Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
I. Identifikasi
Nama : An. NBD (perempuan)
Medical rec : 955864
Tgl lahir : 2 Januari 2003
Alamat : Dusun I Pedu, Jejawi, Kab. Ogan Komering
Ilir
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan : Pelajar
MRS : 20 September 2016
Ruangan : Anak IKB
II. Anamnesa
Riwayat penyakit Riwayat perawtan gigi dan mulut sebelumnya,
dan keluhan
sistemik
Riwayat Kebiasaan
rah tinggi à disangkal Diabetes
A mellitus à disangkal Kelainan
l darah à disangkal Hepatitis à
e disangkal
r
g Kelainan hati lainnya à disangkal
i HIV/AIDS à disangkal
d
e Riwayat penyakit pernapasan à disangkal
b Kelainan penvernaan à disangkal Riwayat
u penyakit ginjal à disangkal
/ Riwayat kelainan kelenjar ludah à disangkal
d Epilepsi à disangkal
i
n Cabut gigi ()
g
i Tambal gigi ()
n
Trauma ()
d
i Membersihkan karang gigi ()
s
a Pasien menggosok gigi 2x sehari saat mandi pagi.
n
g Kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang
k dengan tangan / bendaasing ()
a
l Kebiasaan menggoyangkan gigi yang goyang
D hingga patah sendiri ()
a
Kebiasaan merokok ()
III. Pemeriksaan fisik
a. Status Umum Pasien (Senin, 29 Agustus 2016)
Keadaan Umum Pasien : Tampak sakit berat
Sensorium : Compos Mentis
Berat Badan : 22kg
Tinggi Badan :132cm
2
Vital Sign
· Nadi : 101x/menit, isi dan tegangan cukup
· Respiratory Rate : 22x/menit
0
· Temperatur : 36,1 C
· Tekanan Darah : 100/70 mmHg
b. Pemeriksaan Ekstra Oral:
Wajah
Inspeksi : normocephali, simetris (+)
· Bibir : krusta kehitaman
Pembesaran KGB : tidak teraba pembesaran
Temporomandibula joint: dalam batas normal, tidak ada
dislokasi dan clicking
c. Pemeriksaan Intra Oral:
· Mukosa bukal : krusta kehitaman, terdapat eritema
· Mukosa palatum : krusta kehitaman, terdapat eritema
· Mukosa labial : krusta kehitaman, terdapat eritema
· Palatum : krusta kehitaman, terdapat eritema
· Lidah : krusta kehitaman, terdapat eritema
· Dasar mulut : krusta kehitaman, terdapat eritema
· Ginggiva : krusta kehitama, terdapat eritema
· Malposisi : tidak dapat dinilai
· Maloklusi : tidak dapat dinilai
· Debris : tidak dapat dinilai
· Plak : tidak dapat dinilai
· Kalkulus : tidak dapat dinilai.
Missing teeth : tidak dapat dinilai
3
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (18 Agustus 2016)
Hb à 12,8 g/dl
RBC à 4500000
WBC à 17300
HT à 38%
PLT à 244000
SGOT à 32
SGPT à 165
Diff count à 0/0/86/4/10
Ureum à 167 mg/dl
Kreatinin à 12,61 mg/dl
pH à 7,374
pCO2 à 23
HCO3 à 13,5
Laboratorium tanggal 28 Agustus 2016
Hb à 10,5 g/dl
RBC à 3760000
WBC à 29500
HT à 30%
PLT à 369000
Diff count à 0/2/10/11/7
Ureum à 112 mg/dl
Kreatinin à 2,003 mg/dl
Ca à8,1 mg/dl
Na à 133 mEq/L
K à 3,5 mEq/L
V. Temuan masalah
Terdapat lesi berupa krusta kehitaman dan eritema pada setiap mukosa di
dalam rongga mulut, lidah, dan gusi. Untuk pemeriksaan odontogram dan
4
penilaian lainnya tidak dapat dinilai karena pasien kesulitan membuka
mulut, dan kondisi pasien tidak memungkinkan.
VI. Rencana terapi
1. Menghisap tantum lozenges 20 menit sebelum makan, dan tidak
makan dan minum setelahnya
3. Borax gliserin 4x4 tetes
4. Kontrol ulang secara berkala
VII. Prognosis
Dubia ad malam, karena pasien telah mengalami kerusakan multi organ.
Untuk erosi mukosa prognosis bonam, selama pasien dapat menjaga oral
hygiene untuk mencegah infeksi sekunder dan kontrol berkala perlu
dilakukan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Rongga Mulut
A. Rongga Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan.Terdiri
atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara
gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut
yang dibatasi di sisisisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di
sebelah belakang bersambung dengan awal faring.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
1. Palatum
a. Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf.Bagian
anteriornya mempunyai lipatanlipatan yang menonjol, atau rugae.
6
b. Palatum mole terletak dibelakang merupakan suatu daerah
fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum. Tepi
posterior berakhir pada uvula.
Gambar 2. 2 Gigigeligi dan tulang palatum
2. Rongga
mulut a.
Bagian gigi
Terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong
dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot
otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke
5. Proses mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak.
Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak untuk
pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara
ritmis dan kontinu.
b. Tulang Alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang
kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar
ke foramen apikal untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar
berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan
kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah
periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
(Fawcett, 2002)
7
c. Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang terikat erat pada periosteum
Krista tulang alveolar melapisi vestibulum dari rongga mulut dan
melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Dilapisi epitel
berlapis gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada
dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia
tidak memiliki stratum granulosum dan selsel gepeng lapis
superfisialnya tetap berinti piknotik. (Fawcett, 2002)
d. Ligamentum Periodontal.
Akar gigi masingmasing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum
dan tulang alveolar di sekitarnya. Ligamen periodontal menahan gigi
pada sakunya dan masih memungkinkan sedikit gerak (Fawcett,
2002).
e.Pulpa.
f. Lidah.
Lidah dibentuk oleh otototot yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu
otototot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot
otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di
luar lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang
lidah. Otot intrinsik penting dalam proses mengunyah dan
mengucapkan katakata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke
12. (Wibowo, 2005)
Pada lidah terdapat papilla, papilla ini terdapat alat pengecap (taste
bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung depan), dan
pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai
8
ujungujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan
dingin. Rasa pedas tidak termasuk salah satu bentuk sensasi
pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk sensasi umum.
Pengecapan diurus oleh saraf otak ke7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke5. (Wibowo, 2005)
Gambar 2. 3 Gambar lidah dari atas
g. Kelenjar ludah. Terdiri dari:
1. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara
proses mastoid kiri dan kanan mandibularis, merupakan kelenjar
ludah terbesar (Wibowo, 2005).
2. Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian
belakang.
3. Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di
dasar rongga mulut.
B. Gigi dan Komponennya
Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses alveolaris
maksila dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen ini
didahului oleh satu set sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul sekitar 7
bulan setelah lahir dan lengkap pada umur 68 tahun. Gigi ini akan tanggal
9
antara umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh gigi
permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini berlangsung sekitar
12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan
munculnya molar ketiga atau gigi kebijakan. (Fawcett, 2002)
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri
dari 2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi
b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3
geraham untuk total keseluruhan 32 gigi.
Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan). Makanan yang
masuk kedalam mulut di potong menjadi bagianbagian kecil dan bercamput
dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.
2.1 Histologi Rongga Mulut
A. Mukosa Oral
Didalam rongga mulut terdapat mukosa, ada tiga jenis mukosa, yaitu
masticatory mucosa, lining epithelium, dan specialized mucosa.
Mukosa berhubungan dengan lingkungan eksternal, terdapat pada rongga
hidnung, saluran cerna dan rongga tubuh lainnya. Pada rongga mulut dikenal
oral mukosa.
10
Mukosa oral berfungsi melindungi jaringan yang lebih dalam pada
rongga mulut. Oral mukosa akan melakukan adaptasi pada epitel dan jaringan
ikat untuk menahan gaya mekanis dan abrasi yang disebabkan aktifitas
mastikasi. Selain itu, lapisan epitel berfungsi sebagai pelindung terhadap
mikroorganisme.
Secara histologis lapisan mukosa mulut terdiri daru dua, yaitu lapisan
pertama adalah lapisan epitel, yang kedua adalah lamina propia. Pada lapisan
epitel, baian terluar tersusun atas selsel mati berbentuk pippih yang terus
menerus mengalami pergantian terus menerus dari lapisan bawah yang
disebut stratified squamous epithelium. Lapisan epitel dari luar ke dalam
tersusun dari stratum keratinosum, granulosum, spinosum, dan paling bawah
adalah stratum basalis.
Lapisan kedua adalah lamina propia, pada lapisan ini terdapat ujung
ujung saraf rasa sakitm suhu, raba, dan cita rasa. Mukosa mulut selalu
dibahasi oleh saliva.
B. Bibir
Rongga mulut sebagian dibentuk oleh bibir (labia oris) dan pipi. Bibir
dilapisi oleh kulit yang sangat tipis yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
dengan lapisan tanduk. Pembuluh darah terletak dekat dengan permukaan
bibir yang menyebabkan bibir berwarna merah. Permukaan luar bibir
mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Bibir
juga mengandung otot rangka yaitu m.orbicularis oris. Di sebelah dalam batas
bebas bibir, lapisan luar berubah menjadi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk yang lebih tebal. Dibawah epitel mulut terdapat kelenjar labialis
glandula labialis) yang menghasilkan mukus (Eroschenko V, 2008).
11
Gambar . Histologi Bibir (Mescher A, 2010)
Kulit atau epidermis tipis melapisis lapisan luar bibir. Epidermis tersusun
dari epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk dengan sel permukaan
mengalami deskuamasi. Di bawah epidermis adalah dermis terdapat kelenjar
sebase yang berhubungan dengan folikel rambut, kelenjar keringat terletak di
dermis bagian dalam. Dermis juga mengandung m.arrector pilli yaitu otot
polos yang melekat pada folikel rambut. Bagian tepi bibir terdapat pembuluh
darah, yaitu sebuah arteri dan sebuah venula. Bagian tengah bibir terdapat
m.orbicularis oris (Eroschenko V, 2008)
C. Lidah
Lidah adalah organ berotot dalam rongga mulut, bagian tengahnya terdiri
dari jaringan ikat dan serat otot rangka. Pada bibir terdapat 4 buah papila, yaitu
papila filiformis, fungiformis, sirkumvalata, dan foliata. Papila merupakan
tonjolantonjolan kecil pada permukaan dorsal lidah yang menyebabkan
permukaan dorsal lidah tidak rata. Papila ini teridentasi oleh jaringan
dibawahnya yaitu lamina propia. Semua papila lidah dilapisi oleh epitel
berlapis gepeng yang mengalami keratinasi parsial.
Papila filiformis merupakan papila dengan jumlah terbanyak dan berukuran
kecil, berbentuk kerucut lancip. Yang lebih sedikit namun lebih besar, tinggi,
dan lebar daripada papila filiformis adalah papila fungsiformis, berbentuk
seperti jamur, dan biasany terselip diantara papila filiformis. Papila yang ketiga
adalah papila sirkumvalata yang berukuran lebih besar dari papila fungiformis.
12
Berjumlah 812 buah, terletak di daerah posterior lidah. Papila ini dikelilingi
oleh sulkus dalam, banyak duktus eksretorius dari kelenjar serosa (von weber)
di bawahnya. Papila selanjutnya adalah papila foliata merupakan papila
rudimenter atau kurang berkembang pada manusia.
Di epitel papila fungiformis serta di sisi lateral papila sirkumvalata terdapat
kuncup kecap. di dalam kuncup kecap terdapat neuroepitel. Kuncup kecap juga
terdapat banyak di pallatum molle, faring dan epiglotis. Fungsi kuncup kecap
ini yaitu untuk mendeteksi pengecapan atau rasa.
Gambar . Histologi Lidah
13
Gambar . Histologi papila lidah. Papila filiformis, papila sirkumvaata dan papila
fungiformis
D. Gigi
Gigi terdiri dari mahkota gigi, leher gigi, dan akar gigi. Mahkota gigi
adalah bagian gigi yang paling atas, terlihat keluar berwarna putih. Mahkota
gigi terdiri dari 3 lapisan, lapisan terluan adalah email atau enamel, lapisan
kedua yaitu dentin, dan lapisan terakhir adalah pulpa.
Email atau enamel merupakan jaringan terkeras gigi yang dibentuk oleh
selsel ameloblast. Ketebalan dan kepadatannya mempengaruhi permukaan
mahkota gigi. Bagian email gigi yang terdapat di akar disebut cementum.
Lapisan email yang paling tebal terdapat pada lapisan insisal dan oklusal
gigi dan semakin menipis ke daerah cementoenamel junction. Email
mengandung hiddroksiapatit yang memberikan kekerasan pada gigi.
Kekerasan email juga semakin berkurang mendekati daerah dentin.
Kepadatan email berkurang diakibatkan oleh komponen anorganik pada
dentin dan cementoenamel junction lebih sedikit dibandingkan dengan email.
Email tersusun atas 9395% komponen anorgani, 1% komponen organik, dan
4% air. Email gigi tidak mengandung persyarafan, sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit jika terdapat kerusakan hanya sebatas email. Faktor
yang mempengaruhi kerusakan email adalah keasaman makanan dan
minuman.
Lapisan dibawah email adalah dentin, susunan dentin menyerupai susunan
tulang dan dibentuk oleh odontoblast. Dentin tersusun atas 78%
hidroksiapatit, 18% zat organik yang tersusun dari kolagen, substansi dasar
mukopolisakarida, dan 12% tersusun atas air. Secara mikroskopis dentin
14
terdiri atas tubulus dentin, peritubulus dentin, intertubulus dentin, predentin,
dan prosesus odontoblast. Pada dentin terdapat ujungujung syaraf yang
terdapat di pulpa. Apabila terdapat kerusakan gigi mencapai dentin, pasien
biasa mengeluhkan terjadi ngilu pada gigi.
Lapisan terdalam dari gigi adalah pulpa. Pulpa gigi adalah jaringan lunak
yang dikelilingi oleh jaringan keras. Pulpa terbentuk dari jaringan
ektomesenkim papilla dentis. Dalam pembentukannya, jaringan
ektomesenkim dentin baru dapat dikatakan jaringan pulpa gigi apabila dentin
telah terbentuk. Fungsi pulpa adalah membentuk odontoblas yang akan
membentuk dentin, mengingduksi pembentukan email, menyediakan nutrisi
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dentin, pertahanan terhadap
mikroorganisme melalui tubuli dentin, memberikan rasa atau sensasi sebagai
respon dari rangsangan. Selsel yang menyusun pulpa gigi adalah odontobas,
fibroblas, dan sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi, dan sel
imunokompeten. Odontoblas berfungsi untuk menghasilkan komponen
organik matriks predentin dan dentin, seperti kolagen tipe I dan proteoglikan.
Fibroblas merupakan jaringan terbanyak, berfungsi dalam sintesi kolagen tipe
I dan III, mensintesis dan mensekresi komponen non kolagen matriks
ekstraseluler. Sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi yaitu sel yang dapat
berdiferensiasi menjadi fibroblas dan odontoblas. Sel terakhir adalah sel
imunokompoten, yang merupakan sel pertahanan yang masuk dari aliran
darah. Sel ini berfungsi saat ada invasi mikroorganisme. Sel yang banyak
dijumpai di pulpa gigi adalah limfosit, makrofag, dan dendritik.
Gambar Lapisan gigi
15
Gigi disokong oleh tiga jaringan, yaitu ligamen periodontal, sementum,
dan tulang alveolar atau prosesus alveolar. Ligamen periodontal terdiri dari
pembuluh darah dan serabut kolagen yang mengelilingi akar gigi dan melekat
pada tulang alveolar. Fungsi ligamen periodontal adalah melindungi
pembuluh darah, menyalurkan tekanan oklusal ke tulang, melekatkan gigi ke
tulang alveolar, sebagai peredam tekanan oklusal, mensuplai nutrisi ke
sementum, tulang, dan gingiva melalui aliran darah dan limfa dan
menghantarkan tekanan taktil dan sensasi nyeri melalui jalur trigeminal
(Newman, Takei, Carranza, 2010).
Cementum terdiri atas matriks teerkalsifikasi yang mengandung serabut
kolagen (Berkovitz, Holland, & Moxham, 2009). Sementum memiliki
permeabilitas yang memungkinkan terjadi difusi cairan dari pulpa dan
permukaan akar yang kuat. Permeabilitas berkurang seiring bertambahnya
usia.
Tulang alveolar adalah bagian dari tulang maksila dan mandibula yang
menmbentuk dan menyokong soket gigi. Prosesus alveolar terbentuk pada
saat gigi erupsi dan resorpsi bertahap pada saat gigi tanggal (Putri,
Herijulianti, Nurjanah, 2010) .
Gambar . Struktur penyokong gigi
16
2.3. Erosi Mukosa Oral
A. Definisi
Erosi mukosa oral merupakan lesi superfisial yang terdapat di dalam
cavum oral atau rongga mulut. Erosi yaitu terdapatnya kerusakan atau
terputusnya jaringan hanya sedikit yang mencapai lamina propia. Erosi hanya
mengenai membran mukosa, dan hanya bagian epitel dari lapisan epidermis
yang mengalami kerusakan. Erosi dapat sembuh tanpa menginggalkan
jaringan scar (Scully C, 2008).
Lesi yang lebih dalam dibandingkan erosi adalah ekskoriasi. Ekskoriasi
adalah lesi yang lebih dalam dibandingkan dengan erosi, namun lebih
dangkal dibandingkan dengan ulkus. Lesi ini mencapai rete pegs dan
biasanya terlihat punctiform bleeding atau perdarahan kecil sebesar kepala
pentul. Hal ini disebabkan karena tereksposnya pembuluh darah kapiler.
17
B. Diagnosis kerja
Untuk menegakan diagnosis intoksikasi paraquat, harus dilakukan
dengan cepat dan tepat. Harus didapatkan riwayat adanya ingesti paraquat.
Intoksikasi paraquat biasanya terjadi pada pasien yang mencoba bunuh diri.
Perlu diketahui juga penyebab terjadinya berdasarkan riwayat perjalanan
penyakit. Erosi mukosa dapat disebabkan oleh trauma, zat kimia, suhu dan
trauma listrik, radiasi, dan infeksi.
Pada kasus ini erosi mukosa yang terjadi disebabkan oleh cedera kimia
yaitu paraquat atau gramoxone. Paraquat merupakan racun herbisida yang
sangat kuat. Racun paraquat bisa masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna
yaitu ditelan, melalui kontak kulit yang tidak intak, dan inhalasi. Racun yang
masuk akan menyebar secara sistemik melalui aliran darah dan dapat
menyebabkan multi organ failure bahkan sampai kematian. Akibat yang
ditimbulkan tergantung dari dosis yang masuk ke dalam tubuh.
Paraquat bersifat sangat korosif, gejala yang umunya terjadi adalah mulut
terbakar yang mengakibatkan erosi bahkan bisa menyebabkan ulkus mukosa,
acute respiratory distress, hilangnya nafsu makan, nausea, abdominal pain,
rasa haus, muntah, diare, sakit kepala, demam, nyeri otot, letargi, dispnea,
dan takikardi.
Pada pemeriksaan intraoral dapat dilihat adanya lesi pada mukosa buccal,
labial, palatal, dan lidah, serta dapat terjadi perdarahan oral. Lesi dapat
berupa eritema sampai bercak kehitaman. Pada intoksikasi paraquat harus
18
dilihat tandatanda kerusakan organ lainnya melalui pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan lainlain.
Gambar 2. Contoh lesi intraoral pada pasien intoksikasi paraquat (Raghu, K.,
Mahesh V., Sashidar P, etc, 2013)
C. Diagnosis Banding
Lesi pada mukosa oral seperti erosi, eksoriasi, dan ulserasi memiliki
banyak penyebab. Beberapa penyebab yang dapat menyebabkan terjadinya
lesi dimulut yaitu traumatik, aphtous stomatitis, infeksi, drug induced, dan
malignancy.
1) Traumatik ulserasi
Mukosa oral lebih tipis dibandingkan kulit, dan sangat mudah sekali
mengalami kerusakan. Trauma merupakan penyebab terbanyak terjadinya lesi
di rongga oris. Penyebab trauma berbagai faktor, diantaranya mekanik, kimia,
termal (panas atau dingin), radiasi dan elektrik.
a) Trauma mekanik
19
b) Trauma termal atau terbakar listrik
c) Trauma kimia
Aspirin biasa digunakan untuk meredakan nyeri pulpitis, namun jika
ditahan di mulut dalam waktu lama sebelum ditelan lamakelamaan
akan memicu terjadinya nekrosis epitel. Obatobatan lain yang dapat
menyebabkan trauma kimia seperti eugenol, klorpromazine,
hidrogen peroksida 13%, silver nitrat (biasa digunakan untuk
mengurangi nyeri pada ulserasi aphtous dapat merusak ujung syaraf
dan merusak mukosa). Penggunaan fenol pada perawatan gigi juga
dapat menyebabkan nektorik mukosa pada konsentrasi 0,5% (Sapp
JP., Lewis RE, George WW, 2004).
d) Trauma radiasi
Merupakan efek dari radiasi, dapat menimbulkan erosi dan ulserasi.
Jika kelenjar saliva juga terkena efek radiasi maka akan terjadi
xerostomia karena fungsi saliva sebagai pelumas untuk mengurangi
gesekan di rongga mulut berkurang sehingga mudah terjadi erosi
sampai ulserasi pada mukosa.
20
Radiasi ke tulang rahang dapat menyebabkan kerusakan pada
osteosit dan merusak suplai darah. Jaringan keras menjadi
hipovaskular, hiposeluler, dan hipoksia. Hal ini menyebabkan
osteoradionekrosis, biasa terjadi pada manidbula, dan menyebabkan
rasa sakit kronis dan ulserasi permukaan (Sapp JP., Lewis RE,
George WW, 2004).
2) Aphtous Stomatitis/ Stomatitis Aftosa
Stomatitis aftosa atau sariawan merupakan penyebab ulserasi tersering
kedua setelah trauma. Terjadi sekitar 1025%. Munculnya penyakit ini
bervariasi, terdapat tiga jenis.pertama adalah ulserasi aftosa minor, ulserasi
aftosa mayor, dan ulserasi herpetiformis. Ulserasi aftosa minor adalah jenis
yang paling banyak terjadi, berukuran kecil dengan diameter 24mm, bulat
atau oval dengan warna kuning abuabu dan eritem, dapat sembuh tanpa
meninggalkan jaringan scar dalam waktu 710 hari, namun sering bersifat
rekuren.
Ulserasi aftosa mayor lebih jarang dibandingkan minor, namun memiliki
lesi dan gejala yang lebih parah. Diameter >1cm dan butuh waktu lebih lama
untuk penyembuhan dan dapat meninggalkan bekas. Ulserasi aftosa mayor
dan minor biasanya terjadi di bagian pipi. Bibir, bawah lidah, dan dasar
mulut. Jenis paling umum lainnya adalah ulserasi herpetiform, dinamakan
demikian karena kondisinya menyerupai gingivostomatitis herpetik primer.
Berbentuk mulai lepuh kecil (vesikel) lama kelamaan berukuran 23mm.
Biasanya timbul membentuk pola, subtipe ini dapat menyebabkan rasa sakit
yang hebat, akan menimbalkan jaringan parut, dan sering kembuh.
Penyebab pasti dari stomatitis aftosa tidak diketahui, tetapi mungkin ada
kecenderungan genetik pada beberapa orang. Penyebab lain yang mungkin
termasuk kekurangan folat, vitamin B, dan zat besi, merokok, stres,
menstruasi, trauma, alergi makanan atau hipersensitivitas terhadap natrium
lauril sulfat (ditemukan di banyak merek pasta gigi). Stomatitis aftosa tidak
tanda klinis di luar mulut. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit
dan bengkak dan mempercepat penyembuhan. Obat yang dapat diberikan
21
seperti steroid sistemik atau topikal, analgesik (penghilang rasa sakit),
antiseptik, antiinflamasi atau pasta penghalang untuk melindungi lesi (Toon
MH, Maybauer DM, Arceneaux LL, etc , 2011).
Gambar Stomatitis aftosa
3) Infeksi
Beberapa infeksi dapat menyebabkan terjadinya ulserasi oada mukosa
oral.
Tabel 1. Infeksi yang dapat menyebabkan ulserasi
Agen Contoh
Virus Chickenpox, herpetic stomatitis, HIV, infectious
mononukleosis
Bakteri Acute necrotizing ulcerative gingivitis, sifilis, tuberculosis
Fungal Histoplasmosis, criptoccosis, blastomikosis
Parasit Leishmaniasis
4) Malignansi
22
pertama kali di dalam rongga mulut, atau bisa berasal dari tempat lain seperti
sinus maksila, kelenjar saliba, rongga hidung, atau kulit perioral. Tipe
keganasan yang paling banyak ditemui adalah squamous cell carcinoma.
Penyebab utama biasanya adalah merokok, dan konsumsi alkohol.
Lesi sering ditemui pada bibir bawah, dasar mulut, dibawah lidah, dan
tumor dapat ditemui diberbagai tempat di dalam rongga mulut. Penampilan
sangat bervariasi, lesi dapat berbentuk merah (erythroplasia) atau berbintik
bintik merah dan putih (erythroleukoplakia). Lesi ganas juga biasanya
mengalami indurasi dan melekat pada struktur yang berdekatan, dan mudah
berdarah pada manipulasi lembut (Tucker, 2008).
Gambar . Keganasan pada mulut
5) Penyakit Vesikobulosa
Bisa diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti saliva, tipisnya oromukosa,
trauma dari gigi, mengunyah, dan lainlain. Terbentuk vesikel dan bullae
pada membran mukosa kavitas oral yang mudah pecah dan meninggalkan
ulkus. Beberapa virus yang disebutkan di atas dapat menyebabkan penyakit
ini, dan contoh lainnya seperti pemphigus vulgaris, mucous membrane
pemphigoid, bullous pemphigoid, dan lainlain.
D. Patofisiologi
Paraquat merupakan zat kimia yang sangat beracun dan dapat
menyebabkan kematian sel. Paraquat menyebabkan kerusakan mitokondria
sel karena menghasilkan radikal bebas dan stres oksidatif. Paraquat sangat
23
cepat di absorbsi bila terhirup atau diabsorbsi oleh usus apabila termakan.
Setelah masuk dalam tubuh, konsentrasi paraquat tinggi di dalam ginjal dan
hati dan paru. Dosis rendah paraquat akan tertinggal di serat otot setelah
paparan kulit, dan masuk ke aliran darah secara perlahan. Target utama
toksisitas paraquat adalah paruparu, dapat menyebabkan edema paru,
kerusakan membran paru, kerusakan alveolar dan berakhir pada fibrosis.
Paraquat merupakan zat kimia kuat, dan mukosa oral tipis dan mudah
mengalami kerusakan, oleh karena itu intoksikasi parakuat melalui ingesti
oral akan menyebabkan lesi di oromukosa, berupa erosi sampai ulserasi
(Watts M, 2011).
E. Tatalaksana
Tatalaksana erosi mukosi didasari oleh penyebabnya seperti yang telah
2.4 Intoksikasi Paraquat
24
Asal Paparan
a. Oral
b. Inhalasi
c. Kulit
d. Mata
e. Parenteral
Farmakokinetik
Penelitian pada tikus dan anjing menunjukkan absorpsi paraquat yang cepat
tetapi tidak sempurna melalui traktus gastrointestinal khususnya lambung, kira
kira kurang dari 5% diabsorpsi. Absorpsi melalui kulit yang tidak intak dapat
terjadi, namun terbatas hanya sekitar 0,3% dari dosis terapan (Ashton C, Leahy
N).
Patofisiologi
Ketika masuk dalam tubuh per oral dalam dosis yang adekuat, paraquat
mempunyai efek terhadap traktus gastrointestinal, ginjal, hepar, jantung, dan
organ lainnya.
Mekanisme utama yang terjadi ialah paraquat menimbulkan stres oksidatif
melalui siklus redoks (reduksi oksidasi) sehingga membentuk radikal bebas yang
25
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan. Radikal bebas merupakan suatu
kelompok bahan kimia baik berupa atom atau molekul dengan reaksi jangka
pendek yang memiliki satu atau lebih elektron bebas. Atom atau molekul dengan
elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa
fungsi fisiologis di dalam tubuh. Namun oleh karena mempunyai tenaga yang
sangat tinggi, zat ini juga dapat merusak jaringan normal apabila jumlahnya
terlalu banyak. Radikal bebas yang terdiri atas unsur oksigen dikenal sebagai
kelompok oksigen reaktif (reactive oxigen species / ROS), seperti anion
superoksida (O2) (Day BJ et al).
Edema paru akut dan kerusakan paruparu dini dapat terjadi dalam
beberapa jam akibat paparan akut yang berat. Kerusakan lanjut berupa fibrosis
paru, penyebab kematian, yang kebanyakan terjadi 714 hari setelah paparan. Pada
pasien yang terpapar dalam konsentrasi yang sangat tinggi, beberapa di antaranya
meninggal lebih cepat (sekitar 48 jam) akibat kegagalan sirkulasi.
Paraquat juga bersifat neurotoksik. Paraquat secara struktural menyerupai
neurotoksikan dopaminergik, yaitu 1methyl4phenyl1,2,3,6tetrahydropyridine
(MPTP). Wonsuk Yang (2005) pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan
antara toksistas paraquat terhadap dopaminergik akibat dari proses stres oksidatif
dan disfungsi proteasomal. Kerusakan pada tubulus proksimal ginjal sering
bersifat reversibel dibandingkan kerusakan yang terjadi pada jaringan paruparu.
Namun, rusaknya fungsi ginjal menjadi penting sebagai penentu pengeluaran
racun dari paraquat. Sel tubulus normal secara aktif mengekskresi paraquat
melalui urin, secara efisien membersihkan racun dari dalam darah (Ashton C,
Leahy N)..
26
Nekrosis lokal dari miokardium dan otot rangka adalah kelainan utama
akibat keracunan dibandingkan jaringan otot lainnya, dan secara khas terjadi
sebagai fase kedua. Keracunan paraquat yang lama memberi efek toksik pada otot
lurik dan otot polos berupa miopati akibat degenerasi fiber otot tipe I. Pernah
dilaporkan keracunan melalui proses pencernaan menyebabkan edema cerebral
dan kerusakan pada otak (Ashton C, Leahy N).
Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul bergantung pada jalan masuk paparan, dosis atau
konsentrasi racun yang pada akhirnya menjadi dasar prognosis dari kasus
keracunan paraquat:
1. Dosis rendah, < 20 mg/kgBB (7,5 ml dalam konsentrasi 20%) tidak
memberikan gejala atau hanya gejala gastrointestinal yang muncul
seperti muntah atau diare
2. Dosis sedang, 2040 mg/kgBB (7,515 ml dalam konsentrasi 20%)
menyebabkan fibrosis jaringan paru yang masif dan bermanifestasi
sebagai sesak napas yang progresif yang dapat menyebabkan kematian
antara 24 minggu setelah masuknya racun. Gangguan ginjal dan hati
dapat ditemukan. Sesak napas dapat muncul setelah beberapa hari pada
beberapa kasus berat. Fungsi ginjal biasanya dapat kembali ke normal.
diakhiri dengan kematian yang dapat terjadi dalam 2448 jam akibat
gagal multi organ.
Tertelannya paraquat dengan dosis yang sedang (2040 mg/kgBB) dapat
5
menyebabkan kelainan morbiditas yang terdiri dari 3 tingkat, yaitu :
a. Stage I : 15 hari. Efek korosif lokal seperti hemoptisis, ulserasi membran
mukosa, mual, diare, dan oligouria.
27
b. Stage II : dalam 28 hari didapatkan tandatanda kerusakan hati, ginjal, dan
jantung berupa ikterus, demam, takikardi, miokarditis, gangguan pernapasan,
sianosis, peningkatan BUN, kreatinin, alkali fosfatase, bilirubin, dan
rendahnya protrombin.
c. Stage III : dalam 314 hari terjadi fibrosis paru. Batuk, dispnea, takipnea,
edema, efusi pleura, atelektasis, penurunan tekanan O2 arteri yang
menunjukkan hipoksemia, peningkatan gradien tekanan O2 alveoli, dan
kegagalan pernapasan.
Gambar . Kongesti pulmonal, edema, dan perdarahan akibat keracunan paraquat15
Gejala pada kulit biasanya terjadi pada pekerja tani akibat keracunan
paraquat. Khususnya dalam bentuk konsentrat, paraquat menyebabkan kerusakan
lokal pada jaringan yang terpapar dengan zat tersebut. Kerusakan lokal pada kulit
berupa dermatitis kontak. Kontak yang lama akan menyebabkan eritema, vesikel,
erosi dan ulkus, dan perubahan pada kuku. Walaupun absorbsi melalui kulit
7
lambat, kulit yang erosif akan mempertinggi tingkat absorbsinya .
Keracunan fatal dilaporkan telah terjadi akibat kontaminasi paraquat yang
lama, tetapi hal ini terjadi hanya pada kulit yang tidak intak. Kontak yang lama
pada kulit akan menimbulkan pengikisan atau ulserasi, yang cukup untuk
mempermudah absorpsi ke sistemik. Kontak racun pada kuku dapat menyebabkan
7
bintik putih atau pada kasusu berat dapat terjadi atrofi kuku .
Sebagai tambahan, beberapa pekerja tani dapat terpapar melalui inhalasi
semprotan dengan gejala perdarahan hidung akibat kerusakan lokal. Namun,
paparan melalui inhalasi tidak menyebabkan keracunan sistemik karena
28
penguapan dan konsentrasi yang rendah dari paraquat. Kontaminasi pada mata
menyebabkan konjungtivitis berat dan kadangkadang berlanjut ke kelainan
kornea .
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk keracunan Paraquat. Tujuannya adalah
untuk meringankan gejala dan komplikasi yang ada (perawatan suportif).
Lepaskan semua pakaian yang terkontaminasi. Jika ada suatu bahan kimia yang
menyentuh kulit, cuci area tersebut dengan sabun dan air selama 15 menit, tanpa
menggosok keras, agar tidak menimbulkan lecet yang akan memungkinkan
penyerapan lebih besar dari racun. Jika telah ada kontaminasi pada mata, bilas
dengan air selama 15 menit.
Jika Paraquat tertelan, harus segera dibeikan arang aktif secepat mungkin.
Pasien yang sakit mungkin memerlukan prosedur yang disebut hemoperfusion,
yang menyaring darah melalui arang untuk mencoba untuk mengeluarkan
Paraquat dari paruparu (Bronstein, 2004).
Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat keracunan paraquat :
1. Sindrom distress pernapasan akut
2. Lubang di esophagus
3. Inflamasi pada daerah antara paruparu (mediastinitis)
4. gagal ginjal
5. Jaringan parut pada paruparu (fibrosis paru)
Prognosis
29
BAB III
ANALISIS MASALAH
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, denyut nadi 118x/m, laju pernapasan 32x/m dengan face mask,
0
suhu 36,6 C dan tekanan darah 90/60 mmHg. Pada pemeriksaan ekstraoral,
dijumpai bentuk wajah simetris. Pada pemeriksaan intraoral didapatkan hasil
mulut sukar ditutup, drooling, pada bibir terdapat krusta kehitaman, mukosa oral,
labial dan palatal ditemui adanya bercak kehitaman disertai eritema, pada gingiva
terdapat bercak kehitaman. Keadaan gigi tidak dapat dinilai.
Paraquat yang terabsorbsi didistribusikan ke semua organ dan jaringan melalui
aliran darah, dan dapat merusak berbagai organ seperti paru, gastrointestinal,
ginjal, dan lainlain. Paraquat dapat menyebabkan nekrosis tubular akut yang apat
30
memperlambat eksresi lebih dari 1020 hari. Mekanisme yang terjadi ialah paruat
menimbulkan stres oksidatif melalui siklus redoks atau reduksi oksidasi, sehingga
membentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan,
termasuk mukosa oral.
Komplikasi dari erosi mukosa yaitu dapat menyebabkan infeksi pada rongga
mulut, hal ini bisa disebabkan karena kerusakan mukosa yang merupakan barier
pertahanan, serta buruknya oral hygiene.
Tatalaksana pada kasus yang dapat diberikan yaitu aplikasi clorhexidine pada
kassa 20 menit di kompres dikompres dilesi setelah makan dan minum dan tidak
makan dan minum setelahnya, terapi borax gliserin, menghisap tantum lozenges
20 menit sebelum makan dan tidak makan dan minum setelahnya. Edukasi yang
diberikan pada pasien yaitu kontrol berkala, pengobatan dilakukan terus menerus,
dan menjaga kebersihan gigi dan mulut. Prognosis pada kasus ini didasari pada
dosis paraquat yang dikonsumsi.
31
DAFTAR PUSTAKA
3. Bronstein 5. Herbicides. In : Dart RC, Ed. Medical Toxicology. 3rd ed.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, 2004: 151524
4. Day BJ et al. A Mechanism of Paraquat Toxicity Involving Nitric Oxide
Synthase. PNAS;96(22):1276012765
5. Fawcett, Don W. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta: EGC.
MerriamWebster Inc.
8. Newman MG., Takei HH., Carranza FH. 2010. Carranza's Clinical
Periodontology 10th Edition. Philadelphia : WB Saunders Co
9. Putri MH., Herijulianti E., Nurjannah N. 2010. Ilmu Pencegahan Penyakit
Jaringan Keras dan Jaringan Penyokong Gigi. Editor : Lilian Juwono. Jakarta:
EGC
10. Raghu, K., Mahesh V., Sashidar P, etc, 2013. Paraquat Poisoning : A
Case report and A Review of Literature. Journal of Family and Community
Medicine, p:198200
12. Scully, Crispian .2008. Soreness and ulcers dalam Oral and
maxillofacial
medicine : the basis of diagnosis and treatment 2nd ed). Edinburgh: Churchill
Livingstone. pp. 131–139.
13. Snell RS. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta:
EGC
14. Toon MH, Maybauer DM, Arceneaux LL, Fraser JF, Meyer W, Runge A,
Maybauer MO .2011. Children with burn injuriesassessment of trauma,
neglect, violence and abuse. Journal of Injury and Violence Research. 3 (2):
98–110.
32
15. Tucker, editors, James R. Hupp, Edward Ellis, Myron R. (2008).
Contemporary oral and maxillofacial surgery (5th ed.). St. Louis, Mo.: Mosby
Elsevier. p. 433.
16. Watts M. 2011. Paraquat. Pesticide Action Network Asia & The Pacific.
17. Wibowo, Daniel S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Gramedia.
33