You are on page 1of 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
Rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam juga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


baik secara materil maupun secara non materil. Makalah ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang “Mengenal Bank Syariah” yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kami mengharapkan banyak saran dan
kritikan dari para pembaca agar makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam
pembelajaran. Kami juga meminta maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan
dalam penulisan dan pembahasan materi yang kurang jelas. Akhir kata sekian dan
terimakasih.

Palu, 20 Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................

A. Latar Belakang ............................................................................

B. Rumusan Masalah .......................................................................

C. Tujuan .........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN. ................................................................

A. Urgensi Lembaga Bisnis (Keuangan) Syariah ............................

B. Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah .......................

C. Produk Operasional Bank Syariah di Indonesia .........................

D. Perlunya Akuntansi Syariah di Bank Syariah .............................

BAB III PENUTUP .........................................................................

A. Kesimpulan .................................................................................

B. Saran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maraknya pemikiran, diskusi dan pengkajian tentang ekonomi islam,
berpengaruh besar, terhadap pertumbuhan system bisnis berdasarkan Syariah
pada umumnya dan Lembaga keuangan Syariah pada khususnya. Keberadaan
system demikian ini, telah banyak dieksperimenkan dibeberapa negara, seperti
: Iran, Pakistan, dan Sudan, serta Malaysia, dan belakangan ini Indonesia.
Bank syariah merupakan Lembaga Keuangan Bank. Bank syariah dapat
berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah Indonesia, dijelaskan bahwa bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Bank umum
syariah (BUS) adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.(Salman, 2012:8).
Perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan
Malaysia sekitar tahun 1940, yang pada waktu itu adalah usaha pengelolaan
dana jamaah haji secara nonkonvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan
Mit Ghamr Lokal Saving Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja
Faisal dari Arab Saudi. Dalam jangka waktu empat tahun Mit Ghamr
berkembang dengan membuka sembilan cabang dengan nasabah mencapai
satu juta orang. Didalam makalah ini penulis akan membahas tentang urgensi
bank Syariah, prinsip-prinsip dasar operasional bank Syariah, produk-produk
bank Syariah di Indonesia dan perlunya akuntansi Syariah di bank Syariah.
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Urgensi Lembaga bisnis (keuangan) Syariah?


2. Bagaimana Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah?
3. Apa Produk Operasional Bank Syariah di Indonesia?
4. Mengapa Akuntansi Syariah perlu di Bank Syariah?

C. Tujuan
1. Mengetahui Urgensi Lembaga bisnis (keuangan) Syariah
2. Memahami Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah
3. Mengetahui Produk Operasional Bank Syariah di Indonesia
4. Memahami perlunya akuntansi Syariah di bank Syariah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Urgensi Lembaga Bisnis (Keuangan) Syariah


Lembaga bisnis islam (Syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk menegakkan aturan-aturan ekonomi islam. Sebagai bagian dari
system ekonomi, Lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan system
sosial . oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan
keberadaan masyarakat (manusia) , serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan.
Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan
ilmu yang netral nilai. Padahal ilmu ekonomi merupakan syarat orientasi nilai.
Dalam buku ini, akan dicoba untuk dikaji beberapa persoalan bisnis yang jauh dari
implikasi riba banyak aspek bisnis yang harus dipertimbangkan dalam kaitan
dengan pelaksanaan akuntansi. Oleh karena itu, aktivitas bisnis yang dikembangkan
oleh kaum muslim harus diacukan pada aturan dan hokum syara.
Sebenarnya bisnis secara Syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis
yang berhubungan dengan, seperti masalah alcohol, pornografi, penjudian, dan
aktifitaslain yang menurut pandangan islam seperti tidak bermoral dan antisosial .
akan tetapi bisnis secara Syariah ditujukan untuk memberikan sumbangan positif
terhadap pencapaian tujuan sosio-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis
secara Syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari
praktik kecurangan.
Bisnis secara Syariah adalah aktivitas bisnis yang syarat dan berorientasi pada
nilai dengan demikian, pelaporan atas aktivitas dan hasilnya harus
dilaporkan/dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip Syariah . untuk mencapai
tegaknya sasaran pokok tersebut , maka perlu penyiapan system akuntansi untuk
praktik bisnis berdasarkan Syariah. Untuk mencapai tegaknya sasaran pokok
tersebut, maka perlu menyiapkan system akuntansi untuk praktik bisnis
berdasarkan Syariah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan para perilaku
akuntansi dilembaga bisnis berdasarkan Syariah, khususnya adalah berkaitan
dengan bagaimana menghitung laba dan kerugian dari transaksi yang dilakukan .
Bisnis berdasarkan Syariah di Negeri ini tampak mulai tumbuh. Pertumbuhan
itu tampak jelas pada sector keuangan . dimana kita telah mencatat tiga bank umum
Syariah, 78 BPR Syariah, dan lebih dari 2000 unit Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga
ini telah mengelolah berjuta bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai
dengan prinsip Syariah. Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat
berdasarkan prinsip-prinsip Syariah . prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang
dianut oleh lembanga non-keuangan Syariah . adapun prinsip-prinsip yang dirujuk
adalah :
1. larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran
dan keuntungan yang halal
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya
4. Larangan menjalankan monopoli dan
5. Bekerjasama dengan membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan
perdagangan yang tidak dilarang islam

Mengacu pada prinsip-prinsip tersebut, maka pelayanan mendasar yang perlu


dikaji adalah adakah standar system akuntansi yang dapat memperlancar proses
pencatatan dan pelaporan hasil aktivitas atau transaksi bisnis dan perdagangan
Syariah?

B. Prinsip-prinsip Dasar Operasional Bank Syariah


Dari hasil musyawarah (ijma’internasional) para ahli ekonomi muslim
beserta para ahli fiqih dari Academi Fiqh di Mekah pada tahun 1973, dapat
disimpulkan bahwa konsep dasar hubungan ekonomi berdasarkan syariah islam
dalam sistem ekonomi islam ternyata dapat diterapkan dalam operasional
lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Penerapan
atas konsep tersebut terwujud dengan munculnya lembaga keuangan Islam di
persada nusantara ini.
Sepuluh tahun sejak diundangkannya pada Lembaga Negara, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bagi Hasil, yang direvisi
dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bank syariah dan lembaga
keuangan non bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan yang
pesat secara kuantitatif dapat diikuti dengan peningkatan kualitas ternyata telah
menimbulkan dampak negatif yang kecil. Di sana-sini ada saja keluhan tentang
pelayanan yang tisdak memuaskan dari lembaga keuangan syariah, bahkan
sudah mulai banyak Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang menghadapi
kesulitan.
Menghadapi kenyataan ini ada sebagian umat Islam yang mulai goyah
keyakinannya akan kebenaran konsep lembaga keuangan syariah. Namun
syukur, alhamdulillah, masih banyak umat Islam yang tetap percaya bahwa
kesulitan-kesulitan yang dihadapi lembaga keuangan syariah bukanlah
kesalahan konsep, tetapi semata-mata karena pada awalnya kurang istiqomah
sehingga menimbulkan salah urus di kemudian hari.
Mengelola lembaga keuangan syariah memang harus berbeda dengan
mengelola lembaga keuangan konvensional. Menyamakan begitu saja tentu
akan menimbulkan kesulitan. Namun dapat pula dipahami bahwa sebagian
besar pengelola lembaga keuangan syariah berasal dari bank konvensional.
Sebagian mereka sulit untuk melepaskan tradisi bank konvensional yang sudah
mendarah daging. Lebih luas lagi, masyarakat kita memang sudah terbiasa
dengan pelayanan bank konvensional, karena bank konvensional sudah eksis di
bumi Indonesia sejak berdirinya De Javache Bank tahun 1872. Munculnya
lembaga keuangan syariah seolah-olahnya merupakan kehadiran makhluk
asing yang cara beroperasinya sulit diterima akal mereka. Sikap masyarakat
yang seperti ini juga ikut mempengaruhi perilaku pengelola lembaga keuangan
syariah.
Bagaimana caranya untuk melepaskan belenggu semacam itu? Kehendak
untuk mensukseskan lembaga keuangan syariah harus dimulai dari pemahaman
kita secara dalam tentang kemudharatan sistem bunga, falsafah lembaga
keuangan syariah, kemudian tentang prinsip dasar operasional lembaga
keuyangan syariah, dan dampaknya secara luas terhadap kehidupan masyarakat
dalam relevansinya dengan pembangunan ekonomi.
Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya
kebersamaan dalam menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara:
pemilik dana (shahibul maal) yang menyimpang uangnya di lembaga, lembaga
selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana
yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.
Pada sisi pengerahan dana msyarakat, shahibul mâl berhak atas bagi hasil
dari usaha lembaga keuangan sesuai dengan porsi yang telah disepakati
bersama. Bagi hasil yang diterima shahibul mâl akan naik turun secara wajar
sesuai denagn keberhasilan usaha lembaga kauangan dalam mengelola dana
yang dipercayakan kepadanya. Tidak ada biaya yang perlu digeserkan karena
bagi hasil bukan konsep biaya.
Bank syariah selaku mudharib harus dapat mengelola dana yang
dipercayakan kepadanya dengan hati-hati dan memperoleh penghasilan yang
maksimal. Dalam mengelola dana ini, bank Islam sebenarnya ada empat jenis
pendapatan, yaitu: pendapatan bagi hasil, margin keuntungan, imbalan jasa
pelayanan, sewa tempat penyimpanan harta (khusus pada bank yang telah
memenuhi syarat), dan biaya administrasi. Pada pendapatan bagi hasil, besar
kecilnya pendapatan tergantung kepada pilihan yang tepat dari jenis usaha yang
dibiayai. Memberikan porsi bagi hasil yang lebih besar kepada mudharib akan
motivasi mudharib untuk lebih giat berusaha, demikian pula sebaliknya. Oleh
karena itu, porsi 50:50 dipandang cukup adil. Lain halnya pada pendapatan
mark-up, pilihan terletak pada apakah ingin sekaligus untung besar per transaksi
tetapi menjadi mahal dan tidak laku atau keuntungan per transaksi kecil tetapi
dengan volume yang besar karena murah dan laku keras. Pendapatan bank Islam
dapat dioptimalkan dengan mengambil kebijakan keuntungan kecil per
transaksi untuk memperbanyak jumlah transaksi yang dibiayai.
Pada pengeluaran dana kepada masyarakat, sebagian besar pembiayaan
bank islam disalurkan dalam bentuk barang/jasa yang dibelikan bank Islam
untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila
barang /jasanya telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada barang dulu, baru
ada uang maka masyarakat di pacu untuk memproduksi barang/jasa atau
mengadakan barang/jasa. Selanjutnya barang yang dibeli/diadakan menjadi
jaminan (collateral) utang.
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut
ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad.
Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk
lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah
untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah : (1) sistem simpanan,
(2) bagi hasil, (3) margin keuntungan, (4) sewa, (5) fee/jasa.
1. Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Prinsip simpanan merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank islam untuk
memberikan kesempatankepada pihak yang kelebihan dana untuk
menyimpan danya dalam bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa
diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti
halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-
Wadi’ah identik dengan giro.
2. Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini
dapat terjadi antara bank dengan peyimpanan dana, maupun antara bank
dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip
ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah
dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan
dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak
untuk pembiayaan.
3. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di
mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas
nama bank, kemudian bank menjaul barang tersebut kepada nasabah dengan
harga sejumlah harga beli di tambah keuntungan (margin).
4. Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis: (1) Ijasah, sewa murni,
seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating
lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment
yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya
yang telah disepakati kepada nasabah. (2) Bai al takjiri atau ijarah al
muntahiyah bittamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana si
penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa
(financial lease).
5. Prinsip fee/jasa (al-Ajr Wal Umulah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan nonpembiayaan yang diberikan bank.
Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi,
Kliring, Inkaso, Jasa Transfer, dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini
didasarkan pada konsep al-Ajr Wal umulah.
C. Produk Operasional Bank Syariah Di Indonesia
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di
bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka
mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha),
dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
Secara garis besar, pengembangan produk bank syariah dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Produk Penghimpunan Dana
2. Produk Penyaluran Dana
3. Produk Jasa
Produk Penghimpunan Dana

Prinsip Wadi’ah

Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, di mana nasabah


bertindak sebagai yang meminjam uang dan bank bertindak sebagai peminjam.
Prinsip ini dikembangkan berdasarkan ketentuan – ketentuan sebagai berikut:

1. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian.
Bank memungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai
suatu insentif.
2. Bank harus membuat akad pembukuan rekening yang isinya mencakup
izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. Terhadap pembukaan rekening ini di bank dapat mengenakan pengganti
biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar – benar
terjadi.
4. Ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap
berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Prinsip wadi’ah dalam produk bank syariah dapat dikembangkan menjadi dua
jenis, yaitu: (1) wadi’ah yad-amanah, dan (2) wadi’ah yad-dhamanah.

Prinsip Mudharabah

Aplikasi ini adalah bahwa deposan atau penyimpanan bertindak sebagai


shahibul mal dan bank sebagai mudharib. Dana ini digunakan untuk melakukan
pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.

Rukun mudharabah:
1. Ada pemilik dana
2. Ada usaha yang akan dibagihasilkan
3. Ada nisbah
4. Ada ijab kabul

Aplikasi Prinsip mudharabah:

1. Tabungan berjangka
2. Deposito berjangka

Berdasarkan kewenangan,prinsip mudharabah:

1. Mudharabah Mutlaqah

Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito


sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah.

Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana
yang dihimpun.
Ketentuan umum:

a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan


tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan
secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana, yang
dicantumkan dalam akad.
b. Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan
sebagai bukti penyimpanan. Untuk deposito mudharabah, bank wajib
memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan deposito kepada depoan.
c. Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabungan sesuatu
dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami
saldo negatif.
d. Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu
yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang , setelah jatuh tempo
akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah
dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
e. Ketentuan – ketentuan yang lain berkaitan dengan deposito atau tabungan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan syariah
2. Mudharabah muqayyah pada Neraca (on Balance Sheet)

Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus yang terikat (resticted


investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank.

Karakteristik jenis simpanan ini:

a. Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh
bank.
b. Bank wajib memberithukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata
cara pemberitshusn keuntungan.
c. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
Bank wajib memisahkan dan dari rekening lain.
d. Untuk deposito mudharabah, bank, wajib membritahukan sertifikat atau
tanda penyimpanan deposito kepada deposan.
3. Mudharabah Muqayyah di Luar Neraca (off Balance Sheet)

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung


kepada pelaksana usahnya, di mana bank bertindak sebagai perantara yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari
kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya.

Karakteristiknya:

a. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus.


b. Bank wajib memisahkan dana rekening lainnya.
c. Rekening khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.
d. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak
yang diamanatkan oleh pemilik dana.
e. Bank menerima komisi atas asa mempertemukan kedua pihak.
f. Antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Produk Penyaluran Dana

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model,
yaitu:

1. Trasaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan


dengan prinsip jual beli.
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan prinsip sewa.
3. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip
bagi hasil.

Prinsip Jual Beli

Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan pola:

1. Dilakukan unntuk transfer of property.


2. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi harga jual
barang.

Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan sebagai


berikut:

1. Pembiayaan murabahah (dari kata ribhu = keuntungan). Bank sebagai


penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan
pembayaran diakukan secara tangguh.
2. Salam (jual beli barang belum ada). Pembayaran tunai, barang diserahkan
tangguh. Bank sebagai pembeli, dan nasabah sebagai penjual. Dalam
transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, ualitas, harga, dan
penyerahan.

Ketentuan umum dalam bai’as-salam:

a. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas


seperti jeni, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya.
b. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad,
nasabah harus bertanggung jawab.
c. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya
sebagai persediaan, maka bank memungkinkan melakukan akad salam
pada pihak ketiga (pembeli kedua).
3. Istishna. Jual beli seperti akad salam namun pembayarannya dilakukan oleh
bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan pada pembiayaan
manufaktur dan kontruksi.

Ketentuan umum:

a. Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu,
dan umlahnya.
b. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad dan tidak boleh
berubah selama berlakunya akad.
c. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi prubahan harga setelah
akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.

Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya


prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada
objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka
pada ijarah objek transaksinya jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya
kepada nasabah, karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahiyah
bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kpemilikan). Harga sewa dan
harga jual disepakati pada awal perjanjian.

Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan


dengan pola-pola sebagai berikut:

1. Musyarakah, adalah kerja sama dalam suatu usaha oleh dua pihak.
Ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut:
a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama.
b. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan
usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
c. Pemilik modal dipercaya untuk menjalan proyek musyarakah tidak
boleh melakukan tindakan, seperti :
1. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
2. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin
pemilik modal lainnya.
3. Memberi pinjaman kepada pihak lain.
4. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau
digantikan oleh pihak lain.
5. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila:
 Menarik diri dari perserikatan
 Meninggal dunia
 Menjadi tidak cakap hukum
6. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu
proyek harus diketahui bersama.
7. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.
Mekanisme operasional musyarakah dapat diperlihatkan pada
Gambar 9.9
2. Mudharabah, kerja sama dengan mana shahibul maal memberikan dana
100% kepada mudharib yang memiliki keahlian.
Ketentuan umum yang berlaku dalam akad mudharabah adalah :
a. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola
modal, harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang
dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan
secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
b. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah, dapat
diperhitungkan dengan dua cara :
1. hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujaun dalam akad, pada
setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik
modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan,
dan penyalahgunaan dana.
2. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun
tidak berhak mencapuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika
nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar
kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan
sanksi administrasi.
3. Mudharabah Muqayyadah, pada dasarnya sama dengan ketentuan
diatas. Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan
penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal.
Akad pelengkap
Akad pelengkap dikembangkan sebagai akan pelayanan jasa dioperasikan
dengan pola sebagai berikut
1. Al hiwalah (aliran hutang piutang). Transaksi pengalihan hutang
piutang didalam praktik perbankan fasilitas hiwalah lazimnya
digunakan untuk membantu pemasok mendapatkan modal tunai agar
dapat melanjutkan produknya. Bank mendapat ganti biaya jasa
pemindahan piutang
Mekanisme operasional al hiwalah dapat diperhatikan pada gambar

2. Ar-Rahn (gadai) untuk memberikan jaminan pembayaran kembali


kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan
wajib memenuhi kriteria (a) milik nasabah sendiri (b) jelas ukuran, sifat,
dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai rill pasar (c) dapat dikuasai
namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank .
Mekanisme operasional ar-rahn dapat dipewrlihatkan pada gambar
3. Al-Qardh (pinjaman kebaikan), digunakan untuk membentuk keuangan
nasabah secara cepat dan berjangka Pendek. Produk ini digunakan untuk
membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari
dana zakat, infak, shadaqah.
Mekanisme operasional al-qard dapat diperlihatkan pada gambar
4. Al-Wakalah. Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya untuk melakukan pekerjaan tertentu, seperti : transfer, dan
sebagainya.
Mekanisme operasional Al-wakalah dapat diperlihatkan pada gambar

5. Al-kafalah, bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu


kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk
menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat
pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah bank dapat diganri
atas jasa yang diberikan.
Mekanisme opersional al-kafalah dapat dipelihatkan pada gambar
Juga pengembangan produk jasa dalam bentuk safe deposit box. Produk
ini dikembangkan dari akad ijarah

PERLUNYA AKUNTANSI SYARIAH DI BANK SYARIAH

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, perubahan masyarakat telah


membawa perubahan yang cukup mendasar terhadap organisasi akuntansi. Oleh
karena itu, tidak dapat dipungkiri, hadirnya lembaga keuangan syariah pada
khususnya dan sistem bisnis islami (berdasarkan syariah) tentunya akan
mempengaruhi dan menentukan organisasi akuntansi yang akan digunakan. Hal ini
muncul, karena karekteristik masyarakat islam menuntut aspek-aspek yang berbeda
dengan apa yang terjadi dan berlaku dalam masyarakat kapitalis. Hal berarti pula
bahwa akuntansi yang berlaku dalam sistem lembaga keuangan syariah, jelas
berbeda dengan sistem akuntansi yang berlaku dalam sistem lembaga keuangan
konvensional.

Tujuan informasi akuntansi dalam bank syariah atau lebih luasnya lembaga
keuangan syariah muncul karena dua alasan, yaitu:

1. Lembaga keuangan syariah dijalankan dengan kerangka syariah, sebagai


akibat dari hakikat transaksi yang berbeda dengan lembaga keuangan
konvensional;
2. Pengguna informasi akuntansi pada lembaga keuangan syariah adalah
berbeda dengan pengguna informasi akuntansi di lembaga keuangan
konvensional.

Sehubung dengan hal tersebut di atas, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengguna informasi akuntansi. Pengguna informasi akuntansi utama dalam


sistem lembaga keuangan syariah meliputi:
a. Pemegang saham;
b. Deposan;
c. Shahibul maal yang melakukan investasi mudharabah mutlaqah (tanpa
ada syarat-syarat tertentu atau unrestricted investment account holdes);
d. Shahibul maal yang melakukan investasi mudharabah muqaayadah
(dengan ada syarat-syarat tertentu atau restricted investment account
holders);
e. Pengusaha, perusahaan, atau agensi yang berhubungan dengan bank;
f. Dewan Pengawas Syariah ;
g. Lembaga pemerintah, bank sentral, menteri keuangan, badan
administrasi/pengelola zakat;
h. Masyarakat luas;
i. Pengamat nonmuslim;
j. Peneliti;
k. Pegawai lembaga yang bersangkutan.
2. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna, meliputi:
a. Informasi yang dapat membantu dalam menilai pelaksanaan operasional
bank dengan aturan tertulis dan jiwa syariah;
b. Informasi yang dapat membantu dalam menilai kemampuan lembaga
dalam menjaga aset, mempertahankan likuiditas, dan meningkatkan
laba;
c. Informasi tentang inisiatif lembaga atas tanggung jawabnya terhadap
pekerja, pelanggan, masyarakat, dan lingkungan; dan
d. Informasi yang dapat membantu dalam pertanggungjawaban
manajemen.

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) disebutkan, bahwa tujuan akuntansi


keuangan bank syariah adalah:

1. Menentukan hak dan kewajiban pihak terikat, termasuk hak dan kewajiban
yang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi
lain, sesuai dengan prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep
kejujuran, keadilan, kebijakan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis
islami;
2. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan
untuk pengambilan keputusan; dan
3. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi
dan kegiatan usaha.

Selanjutnya dijelaskan tujuan laporan keuangan bank syariah pada dasarnya sama
dengan tujuan laporan keuangan yang berlaku secara umum dengan tambahan,
antara lain menyediakan:

1. Informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi


pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan
bagaimana pendapatan tersebut diperolehserta penggunaannya;
2. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada
tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan
investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat; dan
3. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan
dan penyaluran zakat.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2005.

You might also like