You are on page 1of 16

LITERASI SAINS

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Sains, Teknologi, dan Masyarakat

yang dibina oleh Bapak Drs. Kadim Masjkur, M.Pd.

dan Ibu Erni Yulianti, S.Pd, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 6

Abdul Fattah Noor (150351605470)


Lutviyah Dwi N (150351605475)
Nurul Umi Marfuah (150351602244)
Sarah Salshabila (150351605683)
Risty Triskarevi R (150351600388)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FEBRUARI 2018
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sains ..................................................................... 3
2.2 Urgensi Literasi Sains ........................................................ 6
2.3 Karakteristik Literasi Sains ................................................ 8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Literasi sains adalah pemahaman atas sains dan prosesnya, serta aplikasinya
bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains sangat penting untuk memecahkan
berbagai persoalan yang terkait etika, moral dan isu-isu global akibat perubahan
yang pesat dalam bidang sains dan teknologi. Penilaian literasi sains dalam
PISA tidak semata-mata pada pengukuran tingkat pemahaman pengetahuan
IPA, namun juga pemahaman terhadap berbagai proses IPA dan kemampuan
mengaplikasikan pengatahuan dan proses IPA dalam situasi nyata.
Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta
yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains melibatkan sains sekolah untuk
kehidupan sehari-hari peserta didik untuk pengambilan keputusan dalam
masyarakat. Kemampuan literasi sains mencerminkan kesiapan warga dalam
menjawab tantangan global yang semakin hari semakin mendesak. Sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan formal perlu melatihkan peserta didik pada
kemampuan literasi sains, karena peserta didik tidak dengan sendirinya
berkembang tetapi perlu dilatihkan agar siap menghadapi situasi kehidupan
nyata dimasa yang akan datang. Berbagai upaya reformasi pendidikan IPA telah
banyak dilakukan di beberapa negara untuk mewujudkan masyarakat berliterasi
sains, salah satunya melalui kurikulum dan pembelajaran.
Sains sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulum sekolah, memiliki
sejarah yang relatif panjang. Matthews (Sarkim 2005) memperkirakan bahwa
sains telah menjadi bagian dari kurikulum sekolah sejak pertengahan abad ke-
18 di Eropa. Keberadaan sains dalam kurikulum sekolah semakin diperkuat
setelah kehadiran para ahli pendidikan seperti Thomas Huxley dari Inggris dan
John Dewey dari Amerika Serikat pada abad ke- 19. Dalam sejarah
perkembangannya, pendidikan sains telah mengalami berbagai pembaharuan
baik dalam aspek tujuan, isi maupun metode pengajarannya. Inisiatif
pembaharuan itu muncul dari para pendidik, ahli pendidikan atau para ilmuwan,
seperti bidangbidang Fisika, Biologi dan Kimia dan sebagainya.
Shamos (Sarkim, 2005) mencatat bahwa tujuan dari scientific literacy
hampir sinonim dengan tujuan pengajaran sains dewasa ini. Pembahasan
konsep scientific literacy dapat dikatakan telah menjadi tanda reformasi
pendidikan sains di banyak negara dalam dua dekade terakhir. Para pendidik
sepakat bahwa tujuan penting dari pengajaran sains adalah membantu para
murid mencapai tingkat literasi sains yang lebih tinggi. Meskipun ide literasi
sains bukan ide yang baru, namun nampaknya belum ada konsensus tentang apa
yang dimaksud dengan literasi sains. Dalam tulisan ini pembahasannya akan
diarahkan pada pengertian-pengertian literasi sains, karakteristik dari orang
yang scientifically literate, sikap lembaga sains terhadap literasi sains serta
rasional yang menopang muncul dan berkembangnya konsep literasi sains.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, masalah yang akan dikaji
dalam makalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa definisi literasi sains ?
2. Bagaimana urgensi literasi sains?
3. Bagaimana karakteristik dari literasi sains ?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Mengetahui dan memahami literasi sains
2. Mengetahui dan memahami urgensi literasi sains
3. Mengetahui dan memahami karakteristik literasi sains.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Literasi Sain

Definisi Literasi sains telah muncul sejak akhir tahun 1950, Secara harfiah,
literasi berarti “melek”, sedangkan sains berarti pengetahuan alam. Ada beberapa
pendapat sains menurut para ahli sebagai berikut :

a. Deboer (2000) menyatakan bahwa “scientific literacy was to


provide a broad understanding of science and of the rapid
developing scientific enterprise whether one was to become a
scientist or not”. Artinya, literasi sains diperuntukkan bagi seluruh
siswa, tidak memandang apakah nanti siswa tersebut akan menjadi
saintis atau tidak.
b. National Science Education Standards (1996) menyatakan bahwa
“scientific literacy is knowledge and understanding of scientific
concepts and processes required for personal decision making,
participation in civic and cultural affairs, and economic
productivity”. Berdasarkan pengertian tersebut, penekanan literasi
sains bukan hanya pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep
dan proses sains, tetapi juga diarahkan bagaimana seseorang dapat
membuat keputusan dan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, budaya, dan pertumbuhan ekonomi. (Anjarsari,
2014:602)
c. Literasi sains berarti pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-
konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan pribadi, partisipasi, dan produktivitas ekonomi (Omar,
Turiman, Daud dan Kasman, 2011). Hal senada menurut PISA
merupakan kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah,
mengidentifiksi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik
kesimpulan yang didasarkan bukti-bukti agar memahami dan
membuat keputusan.
d. Menurut Gbamanja (1999) dalam Adolphus, Telima, Arokoyu
(2012) mendefinisikan literasi sains sebagai "pengetahuan dan
pemahaman tentang peristiwa dan kejadian di lingkungan". Konsep
literasi yang digunakan PISA (Performance of International Student
Assesment) tidak hanya terkait dengan kemampuan membaca dan
menulis namun bagaimana mereka menerapkan kemampuan dalam
memahami prinsip-prinsip, prosesproses mendasar dan untuk
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Adolphus, Telima, Arokoyu, (2012) menjelaskan bahwa literasi
sains adalah salah satu dari beberapa jenis keaksaraan seperti
kemampuan membaca dan menulis, literasi numerik dan literasi
digital.
f. Menurut PISA 2006 (Bybee, 2008) literasi sains dapat dicirikan
sebagai terdiri dari empat aspek yang akan diperoleh yaitu:
1) Menyadari situasi kehidupan yang melibatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ini adalah konteks untuk unit
penilaian dan barang-barang;
2) Memahami dunia alam, termasuk teknologi, atas dasar
pengetahuan ilmiah yang meliputi pengetahuan tentang
alam dan pengetahuan tentang ilmu itu sendiri;
3) Kompetensi mencakup mengidentifikasi pertanyaan
ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah, dan menggunakan
bukti ilmiah sebagai dasar argumen mengambil
kesimpulan dan keputusan. (Astuti,2016:16)

2.2 Urgensi Literasi Sains

Terwujudnya masyarakat melek sains (scientific literate) adalah salah satu


tujuan utama pendidikan sains selain itu peningkatan literasi sains siswa di sekolah
juga telah menjadi tujuan kurikulum dan para pengajar sains lebih dari satu abad ini
(Millar, 2008) Berbagai upaya reformasi pendidikan sains telah banyak dilakukan
di berbagai negara. Sebagai contoh, reformasi yang dilakukan di negara Amerika
menekankan pada pengembangan pemahaman yang akurat tentang sains dan literasi
sains. Dalam dokumen standar Amerika “Benchmarks for Scientific Literacy”,
selain menyebutkan pemahaman tentang konsep-konsep fundamental sains juga
memotret hakikat sains (NOS) dan inkuiri ilmiah (scientific inquiry) sebagai
komponen kunci dalam literasi sains. Pentingnya literasi sains juga sudah menjadi
perhatian pemerintah dan para praktisi pendidikan sains di Indonesia. Meskipun
istilah literasi sains tidak dicantumkan secara eksplisit pada Kurikulum 2013,
namun dari kandungan kompetensi inti dan kompetensi dasar mencerminkan
pengembangan literasi sains peserta didik sebagai salah satu tujuan pendidikan IPA
di SMP. National Science Education Standards (NSES) dalam NRC (1996)
menyatakan bahwa seseorang yang melek sains akan memiliki pemahaman
terhadap enam unsur utama dari literasi sains, yaitu:

1. Sains Sebagai Inkuri


2. Konten Sains
3. Sains Dan Teknologi
4. Sains Dalam Perspektif Pribadi Dan Sosial
5. Sejarah Dan Sifat Sains
6. Kesatuan Konsep Dan Proses.

Secara lebih jelas, OECD (2013) mendeskripsikan karakteristik seseorang


yang melek sains, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan sains, untuk mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti dalam rangka untuk memahami dan membantu membuat
keputusan tentang lingkungan alam dan perubahan yang diakibatkan dari kegiatan
manusia. Dengan melek sains, maka seseorang memiliki kemampuan untuk terlibat
dengan isu-isu terkait sains, dan dengan gagasangagasan sains sebagai cerminan
masyarakat (OECD, 2013). Berdasarkan karakteristik tersebut, maka literasi sains
tidak hanya dibutuhkan oleh orang yang ingin menjadi ilmuwan di masa depannya,
tetapi juga merupakan kemampuan yang sangat penting dikuasai oleh semua warga
negara. Hal ini didukung oleh pernyataan Roberts (2007) sebagaimana dikutip oleh
Millar (2008) bahwa terjadi pergeseran penekanan dari pengajaran yang didesain
untuk mengajar berbagai pemahaman tentang sains yang hanya dibutuhkan oleh
ilmuan masa depan, kepada pengajaran yang mencoba untuk membangun berbagai
pemahaman tentang sains yang dibutuhkan oleh semua warga negara.
Pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat di bidang
teknologi juga merupakan urgensi literasi sains. Literasi sains akan dapat
menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains, mengenal
teknologi yang ada beserta dampaknya di sekitar, mampu menggunakan produk
teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat produk teknologi sederhana, dan
mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.Dengan literasi sains ini,
perkembangan teknologi akan terus berkembang dan terus mengalami peningkatan,
karena antara sains dan teknologi saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Literasi sains akan memperoleh Penemuan dalam sains yang memungkinkan
pengembangan teknologi, dan teknologi menyediakan instrument yang baru lagi
yang memungkinkan mengadakan observasi dan eksperimentasi dalam sains.

Masih rendahnya tingkat literasi sains siswa menjadi salah satu


permasalahan pendidikan di Indonesia. Meskipun pentingnya literasi sains sudah
diakui oleh semua pendidik, tidak berarti bahwa literasi sains siswa terlatihkan
dengan baik. Hal ini didukung oleh data pencapaian literasi sains siswa Indonesia
dalam asesmen literasi sains PISA. Selama tiga kali mengikuti assesmen literasi
sains PISA tahun 2006, 2009, dan 2012, rata-rata pencapaian skor literasi sains
siswa masih dalam rentang skor 382 – 395. Hal ini berarti bahwa kemampuan
literasi sains siswa Indonesia masih rendah dibandingkan rata-rata kemampuan
literasi sains siswa dari negara-negara peserta yang lainnya (Toharudin, dkk.,
2011).

Sejak sains menjadi domain asesmen utama pada tahun 2006, PISA
menggunakan enam level kecakapan dalam skala penilaian sains. Level-level ini
juga digunakan pada PISA 2009, 2012, dan 2015. Tingkat kemampuan pada
tiaptiap level berhubungan dengan jenis-jenis kompetensi yang harus dicapai siswa
pada level tertentu. Level yang menjadi baseline dari literasi sains adalah level 2.
Hasil analisis PISA 2012 berdasarkan level kemampuan ini, sebanyak 24,7% siswa
Indonesia berada di bawah level 1, 41,9% berada pada level 1, 26,3% berada pada
level 2, 6,5% berada pada level 3, dan 0,6% berada pada level 4. Tidak ada siswa
Indonesia yang mampu mencapai level 5 dan level 6. Berdasarkan hasil analisis
tersebut, didapatkan informasi bahwa sebagian besar siswa Indonesia masih
memiliki pengetahuan ilmiah yang terbatas yang hanya dapat diterapkan pada
beberapa situasi saja. Mereka baru mampu memberikan penjelasan ilmiah yang
sudah jelas dan mengikuti bukti-bukti yang eksplisit. Dapat dilihat bahwa hanya
sedikit siswa yang mampu menjelaskan secara langsung dan membuat interpretasi
harfiah dari hasil inkuiri ilmiah atau pemecahan masalah terkait teknologi.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya literasi sains


siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah, pertama, rendahnya kemampuan
literasi sains siswa dapat disebabkan kebiasaan pembelajaran IPA yang masih
bersifat konvensional serta mengabaikan pentingnya kemampuan membaca dan
menulis sains sebagai kompetensi yang harus dimiliki siswa. Kedua, kemampuan
siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel yang disajikan dalam soal. Siswa
terbiasa hanya mengisi tabel yang telah disediakan oleh guru, sehingga kemampuan
siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel juga terbatas. Ketiga, siswa tidak
terbiasa mengerjakan soal tes literasi sains. Faktor-faktor tersebut menunjukkan
bahwa proses pembelajaran di sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian
literasi sains siswa. Selain itu, guru mempunyai peran penting dalam
mengembangkan literasi sains siswa dalam proses pembelajaran (Morris &Pillips,
2003).

Pengembangan evaluasi untuk mengetahui pencapaian literasi sains


merujuk pada proses sains, yaitu proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu
pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan
menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. PISA (2006) menetapkan
lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu:
a) Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki
secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh
sains.
b) Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah.
Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan
untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau prosedur
yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
c) Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan
kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari
atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
d) Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan
secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
e) Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni
kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari
apa yang telah dipelajarinya.

Pengukuran terhadap pencapaian literasi sains berdasarkan standar PISA


yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains. Proses sains merujuk
pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau
memecahkan masalah, seperti mengidenifikasi dan menginterpretasi bukti serta
menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya mengenal jenis pertanyaan yang
dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan
dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan
bukti yang ada. Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan
untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui akitivitas manusia. Dalam kaitan ini PISA tidak secara khusus membatasi
cakupan konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi kurikulum
sains sekolah, namun termasuk pula pengetahuan yang dapat diperoleh melalui
sumber-sumber lain.

2.3 Karakteristik Literasi Sains


Programme for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan
literasi sains sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi pertanyaan dan mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan
perubahannya (OECD, 1999: 60). Perubahan yang dimaksud dapat bersifat
alamiah dan dapat pula sebagai akibat dari aktivitas manusia. National Science
Education Standars (1995) mendefinisikan literasi sains adalah pengetahuan dan
pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan pribadi, partisipasi dalam urusan sipil, budaya dan
produktivitas ekonomi. Termasuk tipe kemampuan lainnya.
Sesuai dengan definisi literasi sains, maka karakteristik asesmen PISA terdiri
atas 4 (empat) komponen yang saling terkait antara yang satu dengan lainnya.
Masing-masing komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. :

a. Konteks: mengenal situasi kehidupan yang melibatkan ilmu pengetahuan dan


teknologi. Konteks sains terdiri atas personal, sosial, dan global seperti:
kesehatan, sumber daya alam, lingkungan hidup, bencana alam, dan
pemanfaatan sains dan teknologi.
b. Pengetahuan: memahami alam atas dasar pengetahuan ilmiah yang
mencakup pengetahuan tentang alam, dan pengetahuan tentang ilmu
pengetahuan itu sendiri. Aspek-aspek pengetahuan terdiri atas: physical
systems(sistem materi, perubahan kimia, reaksi kimia, gerak dan daya,
energi), living systems(manusia, hewan, dan tanaman, ekosistem, biosfeer),
earth and space systems(kebumian dan ruang angkasa), technology
systems(ilmu pengetahuan dan teknologi).
c. Kompetensi: menunjukkan kompetensi sains yang mencakup
mengidentifikasi isu-isu ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah, dan
menggunakan bukti ilmiah.
d. Sikap: menunjukkan minat dalam ilmu pengetahuan, dukungan terhadap
penyelidikan ilmiah, dan motivasi untuk bertindak secara bertanggung jawab
terhadap, misalnya sumber daya alam dan lingkungan (Haris,2014).

Proses sains merujuk pada proses untuk menjawab pertanyaan atau


menyelesaikan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi fenomena
alam dan menjelaskan kesimpulan dari fenomena yang terjadi. Proses literasi sains
diikuti pula dengan proses penilaian. PISA (2000) menetapkan lima komponen
proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu :
1. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki secara
ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains
2. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah. Proses ini
melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan
untuk memperoleh bukti itu
3. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan
menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya
mendasari kesimpulan itu
4. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan secara
tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
5. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni
kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa
yang telah dipelajarinya Hasil akhir proses sains diharapkan siswa dapat
menggunakan konsep-konsep sains dalam konteks yang berbeda sesuai dengan
yang telah dipelajari. PISA memandang pendidikan sains untuk
mempersiapkan warganegara masa depan, untuk mampu berpartisipasi dalam
masyarakat yang akan semakin terpengaruh oleh kemajuan sains dan
teknologi, perlu mengembangkan kemampuan anak untuk memahami hakekat
sains, prosedur sains, serta kekuatan dan keterbatasan sains (Pisa,2000).

Berbeda dengan soal-soal yang bisa kita temukan dalam buku-buku teks sains,
soal-soal Literasi Sains dalam PISA memiliki beberapa karakteristik tertentu.
Pertama, soal-soal yang mengandung konsep tidak langsung terkait dengan konsep-
konsep dalam kurikulum manapun, tetapi lebih diperluas. Kedua, soal-soal literasi
sains dalam PISA menyediakan sejumlah informasi atau data dalam berbagai
bentuk penyajian untuk diolah oleh siswa yang akan menjawabnya. Ketiga, soal-
soal literasi sains dalam PISA meminta siswa mengolah (menghubung-hubungkan)
informasi dalam soal. Keempat, pernyataan yang menyertai pertanyaan dalam soal
perlu dianalisis dan diberi alasan saat menjawabnya. Kelima, soal-soal tersebut
disajikan dalam bentuk yang bervariasi, bentuk pilihan ganda, isian singkat, atau
esai. Keenam, soal PISA mencakup konteks aplikasi (personal-komunitas-global,
kehidupan- kesehatan-bumi & lingkungan-teknologi) yang kaya (Haris,2014)

Karena keterbatasan waktu asesmen untuk PISA 2003, maka tidaklah mungkin
untuk mengukur semua area pengetahuan ilmiah. Oleh karena itu dilakukan
sampling konsep yang diukur dari bidang disiplin utama sains (Fisika, Biologi,
Kimia, IPBA) berdasarkan sejumlah prinsip. Pertama, pengetahuan yang diukur
perlu relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, pengetahuan yang
diukur harus memiliki tenggang relevansi minimal 10 tahun ke depan. Ketiga,
pengetahuan yang diperlukan untuk dapat menjawab butir soal PlSA seyogianya
terkait dengan proses sains yang penting, bukan yang terisolir berupa hafalan.
Asesmen yang digunakan dalam bentuk tertulis dengan beragam format, di
antaranya tes pilihan ganda bervariasi (sederhana, kompleks) dan tes tipe respons
bervariasi (pendek, tertutup, terbuka).
a. Tes pilihan ganda dalam bentuk standar (terdiri dari 4 atau 5 pilihan),
mengharuskan siswa untuk melingkari huruf untuk mengindikasikan satu
pilihan di antara empat atau lima altermatif.
b. Tes pilihan ganda dalam bentuk kompleks, yang menyajikan beberapa
pernyataan dan siswa membuat serangkaian pilihan, biasanya biner. Kemudian
siswa mengindikasi jawaban mereka dengan melingkari kata atau frasa pendek
(misalnya: ya atau tidak) untuk setiap poin dan siswa diharuskan memberikan
satu respons yang mungkin.
c. Tes respons tertutup: soal-soal ini mengharuskan siswa untuk membangun
responsnya sendiri dan ada keterbatasan jawaban-jawaban yang dapat
diterima.
d. Tes respons pendek: siswa memberikan jawaban singkat, tetapi banyak
jawaban yang mungkin.
e. Tes respons terbuka yang mengharuskan penulisan yang lebih luas yang
memungkinkan respons yang beragam berdasarkan titik pandang yang berbeda
melalui penjelasan atau pembenaran atau perhitungan, yang memungkinkan
respons-respons tersebut dapat diterima. Tes ini biasanya meminta siswa untuk
menghubungkan informasi atau gagasan dalam teks, stimulus untuk
pengalaman mereka sendiri atau opini. Pemberian nilainya lebih kompleks
(Yusuf,2003).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Literasi sains adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi
suatu permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep sains. Ada dua
kelompok orang yang memiliki pandangan tentang literasi sains yaitu
kelompok “science literacy” dan kelompok “scientific literacy”. Merujuk pada
PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1)
mendukung inkuiri sains, (2) ketertarikan terhadap sains, dan (3) tanggung
jawab terhadap sumber daya lingkungan.

Berdasarkan beberapa definisi dari literasi sains, ada empat komponen


yang saling terkait satu sama lain, yaitu: konteks, pengetahuan, kompetensi,
dan sikap. Proses dalam literasi sains selalu diikuti dengan proses penilaian.
Ada lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains yang ditetapkan
oleh PISA, antara lain: mengenal pertanyaan ilmiah, mengidentifikasi bukti
yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah, menarik dan mengevaluasi
kesimpulan, Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, dan
mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains.
DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, Putri. 2014. Literasi Sains Dalam Kurikulum Dan Pembelajaran IPA
SMP. ISBN 978-979-028-686-3. Prosiding Semnas Pensa VI ”Peran
Literasi Sains” Surabaya, 20 Desember 2014.
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/putri-anjarsari-ssi-
mpd/literasi-sains-dalam-kurikulum-dan-pembelajaran-ipa-
smp.pdf),diakses 10 Februari 2018.
Astuti ,Yani Kusuma. 2016. Literasi Sains Dalam Pembelajaran IPA. Vol.VII
No.3B Juni 2016. STKIP NU Indramayu, Jawa Barat.
(http://ejournal.unwir.ac.id/file.php?file=preview_jurnal&id=735&cd=0b2
173ff6ad6a6fb09c95f6d50001df6&name=8.%20Yani%20Kusuma%20Ast
uti%20STKIP%20NU%20INDRAMAYU_GW_Juni_2016.pdf) ,diakses
10 Februari 2018.
Haris, Abdul. (2014). Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa Pada Konsep
IPA. (September). Gorontalo.
Millar, R. 2008. The role of Practical Work in The Teaching and Learning of
Science. Paper prepared for The Committee: High School Science
Laboratories: Role and Vision, National Academy of
Sciences,mwashington, DC. (Toharudin, dkk., 2011).
Morris, Fries, Mehr, Philips, Mor, Lipsitz. 2003. Development of a MDS Cognitive
Performance Scale. Journal of Gerontology;49(4):174-82.
NSES .1996. National Science Education Standard. Washington, DC: National
Academy Press.
OECD. 2013. PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World: Volume 1
– Analysis. Paris: OECD.
PISA. 2006. Science Competencies for Tomorrow’s World Volume 1-
analysis.OECD. [Online]. Tersedia: www.oecd.org/statistics/statlink. [ 08
April 2015].
Sarkim, T. (2005). Scientific Literacy: Sebuah Konsep Dalam Reformasi
Pendidikan Sains. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Toharudin, Uus. dkk. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung :
Humaniora.
Yusuf. S. (2003). Literasi Siswa Indonesia Laporan PISA 2003. Jakarta: Pusat
Penilaian Pendidikan.[Online]. Tersedia: http://www.p4tkipa.org. [08
April 2015].

You might also like