Metode dengan Harga Pokok

Pada metode dengan harga pokok, produk sampingan memperoleh alokasi biaya
produksi sebelum dipisah dengan produk utama. Salah satu metode dengan harga pokok
adalah metode nilai pasar atau metode kebalika (reversal) yang akan dibahas berikut ini.

Metode Nilai Pasar atau Perputaran

Metode nilai pasar atau kebalikan sering disebut metode working backwards (metode
kerja mundur), pada metode ini produk sampingan memperoleh alokasi biaya produksi
sebelum dipisah dengan produk yang utama sebesar taksiran harga jual semua produk
sampingan dikurangi dengan taksiran laba kotor produk sampingan, taksiran biaya
produksiproduk sampingan setelah dipisah dengan produk utama, dan taksiran biaya
komersial (biaya pemasaran dan administrasi) dari produk sampingan. Jadi disebut
metode kerja mundur karena untuk menghitung alokasi biaya ke produk sampingan harus
ditentukan taksiran harga jualnya terlebih dahulu kemudian mundur ke harga pokok.
Sedangkan produk utama memperoleh alokasi dari biaya produksi sebelum dipisah
dikurangi dengan biaya yang dialokasikan pada produk sampingan.
Secara matematis alokasi biaya bersama atau biaya produksi sebelum dipisah adalah
sebagai berikut :

ABS = TPS – (TLKS + TBPmS + TBAS + TBPS)

di mana :
ABS = Alokasi biaya bersama kepada produk sampingan.
TPS = Taksiran nilai penjualan produk sampingan.
TLKS = Taksiran laba kotor produk sampingan.
TBPmS = Taksiran biaya pemasaran produk sampingan.
TBAS = Taksiran biaya administrasi produk sampingan.
TBPS = Taksiran biaya produksi produk sampingan setelah dipisah

Sedangkan harga pokok produk sampingan adalah:

HPS = ABS + BPSS

di mana :

HPS = Harga poko produk sampingan.


ABS = Alokasi biaya bersama kepada produk sampingan.
BPSS = Biaya produksi sesungguhnya produk sampingan setelah dipisah.

Alokasi biaya bersama kepada produk utama:

ABU = B - ABS

Di mana :
ABU = Alokasi biaya bersama kepada produk utama.
B = Biaya bersama.
ABS = Alokasi biaya bersama kepada produk sampingan.

Sedangkan harga pokok produk utama adalah :


HPU = ABU + BPSU

di mana :

HPU = Harga pokok produk utama.


ABU = Alokasi biaya bersama kepada produk utama.
BPSU = Biaya produksi sesungguhnya produk utama setelah dipisah.
Contoh 4. : Metode dengan harga pokok produk sampingan dan produk utama
memerlukan biaya pengolahan setelah dapat dipisah.

PT Utami mengolah produk melalui Departemen A yang menghasilkan produk utama


X dan produk sampingan Y, produk utama diproses lebih lanjut pada Departemen C
menjadi produk yang siap dijual.
Besarnya taksiran harga jual produk sampingan Rp 25,00 per kilogram, laba kotor yang
20% dari harga jual, takasiran biaya pemasaran 6% dari harga jual, taksiran biaya
administrasi 4% dari harga jual, dan taksiran biaya produksi produk sampingan setelah
dipisah terdiri atas :
Biaya bahan Rp 1.000,00 biaya tenaga kerja Rp 750,00 dan taksiran biaya overhead
pabrik Rp 750,00. Biaya yang sesungguhnya terjadi dalam bulan Januari 1982 adalah
sebagai berikut :

*Gambar

Produk yang dihasilkan terdiri atas 10.000 buah produk utama X dan 1.000 kilogram
produk sampingan Y.

Diminta :

(1) Menghitung harga pokok setiap jenis produk


(2) Membuat jurnal yang diperlukan apabila perusahaan menggunakan satu rekening
barang dalam proses untuk setiap departemen.

Penyelesaian :
(1) Menghitung harga pokok satuan secara matematis :

ABS = TPS – (TLKS + TBPmS + TBAS + TBPS)


= (1.000 x Rp 25,00) – [(20% x 1.000 x Rp 25,00) + (6% x 1.000 x Rp 25,00) +
= (4% x 1.000 x Rp 25,00) + (Rp 1.000,00 + Rp 750,00 + Rp 750,00)] =
Rp 15.000,00

HPS = Rp 15.000,00 + (Rp 1.150,00 + Rp 800,00 + Rp 750,00) = Rp 17.700,00

Jadi, Harga pokok satuan produk sampingan = Rp 17.700,00 : 1.000 kg = Rp 17.70 per
kilogram
ABU = B - ABS
= (Rp 200.000,00 + Rp 100.000,00 Rp 100.000,00) – Rp 15.000,00
= Rp 385.000,00
HPU = Rp 385.000,00 + (Rp 40.000,00 + Rp 40.000,00 + 35.000,00)
= Rp 500.000,00

Jadi, Harga pokok satuan produk utama = Rp 500.000,00 : 10.000 buah =


Rp 50,00 per buah
Perhitungan harga pokok dapat pula dibuat dalam bentuk table yang dapat dilihat pada
gambar 4.9.

(2) Jurnal transaksi yang dibuat untuk PT Utami adalah sebagai berikut :

PT. Utami
Jurnal Transaksi
Bulan Januari 1982

*Gambar

*Gambar

4.4 Produk Sampingan dan Keputusan Manajemen

Bagi manajemen seringkali menghadapi pengambilan keputusan yang berhubungan


dengan produk sampingan antara lain sebagai berikut :

1. Metode akutansi apa yang akan dipakai untuk produk sampingan ?


2. Bagaimana penyelenggaraan pencatatan persediaan produk sampingan ?
3. Apabila produk sampingan dapat laku dijual setelah dipisah dan dapat pula diolah
lebih lanjut, akan menjadi masalah :
a. Apakah tersedia fasilitas untuk memproses lebih lanjut ?
b. Kalau belum tersedia berapa investasi yang harus dilakukan untuk pengolahan
lebih lanjut ?
c. Apakah pengolahan lebih lanjut tersebut sifatnya menguntungkan? Apabila
tidak menguntungkan berapa perbedaan laba diolah lebih lanjut atau tidak ?
d. Apakah fasilitas yang dipakai untuk mengolah lebih lanjut dapat pula
digunakan untuk kepentingan lain?

You might also like