You are on page 1of 58

1.

Pendahuluan

Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda
beda. Pada saat seseorang menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak
enak pada tubuhnya maka mereka akan beranggapan bahwa mereka alergi
terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak semua anggapan tersebut
benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3% pada anak - anak yang terbukti jika
mereka memang benar benar alergi terhadap makanan tertentu.

Perbedaan ini terjadi akibat masih banyaknya orang yang salah kaprah akan
pengertian alergi makanan. Mereka tidak bisa membedakan mana yang disebut
alergi makanan dan mana yang disebut dengan intoleransi terhadap makanan.
Seseorang dengan alergi makanan harus segera diidentifikasi dan ditangani sebab
meskipun gejala awalnya tidak berat namun lama lama mereka bisa mengalami
gejala berat dan fatal.

2. Pembahasan
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah reaksi tubuh manusia yang
berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing
dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat
atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
alergen.Alergi disebabkan oleh produksi antibodi berjenis IgE.
Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya pada orang
normal tidak menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen
bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa
saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa
juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti kosmetik, logam perhiasan
atau jam tangan, dll. Zat yang paling sering menyebabkan alergi, antara lain adalah
serbuk tanaman, jenis rumput tertentu, jenis pohon yang berkulit halus dan tipis,
serbuk spora, penisilin, seafood, telur, kacang-kacangan, susu, jagung dan tepung
jagung, sengatan insekta, bulu binatang, kecoa, debu dan kutu. Zat aditif pada
makanan, penyedap, pewarna dan pengawet juga dapat menyebabkan timbulnya
alergi. Alergi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
 Faktor genetik.
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita. Bila ada
orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita harus
mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang
menderita gejala alergi, maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 –
40%, Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 –
70%.
 Imaturitas usus (Ketidakmatangan Usus)
Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung
masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim
pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik sIgA pada
permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal allergen
masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur system pertahanan tubuh tersebut masih
lemah dan gagal berfungsi, sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh.
 Pajanan alergi .
Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak
bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap penisilin,
gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi.
Untuk menentukan penyebab alergi dapat dilakukan dengan cara berikut :
 Menghindari zat yang dicurigai sebagai allergen, kemudian setelah gejala hilang
mencoba kembali zat tersebut.
 Melakukan tes alergi dan melihat riwayat keluarga serta riwayat frekuensi
serangan terjadi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya alergi :
 Menjaga kelembaban ruangan dengan mengatur sirkulasi angin dan udara.
 Menjaga kebersihan pakaian dan mengganti sprei sedikitnya seminggu sekali.
 Mebersihkan pekarangan dan memastikan tidak ada tumpukan sampah dan
genangan air yang akan menjadi tempat timbulnya jamur.
 Konsultasi dengan dokter dan melakukan tes alergi untuk mengetahui allergen-
allergen yang harus dihindari.
Gejala yang mungkin terjadi akibat alergi adalah rasa gatal pada bagian tubuh
tertentu, sakit kepala, hidung tersumbat, sesak napas, bengek, kesulitan menelan,
mendadak pilek dan bersin-bersin. Pengobatan alergi tergantung pada jenis dan
berat gejalanya. Tujuan pengobatannya bukanlah menyembuhkan melainkan
mengurangi gejala dan menghindari serangan yang lebih berat di masa yang akan
datang. Gejala yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus. Gejala
akan menghilang beberapa saat kemudian.

3. Kesimpulan
Banyak orang beranggapan bahwa pada saat mereka menyantap makanan
kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka akan
beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan,
tidak semua anggapan tersebut benar.
Alergi merupakan suatu keadaan dimana tubuh manusia bereakasi secara
berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing
dan berbahaya. Sebenarnya alergi dapat dicegah dengan cara membiasakan pola
hidup yang sehat.
Skip to content

Rainia
every place is another place
 Home
 Disclaimer
 Me as Rainia

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN ALERGI MAKANAN
February 8, 2010 ~ rastiti

1. A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. 1. Pengertian/Definisi

 Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang
dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula
 Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.
 Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi
terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan
hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe
III dan IV.
1. 2. Epidemiologi

Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat
seseorang menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka
mereka akan beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta
membuktikan, tidak semua anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3%
pada anak anak yang terbukti jika mereka memang benar benar alergi terhadap makanan
tertentu.

Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu
sapi, sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2%
orang dewasa juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang
diantara IgE dan merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.

1. 3. Etiologi

Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal

 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,


enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
 Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai
masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan
setempat.
 .Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah.

b. Fakor Eksternal

 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).

 Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %

 Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan
reaksi alergi.

1. 4. Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua
kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala
timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen
akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut
yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan
melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang
mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal
yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan
eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. 2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang
sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat
mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi
yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai
dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani
segera dapat menyebabkan kematian

5.Klasifikasi

 Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )

Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai
dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

 Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )

Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen


tubuh yang normal sebagai benda asing.

 Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )

kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam
sirkulasi darah lewat kerja fagositik.

 Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam
sesudah kontak dengan alergen

6.Gejala Klinis

Adapun Gejala klinisnya :

v Pada saluran pernafasan : asma


v Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

v Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

v Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

7.Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya


urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan

Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)

8.Pemeriksaan Penunjang

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah
atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan
IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

9.Diagnostik

– Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis
pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic
fibrosis, peptic disease dan sebagainya.

– Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan
pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi
(aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli,
Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat,
pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang,
tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.

– Reaksi psikologi
10.Therapy/Pengobatan

Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu,


Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan
makanan-makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi
makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain
untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur, kacang
tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan
Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.

2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan dengan
indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”, regimen ini terdiri dari
beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai,
bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak
diperbolehkan.

3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan dengan
indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging
kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan
yang lain tidak diperkenankan.

4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan
yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan
keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.

5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh


penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan
setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut
alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu
berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah
dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang
baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua
makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet
dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet
yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.

Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti
yang tersebut di bawah ini :

1. i. Kromolin, Nedokromil.

Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin
umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan
alergi makanan. Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20
mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6
mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari
yang mangandung kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-
6 x 1 tetes mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan
metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari.
Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.

1. ii. Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang
gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan
asma malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer
serta bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai
adalah : metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis
awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari
kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid
parenteral digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus,
preparat yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10
mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison oral. Steroid
hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.

1. iii. Beta adrenergic agonist

Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan
dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

1. iv. Metil Xantin

Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin dan
teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

1. v. Simpatomimetika

Simpatomimetika terdiri atas :

Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

11. Prognosis

Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya
imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran
cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan
membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya
pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap.
Perbaikan gejala alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan
bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut.
Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang,
kepiting atau kacang tanah.

1. B. ASUHAN KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN

1. 1. Pengkajian
2. 1. ( Data subjektif dan Data Objektif)
1. A. Data dasar, meliputi :

 Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
 Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

1. B. Riwayat Keperawatan, meliputi :

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:

ü Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada


kulit,mual muntah,dan terasa gatal

ü Keluhan utama

1. Pasien mengeluh sesak nafas


2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak
3. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
4. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
5. Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.
6. Pasien mengeluh diare
7. Pasien mengeluh demam

ü Kronologis keluhan

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada


kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang
berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien
mengatakan pernah mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul
kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS
atau pengobatan tertentu.
 Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.

 Riwayat Psikososial dan Spiritual

Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien
terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres,
persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem
nilai kepercayaan.

¶ Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :

1. Bernafas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi
rate.

1. Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien
mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.

1. Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih
banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).

1. Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

1. Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat


menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat
menjalani perawatan di RS.

1. Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien
merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

1. Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

1. Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

1. Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar
(termasuk terhadap pasien lainnya).

1. Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang
akan diberikan untuk kesembuhannya.

1. Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

1. Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya
adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

v Pemeriksaan fisik

¶ Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

– Tingkat kesadaran CCS

 Tanda-tanda vital
 Keadaan fisik
o Kepala dan leher
o Dada
o Payudara dan ketiak
o Abdomen
o Genitalia
o Integument
o Ekstremitas
o Pemeriksaan neurologist

v Pemeriksaan Penunjang

v Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti
susu, telur, kacang, ikan).

v Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
v IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau
mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.

v Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

v Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

v Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE (
dengan mikroskop imunofluoresen ).

v Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

v Analisa Data

 Data Subjektif
o Sesak nafas
o Mual, muntah
o Meringis, gelisah
o Terdapat nyeri pada bagian perut
o Gatal – gatal
o Batuk

v Data objektif

 Penggunaan O2
 Adanya kemerahan pada kulit
 Terlihat pucat
 Pembengkakan pada bibir
 Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

v Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal


sekunder

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)

III.RENCANA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)


 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas.


Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas
yang berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

1. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels,
mengi, gesekan pleura.

R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan,
bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan
napas/ kegagalan pernapasan.

1. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat
tidur dan ambulansi sesegera mungkin.

R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan


posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.

1. Observasi pola batuk dan karakter secret.

R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

1. Berikan oksigen tambahan

R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

1. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic

R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret


untuk memudahkan pembersihan.

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)


 Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )

R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

1. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal

1. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol

R/: Dapat membantu mengurangi demam

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal


sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan
mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah

Kriteria hasil :

 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema


 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

1. Hindari obat intramaskular

R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan
pada pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :
 Pasien tidak mengalami diare lagi
 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
 Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
 Turgor kulit kembali normal

Intervensi :

1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.

R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan


kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik.

1. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).

R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut


mungkin kering karena napas mulut dan oksigen.

1. Monitor intake dan output cairan

R/ : mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan

1. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

R/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat


memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri


pasien teratasi

kriteria hasil :

– Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

– Wajah tidak meringis

– Skala nyeri 0

– Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

 Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg


 Nadi : 60-100 kali/menit
 Pernapasan : 16-20 kali/menit
 Suhu : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

1.Ukur TTV

R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang

R/ : membantu pasien lebih relaks

5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi


meningkatkan perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi,


keinginan berkemih.

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.

7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASI

Diagnosa Evaluasi
1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi

O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak


terdapat tanda-tanda sianosis,pasien tidak mengalami
gangguan pola nafas,pasien tidak tampak
menggunakan alat bantu pernapasan.
A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi

O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5


oC),bibir pasien tidak tampak bengkak lagi.

A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien


3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-
merah lagi

O : kerusakan integritas kulit pada pasien


berkurang,tanda-tanda angioderma,pruritus dan
urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien tidak
terdapat kemerahan.

A: tujuan tercapai sebagian

P: lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)


4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan
mencret lagi

O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas


normal(TD : 120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5
oC,Frekuensi pernapasan : 16-24 x / menit,Nadi: 60-

100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,turgor


kulit kembali normal.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


5 S : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..

Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta: EGC.

www.medikaholistik.com
Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi
6.Jakarta:EGC.

Loading...
Posted in Dioxygenic's ASKEP

the nurse
Sabtu, 21 September 2013
alergi makan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Alergi merupakan salah satu kendala kesehatan yang jika dibiarkan akan
berakibat fatal dan yang pasti akan mengganggu aktifitas sehari hari. Alergi makanan
bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat seseorang
menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya itulah tanda
sederhana bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut,

Alergi makanan sering di temukan di berbagai umur, bahakan bayi sekalipun, Insiden
alergipun sudah banyak di temukan, dan kebetulan kami kelompok 3 di beri kesempatan
untuk mempresentasikan makalah tentang “ Alergi Makanan “

1.2 Rumusan masalah


1 Apa definisi alergi makanan ?
2 Apa etiologi alergi makanan?

3 Apa patofisiologi alergi makanan?

4 Bagaimana WOC alergi makanan ?

5 Apa klasifikasi Reaksi Merugikan Makanan (RMM)?

6 Bagaimana manifestasi klinis alergi makanan ?

7 Bagaimana penatalaksanaan alergi makanan ?

8 Bagaimana prognosa alergi makanan ?

9 Apa saja komplikasi alergi makanan ?

10 Bagaimana asuhan keperawatan alergi makanan ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi alergi makanan

2. Untuk mengetahui etiologi alergi makanan

3. Untuk mengetahui patofisiologi alergi makanan

4. Untuk mengetahui WOC alergi makanan

5. Untuk klasifikasi Reaksi Merugikan Makanan (RMM)


6. Untuk mengetahui manifistasi klinis alergi makanan

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan alergi makanan

8. Untuk mengetahui prognosa alergi makanan

9. Untuk mengetahui komplikasi alergi makanan

10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada alergi makanan

1.4 Manfaat

Untuk mengetahui definisi alergi makanan, etiologi alergi makanan, klasifikasi alergi
makanan,patofisiologi alergi makanan, manifestasi klinis alergi makanan, penatalaksanaan alergi
makanan, prognosa alergi makanan dan komplikasi alergi makanan .
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI ALERGI MAKANAN

Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak
tahan terhadap zat zat asing yang masuk dalam tubuh (Robert Davies, 2003). Alergi merupakan
respons sistem imun yang tidak tepat dan sering kali membahayakan terhadapa substansi
yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi
akibat interaksi antara antigen dan antibody (Brunner & Suddarth, 2002)

Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan
oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula

Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang
ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.

Jadi dapat kami simpulkan Alergi makanan adalah reaksi alergi terhadap makanan tertentu atau
kelompok makanan. Alergi makanan biasanya terjadi ketika sistem imunitas tubuh tubuh salah
menganggap makanan sebagai zat beracun dan memproduksi antibodi untuk melawannya.
2.2 ETIOLOGI ALERGI MAKANAN

Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

Faktor Internal

 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym usus,
glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi
alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.

 Genetik berperan dalam alergi makanan.

 Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen bertambah.

Faktor Eksternal

Faktor pencetus :

Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Kentang 2,6 % Telur 12,7 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Gandum 4,7

2.3 PATOFISIOLOGI ALERGI MAKANAN

Alergi Makanan di landasi Ig E

Ialah Reaksinya berhubungan dengan mekanisme imunologis, dan diperantarai


olehimunoglobulin E (IgE), Tubuh kita dilindungi dari infeksi oleh sistem kekebalan tubuh. Kita
memproduksi sejenis protein yang disebut antibodi untuk menandai kuman yang menyebabkan
infeksi. Ada berbagai jenis antibodi, dan yang menyebabkan reaksi alergi disebut imunoglobulin E
(IgE). Antibodi IgE biasanya dihasilkan sebagai respon terhadap infeksi parasit..

Saat pertama kali Anda memakan makanan penyebab alergi, sistem kekebalan tubuh Anda
merespon dengan membuat IgE. IgE dalam hal ini bertindak seperti penyebab alergi (alergen). Ketika
Anda memakan makanan itu lagi, tubuh akan mengeluarkan antibodi IgE dan bahan kimia lainnya,
termasuk histamin, untuk mengusir “protein musuh” dari tubuh Anda. Histamin adalah bahan kimia
kuat yang dapat memengaruhi sistem pernafasan, saluran pencernaan, kulit, atau
sistem kardiovaskular. Sebagai akibat respon ini, gejala alergi makanan terjadi. Gejala yang Anda
rasakan tergantung pada bagian tubuh mana histamin dilepaskan. Jika dilepaskan di telinga, hidung,
dan tenggorokan, Anda mungkin merasakan hidung dan mulut gatal, atau kesulitan bernapas atau
menelan. Jika histamin dilepaskan di kulit, Anda dapat mengembangkan gatal-gatal atau ruam. Jika
histamin dilepaskan dalam saluran pencernaan, Anda mungkin akan mengembangkan sakit perut,
kram, atau diare. Banyak orang mengalami kombinasi gejala-gejala tersebut.

Kita tidak tahu mengapa beberapa makanan dapat menyebabkan alergi dan yang lainnya tidak, tapi
kemungkinannya adalah karena beberapa protein dalam makanan sangat mirip dengan protein yang
terdapat dalam virus dan bakteri. Oleh karena itu, alergi biasanya adalah kecenderungan genetik di
mana sistem kekebalan tubuh seseorang tidak mampu membedakan protein makanan dengan virus
atau bakteri

2.4 WOC

Histamin

Alergen

telur,kerang,kedelai,ikan,dll)

Pernafasan

IgE

Kulit

alergi

batuk
Penurunan

curah jantung

Fasodilatasi

Pencernaan

Ketidak efektifan

jalan

nafas

Radang dimulut

Kemerahan

Inflamasi

Nyeri

Kerusakan integritas

kulit

diare

Perut kram dan kembung

sesak

2.5 MANIFESTASI KLINIS ALERGI MAKAN

Gejala klinis alergi makanan biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit,
saluran nafas, saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah,
gejala sering kali sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan tertentu bisa menyebabkan gejala
tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada seseorang
makanan yang satu bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan makanan yang lain, misalnya
udang menyebabkan urtikaria, sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa
menimbulkan gejala alergi pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis. Bischop (1990)
mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40% dengan gejala asma, 21% eksema, 43%
dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu sapi berupa : urtikaria, angionerotik
udem, pucat, muntah, diare, eksema dan asma
Gejala alergi dan tingkat keparahannya bervariasi pada tiap orang. Makanan berbeda dapat
memicu gejala yang berbeda pula. Reaksi terhadap makanan biasanya muncul dalam waktu satu jam
setelah makan atau kurang. Berikut adalah beberapa gejala alergi yang mungkin timbul:

 Kulit: ruam kulit kemerahan (biduran/urtikaria) yang gatal dan menghilang dalam beberapa
hari.
 Mata: edema, konjungtivitis alergi.
 Hidung: hidung meler (rhinitis), bersin
 Sendi dan otot: reumatik
 Mulut: gatal pada faring, edema pada bibir
 Saluran pernapasan: asma, sesak napas
 Saluran pencernaan: diare, muntah, perut kram, keras dan kembung
 Sistem saraf pusat : nyeri kepala , insomnia, lemah (letih)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,
kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu,
telur, kacang, ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml
disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar
IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau
mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan
inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan
mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
2.7 PENATALAKSANAAN

Prinsip dasar penatalaksanaan RMM ialah:

- menghindari makanan sebagai penyebabgejala –gejala RMM


- pengobatan lain merupakan pengobatan simtomatis (anti histamin,ketotifen,dll)
(buku ajar ilmu penyakit dalam)
Alergi tidak bisa disembuhkan, tapi dengan pencegahan yang efektif akan
mengendalikan frekuensi dan intensitas serangan, penggunaan obat, jumlah hari absen sekolah,
serta membantu memperbaiki kualitas hidup.

Cara mencegah reaksi alergi makanan.

Berikut adalah beberapa cara mudah untuk menghidarinya dari kehidupan Anda :

1. Hindari produk makanan alergi

Cara terbaik untuk mencegah alergi makanan adalah dengan menghindari konsumsi makanan
pemicu alergi.

2. Hati-hati saat makan di restoran


Pelayan restoran tidak selalu menyadari bahan menu tertentu atau bagaimana makanan tersebut
disajikan. Sebagai contoh anda mungkin alergi terhadap kentang, tetapi kentang goreng mungkin
disajikan dengan minyak kacang.

3. Hati-hati terhadap kontaminasi silang

Ketika makan di luar, kontaminasi silang selalu manjadi masalah. Tanyalah kepada pelayan atau koki
bagaimana makanan tersebut disiapkan. Atau tanyakan apakah ada hidangan mereka dapat
direkomendasikan untuk menghindari alergi makanan.

4. Hati-hati dengan makanan kemasan

Karena ada risiko kontaminasi silang ketika makan makanan yang dikemas dalam paket multi-jadi
kita harus berhati-hati dengan pra-paket paket makanan seperti lunchables, dll

5. Memahami gejala alergi

Pelajari gejala-gejala alergi dan siap dengan injeksi epinefrin dan pelajari bagaimana
menggunakannya.
Karena alergi dapat memicu datangnya penyakit lainnya seperti asma, maka tidak ada alasan untuk
menganggapnya sepele. Sekali lagi segera konsultasikan dengan dokter atau ahli kesehatan
setempat, (sumber : www.janggleng.com).

2.8. PROGNOSA

Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya
imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna
karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka
biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7
tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan dengan
bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak
mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan
menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

2.9 KOMPLIKASI

Bila terjadi gangguan saluran cerna, komplikasi yang sering terjadi adalah :

 mudah sakit (infeksi berulang)


 gangguan otak dan perilaku anak.

2.10 ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

( Data subjektif dan Data Objektif)

A. Data dasar, meliputi :

 Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
o Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

B. Riwayat Keperawatan, meliputi :

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:

- Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal

- Keluhan utama
1. Pasien mengeluh sesak nafas

2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak

3. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah

4. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut

5. Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.

6. Pasien mengeluh diare

7. Pasien mengeluh demam

- Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang
berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan
pernah mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan
tertentu.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.

- Pemeriksaan fisik
 Keadaan fisik

o Kepala dan leher


o Dada
o Payudara dan ketiak
o Abdomen
o Genitalia
o Integument
o Ekstremitas
o Pemeriksaan neurologist

Pemeriksaan Penunjang
Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk,
debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang,
ikan).

Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih
dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi
parasit atau keadaan depresi imun seluler.

Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan inflamasi
/ atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop
imunofluoresen ).

Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

Analisa Data

 Data Subjektif
o Sesak nafas
o Mual, muntah
o Meringis, gelisah
o Terdapat nyeri pada bagian perut
o Gatal – gatal
o Batuk

- Data objektif

 Penggunaan O2
 Adanya kemerahan pada kulit
 Terlihat pucat
 Pembengkakan pada bibir
 Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen

2.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

3.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)


III.RENCANA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)


 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan, termasuk
pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas. Kedalaman
pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan
pleura.
R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan,
bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/
kegagalan pernapasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan
ambulansi sesegera mungkin.
R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi
dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi
gas.

4. Observasi pola batuk dan karakter secret.


R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat diakibatkan
oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

5. Berikan oksigen tambahan


R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

6. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic


R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret untuk
memudahkan pembersihan.

2.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah
Kriteria hasil :

 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema


 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer


2. Hindari obat intramaskular
R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit

3.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri pasien teratasi

kriteria hasil :

- Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

- Wajah tidak meringis

- Skala nyeri 0

- Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

 Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg


 Nadi : 60-100 kali/menit
 Pernapasan : 16-20 kali/menit
 Suhu : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)
Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

1.Ukur TTV

R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang


R/ : membantu pasien lebih relaks

5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi meningkatkan


perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi, keinginan
berkemih.

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.

7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASI

Diagnosa Evaluasi

1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi

O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-tanda


sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien tidak tampak
menggunakan alat bantu pernapasan.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi

O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir pasien tidak
tampak bengkak lagi.

A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien

3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi

O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda


angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien
tidak terdapat kemerahan.

A: tujuan tercapai sebagian

P: lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)

4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi

O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD : 120/80-


140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan : 16-24 x /
menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,turgor
kulit kembali normal.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

5 S : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Alergi makanan adalah reaksi alergi terhadap makanan tertentu atau kelompok makanan.
Alergi makanan biasanya terjadi ketika sistem imunitas tubuh tubuh salah menganggap makanan
sebagai zat beracun dan memproduksi antibodi untuk melawannya. Dan alergi tidak dapat di
sembuhkan akan tetapi dapat dicegah saja.

Cara mencegah reaksi alergi makanan di antaranya sebagai berikut:

1. Hindari produk alergi


2. Hati-hati saat makan di restoran atau warung
3. Hati-hati terhadap kontaminasi silang
4. Hati-hati dengan makanan kemasan
5. Memahami gejala alergi

3.2 Saran

Kepada calon perawat masa depan khususnya instansi ngudia husada Madura disarankan
untuk lebih memahami dan memperdalam tentang segala tentang masalah alergi makanan agar
kelak saat bekerja dirumah sakit dan menemukan gejala alergi makanan pada pasien kita dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dan gelar perawat profesionalpun ada dalam
genggaman kita.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi,Idris.2007.Ilmu Penyakit Dalam.EGC:Jakarta

E Doenges,Marilynn.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.EGC:Jakarta

Www.Alergimakanan.comDi akses tanggal 12 September 2013 Pukul 10.00

Www.AskepAlergimakanan.comDi Akses tanggal 12 September 2013 Pukul 12 00

Diposting oleh casanova xotis di 04.56


 About Us
 Contact Us
 AL-QURAN
 KHUTBAH
 QOLBU
 KISAH NABI
 TANYA JAWAB
 PENGETAHUAN
 TV
 NEWS
 Sitemap
 More

News Update :

Retrieving RSS feed(s)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALERGI


MAKANAN

Rabu, 19 Mei 2010


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALERGI MAKANAN
Jump to Comments

1. A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. 1. Pengertian/Definisi

• Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan oleh
reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula

• Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang
ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.

• Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap
makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan
yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

1. 2. Epidemiologi

Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat seseorang
menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka akan
beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak semua
anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3% pada anak anak yang terbukti jika
mereka memang benar benar alergi terhadap makanan tertentu.

Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu sapi,
sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang dewasa
juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan merupakan
hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.

1. 3. Etiologi

Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal

• Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym
usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan
penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan
tertentu.

• Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan
sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.

• .Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen bertambah.

b. Fakor Eksternal

• Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan
(lari, olah raga).

• Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya


Ikan 15,4 %

Telur 12,7 %

Susu 12,2 %

Kacang 5,3 %

Gandum 4,7 % Apel 4,7 %

Kentang 2,6 %

Coklat 2,1 %

Babi 1,5 %

Sapi 3,1 %

• Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.

1. 4. Patofisiologi

Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi
makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut
mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang
tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang
akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan
antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh
basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka
akan terjadi 2 hal yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap berbagai sel
terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan
reaksi peradangan yang menyebabkan panas.

2. 2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel mast
kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin tersebut beredar di
dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan
terjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat
mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling
ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang
menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian

5.Klasifikasi

• Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )


Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai dalam
tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

• Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )

Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen tubuh
yang normal sebagai benda asing.

• Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )

kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam sirkulasi
darah lewat kerja fagositik.

• Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak
dengan alergen

6.Gejala Klinis

Adapun Gejala klinisnya :

v Pada saluran pernafasan : asma

v Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

v Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

v Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

7.Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya


urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan

Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)

8.Pemeriksaan Penunjang

• Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk,
debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang,
ikan).

• Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
• IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih
dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi
parasit atau keadaan depresi imun seluler.

• Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

• Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

• Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan
inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop
imunofluoresen ).

• Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

• Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

9.Diagnostik

- Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik,
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic
disease dan sebagainya.

- Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet,
sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related
(scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus),
parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin
(pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.

- Reaksi psikologi

10.Therapy/Pengobatan

Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur, Ikan dan Kacang,
di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-makanan yang banyak
ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang
tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan
telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan
Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.

2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan dengan indeks
alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa
bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel,
bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.

3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan dengan indeks
alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang
merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak
diperkenankan.
4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan yang dibuat
dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan dengan
keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.

5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh


penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap
minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau
pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan
salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka diberikan
regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval” selama
seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah
memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani
diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan
provokasi.

Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang
tersebut di bawah ini :

1. i. Kromolin, Nedokromil.

Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin umumnya efektif
pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan. Dosis
kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk
nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari.
Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin 5.2
mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes mata/hari.Nedokromil untuk
nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler dan dosis untuk asma
adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil
2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.

1. ii. Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang gejala
dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan
menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta bronkodilator
parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon,
prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis
tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari,
dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk penderita alergi makanan
dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil prednisolon atau
hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul
rumatan prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.

1. iii. Beta adrenergic agonist


Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan dosis 0,01
mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

1. iv. Metil Xantin

Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin dan teofilin, dengan
dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

1. v. Simpatomimetika

Simpatomimetika terdiri atas :

Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

11. Prognosis

Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas
saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena alergi
makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya
gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun
alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan dengan
bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak
mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan
menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

1. B. ASUHAN KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN

1. 1. Pengkajian

2. 1. ( Data subjektif dan Data Objektif)

1. A. Data dasar, meliputi :

• Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)

• Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

1. B. Riwayat Keperawatan, meliputi :

• Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:
ü Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal

ü Keluhan utama

1. Pasien mengeluh sesak nafas

2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak

3. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah

4. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut

5. Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.

6. Pasien mengeluh diare

7. Pasien mengeluh demam

ü Kronologis keluhan

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

• Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami
nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan
terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.

• Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.

• Riwayat Psikososial dan Spiritual

Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien terhadap
keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien
terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.

¶ Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :

1. Bernafas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi rate.

1. Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami
mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
1. Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih banyak
minum atau lebih sedikit dari biasanya).

1. Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

1. Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita
suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani
perawatan di RS.

1. Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa
nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya,
lokasi, lamanya dan skala nyeri)

1. Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

1. Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya,
dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

1. Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk
terhadap pasien lainnya).

1. Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan
diberikan untuk kesembuhannya.

1. Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

1. Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya
adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

v Pemeriksaan fisik

¶ Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum

- Tingkat kesadaran CCS

• Tanda-tanda vital

• Keadaan fisik

• Kepala dan leher

• Dada

• Payudara dan ketiak

• Abdomen

• Genitalia

• Integument

• Ekstremitas

• Pemeriksaan neurologist

v Pemeriksaan Penunjang

v Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk,
debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang,
ikan).

v Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

v IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih
dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi
parasit atau keadaan depresi imun seluler.

v Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

v Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

v Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan
inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop
imunofluoresen ).

v Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

v Analisa Data

• Data Subjektif
• Sesak nafas

• Mual, muntah

• Meringis, gelisah

• Terdapat nyeri pada bagian perut

• Gatal – gatal

• Batuk

v Data objektif

• Penggunaan O2

• Adanya kemerahan pada kulit

• Terlihat pucat

• Pembengkakan pada bibir

• Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

v Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)

III.RENCANA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola nafas
efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

• Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)

• Pasien tidak merasa sesak lagi

• Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan

• Tidak terdapat tanda-tanda sianosis


Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan, termasuk
pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas. Kedalaman
pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

1. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan
pleura.

R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan,
bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/
kegagalan pernapasan.

1. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan
ambulansi sesegera mungkin.

R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi
dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi
gas.

1. Observasi pola batuk dan karakter secret.

R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat diakibatkan
oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

1.

Berikan oksigen tambahan

R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

1. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic

R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret untuk
memudahkan pembersihan.

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun

Kriteria hasil :

• Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)

• Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )


R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

1. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal

1. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol

R/: Dapat membantu mengurangi demam

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah

Kriteria hasil :

• Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema

• Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma

• Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

1. Hindari obat intramaskular

R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan pada
pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :

• Pasien tidak mengalami diare lagi

• Pasien tidak mengalami mual dan muntah

• Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi

• Turgor kulit kembali normal

Intervensi :

1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia, hipotensi
ortostatik.
R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan kehilangan
cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik.

1. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).

R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin
kering karena napas mulut dan oksigen.

1. Monitor intake dan output cairan

R/ : mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan

1. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

R/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat


memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri pasien teratasi

kriteria hasil :

- Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

- Wajah tidak meringis

- Skala nyeri 0

- Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

• Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg

• Nadi : 60-100 kali/menit

• Pernapasan : 16-20 kali/menit

• Suhu : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

1.Ukur TTV

R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien


2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang

R/ : membantu pasien lebih relaks

5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi meningkatkan


perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi, keinginan
berkemih.

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.

7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASI

Diagnosa Evaluasi

1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi

O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,pasien tidak


mengalami gangguan pola nafas,pasien tidak tampak menggunakan alat bantu pernapasan.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi

O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir pasien tidak tampak bengkak lagi.

A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien

3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi

O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda angioderma,pruritus dan urtikaria


sudah mulai berkurang,kulit pasien tidak terdapat kemerahan.

A: tujuan tercapai sebagian


P: lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)

4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi

O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD : 120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5
oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan : 16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,turgor kulit kembali normal.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

5 S : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..

Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta: EGC.

www.medikaholistik.com

Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi 6.Jakarta:EGC.

Pengertian

OMSK ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening, atau berupa nanah. (Nurbaiti, 1997)

Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain
:

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba eustachius parsial / total


2. Perforasi membran timpani yang menetap

3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan
oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi (timpanosklerosis).

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.

Klasifikasi OMSK

OMSK dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman)

Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatom.

2. OMSK tipe maligna (tipe tulang = tipe bahaya)

OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi terletak pada marginal
atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Sebagian
komplikasi yang berbahaya atau total timbul pada atau fatal, timbul pada OMSK tipe maligna.

Manifestasi Klinik

Perforasi pada marginal atau pada atik.

Abses atau kiste retroaurikuler (belakang telinga)

Polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang verasal dari dalam telinga tengah.

Terlihat kolesteatom pada telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum).

Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatom)

Terlihat bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid.

Komplikasi

Menurut Adam dkk, komplikasi OMSK diklasaifikasikan sebagai berikut :


A. Komplikasi di telinga tengah :

1. Perforasi persisten

2. Erosi tulang pendengaran

3. Paralisis nervus fasial

B. Komplikasi di telinga dalam :

1. Fistel labirin

2. Labirinitis supuratif

3. Tuli saraf

C. Komplikasi di ekstrasdural :

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hidrosefalus otitis

Terapi

Terapi OMSK memerlukan waktu lama serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak langsung
cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa
keadaan :

1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah berhubungan dengan
dunia luar.

2. Terdapat sumber infeksi di laring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal.

3. Sudah terbentuk jaringan patologi yang irreversibel dalam rongga mastoid.

4. Gizi dan higiene yang kurang.

Prinsip Terapi OMSK tipe Benigna


Ialah dengan konservatif atau medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberi
obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3 – 5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid.

Bila sekret sudah kering tetapi perforasi masih ada, setelah diobservasi selama 2 bulan, maka
idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan
infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada atau terjadinya infeksi berulang,
maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu dilakukan pembedahan,
misalnya adenoidektomi dan tensilektomi.

Prinsip Terapi OMSK tipe Maligna

Ialah pembedahan yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses sub periosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum dilakukan mastoidektomi.

Jenis Pembedahan Pada OMSK

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :

1. Mastoidektomi Sederhana.

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang pada pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.

2. Mastiodektomi Radikal.

Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada
operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding
batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi nin adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intra kranial. Fungsi pendengaran tidak
diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan renang seumur hidup, pasien harus
kontrol teratur, pendengaran berkurang sekali. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur
(graft) pada rongga operasi serta membuat meatal / plasti yang lebar, sehingga rongga operasi
kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.
3. Mastiodektomi Radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan, dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi ialah, untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.

4. Miringoplasti

Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ini ialah
untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang
menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan
yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

5. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe
benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah
untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini, selain
rekonstruksi membran timpani juga dilakukan rekonstruksi tulang pendengaran (timpanoplasti tipe
II, II, IV, V sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan
atau tanpa mastoidektomi untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang, operasi ini terpaksa
dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 –12 bulan

6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)

Merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau
benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit
serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastiodektomi radikal. Membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combined
Approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior.

Fokus Intervensi

I. Pengkajian

Riwayat Kesehatan :

- OMA lebih dari 2 bulan


- Pengobatan OMA yang tidak tuntas

Data Subjektif :

- Telinga terasa penuh

- Vertigo

Data Objektif :

- Terdapat abses atau kite retroaurikuler

- Terdapat polip

- Terlihat Kolesteatoma pada epitimpano

- Ottorhoe

- Sekret terbentuk nanah dan berbau

Data Penunjang :

- Rontgen : Terlihat bayangan kolesteatoma pada rongga mastoid

- CT Scan : Diskontinuitas osikula

- Uji Fistula positif

II. Diagnosa Keperawatan

A. Pre Operasi

1. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin : vertigo

Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma dengan :

- Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing

- Mengembalikan keseimbangan tubuh

- Mengurangi terjadinya trauma

Intervensi :

a. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasien

b. Observasi tanda vital

c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman

d. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing


e. Penuhi kebutuhan pasien

f. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergian

g. Kolaborasi pemberian analgetik

Evaluasi :

- Pusing berkurang

- Pasien tidak mengalami injuri

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan OMA


yang tepat.

Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien

b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasien

c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil dan realistik untuk memberikan
gambaran pada pasien tentang keberhasilan

d. Beri upaya penguatan pada pasien

e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami

f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya

g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien

h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasien

i. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur

j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien

Evaluasi :

- Pasien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi

- Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.

3. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan


Tujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur tindakan pembedahan

b. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan
pembedahan

c. Berikan reinforcement positif atas kemampuan pasien

d. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada pasien

Evaluasi :

- Pasien tidak cemas

- Keluarga mau menemani pasien

B. Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi

Tujuan : Nyeri pasien berkurang

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri pasien

b. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

c. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyeri

d. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat baring

e. Beri posisi yang nyaman

f. Kolaborasi pemberian analgetik

Evaluasi : Nyeri hilang

2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomi

Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi

Intervensi :

a. Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi

b. Observasi pasien

c. Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril setelah 24 jam dari operasi
d. Kaji keadaan daerah poerasi

e. Ganti tampon setiap hari

f. Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi mastoid

g. Bersihkan daerah operasi setelah 2 – 3 minggu

h. Anjurkan pasien untuk kontrol

i. Kolaborasi pemberian antibiotik

Evaluasi :

- Infeksi tidak terjadi

- Luka operasi dalam kondisi baik

Karena OMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK, akan dijelaskan dengan
patofisiologi terjadinya OMA.

OMA biasanya disebabkan oleh Infeksi di Saluran Nafas Atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak
karena keadaan tuba eustakius , yang sangat berperan penting dalam patofiologi OMA pada anak
berbeda dengan orang dewasa. Tuba eustakius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif
lebih lebar daripada dewasa.

Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas termasuk
mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan menyebabkan
oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi ventilasi, drainase dan
proteksi terhadap telinga tengah.

You might also like