You are on page 1of 10

Gangguan Sodium, Kalium, Kalsium, Magnesium dan Fosfat

Pengantar

Sangatlah tidak mungkin untuk memberikan penjelasan rinci tentang semua aspek dari
elektrolit pada bab yang singkat ini. Oleh karena itu penulis lebih menfokuskan pada
ringkasan singkat dan beberapa aspek umum.

Untuk penatalaksanaan dan informasi yang lebih rinci, pembaca dapat membaca
artikel dan buku yang terlampir di bagian 'Bacaan Lebih Lanjut'.

Sodium (Na+)

Total jumlah sodium di dalam tubuh adalah 3000-4000 mmol, dimana hanya 60%
dapat ditukar, sisanya disimpan di tubuh terutama pada tulang. Perubahan jangka pendek
konsentrasi natrium di serum biasanya disebabkan oleh perubahan dari keseimbangan air,
meskipun, dalam beberapa kasus, gangguan keseimbangan garam dapat menyebabkan hal
ini. Hal ini mencerminkan bahwa keseimbangan garam berperan dalam pemeliharaan
volume, sedangkan keseimbangan air lebih berperan ke osmolalitas. Hiponatremia dan
hipernatremi dapat terjadi pada keseimbangan garam positif, negatif atau nol. Oleh karena
itu, serum konsentrasi Na sendiri, tidak bisa digunakan untuk mendiagnosa ada tidaknya
gangguan keseimbangan Na, meskipun jika terjadi perubahan keseimbangan air dari
pengukuran berseri, maka kesetimbangan harian dari Na dapat disimpulkan dari perubahan
konsentrasi Na serum pada periode yang sama (chapter 3). Hal ini digambarkan dengan
beberapa contoh sebagai berikut :

Hyponatraemia

Pada kasus hiponatremi yang parah (serum Na+ <120 mmol / l) terdapat risiko terjadinya
edema serebral dan kerusakan otak, terutama pada anak-anak dan orang tua. Sebaliknya,
koreksi hiponatremia berat yang terlalu cepat juga dapat menyebabkan kerusakan
neurologis (demielinisasi osmotik). Hal ini mengajarkan kita bahwa hyponatraemia sebaiknya
dikoreksi pada tingkat yang tidak melebihi 10mmol/l/hari. Pada diagnosis diferensial dari
hiponatremi, hiponatremi palsu sebaiknya tidak dipertimbangkan. Pada kasus hiperlipidemia
kadar Na di serum dapat menjadi sangat rendah, hal ini disebabkan oleh lipid yang
mengembang pada ECF tapi tidak mengandung Na sama sekali.

Hal yang serupa juga ditemui pada hiperglikemi, hiperglikemi mengembang pada ECF
diikarenakan oleh reaksi osmotik, dan bersamaan dengan turunya gula darah dikarenakan
pengobatan, air berpindah dari ECF ke ICF dan kadar NA akan meningkat. Kadar serum Na
turun 1.6 mmol/l setiap peningkatan glukosa plasma 5,6 mmol/l. Oleh karena itu, pada kasus
hiperglikemi kadar serum Na+ harus dikoreksi dengan benar.

 keadaan balance cairan dan garam positif : hal ini sering terjadi dikarenakan
pemberian cairan hipotonik post operasi, trauma, atau penyakit yang akut, hal ini
disebabkan karena respon metabolik terhadap suatu trauma menyebabkan retensi
dari garam dan cairan, hal ini menghambat fungsi ginjal yntyk mengkoreksi osmolaliti
dengan meningkatkan clearance cairan bebas. Pada situasi ini, biasanya terjadi
balance sodium yang positif, tapi berhubingan dengan cairan plasma, terjadi juga
balance cairan positif yang lebih besar. Konsentrasi sodium urinari biasanya
tergolong rendah, karena adanya respon terhadap trauma, secara fisiologis
hubungan antara kesetimbangan sodium dan urinari sodium hilang. Pengobatan
untuk hal ini lebih fokus pada penghentian pemberian cairan intravena.
 Keadaan kesetimbangan cairan positif dan kesetimbangan garam normal atau sedikit
menurun. Hal ini biasanya terjadi karena sekresi ADH yang tidak terkontrol, biasanya
berhubungan dengan carsinoma sel oat pada paru, tapi juga dapat disebabkan oleh
beberapa kondisi lain. Bersamaan dengan retensi cairan, kadar serum sodium
terencerkan, namun kadar sodium urinari dapt normal atau tinggi, hal ini disebabkan
karena ginjal merespon terhadap hipervolemia. Kondisi ini sering ter “over-
diagnosed” dan sebaiknya tidak terkeliru lagi dengan respon normal terhadap trauma
yang telah di jelaskan sebelumnya.
 Keadaan balance cairan normal dan balance garam negatif. Hal ini biasanya terjadi
pada penyakit Addison’s dimana hilangnya kontrol dari sekresi mineralokortikoid dan
glukokortikoid hal ini menyebabkan gejala klinis berupa kelemahan, penurunan berat
badan, pigmentasi kulit, dan hipotensi. Hiponatremi terjadi tidak hanya karena kadar
garam ginjal yang hilang, tapi juga disebabkan karena berkurangnya kemampuan
ginjal untuk mengkoreksi osmolalitas; dominanya disebabkan oleh hilangnya garam
yang menyebabkan hipovolemia ECF, yang menyebabkan pengeluaran dari hormon
ADH, dan juga karena hidrokortisone memiliki peran yang besar pada tubulus distal
yang menyebabkan dilusi urinari. Tanpa adanya hal tersebut, clearance dari cairan
bebas terganggu. Dewasa ini diagnosa ditegakkan dari hasil pengukuran level serum
kortisol dan responya terhadap “Synacthen”.
 Keadaan cairan berlebihan dan kesetimbangan sodium negatif. Hal ini terjadi karena
hilangnya garam secara berlebihan dari sistem GI atau ginjal (diuretik atau penyakit
tubular) disertai dengan kelebihan intake cairan dari mulut atau rute lain. Hilangnya
sodium menyebabkan hipovolemia, yang pada kedepanya menstimulasi tidak hanya
sistem renin angiotensin aldosteron, tetapi juga sekresi ADH, yang menyebabkan
gangguan fungsi clearance cairan bebas dan koreksi osmolar.
 Pada penyakit kritis. Pada kasus katabolik berat (luka bakar, septicaemia), fungsi
membran sel dan pompa sodium dapat terganggu dan menyebabkan kadar Na
intraselular meningkat dan yang di dalam ECF menurun walaupun dalam keadaan
balance Na yang positif. Hal ini sering disebut sebagai “sick cell syndrome”. Dengan
peningkatan perfusi jaringan dan oksigenisasi dan koreksi dari sepsis, keadaan ini
dapat ditangani. Pada beberapa tahun yang lalu, pemberian insulin, glukosa dan
potassium dilakukan pada keadaan ini.

Hipernatremi

Hal yang paling sering menyebabkan hal ini adalah hilangnya cairan hipotonis dari sistem GI
(muntah profuse dan diare), bersamaan dengan hal itu, banyak cairan yang hilang
dibandingkan dengan sodium, walaupun balance sodium pada saat itu negatif. Hal yang
sama juga terjadi pada hilangnya fungsi ginjal yang disebabkan oleh diuresis osmosis yang
berhubungan dengan diabetes yang tidak terkontrol. Hilangnya cairan yang berasal dari
berkeringat profuse juga dapat menyebabkan hal ini. Contoh yang jarang adalah
hiperaldoteronisme, dimana hal yang sama juga dapat terjadi.
Penatalaksanaan keadaan hipernatremi adalah dengan pemberian cairan hipotonik secara
oral, enteral atau intravena dengan monitorin biokemistri serum yang rutin. Pemberian
cairan secara oral cukup pada kasus yang ringan. Pemberian larutan diare oral (oralit) juga
dapat membantu. Pengobatan pada kasus parah harus ditangani secara hati-hati dengan
pemberian cairan hipotonik (dekstrose 5%, saline 0.18% dalam dekstrose 4%) sambil
memperhatikan dan menghindari penurunan secara cepat dari kadar sodium plasma atau
osmolaliti. Koreksi sebaiknya dicapat dalam 48 jam dengan rata-rata kecepatan tidak
melebihi 2 mmol/l/jam untuk mencegah edema serebral.

Chloride (Cl–)

Cl adalah anion utama dari ECF dengan konsentrasi berkisar antara 95-105 mmol/l.
Akantetapi dikarenakan sebagian besar laboratorium tidak lagi melaporkan kadar serum Cl
sebagai bagian dari screening secara rutin, keadaan abnormal seperti asidosis hipercloremik
sering tidak terdeteksi. Sebagai konsekuensinya, asidosis metabolik karena chlorin sering
salah terdiagnosis dan penatalaksanaan yang dilakukan kurang tepat. Oleh karena itu kami
menyarankan pemeriksaan Cl pada kasus metabolik asidosis atau ketika pemberian cairan
saline dalam jumlah besar telah dilakukan. Sangatlah penting untuk mengingat kadar Na
pada saline 0.9% lebih tinggi 10% dari yang di plasma, dan konsentrasi Cl lebih tinggi 50%.
Cairan ini juga memiliki pH 5,5.

Penyebab utama dari alkalosis hipochloremia adalah hilangnya cairan lambung (tinggi akan
HCl) yang disebabkan oleh muntah profuse atau aspirasi gaster. Hal ini juga merupakan
indikasi untuk pemberian saline 0.9%.

Potassium (K+)

Jumlah total K pada tubuh berkisar antara 3000 dan 3500 mmol dan dominan pada ruang
intraselular dengan konsentrasi 120145 mmol/l, dimana K berperan sebagai kation utama,
menyeimbangkan charge negatif pada protein atau anion yang non difusi. Kadar K sangatlah
kecil pada ECF, dimana konsentrasinya berkisar antara 3,5-5,2 mmol/l. Kesetimbangan K
pada membran sel di pertahankan oleh pompa sodium dan dibantu oleh equilibrium
GibbsDonnan yang telah dijelaskan pada chapter 1. Dosis harian dari K adalah 1 mmol/kg
berat badan. Hal berikut adalah hal klinis yang penting :

Hiperkalemia: kadar serum K meningkat bersamaan dengan gagal ginjal dan keadaan
katabolik (respon terhadap trauma, dimana glikogen dan protein dipecah dan K dilepaskan
oleh sel ke ECF), begitu juga sebaliknya, pada fase anabolik dari suatu trauma, sel akan
mengambil K bersamaan dengan sintesis ulang glikogen dan protein , yang menyebabkan
kadar K yang turun pada ECF. Serum K juga meningkat sebagai respon dari pendarahan
internal atau kerusakan jaringan (K dikeluarkan oleh jaringan yang mati). Jika gagal ginjal
akut dan status katabolik terjadi secara bersamaan, kadar serum K akan meningkat secara
cepat menuju level yang berbahaya, dan biasanya disertai dengan asidosis metabolik.

Peningkatan diatas 6,0 mmol/l berisiko untuk terjadinya henti jantung, dan memerlukan
penatalaksanaan secara cepat. Pada keadaan deplesi cairan dan GGK pre renal, pemberian
cairan secara IV cukup, tapi tatalaksana tambahan meliputi bikarbonat, insulin dan glukosa
dapat diberikan, dimana mereka dapat membawa K masuk kembali ke sel, namun hanya
sementara (4-6 jam). Ca gluconas juga dapat diberikan untuk menstabilkan jantung. Jika
pengukuran gagal atau oliguria tetap ditemukan, maka perlu dilakukan calcium resonium
secara rectal atau tranplantasi ginjal.

Hipokalemi: adalah penurunan dari kadar K serum dibawah dari 3.5 mmol/l yang biasanya
menandakan adanya defisiensi K dan juga disertai dengan Alkalosis, dikarenakan pertukaran
K dengan Na dan H pada tubulus distal. Selain itu juga kecacatan dari tubular renal dan
penyalahgunaan laxative dapat juga menyebabkan asidosis. Oleh karena hubungan antara
kadar hipokalemia dan defisit total dari K tidak begitu jelas, secara umum dibutuhkan
kehilangan 200-400 mmol untuk menurunkan kadar serum K dari 4.0 menjadi 3.0 mmol/l
dan kehilangan dengan jumlah yang sama menurunkan kadar serum K menjadi 2.0 mmol/l.

Gejala yang sering ditemukan dapat berupa kelemahan otot, dan pada kasus parah dimana
kadar K turun lebih dari 2.5 mmol/l, paralisis dan gangguan irama dapat terjadi. Hal yang
paling sering menyebabkan hipokalemi adalah hilangnya cairan GI dan pemberian diuretik.
Harus diingat bahwa pasien dengan keto asidosis diabetik mungkin memeliki defisit 400
mmol walaupun presentasi dari serum K dapat tinggi dikarenakan asidosis ataupun karena
GGK pre-renal karena hilangnya cairan. Ketika asidosis terkoreksi dan insulin diberikan, K
akan kembali secara cepat ke dalam sel dan serum K akan turun ke level berbahaya kecuali
terapi K diberikan secara benar. Hal yang sama dapat ditemukan pada sindroma refeending
(chapter 12)

Pengobatan secara cepat sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan kadar K ke level yang
aman yaitu diatas 3,5 mmol/l daripada mencoba mengkoreksi semua defisit, dimana hal ini
dapat dilakukan nantinya secara lambat pada beberapa hari kedepan. Dengan hipokalemi
yang ringan (3-3,5 mmol/l), suplemen oral pada dosis inisial 60-80 mmol/hari sebaiknya
dicoba, walaupun sebagian besar pasien tidak dapat mentolerir suplemen oral. KCl lebih
dipertimbangkan untuk memberikan pengobatan CL secara cepat dan sebaiknya ditujukan
untuk meningkat kadar serum K untuk memperbaiki keadaan alkalosis penyerta.

Dengan adanya alkalosis, tubulus distak akan terus mengeksresikan K untuk mendapatkan H,
walau dalam keadaan defisit K. Pada pengobatan diuretik jangka panjang, pemberian
diuretik hemat kalium atau spironolactone sebaiknya dipertimbangkan untuk mencegah
kekambuhan. Pada kasus parah ( serum K <3,9 mmol/l) pemberian KCl pada cairan saline
secara IV merupakan keharusan, selain itu juga KCl dapat memberikan ekstra Cl untuk
memperbaiki alkalosis. Pemberian dextrose untuk mengurangi kadar serum K masih
diperlukan karena dapat mengeksitasi sekresi insulin dan kombinasi insulin dan glukosa
dapat membawa potassium ke dalam sel. Secara umum, pemberian KCl IV tidak boleh
melebihi 10-20 mmol/jam, walaupun dosis lebih tinggi perlu diberikan pada pasien dengan
hipokalemia berat yang menyebabkan paralisis dan aritmia. Kecepatan pemberian sebesar
40-100 mmol/jam dapat diberikan pada kasus tertentu namun memerlukan line central dan
pengawasan ekg dan biokemikal yang sangat ketat.
Calcium (Ca2+)

Terdapat 1300 g (33000 mmol) calcium di dalam tubuh manusia, dan 99% dari calsium
tersebut berada di tulang dan hanya 1% yang dapat ditukar secara bebas. Kadar serum
normal berkisar antara 2,2 – 2,5 mmol/l, dimana 0,8-1,24 mmol/l berikatan dengan protein,
dominan albumin. Bersamaan dengan turunya kadar serum albumin yang disebabkan oleh
penyakit atau dilusi oleh cairan intravena, kadar serum Ca sebaiknya dikoreksi dengan
kecepatan 0.02 mmol/l setiap penurunah 1g/l kadar albumin serum diantara 40 dan 25 g/l.
Ca memiliki peran vital tidak hanya pada tulang, namun juga pada konduktivitas neuron,
konduksi otot dan proses fisiologis dan metabolik lainya.

Absorbsi, eksresi dan konsentrasi serum dari Ca diatur oleh hormon paratiroid, calcitonin
dan vitamin D. Pada keadaan normal 240 mmol/hari Ca di filter oleh ginjal, dimana 2-10
mmol di reasorbsi ulang. Walaupun vitamin D dapat didapatkan pada berbagai makanan,
sebagian besarnya diproduksi dibawah kulit dibawah pengaruh sinar matahari, yang
kemudian di hydroksilasi di hati dan ginjal untuk menjadi lebih aktif 1,25 (OH) 2D3. Empat
aspek kelainan Ca yang patut dibahas antara lain adalah:

 Osteomalacia (Rickets pada anak-anak)


Hal ini terjadi karena kurangnya kontak terhadap matahari, malnutrisi, dan penyakit
gastro intestinal yang menyebabkan malabsorbsi lemak, dan penyakit ginjal yang
menyebabkan kadar 1,25(OH)2D3 menurun. Penyakit ini ditandai dengan perubahan
radiologis tipikal pada tulang, kadar Ca yang rendah, meningkatnya kadar serum PO,
meningkatnya kadar alkaline phosphatase, meningkatnya PTH, dan kadar vitamin D
yang rendah di darah. Pengobatanya adalah dengan pemberian 0.251mg of 1 _-
hydroxycholecalciferol setiap hari, dan pada beberapa kasus pemberian suplemen
kalsium.
 Osteoporosis. Penyakit ini tidak juga melibatkan penipisan dari kalsium tulang, akan
tetapi juga penipisan protein matriks pada tulang. Penyebabnya multifaktorial
termasuk penuaan, menopause, immobility, defisiensi kalsium, hipogonadism, dll.
Penyait ini didiagnosis secara radiologi dan melakukan pengukuran densitas tulang.
Penyakit ini dapat dikurangi dengan pemberian suplemen hormon sex, calsium,
vitamin D, olahraga dan biphosphonates.
 Hipercalsemia. Peningkatan kadar serum Ca sebaiknya di investigasi lebih lanjut, pada
kasus berat penurunan kadar Ca secara cepat sangatlah penting, tantangan bagi para
petugas medis adalah deteksi dini antara keganasan sekunder pada tulang, tumor
PTH, hyperparathyroidism, keracunan vitamin D atau sarcoid. Hiperparatiroidisme
primer diasosikan dengan peningkatan level PTH dimana pada keganasan sekunder
non PTH secreting, kadar PTH rendah.

Hipecalsemia ringan (<3.0 mmol/l) biasanya bersifat asimptomatis, dan biasanya


disebabkan oleh hiperparatiroidism, dan tidak memerlukan intervensi aktif selain
monitoring. Hipercalcemia yang berat (>3,0 mmol/l) biasanya memberikan gejala
sesuai dengan peningkatan kadar serum Ca. Gejala yang sering adalah poliuria
(sekresi ADH berkurang pada tubulus renal), kelemahan, depresi, mengantuk,
lethargi, dan juga koma. Gejala lain juga dapat berupa konstipasi, nausea, muntah-
muntah, anoreksia, peptik ulcer yang berkepanjangan dan juga batu ginjal yang
nantinya menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Hilangnya cairan karena poliuria dapat
menyebabkan GGK pre-renal dan juga meningkatkan kadar Ca serum.
Pengobatan yang diberikan berdasrkan kegawat daruratan suatu kondisi, namun
terdiri dari pemberian saline IV, yang secara sendirinya cukup untuk mengurangi
kadar serum Ca. Diuretik tipe loop dapat diberikan, dan pada kasus berat
bisphosphonate dapat diberikan setidaknya dalam 500 ml cairan dalam 4 jam untuk
menhindari nephrotoxicity. Etidronate, 7,5 mg/kg setiap hari selama 3-7 hari dengan
monitoring serum Ca dapat juga dilakukan. Pengobatan lain, deskripsi dari obat lain,
pengobatan jangka panjang, dan indikasi operasi dapat ditemukan ada bagian
referensi.
 Hipocalcemia. Hal ini biasanya disebabkan oleh defisiensi vitamin D atau
hipoparatiroidisme, namun juga dapat disebabkan oleh hal lain seperti gagal ginjal
kronis dan pankreatitis akut. Hipokalsemia juga dapat merupakan efek sampingan
dari hipomagnesemia yang mengimbibisi sekresi PTH, jadi pada kasus hipokalsemi,
serum Mg sebaiknya diperiksa. Penurunan kadar serum Ca karena hipoalbumin
sebaiknya bisa disingkirkan (lihat atas)
Gejala yang sering ditemukan adlaah iritabilitas neurmuskular seperti paraestesi,
tetani dan konvulsi, peningkatan interval QT pada ecg yang nantinya bisa menjadi
ventricular fibrilasi atau heart block dapat terjadi. Tatalaksana diberikan berdasarkan
keparahan, dan dapat berupa penggantian vitamin D dalam bentuk 1-_
cholecalciferol dan/atau suplemen kalsium secara oral atau IV.

Magnesium (Mg2+)

Magnesium secara normal didistrubusi di tulang (500-600mmol) dan ICF (500-850 mmol),
hanya 12-20 mmol pada ECF dan pada waktu tertentu pada konsentrasi 0,7-1,2 mmol/l. Mg
merupakan komponen penting dari sebagian sistem enzim dan membantu kestabilan
membran sel. Beberapa poin berikut ini penting untuk diingat.
 Mg dan Ca berikatan dengan albumin, dan apabila kadar di serum rendah, sebaiknya
diperhatikan juga kadar albumin.
 Konsentrasi Mg pada cairan GI bervariasi berdasarkan jaraknya di usus, dimana pada
awal usus kecil hanya sekitar 1 mmol/l sedangkan pada ujung usus kecil dapat
meningkat. Hipomagnasemia yang signifikan biasanya terjadi karena diare kronik,
atau karena stoma dista atau fistula distal. Hilangnya fungsi GI merupakan penyebab
hipomagnesemua paling sering pada praktek sehari-hari.
 Hipomagnesemia menyebabkan kadar PTH darah menurun. Oleh karena itu pada
semua kasus hipokalsemua kadar Mg serum harus di cek. Pemberian Mg dapat
merestorasi defisit dari PTH dan menyebabkan kadar Ca kembali normal.
 Gejala dari hipomagnesemua seperti iritabilitas neuromuskular, kejang dan aritmia
jarang muncul kecuali kadar serum Mg turun dibawah 0,4 mmol/l, walaupun pada
kasus ringan hipomagnesemia pasien mengalami perbaikan setelah pemberian Mg,
hal ini menunjukkan bahwa hipomagnesemia ringan dapat menyebabkan gejala
subklinis.
 Pada kasus hipomagnesemia, pemberian suplemen secara oral dianggap cukup
(magnesium oxide atau glycerophosphate). Akan tetapi garam Mg tidak terasorbsi
secara baik dan pada kasus berat sangatlah memungkinkan untuk memberikan dosis
tinggi sampai 160 mmol mgSO4 secara IV dalam saline slema 48 jam. Pada pasien
yang diberikan nutrisi melalui intravena karena gagal GI, pemberian harian adalah 9-
12 mmol. Terapi alternatif yang ditemukan efektif untuk mengembalikan dan
memaintenance kadar Mg dan juga mengganti kehilangan cairan dan garam adalah
dengan memberikan MgSo4 dalam 0.9 saline secara subkutas (hyperdermoclysis)
pada konsentrasi 6-12 mmol/l sampai 2 liter dalam 4-6 jam setiap harinya. Hal ini
sangat berguna pada short bowel syndrome atau inflamatory bowel disease dan
dapat diberikan di rumah pasien.

Phosphate (PO42–)

Merupakan unur penting dari makanan, intake normal harian adalah berkisar 800-1400
mg/hari. Sebagian besar berada pada ICF dan kadar konsentrasi serum normal berkisar
antara 0,89-1,44 mmol/l. Hipophostaemia berat (<0.32 mmol/l) dapat terjadi pada refeeding
sindrome ( chapter 12) atau pada penyakit kronis tulang atau metabolisme mineral. Gejala
dapat berupa Myopati, disfagia, ileus, gagal respiratori, ganggua kontraktilitas jantung dan
encepalopati. Pada kasus berat memerlukan pemberian cairan IV sebesar 300-500 ml dari
phosphate Polyfusor(Fresenius Kabi,100mmol PO, 19mmol K+Dan 162 mmol Na+/l) atau 30-
50 mmol of PO42– dalam 1 liter saline 0.9 % selama 6-12 jam dengan monitoring kadar
serum PO dan elektrolit lain. Pemberian secara Iv yang terlalu cepat dapat menyebabkan
akut hipocalsemua dan deposisi dari Ca pada jaringan lunak. Kasus yang ringan dapat diobat
dengan pemberian oral phosphate 1g/hari (phosphate-Sandoz).

You might also like