Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Pasien merupakan individu yang paling penting dalam setiap upaya pelayanan kesehatan. Setiap
pasien mengharapkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai dengan kcbutuhannya,
sehingga menimbulkan rasa puas dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Depkes RI
(Ambalita, 2004) menjelaskan kepuasan diartikan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, dengan kata lain pelayanan kesehatan dinilai baik bila pelayanan kesehatan tersebut
dapat menimbulkan rasa puas dalam diri setiap pasien yang sesuai dengan tingkat rata-rata
penduduk.
Menurut Salim (Milana, 1997), kepuasan pasien berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah
terpenuhi sama sekali, sedangkan menurut Thantawi (Milana, 1997) kepuasan adalah keadaan
psikis yang menyenangkan yang dirasakan karena dipenuhinya secara relatif semua kebutuhan
secara memadai, meliputi terciptanya rasa aman, kondisi lingkungan yang menyenangkan,
menarik, keadaan sosial yang baik, adanya penghargaan, adanya kepuasan diri, dan bermanfaat
dalam lingkungan. Menurut Koontz (Milena, 1997) kepuasan pada dasarnya pengalaman yang
menyenangkan pada saat terpenuhinya sesuatu keinginan, kepuasan merupakan hasil yang telah
tercapai atau dialami. Setiap orang merupakan individu yang unik baik ciri-ciri yang dimiliki
maupun kebutuhan dasarnya.
Sebagaimana diketahui kepuasan merupakan salah satu dimensi untuk menentukan baik
buruknya mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun aspek kepuasan telah dibatasi, namun aspek
kepuasan sangat bervariasi dan luas. Oleh karenanya Azwa (1996) menyatakan secara umum
dimensi kepuasan dapat dibagi mcnjadi dua macam yaitu :
a. Kcpuasan yang mengacu pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi. Ukuran
kepuasan pcmakai jasa pelayanan kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan
kode etik profesi saja. Suatu pelayanan dinilai bermutu apabila pencrapan standar dan kode etik
profesi dapat memuaskan pasien.
b. Kcpuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan yang baik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mashudi (Ambarita, 2004) mengenai analisis kualitas
pelayanan jasa tethadap tingkat kepuasan pasien, temyata kualitas pelayanan, keandalan, daya
tanggap pegawai dan perhatian pada pasien mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
tingkat kepuasan.
Menurut Soejadi (1996), kepuasan pasien dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: pelayanan dokter,
pelayanan paramedis dan petugas, fasilitas medis dan non medis, serta kondisi lingkungan.
Dari beberapa definisi tcntang kepuasan, dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah penilaian
pasien/masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan atau kcsesuaian antara harapan dengan
pelayanan yang diterimanya.
2.2. Persepsi
Pada umumnya manusia mempersepsikan suatu objek berdasarkan kacamatanya sendiri, yang
diwarnai oleh nilai dari kepribadian dan pengalamannya. Robbins (2003) mendefinisikan
persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan
kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Apa yang dipersepsikan
seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objeklif. Persepsi menjadi penting dikarenakan
perilaku orang-orang di dalam organisasi didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas
itu, bukan mengenai realitas itu sendiri.
Winardi (Suhadi, 2004) mengemukakan persepsi merupakan proses internal yang bermanfaat
sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan kita
menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimuli yang
diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatik dan
bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu, sehingga secara tipikal
menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda.
Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa
yang dilihat, dengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering memengaruhi tingkah laku,
percakapan serta perasaan seseorang. Persepsi yang positif akau memenuhi rasa puas seseorang
dalam bentuk sikap dan perilakunya terhadap pelayanan kesehatan, begitu juga sebaliknya
persepsi negatif akan ditunjukkan melalui kinerjanya (Tjiptono, 2000). .
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Setiap orang mcmpunyai persepsi yang
berbcda meskipun objeknya sama, dengan demikian persepsi juga adalah scbagai pengalaman
yang dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya (Rakhmat,
1992).
Thoha (1995) mengemukakan bahwa proses pembentukan persepsi antar satu individu dan yang
lain berbeda-beda. Pembentukan persepsi tergantung bcrbagai faktor yang rnemengaruhi, baik
faktor internal seperti pengalaman, keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan
dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial
budaya, lingkungan fisik dan hayati di mana seseorang itu bertempat tinggal.
Menurut Young (Wilopo, 1993) perbedaan persepsi terhadap sesuatu hal tergantung atau
dipengaruhi oleh proses pcmbentukannya. Faktor pengetahuan dan pengalaman merupakan
faktor yang dapat memengaruhi persepsi seseorang.
Berdasarkan pcngertian persepsi yang telah diuraikan di atas serta dikaitkan dengan konteks
penelitian ini dapat dijelaskan bahwa persepsi merupakan proses dalam diri atau penafsiran
melalui proses pemikiran pasien peserta Askeskin terhadap seluruh aspek dan aktivitas
pelayanan kesehatan di RSU dr. Pimgadi Medan.
Persepsi seseorang tidak muncul begitu saja tanpa ada faktor-faktor yang memengaruhi. Faktor-
faktor itu pula yang menyebabkan mengapa tiap orang dapat memberikan interpretasi yang
berbeda-beda pada suatu hal yang sama. Persepsi seseorang akan erat kaitannya dengan
pengambilan keputusan untuk bertindak.
Robbins (2003) mengemukakan sejumlah faktor yang membentuk dan memutar balik persepsi.
Faktor ini berada pada :
1. Pelaku persepsi; bila seorang individu memandang pada suatu objek dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari
pelaku persepsi individu itu. Di antara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang
memengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan
pengharapan (ekspektasi).
2. Target; karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat memengaruhi apa yang
dipersepsikan. Objek-objek yang berdekatan satu sama lain akan cenderung dipersepsikan
bersama-sama bukannya secara terpisah.
3. Situasi; penting bagi kita melihat konteks objek atau peristiwa. Unsur-unsur dalam lingkungan
sekitar memengaruhi persepsi kita. Situasi/waktu adalah di mana suatu objek atau peiristiwa itu
dilihat dapat memengaruhi perhatian, seperti juga lokasi, cahaya, panas atau sétiap jumlah faktor
situasional.
Proses terbentuknya persepsi melalui tiga tahap yaitu fisik, fisiologik dan psikologik. Adanya
objck menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera. Stimulus yang diterima alat
indera dilanjutkan oleh saraf sensoris ke otak, kemudian terjadilah suatu proses di otak sehingga
individu dapat mcnyadari apa yang ia terima. Proses ini dinamakan proses pengamatan. Setelah
proses pengamatan akan terbentuklah persepsi akan objek yang baru diamati (Ahmadi, 1992).
Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba, pelayanan kesehatan adalah
setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk rnemelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.
Sesuai dengan batasan di atas dapat dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan
banyak macamnya, dan semuanya ditentukan oleh :
Menurut Azwar (1996), meskipun bentuk dan pelayanan kcsehatan banyak macamnya, namun
secara umum dapat disederhanakan menjadi dua kategori. Bentuk dan jenis pclayanan tersebut
jika dijabarkan dari pendapat Hodgets dan Cascio (1983) adalah :
l. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services)
ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice), atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk meuyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perorangan dan keluarga.
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public
health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama
dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan rneningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit, serta sasarannya terutama kelompok dan masyarakat.
Menurut Azwar (1996), sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan
masyarakat, namun agar dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang baik, keduanya
harus memiliki persyaratan pokok, yaitu : tersedia dan berkesinambungan (available and
continuous), dapat diterima wajar (acceptable), dapat dijangkau (afiordable) serta bermutu
(quality).
Adapun hakikat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan
dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (health needs and demands), yang apabila
berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan (Azwar,1996).
Tracendi (Aditama, 2003) mengemukakan bahwa salah satu isu yang paling kompleks dalam
dunia pelayanan kesehatan adalah penilaian mutu pelayanan. Edlund&Tracendi (1985)
menyatakan bahwa untuk mengerti tentang pelayanan kesehatan harus diajukan beberapa
pertanyaan seperti oleh siapa, untuk siapa, dan untuk tujuan apa pelayanan kesehatan diberikan.
Pengertian mutu pelayanan kesehatan menjadi lebih rumit karena pertimbangan ekonomis. Di
satu pihak sama-sama disadari akan adanya hubungan antara biaya yang dikeluarkan dengan
mutu yang dihasilkan, tetapi di pihak lain tidak ada batasan yang tegas tentang sampai seberapa
jauh derajat mutu perlu dicapai bila disesuaikan dengan pertimbangan anggaran yang ada
(Aditama, 2003).
Menurut American Hospital Association (Aditama, 2003) bahwa rumah sakit adalah suatu
institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan
tcrapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non
bedah. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk menjamin
kesehatan dan keselamatan pasiennya dan harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak
berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien.
Menurut Milton Roemer dan Friedman, rumah sakit setidaknya mcmpunyai lima fungsi, yaitu
pelayanan rawat inap, rawat jalan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pencegahan penyakit
serta penyuluhan kesehatan bagi masyarakat sckitarnya (Aditama, 2003).
Rawat inap adalah salah satu dari fungsi sebuah rumah sakit di mana pasien yang dirawat akan
tetap tinggal di rumah sakit untuk beberapa waktu yang tidak dapat ditentukan hingga pasien
tersebut diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawat baik dalam keadaan sembuh; rnasih
akan menjalani rawat jalan, atau dengan permintaan pasien/keluarganya dengan alasan tertentu
(Mindasafi, 2005).
Anwar (1999) menyatakan bahwa sejak pasien dirawat di rumah sakit hingga dibolehkan pulang,
maka pasien rawat inap akan mendapat pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayanan penerimaan/administrasi
2. Pelayanan dokter
3. Pelayanan perawat
4. Pelayanan makanan/gizi
Di dalam ruangan perawatan pasien secara berkesinambungan diamati bagaimana pengaruh dan
respons terhadap pengobatan dan berdasarkan hasil analisa, bila keadaan sudah memungkinkan
pasien dinyatakan boleh pulang.
Salah satu tujuan pelayanan penerimaan pasien adalah menciptakan suasana transisi yang lancar
dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama terhadap rawat inap terbentuk sewaktu pasien
berbicara pertama kali dengan bagian penerimaan. Kesan ini sering menetap dalam diri pasien
dan memengaruhi sikap mereka terhadap lembaga, staf dan perawatan atau pelayanan yang
mereka terima (Aditama, 2003).
Dokter adalah unsur paling berpengaruh dalam menentukan kualitas pelayanan rumah sakit
kepada pasien. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya
adalah memberikan pelayanan medik kepada pasicn dengan mutu sebaik-baiknya dcngan
menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat
Aditama (2003) menyatakan dalam paradigma lama, dokter memiliki peran paling dominan di
mmah sakit. Dokter cenderung otonom dan otokratk. Profesi lain di rumah sakit dianggap hanya
berfungsi membantu tugas dokter. Pasien pun tidak banyak haknya, dan cenderung menurut saja
terhadap apa yang diputuskan oleh dokter.
Namun dengan adanya paradigma baru, saat ini pasien berhak menentukan pelayanan yang
mereka butuhkan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dan dokternya. Selain itu dalam
menjalankan tugasnya dokter harus memenuhi standar profesinya dan menghormati hak pasien
(Aditama, 2003).
James Willan dalam buku Hospital Management (1990) dalam Aditama (2003) menyebutkan
bahwa Nursing Department di rumah sakit mempunyai beberapa tugas seperti :
2. Memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan dan keamanan pasien, seperti penataan tempat
tidur, dll
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ikatan
kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam
tubuh (Almatsier, 2002).
Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, bangunan, dan penggunaan ruangan. Lantai
harus kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan (Aditama, 2003). Menurut Wolfer (2001),
faktor lain yang harus diperhatikan dalam ruangan pasicn adalah faktor kebisingan. Kebisingan
di ruang perawatan tidak boleh melebihi 45 dBA.
Adapun menurut Anwar (1999) faktor lain yang dianggap cukup vital untuk diperhatikan adalah
air. Kualitas air harus selalu dipantau secara terns menerus agar penyediaannya tetap aman.
Penurunan kualitas air akan mengganggu dan membahayakan kesehatan.
Griffith dalam bukunya The Well Managed Community Homital (1987) yang dikuti Indera
(2003) menyebutkan bahwa jenis pelayanan pcnunjang medik di rumah sakit meliputi pelayanan
diagnostik, terapeutik dan kegiatan di masyarakat umum. Pelayanan penunjang medik diagnostik
dan terapeutik berhubungan dengan penanganan pasien secara langsung oleh dokternya,
sedangkan pelayanan penunjang medik berupa kegiatan di masyarakat umum dapat berupa
kegiatan di lapangan dan tidak berdasarkan penanganan individual semata.
1. Farrnasi
3. Ruang melahirkan/persalinan
5. Bank darah
6. Rehabilitasi medik: terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi okupasi
7. Pelayanan sosial
8. Radioterapi
9. Psikologi klinik
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah menyebabkan jumlah masyarakat miskin
meningkat. Data tahun 2002 mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,3 juta
jiwa (BPS, 2003). Pengertian masyarakat miskin mencakup dua hal yakni seseorang yang hanya
dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari (pengertian dari BPS)
dan seseorang yang berpenghasilan sama atau kurang dari 1 dolar Amerika Serikat per hari
(pengertian dari World Bank).
Azwar menulis dalam Kompas (2002), orang miskin pada umumnya rentan terhadap pelbagai
macam penyakit. Hal ini disebabkan oleh gizi buruk, pengetahuan ,ereka tentang kesehatan
kurang, lingkungan permukiman yang buruk dan biaya kesehatan yang tidak tersedia.
2. Jenis lantai
4. Kepemilikan jamban
(jika tidak ada diberi skor 1, jika kepemilikan sendiri/bersama diberi skor O)
5. Kepemilikan aset
(jika tidak punya aset diberi skor 1, jika punya aset diberi skor 0)
(jika tidak ada variasi diberi skor 1, jika ada variasi diberi skor 0)
Rumah tangga yang termasuk kritera miskin apabila jumlah skor pernyataan
tcrsebut ≥ 5.
Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga miskin telah berkembang luas
secara nasional sejak terjadinya krisis moneter dengan pembiayaan pemerintah baik yang
bersumber pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (1998-2002) maupun yang bersumber dari
dana pengurangan subsidi BBM yakni Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Energi
Bidang Kesehatan (PDPSE-BK, 2002) dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan
Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS-BBM-BK, 2003).
Dalam memelihara dan melindungi kesehatan penduduk miskin, pemerintah melalui Departemen
Kesehatan telah mengembangkan berbagai upaya, antara lain mendorong kearifan petugas
kesehatan untuk meringankan atau membebaskan biaya pelayanan kesehatan, menetapkgn 25%
tempat tidur rumah sakit bagi penduduk miskin, menyelenggarakan jaring pengaman sosial
bidang kesehatan (IPSBK), mengembangkan pelayanan bebas biaya dari program kompensasi
pengurangan subsidi BBM (PKPS BBM), dan mengujicobakan jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi keluarga miskin (JPK Gakin).
Rumitnya proses pemeriksaan dan pertanggungjawaban program JPK Gakin bagi rumah sakit
dan dinas kesehatan menyebabkan Menteri Kesehatan kemudian menunjuk PT Askes (Persero)
sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan masyarakat miskin mulai tahun 2005.
Dengan penunjukan PT ASKES diharapkan adanya transparansi, akuntabilitas, monitoring, dan
evaluasi pelaksanaan program yang berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip
kendali mutu dan kendali biaya.
A. Sasaran
B. Strategi
C. Kebijakan
1. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM) dikelola secara terpisah dan
tidak mengganggu program Askes sosial dan Askes komersial yang dikelola PT Askes
(Persero).
2. Pengelolaan keuangan PJKMM dilakukan berdaslarkan prinsip nirlaba, secara tersendiri
dan terpisah dari program Askes sosial dan Askes komersial.
3. Setiap peserta Askeskin mendapat kartu peserta dengan foto dan nornor identitas tunggal.
4. Komposisi pembiayaan dalam PJKMM adalah 90% untuk pelayanan kesehatan langsung,
5% untuk pelayanan tidak langsung, 5% untuk biaya operasional.
5. Pelayanan kesehatan bersifat menyeluruh berdasarkan kebutuhan medis dan berlaku
dalam wilayah propinsi, kecuali untuk kasus live-saving berlaku secara nasional, dan
dilaksanakan dengan sistem managed care.
6. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta tidak dikenakan urun biaya (cost
sharing).s
a. Peserta Askeskin adalah masyarakat miskin dcngan kriteria miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah.
b. Kartu peserta Askeskin yang diterbitkan oleh PT Askes berdasarkan nama peserta yang
telah ditetapkan dan disahkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
c. Apabila belum memiliki Kartu Askeskin PT Askes dapat digunakan Kartu Sehat, Kartu
JPK Gakin atau Surat keterangan Tidak Mampu (SKTM).
1. Hak Peserta
a. Memperoleh Kartu Pcserta Askeskin dari PT Askes
b. Memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
c. Memperoleh penjelasan/informasi tentang hak, kewajiban serta tata cara pelayanan
kesehatan
d. Menyampaikan keluhan bgik secara langsung atau tertulis ke Kantor PT Askes
(Persero)
2. Kewajiban Peserta
a. Mengetahui dan mentaati scmua ketentuan dan prosedur pelayanan kesehatan yang
berlaku
b. Menjaga Kartu Peserta Askeskin PT Askes agar tidak rusak, hilang atau dirnanfaatkan
oleh yang tidak berhak
1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya, meliputi
:
b. Pemeriksaan fisik
g. Pelayanan KB dan penyembuhan efek samping, sedangkan alat kontrasepsi disediakan oleh
BKKBN
2. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan, meliputi :
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III RS
pemerintah, meliputi :
c. Pemeriksaan fisik
e. Tindakan medis
j. Pelayanan darah
3. Pelayanan gawat darurat (emergency) termasuk pelayanan ambulans untuk rujukan gawat
darurat.
c. General Check Up
f. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk
bayi tabung dan pengobatan impotensi
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas dapat disusun kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
A. Variabel Bebas
Persepsi Pasien tentang Pelayanan Kesehatan adalah ukuran subjektif hasil penilaian perasaan
pasien yang menggambarkan kualitas pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit terhadap
pasien peserta Askeskin, dilihat dari pelayanan penerimaan, pelayanan dokter, pelayanan
perawat, pelayanan makanan dan gizi, lingkungan fisik, dan pelayanan penunjang medik, dengan
dimensi pengukuran yaitu empati, reliability, responsiveness, komunikasi dan care dengan tiga
kategori pengukuran yaitu baik, sedang dan kurang baik.
B. Variabel Terikat
Kepuasan Pasien Peserta Askeskin adalah bentuk hasil penilaian perasaan pasien peserta
Askeskin terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya. Kepuasan pasien dikategorikan atas
tiga tingkatan yaitu puas, kurang puas dan tidak puas.
Berdasarkan landasan teoritis, kerangka konsep dan tujuan penelitian maka hipotesis penelitian
adalah: “Ada pengaruh persepsi tentang pelayanan kesehatan layanan penerimaan, pelayanan
dokter, pelayanan perawat, pelayanan makanan gizi, lingkungan fisik dan pelayanan penunjang
medik) terhadap kepuasan pasien peserta Askeskin Rawat Inap di RSU dr. Pirngadi Medan.