Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak,
2008).
Transportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai
dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang
memadai.
Dewasa ini banyak pasien yang harus bisa kita ajarkan untuk dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya, karena jika tidak, pasien-pasien itu
tidak akan bisa berjalan dengan mandiri.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi
pengetahuan tentang bagaimana caranya memenuhi kebutuhan mobilisasi dan
transportasi pasien kepada masyarakat luas yang mana di negara Indonesia
masih kurang mengetahuinya.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari kebutuhan mobilisasi dan transportasi?
2. Apa saja teknik mobilisasi dan transportasi?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan mobilisasi dan
transportasi?
4. Apa masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi?
5. Bagaimana asuhan keperawatan dalam lingkup kebutuhan mobilisasi dan
transportasi?
6. Apa saja tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan mobilisasi dan
transportasi?
III. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebutuhan mobilisasi dan transportasi.
2. Untuk mengetahui teknik mobilisasi dan transportasi.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
mobilisasi dan transportasi.
4. Untuk mengetahui masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi.
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dalam lingkup kebutuhan
mobilisasi dan transportasi.
6. Untuk mengetahui tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
mobilisasi dan transportasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KONSEP TEORI
A. Definisi
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda
kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas
seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Aktivitas fisik yang kurang memadai
dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletal
seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan
ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya. (Towarto, Wartonah 2007)
Latihan merupakan suatu gerakan tubuh secara aktif yang dibutuhkkan
untuk menjaga kinerja otot dan mempertahankan postur tubuh. Latihan
dapat memelihara pergerakan dan fungsi sendi sehingga kondisinya dapat
setara dengan kekuatan dan fleksibilitas oto. (Towarto, Wartonah 2007)
Gangguan aktivitas dan latihan adalah keadaan dimana individu
mengalami ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk
menahan atau memenuhi kebutuhan atau keinginan aktivitas sehari-hari.
(Susan, Mary, Eleaner, Majorie, 1998).
B. Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai
otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium
dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi
tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi
pelindung organ-organ dalam. Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang
pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang
vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur
dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung
dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi
kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan
terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu
pada masa dewasa.
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi
tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang
bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar
dapat berfungsi kembali.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan
tulang. Ligament bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi
dan mendukung sendi. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga
stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis)
dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf
memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic memiliki fungsi
sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat
seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan
secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan
terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial
akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah
radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi
membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan
antar segmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat
beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi
kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang
sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu,
terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain
sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.
C. Epidemiologi
Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentang
kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Gangguan aktivitas dan
latihan dapat terjadi pada semua tingkatan umur, yang beresiko tinggi
terjadi gangguan mobilisasi adalah pada orang yang lanjut usia, post
cedera dan post trauma. (Towarto, Wartonah 2007)
D. Fisiologis Pergerakan
Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistem
skeletal, otot skelet, dan sistem saraf. Karena ketiga sistem ini
berhubungan erat dengan mekanisme pendukung tubuh, sistem ini dapat
dianggap sebagai satu unit fungsional. Sistem skeletal berfungsi
menyokong jaringan tubuh, melindungi bagian tubuh yang lunak, sebagai
tempat melekatnya otot dan tendon, sebagai sumber mineral dan berperan
dalam proses hematopoeisis (proses pembentukan dan perkembangan sel-
sel darah). Sedangan otot berperan dalam proses pergerakan,memberi
bentuk pada postur tubuh,dan memproduksi panas melalui aktivitas
kontraksi otot. (Potter dan Perry, 2005)
Pengaturan pergerakan dapat dibedakan menjadi gerak yang disadari atau
volunter, dan gerak yang tidak disadari atau involunter atau yang disebut
dengan refleks. Proses gerak yang disadari mekanismenya melalui jalur
yang panjang mulai dari reseptor, saraf sensorik, kemudian dibawa ke otak
untuk selanjutnya diasosiasi menjadi respons yang akan dibawa oleh saraf
motorik dan efektor. Sedangkan gerakan refleks atau involunter berjalan
dengan sangat cepat dan respons terjadi secara otomatis terhadap
rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. (Tarwoto dan Wartonah,
2006)
E. Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas
1. Kebutuhan Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Jenis Mobilitas:
a. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social
dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan
fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pasien paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik.
c. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible pada sistem
musculoskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi dan tulang.
d. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversible. Contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik
dan sensorik.
2. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang,
cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Jenis imobilitas :
a. Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah tekanan.
b. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami
keterbatasan berpikir, seperti pada pasien yang mengalami
gangguan otak akibat suatu penyakit.
c. Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Seperti keadaan stress berat karena diamputasi
ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami
hambatan dalam berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
F. Jenis Aktivitas dan Latihan
1. Jenis aktivitas antara lain:
a. Aktivitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial
dan menjalankan peran sehari-hari. Aktivitas penuh ini merupakan
fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Aktivitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien
paraplegi dapat mengalami aktivitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Aktivitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Aktivitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Aktivitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena
terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
2. Jenis latihan:
a. Latihan fleksibilitas seperti regang memperbaiki kisaran gerakan
otot dan sendi.
b. Latihan aerobik seperti berjalan dan berlari berpusat pada
penambahan daya tahan kardiovaskular.
c. Latihan anaerobik seperti angkat besi menambah kekuatan otot
jangka pendek.
Latihan bisa menjadi bagian penting terapi fisik, kehilangan berat
badan atau kemampuan olahraga. Latihan fisik yang sering dan teratur
memperbaiki kinerja sistem kekebalan tubuh, dan membantu
mencegah penyakit seperti penyakit kardiovaskular, Diabetes tipe
2 dan obesitas.
G. Faktor yang Mempengaruhi
1. Gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan
aktivitas seseorang karena berdampak pada perilaku kebiasaan sehari-
hari.
2. Proses penyakit/cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhi
kemmapuan aktivitas karena dapat mempengaruhi fungsi system
tubuh.
3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan aktivitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan, contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan
jauh memiliki kemampuan aktivitas yang kuat, sebaliknya ada orang
yang mengalami gangguan aktivitas (sakit) karena budaya dan adat
dilarang beraktivitas.
4. Tingkat energi. Energi dibutuhkan untuk melakukan aktivitas.
5. Usia dan status perkembangan. Kemampuan atau kematangan fungsi
alat gerak sejalan dengan perkembangan usia. Intolerensi aktivitas/
penurunan kekuatan dan stamina, Depresi mood dan cema
H. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh.
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-
zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan
aktivitas metabolisme,
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal,
karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan
dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot,
6. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
a. Gangguan Muskular : menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
b. Gangguan Skeletal : adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi
dan osteoporosis.
8. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
9. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
10. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
II. TEKNIK MOBILISASI
A. Nilai Aktivitas dan Latihan
Rentang Gerak Rentang Nilai Normal Kategori Kemampuan Aktivitas
Fisik menurut (Gunawan, Adi, 2001) yaitu :
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :
Tingkat aktivitas / Kategori
mobilitas
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
D. Kemampuan Mobilitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
orang lain
siku, lengan, panggul, dan kaki dengan derajat rentang gerak normal yang
hiperekstensi)
atau tidak.
Normal
0 0 Paralisis sempurna
dengan topangan
4 75 gravitasi
tahanan penuh
H. Perubahan psikologis
I. Pola Kesehatan
1. Aktivitas / Istirahat
terkena.
2. Sirkulasi
3. Neurosensori
(parestesis).
trauma lain).
4. Nyeri atau Kenyamanan
pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme / kram
5. Keamanan
tiba-tiba).
1. Hambatan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan Label NIC : Bed rest-care 1. Memberikan kenyamanan pada
Definisi : Keterbatasan dalam pergerakan keperawatan ….x 24 jam klien
1. Tempatkan pasien pada
fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada diharapkan pasien mampu 2. Memberikan kenyamanan pada
tempat tidur terapeutik yang
satu atau lebih ekstremitas . Suatu kondisi dalam mobilisasi secara klien untuk tirah baring yang
sesuai
dimana individu tidak saja kehilangan mandiri dengan kriteria cukup lama
2. Jaga agar tempat tidur tetap
kemampuan bergeraknya secara total, tetapi hasil: 3. Mengurangi resiko jatuh pada
bersih, kering, dan rapi
juga mengalami penurunan aktivitas. NOC label : Mobility klien
3. Pasang side rail (pembatas
4. Mencegah dekubitus
Kemampuan klien tempat tidur)
Batasan karakteristik : 5. Mendeteksi ada tanda-tanda
mencapai 4. Ubah posisi klien setidaknya
1. Postur tubuh tidak stabil selama infeksi
keseimbangan setiap 2 jam
melakukan aktifitas rutin 6. Membantu klien dalam
Kemampuan klien 5. Observasi kondisi kulit
2. Keterbatasan kemampuan melakukan beraktivitas
menggerakan otot 6. Bantu pemenuhan ADL
keterampilan motorik kasar 7. Mengetahui keterbatasan sendi
Kemampuan klien Label NIC : Exercise Therapy :
3. Keterbatasan kemampuan melakukan klien
menggerakan sendi Joint Mobility
ketererampilan motorik halus 8. Membantu pemulihan sendi klien
Kemampuan klien
4. Tidak ada koordinasi gerak atau gerakan 7. Lakukan pengkajian
berpindah
tak ritmis mengenai keterbatasan 9. Mencegah terjadinya komplikasi
5. Keterbatasan ROM pergerakan sendi dan fungsi lebih lanjut
6. Sulit berbalik sendi klien. 10. Dapat memeberikan motivasi
7. Perubahan gaya berjalan (missal 8. Anjurkan klien untuk kepada klien untuk berlatih dan
menjadi pelan, sulit memulai langkah, melakukan latihan Range of cepat pulih
kaki diseret, goyah pada posisi lateral) Motion (ROM) secara aktif 11. Merencanakan program pemulihan
8. Penurunan waktu reaksi maupun pasif sesuai indikasi klien
9. Gerakan menjadi napas pendek secara reguler.
10. Usaha yang kuat untuk perubahan gerak 9. Lindungi klien dari trauma
(peningkatan perhatatian dalam aktivitas selama melakukan latihan.
lain, mengontrol perilaku, focus dalam 10. Kembangkan/berikan
tidak mampu beraktivitas) reinforcement positif selama
11. Gerak lambat latihan.
12. Gerakan menyebabkan tremor Kolaboratif
Faktor – Faktor yang Berhubungan
11. Kolaborasikan dengan
1. Pengobatan
fisioterapist dalam
2. Terapi pembatasan gerak
pengembangan program
3. Kurang pengetahuan mengenai manfaat
latihan bagi klien, secara
pergerakan fisik
tepat.
4. IMT diatas 75 % sesuai dengan usia
5. Kerusakan sensori persepsi
6. Nyeri, tidak nyaman
7. Kerusakan musculoskeletal dan
neuromuscular
8. Intoleransi aktivitas
9. Depresi mood atau cemas
10. Kerusakan kognitif
11. Penurunan kekuatan otot, control, dan
massa
12. Keengganan untuk memulai gerak
13. Gaya hidup menetap, tidak fit
14. Malnutrisi umum atau spesifik
15. Kehilangan integritas struktur tulang
16. Keterlambatan perkembangan
17. Kekakuan sendi atau kontraktur
18. Keterbatasan daya tahan kardiovaskuler
19. Berhubungan dengan metabolisme
seluler
20. Keterbatasan dukungan lingkungan fisik
atau social
21. Kepercayaaan terhadap budaya
berhubungan dengan aktivitas yang tepat
disesuaikan dengan umur
2. Intoleran Aktivitas Setelah dilakukan asuhan Label NIC : Activity Therapy 1. Semakin meningkat aktivitas yang
keperawatan ….x 24 jam dicapai maka semakin cepat pasien
Definisi : Ketidakcukupan energi secara 1. Anjurkan pasien untuk
diharapkan pasien dapat mandiri dalam pemenuhan
fisiologis atau psikologis dalam memenuhi meningkatkan batasan
melakukan aktivitasnya kebutuhan
aktivitas sehari hari yang dibutuhkan atau aktivitas yang dicapainya
dengan normal dengan 2. Tidak memaksakan melakukan
diperlukan. 2. Fokuskan pada aktivitas yang
kriteria hasil: aktivitas apabila pasien tidak
bisa dilakukan pasien
NOC label : Activity mampu melakukan
Batasan karakteristik: 3. Anjurkan keluarga untuk
Tolerance 3. Pasien akan terbantu dalam
1. Laporan verbal : kelelahan dan membantu memenuhi
Pemenuhan pemenuhan kebutuhan selama
kelemahan kebutuhan pasien
kebutuhan oksigen belum bisa melakukan secara
2. Respon terhadap aktivitas menunjukan 4. Kolaborasikan dengan terapis
mencukupi dalam mandiri
nadi dan tekanan darah abnormal dalam latihan pemenuhan
memenuhi aktivitas 4. Dengan adanya kolaborasi akan
3. Perubahan EKG menunjukan aritmia aktivitas
dalam batas normal lebih efektif dan efisien dalam
atau disritmia
Rata-rata TD dalam memenuhi keb.
4. Dispneu dan ketidaknyamanan
batas normal
Faktor – Faktor yang Berhubungan
Rata-rata pernapasan
1. Tirah baring atau imobilisasi
dalam batas normal
2. Kelemahan secara menyeluruh
3. Ketidakseimbangan antara kebutuhan Warna kulit normal
dan suplai oksigen Laporan dalam
4. Gaya hidup yang menetap pencapaian
kebutuhan sehari-
hari
3. Risiko Cedera dengan faktor risiko fisik Setelah dilakukan asuhan Label NIC : Environmental 1. Untuk mengamankan pasien dari
(gangguan mobilitas) keperawatan ….x 24 jam Management risiko cedera dan risiko jatuh
diharapkan pasien dapat 2. Lingkungan yang aman
Batasan karakteristik: 1. Jauhkan benda – benda
terhindar dari risiko mengurangi risiko cedera bagi
berbahaya di dekat pasien
Eksternal cedera dengan kriteria pasien
seperti benda- benda kecil
1. Mode transpor atau cara perpindahan hasil:
yang menyebabkan
2. Manusia atau penyedia pelayanan
NOC label : Risk tersandung.
kesehatan (contoh : agen nosokomial)
Control 2. Buat lingkungan yang aman
3. Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan
bagi pasien, dengan
faktor psikomotor Pasien mengetahui
lingkungan yang nyaman,
4. Fisik (contoh : rancangan struktur dan faktor risiko cedera
mengurangi benda- benda
arahan masyarakat, bangunan dan atau Pasien dapat
(furniture) yang dapat
perlengkapan) mengetahui
bergerak.
5. Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe perilakunya yang
makanan) dapat memicu cedera
6. Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi
dalam masyarakat, mikroorganisme)
Kimia (polutan, racun, obat, agen
Internal
1. Psikolgik (orientasi afektif)
2. Mal nutrisi
3. Bentuk darah abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia, perubahan faktor
pembekuan, trombositopeni, sickle cell,
thalassemia, penurunan Hb, Imun-
autoimum tidak berfungsi.
4. Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak
berfungsinya sensoris)
5. Disfugsi gabungan
6. Disfungsi efektor
7. Hipoksia jaringan
8. Perkembangan usia (fisiologik,
psikososial)
9. Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan mobilitas)
IV. EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah melaksanakan implementasi keperwatan. Indikator keberhasilan dari implementasi adalah tercapinya
NOC (Nursing outcome) sesuai dengan kriteria hasil pada masing-masing diagnosa
BAB IV
ANALISA JURNAL
I.Analisa Penelitian
A. Populasi
B. Intervention
C. Compare
D. Output
PENUTUP
I KESIMPULAN
II. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, W.I., Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori
dan Aplikasi dalam praktik. Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta :
EGC