Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
SITI SYARAH MAESYAROH. Peran Predator serta Musuh Alami Lain pada
Agroekosistem Wortel di Wilayah Cikajang Kabupaten Garut. Dibimbing oleh
DADAN HINDAYANA.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus :
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Juni 1990 di Garut, Jawa Barat. Penulis
adalah anak keempat dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak KH. Endang
Yusuf Djunaedi, Lc dan Ibu Hj. Idos Firdausyah. Pendidikan dasar diselesaikan
pada tahun 2002 di SD Negeri Keresek 1, Jawa Barat. Pendidikan lanjutan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Cibatu dan
pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMU Negeri
1 Cibatu (SMAN 3 GARUT). Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program
Studi Proteksi Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2008. Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan skripsi berjudul Peran
Predator serta Musuh Alami Lain pada Agroekosistem Wortel di Wilayah
Cikajang Kabupaten Garut. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di
BEM A, HIMASITA (Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman), HIMAGA
(Himpunan Mahasiswa Garut) IPB.
6
PRAKATA
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................. 1
Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
Taksonomi Tanaman Wortel ........................................................ 4
Morfologi Tanaman Wortel ......................................................... 4
Varietas Wortel ............................................................................ 5
Syarat Tumbuh Tanaman Wortel ................................................. 5
Hama Utama Tanaman Wortel .................................................... 6
Pengendalian Hama Terpadu ....................................................... 8
Budidaya Tanaman Sehat ............................................................ 9
Pelestarian Musuh Alami ............................................................. 10
Serangga Predator ........................................................................ 11
BAHAN DAN METODE ........................................................................ 13
Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 13
Budidaya Wortel .......................................................................... 13
Pengamatan Hama dan Musuh Alami .......................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 15
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ............................................... 15
Komposisi dan Peran Arthropoda pada Agroekosistem Wortel .. 16
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 25
Kesimpulan .................................................................................. 25
Saran ............................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 26
LAMPIRAN ............................................................................................ 28
8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
8 Perkembangan populasi predator, musuh alami lain, dan pengurai dengan pitfall
trap (tanpa Collembola) ......................................................................... 23
9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Perkembangan populasi hama dengan pengamatan secara langsung..... 30
2 Perkembangan populasi hama dengan pitfall trap…....………............ 30
3 Populasi predator dan musuh alami lain dengan pengamatan secara
langsung…………………..…………………….………………......... 31
4 Populasi predator , musul alami lain, dan pengurai dengan pitfall trap.. 31
5 a. Gryllidae, b. Chelisochidae, c. Gryllotalpidae, d. Formicidae,
e. Lycosidae, f. Acrididae, g. Muscidae, dan h. Cicadellidae..……...... 32
6 a. Lahan pertanaman, b. Pemasangan pitfall trap, c. Pemindahan
sampel, d. Pengamatan langsung, e. Pemanenan, f, g dan
h. Hasil panen ...................................................................................... 33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wortel merupakan salah satu sayuran yang ditanam di Indonesia, terutama
di daerah-daerah yang bersuhu 15.6o C sampai dengan 21.1o C. Daerah tersebut
umumnya berada pada kisaran ketinggian 1000 sampai dengan 1200 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Suhu dingin diperlukan untuk pertumbuhan yang
optimum karena wortel berasal dari wilayah subtropis. Daerah yang disinyalir
sebagai asal-usul wortel adalah Timur Dekat (Asia Kecil, Traus-Caucasia, Iran,
dan dataran tinggi Turkmenistan) dan Asia Tengah (Punjab, Kashmir, Afganistan,
Tajikistan, dan bagian barat Tian-shan) (Rukmana 1995).
Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, wortel telah dibudidayakan
secara meluas. Menurut BPS (2010), luas areal panen wortel nasional mencapai
27.149 ha yang tersebar di 21 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung,
Bali, NTT, NTB, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Papua, Maluku, Banten, dan Jambi. Meskipun
demikian daerah sentra wortel yang termasuk kategori empat besar, yaitu Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Produktivitas wortel di Indonesia masih rendah. Pada tahun 1985 hasil
rata-rata wortel nasional baru mencapai 9.43 ton/ha, kemudian tahun 1986 hanya
8.90 ton/ha, dan tahun 1991 sekitar 12.89 ton/ha (Rukmana 1995). Produktivitas
ini masih sangat mungkin untuk ditingkatkan bila berbagai faktor yang menjadi
kendala dapat diatasi. Permasalahan yang umum ditemukan pada budidaya wortel
adalah masih terbatasnya varietas wortel unggul, organisme pengganggu tanaman,
dan teknik budidaya yang belum intensif. Di samping itu, paket teknologi
budidaya hasil penelitian komoditas wortel relatif masih terbatas (Rukmana
1995). Organisme pengganggu tanaman yang menjadi bagian kendala adalah
hama dan penyakit. Hama yang sering ditemukan menyerang pertanaman wortel
menurut Pitojo (2006) adalah Hyposidra sp., Heliothis assulta Gn., Agrotis sp.,
Nezara viridula, dan Coccinella spp. Sedangkan beberapa penyakit yang
menyerang tanaman wortel adalah busuk pangkal batang, bercak daun
2
Cercospora, hawar daun, dan bengkak akar (Root Knot) wortel. Sejauh ini petani
menggunakan pengendalian secara sintetik, yang menimbulkan efek negatif dan
mulai dirasakan misalnya muncul resistensi hama, resurjensi, makhluk bukan
sasaran binasa, ledakan hama sekunder, predator dan parasitoid ikut mati,
mencemari lingkungan, meninggalkan residu di dalam dan bagian-bagian
tanaman, pembesaran biologik, dan menimbulkan kecelakaan bagi manusia (Oka
1995). Oleh karena itu pendekatan lain yang lebih berwawasan lingkungan perlu
diupayakan untuk diterapkan. Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan
metode pengendalian hama yang berwawasan lingkungan dan telah ditetapkan
sebagai kebijakan utama pengendalian hama dan penyakit di Indonesia (UU No
12 tahun 1992).
Pengendalian hama terpadu (PHT) pada prinsipnya adalah berusaha untuk
bekerjasama dengan alam, bukan melawannya, sedangkan aktivitas kelompok tani
menggambarkan, bagaimana petani dalam kelompoknya merencanakan dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat ekologi, sosial maupun ekonomi
secara bersama (Efenly 2006). Komponen pengendalian hama secara terpadu
salah satunya adalah pengendalian dengan menggunakan musuh alami. Teori
dasar dalam pengelolaan hama adalah mempertimbangkan komponen musuh
alami dalam strategi pemanfaatan dan pengembangannya. Musuh-musuh alami
dimanfaatkan sebagai pengendali hama agar fluktuasi kepadatan rata-rata populasi
hama selalu rendah. Musuh-musuh alami ini digolongkan menjadi predator,
parasitoid, patogen serangga (jamur, bakteri, virus, nematoda), dan vertebrata
(mamalia, burung, amphibia, ikan). Potensi musuh alami khususnya parasitoid
dan predator cukup besar untuk menurunkan populasi hama, ditinjau dari laju
pertumbuhan dan kemampuan memangsa.
Predator merupakan salah satu kelompok musuh alami yang sangat
penting dalam pengendalian biologi. Predator dapat memangsa lebih dari satu
mangsa dalam menyelesaikan satu siklus hidupnya dan bersifat polyphagous,
sehingga predator dapat melangsungkan hidupnya tanpa tergantung pada satu
mangsa. Oleh karena itu, predator merupakan komponen yang dapat membantu
menurunkan populasi hama (Laba 1999).
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran predator serta musuh
alami lainnya pada agroekosistem wortel di wilayah Cikajang Kabupaten Garut.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Wortel
Taksonomi Tanaman Wortel
Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledone (biji berkeping dua)
Ordo : Umbelliferales
Famili : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Daucus
Spesies : Daucus corata L.
Dari suku pegagan-pegagan (Umbelliferae) ini, kerabat dekat wortel
adalah seledri (Apium graveolens L.) dan petroseli atau Parsley (petroselinum
crispum Mill.). Seledri dan petroseli sudah dibudidayakan secara komersial di
beberapa negara di dunia sebagai sayuran daun. Di Indonesia wortel dikenal
dengan nama daerah, di antaranya disebut bortol (Sunda, Priangan), wertel, wertol
atau bortol (Jawa), dan ortel (Madura) (Pitojo 2006).
atau jingga. Secara alami tanaman wortel dapat berbunga dan berbuah (berbiji).
Bunga wortel berbentuk payung berganda. Kuntum-kuntum bunganya terletak
pada bidang lengkung yang sama, warnanya putih atau merah jambu agak pucat.
Bunga-bunga wortel dapat menghasilkan buah dan biji yang ukurannya kecil-kecil
dan berbulu. Biji-biji ini dapat digunakan sebagai alat (bahan) perbanyakan wortel
secara generatif (Pitojo 2006).
Varietas Wortel
Wortel memiliki banyak varietas, karena tiap tahun perusahaan-
perusahaan benih di dunia kontinu menghasilkan varietas baru. Meskipun
demikian dari ragam varietas tersebut, Sunarjono (1984) mengelompokkan jenis
wortel berdasarkan bentuk umbinya ke dalam 3 golongan, yaitu :
1. Tipe Imperator, yaitu golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang
dengan ujung runcing, hingga mirip bentuk kerucut.
2. Tipe Chantenay, yaitu golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang
dengan ujung tumpul dan tidak berakar serabut.
3. Tipe Nantes, yaitu golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe
peralihan antara tipe Imperator dan Chantenay.
berlangsung selama 18 hari, stadium pupa 6-7 hari, dan stadium telur hingga
imago sekitar 45 hari. Tanaman inang hama ini antara lain jagung, kacang-
kacangan, dan tanaman sayuran. Hama ini menyerang bagian pucuk tanaman
muda hingga putus sehingga tanaman layu dan terkulai (Pitojo 2006).
Nezara viridula. Hama ini termasuk ordo Hemiptera, famili Pentatomidae,
genus Nezara, dan spesies Nezara viridula. Kepik berwarna hijau polos, bagian
kepala dan pronotum berwarna jingga atau kuning keemasan. Induk mampu
menghasilkan telur sekitar 250 butir. Telur berwarna putih, diletakkan secara
berkelompok 10-50 butir. Telur yang akan menetas berwarna merah bata. Nimfa
mengalami pergantian kulit sebanyak 5 kali. Nimfa instar 1 dan 2 berwarna hitam
dan berbintik-bintik putih. Instar 3, 4, dan 5 masing-masing berwarna hijau,
berbintik-bintik hitam dan putih, serta berukuran semakin besar. Stadium imago
maksimal berlangsung selama 47 hari, stadium telur 6 hari, dan stadium nimfa 23
hari. Gejala serangan hama ini berupa bintik coklat pada kulit batang muda dan
daun (Pitojo 2006).
Coccinella spp.. Kumbang Coccinella bertubuh besar dan berbentuk oval
mendekati bulat. Kepala tersembunyi di bawah pronotum dan memiliki antena
pendek. Serangga dewasa berwarna cerah, yaitu kuning, orange, atau merah
dengan noda-noda hitam, kuning, atau merah. Serangga dewasa bertelur setelah
kawin. Telur berwarna kuning, diletakkan pada permukaan daun dengan posisi
berdiri. Larva berwarna gelap dan ada yang bebercak kuning. Coccinella
memakan mesofil daun, meninggalkan daun berlubang seperti jendela kecil.
Selain menyerang daun, serangga ini juga memakan tangkai daun (Pitojo 2006).
Chrysodeixis chalcites. Serangga hama ini dikenal dengan ulat jengkal
atau green semilooper, termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae dan
mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. Telur C. chalcites diletakkan pada
daun, berwarna keputihan. Stadium telur 3-4 hari. Larvanya berwarna hijau
dengan stadium larva 14-19 hari. Pupanya di daun dengan stadium 6-11 hari.
Ngengat berwarna coklat tua. Daun yang terserang C. chalcites akan tampak
tinggal epidermis dan tulang daunnya (Harnoto 1981) .
8
tanaman karena serangannya tetap berada pada tingkatan yang secara ekonomis
tidak merugikan, dan 4) Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat
penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua
taktik atau metode pengendalian hama. Taktik PHT, terutama adalah: 1)
Pemanfaatan proses pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan
yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami, 2)
Pengelolaan ekosisem melalui usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk
membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi perikehidupan hama
serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati, 3) Pengendalian fisik
dan mekanis yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama, mengganggu
aktivitas fisiologis hama yang normal, serta mengubah lingkungan fisik menjadi
kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama, dan 4) Penggunaan
pestisida secara selektif untuk mengembalikan populasi hama pada tingkat
keseimbangannya. Selektivitas pestisida didasarkan atas sifat fisiologis, ekologis,
dan cara aplikasi. Penggunaan pestisida diputuskan setelah dilakukan analisis
ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang kendali. Pestisida
yang dipilih harus yang efektif dan direkomendasikan. Ada empat prinsip yang
harus dilaksanakan dalam penerapan PHT, yaitu pembudidayaan tanaman sehat,
pelestarian musuh alami, pemantauan secara rutin, dan pengambilan keputusan
pengendalian oleh petani (Arifin 1999).
maka inangnya akan segera mati. Parasitoid dapat menyerang telur, larva, nimfa,
pupa atau imago inang. Contoh parasitoid penting adalah lebah Cephalonomia
stephanoderis yang memarasit kumbang penggerek buah kopi, Hypothenemus
hamperi. Berbagai jenis patogen serangga dapat menyebabkan infeksi pada
inangnya. Kelompok patogen serangga utama adalah cendawan, virus, dan
bakteri. Contoh patogen serangga penting adalah cendawan Beauveria bassiana
yang menginfeksi kumbang penggerek buah kopi, virus Baculovirus oryctes yang
menginfeksi kumbang nyiur, Oryctes rhinoceros, dan bakteri Bacillus
thuringiensis. Patogen serangga dapat diproduksi secara massal dengan biaya
relatif murah dalam bentuk cairan atau tepung yang dalam pelaksanaannya di
lapang dapat disemprotkan seperti halnya dengan pestisida (Arifin 1999).
Usaha melestarikan musuh alami dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain: 1) Pendayagunaan teknik budidaya tanaman sehat yang mendorong
berperannya musuh alami, misalnya penanaman varietas tahan, sanitasi selektif
dan penanaman dengan sistem tumpangsari, 2) Pengumpulan dan pemeliharaan
kelompok telur. Parasitoid telur yang muncul dibiarkan lepas ke pertanaman,
sedangkan telur yang menetas menjadi ulat, dimusnahkan, 3) Penggunaan
pestisida secara bijaksana. Pestisida digunakan secara selektif, sebagai pilihan
terakhir apabila populasi hama tidak dapat dikendalikan dengan cara lain dan
apabila berdasarkan hasil pemantauan, populasi hama telah melampaui ambang
kendali (Arifin 1999).
Serangga Predator
Predator adalah golongan serangga atau binatang yang memangsa
serangga lain. Ukuran tubuh predator umumnya lebih besar dibandingkan ukuran
mangsanya, dan memerlukan mangsa lebih dari satu ekor untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya supaya dapat berkembang dengan normal. Sering kali fase
larva dan dewasa sebagai pemangsa (predator) pada mangsa yang sama. Namun
ada pula jenis predator yang fase larva dan dewasanya membutuhkan mangsa
yang berlainan (Rahadian et al. 2009). Beberapa predator bersifat kanibal,
terutama bila terjadi kekurangan makanan. Pada keadaan makanan yang terbatas,
individu yang lemah akan dimangsa oleh individu yang kuat. Imago kumbang
12
Budidaya Wortel
Penelitian dilaksanakan pada lahan petani milik Ahmad Soleh. Lahan yang
menjadi lokasi penelitian terletak pada ketinggian sekitar 1700 m dpl yang terdiri
dari 6 gundukan. Lokasi penelitian yang digunakan adalah wilayah Cikajang.
Pemilihan lokasi ini berdasarkan survei dengan pertimbangan luas lahan seluas
4200 m2 dan umur tanaman 2 MST. Wortel ditanam oleh petani dengan cara
ditebar, varietas yang digunakan adalah varietas lokal. Budidaya tanaman yang
dilakukan meliputi pembajakan tanah, pembersihan, pemupukan awal, penebaran
benih, dan sanitasi. Pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang, EM4, dan urea.
Tindakan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani adalah
sanisati lahan dengan intensitas 2 minggu sekali.
dicatat, jika ada yang tidak diketahui maka dibawa dan diidentifikasi di
Laboratorium Ekologi Serangga.
b. Pemasangan Perangkap Jebakan (Pitfall trap)
Pemasangan perangkap jebakan (pitfall trap) dilakukan mulai umur
tanaman wortel 2 MST. Perangkap jebakan dilakukan untuk mengamati
komposisi Arthropoda permukaan tanah. Jumlah perangkap yang dipasang adalah
10 buah. Pemasangan perangkap dilakukan disetiap gundukan dan diantara
gundukan. Perangkap dibuat dari gelas plastik bekas minuman yang dipasang
dengan cara meletakkan gelas plastik bekas pada lubang yang telah dibuat
sehingga permukaan gelas rata dengan permukaan tanah. Gelas tersebut diisi air
sabun sepertiganya. Gelas diberi atap yang terbuat dari seng dengan tujuan
terhindar dari hujan. Perangkap dipasang 24 jam, kemudian diangkat dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berisi alkohol dan diberi label. Setelah
itu hasilnya dibawa ke Laboratorium Ekologi Serangga untuk dihitung dan
diidentifikasi.
15
400
350
Jumlah serangga (imago)
Hama
300 Predator
250 Pengurai
200
150
100
50
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu setelah tanam (MST)
700
Hama
600
400 Parasitoid
300
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu setelah tanam (MST)
50 Hama
Predator
40 Parasitoid
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu setelah tanam (MST)
Gambar 3 Komposisi dan perkembangan populasi arthropoda pada agroekosistem wortel
dengan pitfall trap (tanpa pengurai)
18
300
100
50
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu setelah tanam (MST)
Gambar 4 Perkembangan populasi hama dengan pengamatan secara langsung
4
Acrididae
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu setelah tanam (MST)
imago, mempunyai sifat kanibal bila tidak ada mangsa, mencari mangsa pada
malam hari serta berpindah sangat cepat, dan siklus hidupnya 3-4 bulan
(Kartohardjono et al., 1989). Laba-laba dapat berperan sebagai musuh alami hama
hampir di semua ekosistem pertanian, walaupun kadang-kadang tidak mampu
mengimbangi peningkatan kerapatan mangsa, selain itu merupakan predator yang
memiliki beberapa kelebihan, yaitu mempunyai kemampuan memencar yang baik,
mampu lebih awal mengkolonisasi ekosistem pertanian semusim, memakan
mangsa baik yang terdapat dipermukaan tanah maupun yang terdapat pada tajuk
tanaman, dan memakan mangsa pada siang hari dan malam hari (Busniah 1995).
Coccinellidae (Menochilus sexmaculatus) keberadaannya dimulai pada saat
tanaman berumur 3 MST dengan jumlah 2 imago dan mencapai puncak populasi
pada saat tanaman berumur 3, 5, 7, dan 10 MST dengan jumlah 2 imago.
Menochilus sexmaculatus adalah kumbang predator yang mempunyai bercak
hitam dan hanya menangkap mangsa yang bergerak lambat, kumbang dewasa
menjatuhkan diri dari tanaman dengan cepat atau terbang bila terganggu.
Mantidae (belalang sembah) awal keberdaaannya pada saat tanaman berumur 6
MST dengan jumlah 1 imago dan mencapai puncak populasi pada saat tanaman
berumur 9 dan 13 MST dengan jumlah 2 imago. Biasanya belalang sembah
memakan banyak jenis serangga dengan cara menunggu sampai mangsa cukup
dekat dan menangkap mangsa dengan gerakan cepat dengan menggunakan kedua
kaki depannya yang dilengkapi duri kecil untuk menusuk mangsanya. Sphecidae
keberadaaannya hanya pada saat tanaman berumur 4 MST dengan jumlah 1
imago. Sedangkan Muscidae keberadaannya dimulai pada saat tanaman berumur 2
MST dengan jumlah 20 imago dan mencapai puncak populasi pada saat tanaman
berumur 5 MST dengan jumlah 22 imago.
22
40
35
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu setelah tanam (MST)
Gambar 6 Perkembangan Populasi predator musuh alami lain, dan pengurai dengan
pengamatan secara langsung
Predator serta musuh alami lain yang ditemukan pada pengamatan dengan
metode pitfall trap adalah Collembola, Muscidae, Formicidae, Braconidae,
Chelisochidae, Carabidae, dan Lysocidae. Keberadaan Collembola dimulai pada
saat tanaman berumur 2 MST dengan jumlah 20 imago dan mencapai puncak
populasi pada saat tanaman berumur 11 MST dengan jumlah 622 imago.
Collembola memiliki kerapatan tertinggi pada metode ini, karena merupakan
artropoda penghuni tanah dan serasah yang semakin tua umur tanaman serasah
yang ada pada permukaan tanah juga semakin banyak (Johan 2011). Collembola
mendominasi dari segi kelimpahan individu ini karena ordo Collembola
merupakan penghuni tanah yang berukuran kecil antara 0,23-9 mm dan ordo ini
makan bahan tumbuhan yang membusuk, jamur, bakteri , serta tinja arthropoda
dan bahan lainnya (Rizali 2002). Menurut Boror et al. (1992) menyatakan bahwa
populasi Collembola dalam tanah bisa mencapai 100.000 tiap m3, sehingga
memungkinkan jumlah Collembola yang didapatkan dalam pitfall trap banyak.
Secara tidak langsung Collembola berpengaruh dalam pelepasan karbon dan
nitrogen dari bahan-bahan organik. Persebaran Collembola salah satunya
dipengaruhi oleh faktor kelembapan relatif tanah. Ketika musim kemarau
populasinya menurun karena terjadi peningkatan aktivitas Collembola untuk
23
mencari makan dan air pada keadaan kering dan meningkatnya pemangsaan
Collembola, antara lain oleh pemangsa kelompok Arachnida.
600
Jumlah serangga (imago)
500
Formicidae
400 Lycosidae
Braconidae
300
Collembola
200 Muscidae
Carabidae
100
Chelisochidae
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu setelah tanam (MST)
Gambar 7 Perkembangan populasi predator , musuh alami lain, dan pengurai dengan
pitfall trap
hari dan bersembunyi di siang hari dalam celah-celah dan lubang-lubang kecil di
bawah kulit kayu atau serasah. Biasanya memakan bagian tumbuhan yang mati
dan busuk, tetapi beberapa jenis lainnya adalah pemangsa, dan beberapa jenis
berasosiasi dengan mamalia.
40
Formicidae
35
Lycosidae
Jumlah serangga (imago)
30 Braconidae
25 Muscidae
Carabidae
20
Chelisochidae
15
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Minggu stelah tanam (MST)
Gambar 8 Perkembangan populasi predator, musuh alami lain, dan pengurai dengan
pitfall trap (tanpa Collembola)
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah predator dapat ditemukan
dalam jumlah yang cukup besar dari mulai awal tanam sampai menjelang panen.
Predator-predator yang dapat ditemukan umumnya dari kelompok Lycosidae dan
Formicidae. Pengamatan langsung dan pitfall trap menghasilkan perbedaan
komposisi arthropoda yang teramati. Pada pengamatan langsung, yang dominan
teramati adalah hama Tagasta marginella sementara pada pitfall trap adalah
serangga lain Collembola. Secara umum, pertanaman wortel pada daerah
pengamatan dalam kondisi daun yang rusak karena gejala dari Tagasta
marginella, dengan hasil panen sebesar 2.02 kg /m2.
Saran
Perlu dilakukan pengamatan lanjutan mengenai hama dan penyakit utama
pada pertanaman wortel. Perlu juga dilakukan observasi mengenai potensi musuh
alami hama dan agens hayati untuk menekan intensitas penyakit yang menginfeksi
pertanaman wortel.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1992. Petunjuk bergambar untuk identifikasi hama dan penyakit kedelai
Indonesia. Penerbit Prognas PHT, Puslitbangtan, Balittan, dan JIC. Jakarta.
P. 43-83.
Backus EA, Hunter WB. 1989. Comparison of feeding behavior of the potato
leafhopper Empoasca fabae (Homoptera: Cicadellidae) on alfalfa and
broad bean leaves. Environ Entomol. 18: 473-480.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1989. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Ed ke-6. Soetiono Porto Soejono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insect
(Sixth Edition).
Holldobler B, Wilson EO. 1996. The Ants. Cambridge: Belknap Press. Harvard
University.
Johan. 2011. Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan
Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase
Generatif [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
27
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Laba IW. 1999. Aspek biologi dan potensi beberapa predator hama wereng pada
tanaman padi. Jurnal Litbang Pertanian 18 (2).
LAMPIRAN
29
29
30
Lampiran 3 Perkembangan Populasi Predator dan Musuh Alami Lain dengan Pengamatan secara Langsung
Lampiran 4 Perkembangan Populasi Predator , Musul Alami Lain, dan pengurai dengan Pitfall trap
30
31
a b
c d
e f
g h
a b
c d
e f
g h