Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Oleh:
Kelompok 6
FEBRUARI 2018
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sains ..................................................................... 3
2.2 Urgensi Literasi Sains ........................................................ 6
2.3 Karakteristik Literasi Sains ................................................ 8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi Literasi sains telah muncul sejak akhir tahun 1950, Secara harfiah,
literasi berarti “melek”, sedangkan sains berarti pengetahuan alam. Ada beberapa
pendapat sains menurut para ahli sebagai berikut :
Sejak sains menjadi domain asesmen utama pada tahun 2006, PISA
menggunakan enam level kecakapan dalam skala penilaian sains. Level-level ini
juga digunakan pada PISA 2009, 2012, dan 2015. Tingkat kemampuan pada
tiaptiap level berhubungan dengan jenis-jenis kompetensi yang harus dicapai siswa
pada level tertentu. Level yang menjadi baseline dari literasi sains adalah level 2.
Hasil analisis PISA 2012 berdasarkan level kemampuan ini, sebanyak 24,7% siswa
Indonesia berada di bawah level 1, 41,9% berada pada level 1, 26,3% berada pada
level 2, 6,5% berada pada level 3, dan 0,6% berada pada level 4. Tidak ada siswa
Indonesia yang mampu mencapai level 5 dan level 6. Berdasarkan hasil analisis
tersebut, didapatkan informasi bahwa sebagian besar siswa Indonesia masih
memiliki pengetahuan ilmiah yang terbatas yang hanya dapat diterapkan pada
beberapa situasi saja. Mereka baru mampu memberikan penjelasan ilmiah yang
sudah jelas dan mengikuti bukti-bukti yang eksplisit. Dapat dilihat bahwa hanya
sedikit siswa yang mampu menjelaskan secara langsung dan membuat interpretasi
harfiah dari hasil inkuiri ilmiah atau pemecahan masalah terkait teknologi.
Berbeda dengan soal-soal yang bisa kita temukan dalam buku-buku teks sains,
soal-soal Literasi Sains dalam PISA memiliki beberapa karakteristik tertentu.
Pertama, soal-soal yang mengandung konsep tidak langsung terkait dengan konsep-
konsep dalam kurikulum manapun, tetapi lebih diperluas. Kedua, soal-soal literasi
sains dalam PISA menyediakan sejumlah informasi atau data dalam berbagai
bentuk penyajian untuk diolah oleh siswa yang akan menjawabnya. Ketiga, soal-
soal literasi sains dalam PISA meminta siswa mengolah (menghubung-hubungkan)
informasi dalam soal. Keempat, pernyataan yang menyertai pertanyaan dalam soal
perlu dianalisis dan diberi alasan saat menjawabnya. Kelima, soal-soal tersebut
disajikan dalam bentuk yang bervariasi, bentuk pilihan ganda, isian singkat, atau
esai. Keenam, soal PISA mencakup konteks aplikasi (personal-komunitas-global,
kehidupan- kesehatan-bumi & lingkungan-teknologi) yang kaya (Haris,2014)
Karena keterbatasan waktu asesmen untuk PISA 2003, maka tidaklah mungkin
untuk mengukur semua area pengetahuan ilmiah. Oleh karena itu dilakukan
sampling konsep yang diukur dari bidang disiplin utama sains (Fisika, Biologi,
Kimia, IPBA) berdasarkan sejumlah prinsip. Pertama, pengetahuan yang diukur
perlu relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, pengetahuan yang
diukur harus memiliki tenggang relevansi minimal 10 tahun ke depan. Ketiga,
pengetahuan yang diperlukan untuk dapat menjawab butir soal PlSA seyogianya
terkait dengan proses sains yang penting, bukan yang terisolir berupa hafalan.
Asesmen yang digunakan dalam bentuk tertulis dengan beragam format, di
antaranya tes pilihan ganda bervariasi (sederhana, kompleks) dan tes tipe respons
bervariasi (pendek, tertutup, terbuka).
a. Tes pilihan ganda dalam bentuk standar (terdiri dari 4 atau 5 pilihan),
mengharuskan siswa untuk melingkari huruf untuk mengindikasikan satu
pilihan di antara empat atau lima altermatif.
b. Tes pilihan ganda dalam bentuk kompleks, yang menyajikan beberapa
pernyataan dan siswa membuat serangkaian pilihan, biasanya biner. Kemudian
siswa mengindikasi jawaban mereka dengan melingkari kata atau frasa pendek
(misalnya: ya atau tidak) untuk setiap poin dan siswa diharuskan memberikan
satu respons yang mungkin.
c. Tes respons tertutup: soal-soal ini mengharuskan siswa untuk membangun
responsnya sendiri dan ada keterbatasan jawaban-jawaban yang dapat
diterima.
d. Tes respons pendek: siswa memberikan jawaban singkat, tetapi banyak
jawaban yang mungkin.
e. Tes respons terbuka yang mengharuskan penulisan yang lebih luas yang
memungkinkan respons yang beragam berdasarkan titik pandang yang berbeda
melalui penjelasan atau pembenaran atau perhitungan, yang memungkinkan
respons-respons tersebut dapat diterima. Tes ini biasanya meminta siswa untuk
menghubungkan informasi atau gagasan dalam teks, stimulus untuk
pengalaman mereka sendiri atau opini. Pemberian nilainya lebih kompleks
(Yusuf,2003).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Literasi sains adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi
suatu permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep sains. Ada dua
kelompok orang yang memiliki pandangan tentang literasi sains yaitu
kelompok “science literacy” dan kelompok “scientific literacy”. Merujuk pada
PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1)
mendukung inkuiri sains, (2) ketertarikan terhadap sains, dan (3) tanggung
jawab terhadap sumber daya lingkungan.
Anjarsari, Putri. 2014. Literasi Sains Dalam Kurikulum Dan Pembelajaran IPA
SMP. ISBN 978-979-028-686-3. Prosiding Semnas Pensa VI ”Peran
Literasi Sains” Surabaya, 20 Desember 2014.
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/putri-anjarsari-ssi-
mpd/literasi-sains-dalam-kurikulum-dan-pembelajaran-ipa-
smp.pdf),diakses 10 Februari 2018.
Astuti ,Yani Kusuma. 2016. Literasi Sains Dalam Pembelajaran IPA. Vol.VII
No.3B Juni 2016. STKIP NU Indramayu, Jawa Barat.
(http://ejournal.unwir.ac.id/file.php?file=preview_jurnal&id=735&cd=0b2
173ff6ad6a6fb09c95f6d50001df6&name=8.%20Yani%20Kusuma%20Ast
uti%20STKIP%20NU%20INDRAMAYU_GW_Juni_2016.pdf) ,diakses
10 Februari 2018.
Haris, Abdul. (2014). Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa Pada Konsep
IPA. (September). Gorontalo.
Millar, R. 2008. The role of Practical Work in The Teaching and Learning of
Science. Paper prepared for The Committee: High School Science
Laboratories: Role and Vision, National Academy of
Sciences,mwashington, DC. (Toharudin, dkk., 2011).
Morris, Fries, Mehr, Philips, Mor, Lipsitz. 2003. Development of a MDS Cognitive
Performance Scale. Journal of Gerontology;49(4):174-82.
NSES .1996. National Science Education Standard. Washington, DC: National
Academy Press.
OECD. 2013. PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World: Volume 1
– Analysis. Paris: OECD.
PISA. 2006. Science Competencies for Tomorrow’s World Volume 1-
analysis.OECD. [Online]. Tersedia: www.oecd.org/statistics/statlink. [ 08
April 2015].
Sarkim, T. (2005). Scientific Literacy: Sebuah Konsep Dalam Reformasi
Pendidikan Sains. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Toharudin, Uus. dkk. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung :
Humaniora.
Yusuf. S. (2003). Literasi Siswa Indonesia Laporan PISA 2003. Jakarta: Pusat
Penilaian Pendidikan.[Online]. Tersedia: http://www.p4tkipa.org. [08
April 2015].