You are on page 1of 16

JOURNAL READING

Early Onset Otitis Media : Risk Factor and Effect on The Outcome
of Chronic Suppurative Otitis Media

Pembimbing:

dr. Kotë Noordhianta, Sp.THT-KL, M.Kes

Disusun oleh:

Michael 2014-061-107
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher

Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin SH

Periode 30 November 2015 – 26 Desember 2015

Abstract

Onset dari early otitis media (EOM) dalam beberapa bulan pertama kehidupan dilaporkan
dapat memprediksi chronic suppurative otitis media (CSOM), meskipun prevalensi yang
meningkat diketahui sebagai faktor resiko spesifik. Dalam survey ini kami memeriksa hipotesis
mengenai tingginya faktor resiko yang berkaitan degan perkembangan OM dalam 1 tahun
dibandingkan onset lambat dan onset awal OM yang berpotensi memberikan hasil negatif bagi
CSOM. Ini adalah survey mengenai umur dimana onset otore tersering dan faktor resiko terkait
pada anak-anak dengan CSOM, pada lima lokasi yang tersebar pada kota sub-urban di dua
negara bagian Nigeria. Kuisioner dikumpulkan kepada peneliti dengan disertai pemeriksaan
terhadap anak tersebut. EOM didapati pada 136 dari 189 sample (70%) dengan CSOM, dengan
rentan umur 1-150 bulan. Dari 85 peserta dengan CSOM dengan adanya penurunan
pendengaran, didapati EOM pada 49 anak (57,7%) sementara 36 lainnya (42,4%) onset lambat.
Pada analisis multivariat menunjukkan EOM signifikan dalam penurunan pendengaran,
sedangkan tidak ditemukan korelasi dengan frekuensi terjadinya otore. Status ekonomi rendah
didapati pada 110 dari 136 anak dengan EOM, alergi, dan jumlah orang > 10 dalam rumah,
dijadikan dasar dari faktor resiko yang signifikan pada onset lambat. Minum susu dari botol,
hipertrofi adenoid, makan masakan rumahan, dan ISPA tidak ditemukan signifikansi dalam
statistik pada onset awal EOM jika dibanding kan dengan onset lambat. Studi ini menemukan
korelasi EOM dengan penurunan pendengaran, alergi yang teridentifikasi, status sosial rendah,
dan paparan kronik terhadap jumlah penduduk yang banyak. Hal ini diharapkan dapat
mengontrol prevalensi penurunan pendengaran pada CSOM.

Intoduksi
Anak yang mengalami onset otitis media (OM) pada beberapa bulan pertama
kehidupannya berada di resiko lebih tinggi akan CSOM dengan efusi dan OM rekuren dibanding
dengan anak yang mengalami onset lambat. Faktor yang berkontribusi antara lain imun dan
anatomi yang belum matur, paparan lingkungan prenatal dan kemiskinan. Prevalensi OM onset
awal dalam tahun pertama kehidupanya berada di angka 39-91%. Laporan ini adalah hasil
survey dari anak-anak dengan OM onset awal, dimana hal ini berpengaruh terhadap faktor resiko
dan hasil akhir dari OM tersebut. Kami beranggapan bahwa faktor resiko yang lebih tinggi
berkaitan dengan perkembangan onset awal dari OM dalam 1 tahun pertama kehidupan,
dibandingkan dengan onset lambat dan bahwa EOM mempunyai hasil akhir buruk terhadap
CSOM, penrunan pendengaran, dan rekurensi otore.

Metode

Ini adaah survey mengenai faktor resiko pada anak-anak dengan OM supuratif yang
kronik dan rekuren yang muncul di rumah sakit. Tujuan dari studi ini, kami meluruskan bahwa
definisi EOM sebagai keluhan dari otore dalam 1 tahun pertama kehidupan dan CSOM sebagai
perforasi kronis dengan inflamasi pada telinga tengah yang muncul lebih dari 3 bulan. Studi ini
mengambil lokasi pada 5 rumah sakit pada 2 negara bagian Nigeria : rumah sakit universitas
college sebagai rujukan tersier dari ENT di negara itu, dua rumah sakit umum, dan dua
puskesmas setempat. Lokasi fasilitas kesehatan ini terletak di area sub urban. Studi ini mengikuti
persetujuan etis dari IRB dari universitas ibadan. Persetujuan diambil dari keputusan orang tua,
dan kuisioner diberikan kepada orang tua secara lisan. Anak- anak tersebut diperiksa untuk
penyakit maupun faktor resikonya. Informasi yang diambil dari kuisioner berupa biodata, umur
ketika muncul supurasi telinga, angka kekambuhan dalam 18 bulan, jumlah orang dalam rumah,
paparan terhadap masakan di rumah, alergi, dan status sosioekonomik orang tuanya.
Pemeriksaan terhadap anaknya meliputi status nutrisi, kemunculan ISPA, adenoid, dan alergi.
Audiometri nada murni dilakukan dengan audiometer komputer BA 20 Kamplekx di ruangan
kedap suara klinik ENT. Fungsi pendengaran diperiksa pada frekuensi 250-8000 hertz pada
masing-masing telinga. Seluruh subyek mendapatkan pemeriksaan sitologi nasal smear untuk
eosinofil, dan radiografi polos dari ruang postnasal dilakukan pada subyek yang mengorok untuk
memastikan adanya hipertrofi adenoid.
Kelas sosioekonomi dibagi menjadi tinggi (I dan II), menengah (III) dan rendah (IV dan
V) berdasarkan pekerjaan, pemasukan, dan pendidikan orang tua.

Hasil utama variabel adalah onset awal OM dan penurunan pendengaran. Onset awal OM
diberikan kode 1, dan OM setelah 1 tahun kehidupan diberi kode 0, dengan maksud untuk
analisa regresi logistik. Penurunan pendengaran didefinisikan jika didapati peningkatan ambang
dengar nada murni diatas 25 dB dalam 4 frekuensi, yaitu dari 250, 500, 1000, dan 2000 Hz.

Analisa univariat terdiri dari tabulasi silang dengan generasi rasio ganjil, dan 95%
interval konfidensi. Jumlah subyek dengan onset OM onset awal dianalisa berdasarkan total
subyek dan faktor resiko, sedangkan frekuensi rekurensi dan penurunan pendengaran dianalisa
pada 2 grup tersebut.

Jumlah orang dalam rumah dibagi dalam 2 grup menggunakan nilai median jumlah rata-
rata orang dalam rumah semua peserta sebagai nilai patokan. Variable yang digunakan
menggunakan analisa multivariat yang dianalisa dengan regresi logistik. Pengujian hipotesa
untuk signifikansi statistik menggunakan konfidensi interval 95% dan nilai P <0,05.

Hasil

Survey ini mempelajari 189 anak-anak dengan otitis media kronik supurasi (CSOM),
membandingkan 123 laki-laki dan 66 perempuan, berumur antara 1-150 bulan, rata-rata 59,25,
dan deviasi standar 44,55.

189 subyek dengan CSOM, 136 dari 189 mengalami OM pertamanya sebelum umur 1
tahun (onset awal OM). Penurunan pendengaran didapati pada 85 subyek, 49 diantaranya
mengalami EOM sedangkan 36 lainnya mengalami onset lambat. Analisa multivariat
menunjukkan EOM signifikan terdapat dalam perkembangan penurunan pendengaran. Frekuensi
otore di 18 bulan ada diantara 1 hingga 9, dengan frekuensi median di 3. Analisa statistikal tidak
menemukan korelasi antara frekuensi otore dengan onset OM, meskipun demikian gambar 1
menunjukkan grup onset awal memiliki frekuensi lebih tinggi adanya otore dibandingkan
dengan onset lambat.

Sosiodemografi suvey menunjukkan bahwa kelas sosial rendah ada di 110 pada EOM
dan 40 pada grup onset lambat. Alergi terdapat pada 74 subyek, diantaranya 54 orang dengan
EOM, dan 20 di onset lambat. Adeniodotis / hipertrofi adenoid terdapat sebagai faktor resiko
pada 66 orang EOM, dan 17 onset lambat. Jumlah orang dalam rumah yang banyak ditemukan
diatas normal pada 125 EOM dan 11 pada onset lambat.

Analisis bivariate menunjukkan korelasi signifikan antara EOM dan penurunan fungsi
pendengaran, tetapi tidak ada korelasi dengan peningkatan frekuensi otore. Faktor resiko yang
paling signifikan adalah jumlah orang dalam rumah, alergi, dan sosial status yang rendah. Table
1 dan 2

Bottlefeeding, adenoiditis hipertrofi, masakan rumahan, dan ISPA tidak ditemukan


signifikan pada EOM dibandingkan onset lambat OM.

Diskusi

Jumlah yang lebih besar dari EOM terdapat pada 70% CSOM dari survey kami
dibandingkan dengan survey lainnya yaitu antara 63-94%, sebab itu kami mencari tahu tentang
faktor resiko lain. Signifikansi lebih lanjut adalah kaitan EOM dengan penurunan pendengaran.
Hal ini bisa jadi sebuah dampak dari keparahan penyakit tersebut di masa bayi, sehingga terjadi
destruksi hebat ossicle, mukosa telinga tengah dan fibrosis disertai penurunan pendengaran. Hal
tersebut dapat menyebabkan terganggunya resepsi bahasa dan aspek berbicara dan kognitif.
Penelitian kami dilakukan pada daerah suburban dengan keadaan rumah sakit di lingkungan
sosial menengah kebawah. Pada studi terbaru, nasal alergi, status sosioekonomik rendah dan
peningkatan jumlah orang di dalam sebuah keluarga menunjukkan peningkatan resiko EOM
dibandingkan onset lambat OM. Hal ini bisa jadi karena paparan yang awal terhadap banyaknya
orang dengan kualitas ventilasi rumah yang tidak baik dan kelembaban udara yang tinggi, fungsi
silia yang belum baik, perubahan flora nasofaring dan infeksi saluran napas rekuren. Dalam studi
ini masakan dalam rumah berkaitan dengan dapur yang tidak tersedia, atau luas yang kecil
ataupun di tempat yang salah seperti di tempat tidur. Dalam studi ini alergi adalah faktor resiko
penting untuk CSOM. Auinger dan Karevold juga mengidentifikasi peningkatan kondisi alergi
dan atopi sebagai faktor resiko tingginya prevalensi OM pada anak-anak. Hal ini dapat
menjelaskan alergi nasal karena disfungsi tuba eustachius dan infeksi telinga tengah. Diagram
batang tentang frekuensi otore dalam studi ini menjelaskan tingginya frekuensi pada EOM
dibanding grup onset lambat. Dari 132 anak dengan EOM, 55 orang mengalami lebih 6 episode
dibanding 7/35 anak dengan onset lambat OM, meskipun hal ini tidak menunjukkan korelasi
statistikal yang signifikan. dalam studi lain, korelasi yang signifikan ditemukan antara onset awal
OM dengan peningkatan frekuensi otore. Dalam laporan Homoe et al, anak-anak dengan
rekurensi OM mengalami episode AOM pertama pada umur yang lebih muda dibanding anak
dengan <5 episode AOM dan 83% anak dengan rekurensi akut OM mengalami episode akut OM
sebelum berumur 12 bulan dibandingkan 53% lainnya dengan <5 episode. Faden et al,
melaporkan kebanyakan bayi memiliki kolonisasi patogen OM seperti Streptococcus
pneuminiae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis pada umur 6 bulan dan
kolonisasi menjadi lebih sering selama adanya peyakit saluran napas atas. Imun yang imatur,
faktor anatomis, faktor lingkungan, dan paparan prenatal terhadap keadaan kurangnya vitamin C
dilaporkan signifikan berkaitan dengan onset awal AOM. Kami beranggapan mekanisme dari
pengaruh prenatal dapat diekspresikan melalui keadaan kurang nutrisi prenatal dan viremia yang
berlebihan menurun ke bayi ketika lahir, dan meningkatkan resiko OM. Hal ini penting dalam
pandangan terhadap tingginya prevalensi OM onset awal dan berkaitan secara signifikan
terhadap penurunan fungsi pendengaran.

Sebagai kesimpulan, studi ini menemukan kaitan antara EOM dengan penurunan
pendengaran, dan alergi yang teridentifikasi, rendahnya status sosial dan paparan kronik terhadap
ramainya jumlah anak dalam suatu keluarga sebagai faktor resiko untuk diteliti kedepannya.
Faktor resiko ini mungkin memiliki efek tambahan, meskipun penyebabnya tidak dapat diketahui
dari data ini. Penelitian lebih lanjut terhadap faktor tersebut dapat membantu mengurangi
prevalensi penurunan fungsi dengar yang menyertai CSOM
OTITIS MEDIA
TINJAUAN PUSTAKA

Otitis media sering terjadi pada anak kecil. 50 % terjadi pada anak usia satu tahun
dan di bawah satu tahun. Sedangkan 80 % terjadi pada anak usia 3 tahun dan dibawah 3
tahun. Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis
media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris,
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di
negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.

Definisi
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Etiologi
Kuman penyebab pada OMA ialah bakteri piogenik seperti Streptococcus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan
juga Hemofilus influenza, Eshericia colli, Streptokokus anhemoliticus, Proteus vulgaris
dan Pseudomonas aurugenosa.
Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.
Hal tersebut dikarenakan Tuba eustachius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan
relatif lebih lebar daripada dewasa.

Faktor Risiko
 Faktor risiko terhadap host diantaranya usia, prematuritas, ras, alergi,
abnormalitas craniofasial, refluks gastroesophageal, adanya adenoid, dan
predisposisi genetik.
 Faktor risiko karena lingkungan terdiri dari infeksi saluran napas atas, level sosial
ekonomi, perawatan kesehatan harian, dan lain-lain.
 Riwayat Infeksi Saluran Napas Atas.
 Insiden meningkat pada saat musim gugur dan musim dingin
 Riwayat keluarga adanya penyakit pada telinga tengah dapat meningkatkan
insiden.
 Adanya saudara kandung yang terkena OMA berulang, dapat menjadi salah satu
faktor risiko penyebab OMA.
 Riwayat OMA pada usia ≤ 1 tahun, meningkatkan risiko adanya OMA berulang.

Patofisiologi
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran
nafas termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius.
Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius
yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring hingga ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif
untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi
sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga
tengah.

Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium, stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium
perforasi, stadium resolusi.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di
dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin
masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini
pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di dalam kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibatnya tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-
vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan
terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini,
maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga
luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, maka lubang (perforasi tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani terjadi karena beberapa sebab, antara lain karena
terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi. Setelah terjadi
ruptur, nanah akan keluar dan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak
yang tadinya gelisah akan menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur
nyenyak.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
menjadi kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan
gejala sisa (sequele) berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap di kavum timpani
tanpa terjadinya perforasi.

Gejala Klinik OMA


Gejala klinik tergantung dari stadium serta usia pasien. Pada anak yang sudah
dapat berbicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping
suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak
yang lebih besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak
kecil gejala khas OMA ialah suhu tinggi hingga mencapai 39,50 C (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-
kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak
tertidur tenang.

Terapi
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Stadium Oklusi
Tujuan pengobatan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan
begatif di telinga hilang. Dapat diberikan obat tetes hidung berupa HCl efedrin 0,5 %
dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik
untuk yang berumur > 12 tahun dan pada orang dewasa.
Disamping itu, sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila
penyebab penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.

Stadium Hiperemis (presupurasi)


Dapat diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang
dianjurkan adalah golongan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik dianjurkan
minimal selam 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/ kg BB per hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin
40 mg/ kg BB/ hari.

Stadium Supurasi
Diberikan antibiotika dan lebih baik disertai miringotomi, bila membran timpani
masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.

Stadium Perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara
berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3 %
selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

Stadium Resulosi
Membran timpani berangsur kembali normal, sekret tidak ada lagi dan perforasi
membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edem mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian
antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret
masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka
keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningtis dan abses otak). Sekarang setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang
timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratisf kronis
selian merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan
terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena
terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik.
Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-
gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat
berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus menerus (
hilang timbul ) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan
kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan
infeksi langsung.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari
meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi
saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk
staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari
nasofaring diantaranya streptococcus viridans ( streptococcus A hemolitikus, streptococcus B
hemolitikus dan pneumococcus.
Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans akut menjadi
awal penyebab OMSK yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum organisme yang virulen,
terutama berasalh dari nasofaring terbesa pada masa kanak-kanak, atau karena rendahnya daya
tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin nekrotik yang
dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani setelah penyakit
akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh dengan membrane atrofi.
Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya OMSK adalah tuba eustachius,
telinga tengah dan sel-sel mastoid. Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah
supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain :
1. gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :
a. infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
b. obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total

2. perforasi membrane timpani yang menetap


3. terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya pada telinga
tengah
4. obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid
5. terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten ddi mastoid
6. faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.
PATOLOGI
Omsk lebih merupakan penyakit kekambuhan daripada menetap, keadaan ini lebih
berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi, ketidakseragaman
ini disebabkan oleh proses peradangan yang menetap atau kekambuhan disertai dengan efek
kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut secara umum gambaran
yang ditemukan :
1. Terdapat perforasi membrane timpani dibagian sentral, ukuran bervariasi dari 20 % luas
membrane timpani sampai seluruh membrane dan terkena dibagian-bagian dari annulus.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan nampak normal
kecuali infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel
transisonal.
3. Jaringan tulang2 pendengaran dapat rusak/ tidak tergantung pada berat infeksi
sebelumnya
4. Mastoiditis pada OMSK paling sering berawal pada masa kanak-kanak , penumatisasi
mastoid paling aktif antara umur 5 -14 tahun. Proses ini saling terhenti oleh otitis media
yang sering. Bila infeksi kronis terus berlanjut mastoid mengalami proses sklerotik,
sehingga ukuran mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan penumatisasi
terbatas hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.

TANDA DAN GEJALA

OMS TIPE BENIGNA


Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal
biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian
tergantung beratnya kerusakan tulang2 pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut
pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa
pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga
membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa
dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang
tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah
sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan local abu busuk berkurang.
Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane
mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe
benigna.

OMSK TIPE MALIGNA DENGAN KOLESTEATOM


Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan
berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih
mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan
juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe
konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada
tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.

PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konstervatif atau dengan medika mentosa. Bila
sekret yang keular terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2o2 3 %
selama 3 – 5 hari. Setelah sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotic dan kortikosteroid, kultur dan tes resisten penting untuk perencanaan
terapi karena dapat terjadi strain-strain baru seperti pseudomonas atau puocyaneous.
Infeksi pada kolesteatom sukar diobati sebab kadar antibiotic dalam kantung yang
terinfeksi tidak bias tinggi. Pengangkatan krusta yang menyumbat drainage sagaat membantu.
Granulasi pada mukosa dapat diobati dengan larutan AgNo3 encer ( 5 -100 %) kemudian
dilanjutkan dengan pengolesan gentian violet 2 %. Untuk mengeringkan sebagai bakterisid juga
berguna untuk otitis eksterna dengan otorhea kronik.
Cara terbaik mengangkat polip atau masa granulasi yang besar, menggunakan cunam
pengait dengan permukaan yang kasar diolesi AgNo3 25-50 % beberapa kali, selang 1 -2
minggu. BIla idak dapat diatasi , perlu dilakukan pembedahan untuk mencapai jaringan patologik
yang irreversible. Konsep dasar pembedahan adalah eradikasi penyakit yang irreversible dan
drainase adekwat, rekontruksi dan operasi konservasi yang memungkinkan rehabilitasi
pendengaran sempurna pada penyakit telinga kronis.

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

OMSK tipe benigna :


Omsk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan komplikasi,
tetapi jika tidak mencegah invasi organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose
otitis media supuratif akut eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya
tromboplebitis vaskuler.
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral
yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna
khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.

OMSK tipe maligna :


Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
1. erosi canalis semisirkularis
2. erosi canalis tulang
3. erosi tegmen timpani dan abses ekstradural
4. erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal
5. erosi pada sinus sigmoid

Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak,
prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna
harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.

You might also like