Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sains, Teknologi, dan Masyarakat
yang dibina oleh Bapak Drs. Kadim Masjkur, M.Pd.
dan Ibu Erni Yulianti, S.Pd, M.Pd.
Oleh:
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................4
C. Tujuan ..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah STM (Sains, Teknologi, dan Masyarakat) .........................................5
B. Karakteristik Pembelajaran STM ....................................................................7
C. Tujuan Pembelajaran STM ............................................................................10
D. Kaitan Sains,Teknologi, dan Masyarakat ......................................................12
E. Keunggulan Pembelajaran STM ....................................................................14
F. Permasalahan Pembelajaran STM .................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan gabungan dari tiga
konsep yang berkembang dalam kehidupan manusia dewasa saat ini. Dengan
alasan berbagai hal, ketiga konsep ini dijadikan sebuah model dalam proses
pembelajaran secara logika, keterkaitan antara ketiga konsep tersebut adalah
sebagai berikut: sains dipelajari dan didorong oleh keingintahuan manusia
terhadap suatu fenomena alam atau kehidupan melalui proses keimuan
menghasilkan alat yang disebut dengan teknologi. Teknologi diciptakan untuk
memfasilitasi kebutuhan manusia. Teknologi sebagai produk keilmuan yang
berbentuk alat digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam
kehidupan masyarakat. Namun ketika teknologi itu sendiri ada, maka muncul
persoalan baru yang menuntut masyarakat sebagai pengguna untuk mengetahui
pengetahuan.
2
keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
mutlak harus dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dibuat tujuan yang akan di
bahas dalam makalah ini sebagai berikut:
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
sebagai bidang akademik. Sebagai suatu momentum perkembangan S-T-M,
pada tahun 1977 muncul sebuah proyek yang disebut Norris Harms’ Project
Synthesis dengan empat tujuan utama, yaitu:
(2) Mengajar para siswa untuk mengambil tanggung jawab dengan isu-isu
teknologi/masyarakat;
Setelah proyek tersebut dilaporkan pada tahun 1981 (Harms dan Yager
dalam Galib, 2001), NSTA berinisiatif melakukan suatu penelitian untuk
meningkatkan mutu program pendidikan sains. Dalam hal itu, S-T-M
merupakan salah satu bidang penelitian awal pada tahun 1982-1983 dan juga
tahun 1986. Sejak itu, secara nasional merupakan upaya awal, S-T-M menjadi
fokus bagi sekolah sains— adalah suatu bidang untuk mengidentifikasi tujuan-
tujuan baru, kurikulum baru, modul-modul, strategi pembelajaran yang baru,
dan bentuk-bentuk baru untuk evaluasi. Hal itu telah digunakan dalam
pembaruan pendidikan sains di Iowa sejak dimulai suatu program Chautauqua
NSTA-NSF pada tahun 1983 (Yager dalam King, -). Dan sekarang, sudah lebih
dari 1.700 guru, khususnya pada kelas 4-9 telah mengembangkan dan
memperkenalkan modul-modul S-T-M dalam ruang kelas sains mereka. Dalam
tahun 1990 di AS, S-T-M telah diperkenalkan pada 2000 fakultas dan 1000
SLTA dalam bentuk pelajaran (Harms dan Yager dalam Galib, 2001).
5
B. Karakteristik Pembelajaran STM
Hidayat (1996 dalam Fajar 2004) menambahkan bahwa istilah STS untuk
pertama kali diciptakan oleh John Ziman dalam bukunya “Teaching and
Learning About science and Society” pada tahun 1980. Dalam bukunya
tersebut, Ziman mencoba mengungkapkan bahwa konsep-konsep dan proses-
proses sains seharusnya sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari. Menurut
Yager (1996 dalam Fajar 2004), Program STS pada umumnya memiliki
karakteristik/ciri-ciri sebagai berikut :
6
Poedjiadi (1994 dalam Fajar 2004) menjelaskan tentang hasil penelitian
National Science Taecher Association (NSTA) tahun 1985-1986 di Iowa
Amerika terhadap pelaksanaan program-program STS ditemukan adanya
perbedaan antara peserta didik yang mengikuti program STS dan yang tidak,
antara lain di bawah ini :
CARA BIASA STS
7
Guru dianggap sebagai pemberi informasi. Peserta didik ingin tahu tentang dunia fisik.
Guru dianggap sebagai
Peserta didik melihat sains untuk dipelajari. fasilitator.
Peserta didik melihat sains sebagai alat
untuk menyelesaikan masalah.
Proses
Peserta didik melihat proses sains sebagai Peserta didik melihat proses sains sebagai
keterampilan yang dimiliki
ilmuwan. ketrampilan yang dapat mereka gunakan.
Peserta didik melihat proses sains sebagai
sesuatu untuk dipraktekkan karena Peserta didik melihat proses sains sebagai
merupakan
syarat. keterampilan yang perlu dikembangkan
untuk kebutuhan mereka sendiri.
Pengetahuan/konsep
Pengetahuan diperlukan untuk Peserta didik melihat pengetahuan sains
melaksanakan
test. sebagai sesuatu yang diperlukan.
Pengetahuan hanya dipandang sebagai Pengetahuan dipandang sebagai bekal
hasil untuk
belajar. menyelesaikan masalah.
Retensi berlangsung singkat. Peserta didik lebih lama melupakan
informasi yang diperoleh, dan dapat
melaksanakan trsansfer belajar dengan
baik.
8
mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. STM adalah suatu
pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan,
topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi, dan
persiapan/kinerja guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan
tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi dan dalam evaluasi.
Tujuan utama pendekatan STM ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang
cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil
keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat sehingga
dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.
Dalam kaitannya dengan bidang IPS, Aikenhead (1991 dalam Fajar 2004)
memberikan batasan society is the social milieu. Society merupakan
lingkungan pergaulan sosial serta kaidah-kaidah yang dianut oleh suatu
kelompok masyarakat. Ryan (1992 dalam Fajar 2004) menguraikan pengaruh
sains dan teknologi terhadap masyarakat (society), yaitu dalam tanggung jawab
sosial, kontribusi terhadap keputusan sosial, membentuk masalah sosial,
menyelesaikan maslah praktis dan sosial, serta kontribusi terhadap ekonomi,
militer, dan berpikir sosial. Horton (1984) mendefinisikan masyarakat sebagai
suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain.
Tujuan utama pendekatan STM ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang
cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan
penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat sehingga dapat mengambil
tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.
9
Menurut Rusymansyah (2000: 3), tujuan pendekatan STM secara umum
antara lain adalah :
1) Peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik
pembelajaran di dalam kelas
10
4) STS memberikan siswa dengan dasar-dasar untuk kewarganegaraan
yang bertanggung jawab, dan keterampilan yang diperlukan untuk berhasil
dalam tempat kerja masa depan yang sangat kompetitif dan terus berubah
11
konsep ini dijadikan sebuah model dalam proses pembelajaran. Secara logika,
keterkaitan antara ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut: “Sains” dipelajari
serta didorong oleh keingintahuan manusia terhadap suatu fenomena alam atau
kehidupan melalui proses kelimuan menghasilakan alat yang disebut dengan
teknologi. Teknologi diciptakan manusia untuk mefasilitasi kebutuhan manusia.
Teknologi sebagai produk keilmuan yang berbentuk alat, digunakan manusia untuk
memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Namun ketika teknologi itu
sendiri ada, maka muncul persoalan baru yang menuntut masyarakat sebagai
pengguna untuk mengetahui pengetahuan. Tigalandasanpentingdaripendekatan
STM, yaituadanyaketerkaitan yang eratantarasains, teknologi, danmasyarakat,
proses belajarmengajar, pandangankonstruktivisme, yang
padapokoknyamenggambarkanbahwapelajarmembentukataumembangunpengetah
uannyamelaluiinteraksidenganlingkungan, yang terdiriatasranahpengetahuan,
ranahsikap, ranah proses sains, ranahaktivitas, danranahhubungandanaplikasi
(Rusmansyah&Irhasyuarna, 2003: 100).
SAINS
TEKNOLOGI MASYARAKAT
12
Gambar 2. Hubungan antara ilmu pengetahuan, Teknologi dan
masyarakat
13
Menurut Hairida (1996:29) kelebihan penggunaan model STM dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
Meningkatkan literasi sains para siswa, meningkatkan perhatian siswa
terhadap sains dan teknologi serta perhatian terhadap interaksi antara
sains, teknologi dan masyarakat.
Pemahaman yang lebih baik dalam sains.
Meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bernalar logis, memecahkan
masalah secara kretif.
Peningkatan kemampuan membuat keputusan terhadap permasalahan
yang menyangkut sains, teknologi, dan masyarakat.
F. Permasalahan Pembelajaran STM
Beberapa penelitian terhadap pendekatan STM memang menunjukkan adanya
nilai tambah yang bermacam-macam. Secara umum kecuali mengaktifkan atau
memandirikan siswa juga mendorong kreativitas guru, sehingga dapat mewujudkan
pembelajaran yang PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Efisien, dan
Menyenangkan). Namun, sepanjang penerapannya tidak semulus yang diharapkan.
Beberapa kritik mempertanyakan atau meragukan efektivitas dan efisiensi dari
pendekatan STM. Pembelajaran sains dinilai “miskin” konsep sains, karena
pembahasannya secara interdisipliner maka pada umumnya tinjauan sains
cenderung hanya superficial saja. Di samping itu, sains juga dipandang sangat
“membahayakan” bila meleburkan sains dengan politik, ekonomi, moral, maupun
hukum. Dikatakan juga bahwa belum tentu kebenaran sains sejalan dengan
kebijakan politik, ekonomi, atau kebenaran moral dan hukum suatu negara.
Di Indonesia, dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan. Kendala
utama adalah dari pihak guru. Budaya guru Indonesia yang cenderung mengajar
seperti apa yang pernah mereka terima dari gurunya dan enggan untuk
berkreasi/inovasi merupakan faktor sulitnya menerapkan pendekatan STM.
Mitchener & Anderson (1989) dalam Raja (2009), melaporkan hasil penelitian
tentang perspektif guru dalam penyusunan dan pelaksanaan sebuah pembelajaran
dengan pendekatan STM bahwa guru memiliki hambatan dalam penerapan
pendekatan ini dan menunjukkan kekhawatiran berupa ketidaknyamanan dengan
pengelompokan, ketidakpastian tentang evaluasi, dan frustrasi tentang populasi
14
siswa, dan kebingungan peran guru. Hasil-hasil temuan tersebut akan berguna
dalam menyelenggarakan program pengembangan guru.
Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi waktu yang
rendah bagi peran guru dalam transfer pengetahuan kepada anak. Guru lebih banyak
berperan dalam mengarahkan pengetahuan anak pada upaya penemuan masalah dan
konseptualisasi berdasarkan disiplin ilmu. Penanaman konsep lebih banyak
dilakukan pada momen-momen tertentu secara tepat, sehingga memiliki tingkat
retensi yang lebih lama.
Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas, dapat menjadi
masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam kelas banyak,
guru akan kewalahan dalam pendampingan kelompok dan pembimbingan kajian
masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi (populasi dalam kelompok tinggi)
konsekuensinya dapat terjadi peran yang tidak efektif bagi anak. Sehingga
penggunaan pendekatan STM, harus dirancang untuk melibatkan pihak lain dalam
proses pembelajaran.
Kompleksitas masalah dan sumber informasi yang dapat terlibat dalam
pembelajaran STM, harus dapat disikapi secara profesional oleh guru. Ketepatan
masalah yang dipilih oleh siswa untuk dikaji sangat ditentukan oleh peran guru
dalam mengekspose fakta-fakta. Penentuan prosedur analisis dan sumber data yang
akurat, memerlukan bimbingan dan arahan dari guru. Demikian pula, dalam hal
kajian data dan konseptualisasinya dibutuhkan peran guru dalam memberikan
klarifikasi dan penguatan atas hasil-hasil kerja dari tiap kelompok. Kompleksitas
masalah dan sumber informasi juga berimplikasi pada beragamnya fokus anak
dalam mengkaji konsep pengetahuan. Konsekuensinya, dibutuhkan kecermatan
dalam menyusun alat evaluasi terutama pada domain penguasaan konsep.
Penggunaan alat penilaian yang variatif, dapat meningkatkan akurasi data yang
dibutuhkan dalam mengevaluasi perkembangan anak.
Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran dengan
pendekatan STM, yaitu waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi
dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat). Waktu merupakan faktor
penting untuk menentukan materi-materi apa yang akan diajarkan pada siswa.
Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran pada konten tertentu, kadang-kadang
15
membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan analisa yang baik untuk
memilih dan mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara sumber secara
mendetail. Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik antar anggota
kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa sekolah memilih
waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk penerapan STM agar tidak
terganggu dengan aktivitas belajar yang lain. Bahkan, gelar kasus (show
case) yang dilanjutkan dengan refleksi diri, biasanya dilaksanakan pada akhir
semester.
Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM, terutama dalam
penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan interpersonal. Umumnya
guru belum memiliki pengetahuan yang baik tentang pendekatan STM sehingga
penerapan pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan. Selain itu, paradigma
guru dalam menginterpretasikan dan mengembangkan kurikulum, masih berbasis
konten sehingga guru merasa dituntut untuk menyampaikan materi tepat pada
waktunya dan lupa berinovasi dalam pembelajaran.
Hambatan lain dalam penerapan pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa
untuk berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga
dibutuhkan kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing
siswa dalam pembelajaran.
Selain itu, faktor yang menyebabkan pelaksanaan pembelajaran STM tidak
lancar adalah sistem penilaian yang diterapkan secara nasional yang cenderung
berorientasi pada aspek kognitif. Apalagi kalau sistem penerimaan siswa baru di
tingkat SMP dan SMA yang masih mengandalkan nilai UAN, begitu juga dengan
seleksi mahasiswa baru yang hanya berdasarkan tes kognitif saja membuat guru
tidak tergerak untuk menerapkan pembelajaran ynag menekankan penilaian non-tes
(portofolio dan observasi kegiatan) seperti yang diberlakukan dalam pendekatan
STM.
Agar pelaksanaan penerapan pendekatan STM dapat berkembang di Indonesia
perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Sosialisasi pendekatan STM disertai dengan pelatihan guru untuk
merancang dan mempraktekkannya.
16
2. Pengembangan sumber belajar baik secara tertulis maupun alam sekitar
yang menunjang kelancaran pembelajaran.
3. Modifikasi/perubahan sistem penilaian secara menyeluruh di setiap
sector pendidikan tidak hanya bertolak pada tes pencapaian aspek
kognitif saja, porsi yang memadai untuk hasil penilaian non-tes.
4. Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM. Biaya
dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan STM dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan
gelar kasus (show case). Umumnya, pihak sekolah belum
mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena
itu, pihak sekolah khusunya hendaknya memberi dorongan moril
maupun materil untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal
dorongan materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini
secara swadaya.
5. Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait diperlukan
pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga tertentu
atau meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu.
Misalnya, mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik
produk bahan makanan dan sebagainya. Untuk kelancaran kegiatan,
anak perlu dibekali surat pengantar dari sekolah, atau sekolah
melakukan pemrosesan izin ke lembaga yang terkait sebelum kegiatan
dilaksanakan. Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu
diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman sehingga seluruh
aktivitas anak yang menyita waktu dapat dimaklumi atau
mendapat support dari orang tua.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan :
Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pengIndonesiaan dari
Science Technology Society (STS). Pada istilah STM terkandung tiga kata kunci,
yaitu sains, teknologi, dan masyarakat. Karenanya paradigma pendekatan STM
dalam pembelajaran sains pada hakikatnya dapat ditinjau dari asumsi dasar
pengertian sains, teknologi, dan masyarakat, interaksi antar ketiganya serta
keterkaitannya dengan tujuan-tujuan pendidikan sains. Karakteristik pembelajaran
sains dengan tujuan-tujuan dikarakteristikkan sebagai domain yang meliputi
domain konsep, proses, aplikasi, kreativitas dan sikap.
Tujuan pendekatan STM ini secara umum adalah agar para peserta didik
mempunyai bekal pengetahuan yang cukup sehingga ia mampu mengambil
keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan sekaligus dapat
mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya. Letak
keunggulan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat adalah pembelajaran sains
yang dikemas untuk mudah dimengerti serta bermanfaat bagi setiap orang.
Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk membantu atau memudahkan manusia
dalam pencapaian tujuan hidupnya. Teknologi dibangun atau dibuat dengan dasar
atau menerapkan prinsip-prinsip sains, sehingga teknologi dapat dimaknai sebagai
lingkungan buatan manusia.
18
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2007. Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio dengan Pendekatan
Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) pada Mata Pelajaran Ekonomi
Kelas X SMA Negeri 15 Semarang. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri
Semarang.
19
Robert E, Y danRustam R. 2000. STS :Most Pervasive and Most Radical of Reform
Appoarches to “science” Education.The University of Lowa and
Pennsylvania State University.
Rusmansyah.(2000). Prospek Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-
Masyarakat (STM) dalam pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan.
Rusmansyah&Irhasyuryana. 2003.
ImplementasiPendekatanSainsTeknologiMasyarakat (STM)
dalamPembelajaran.
20