You are on page 1of 134

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
. Deteksi Dini Penyulit Persalinan pada Ibu Hamil – Persalinan adalah
suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar. Tanda atau gejala yanga menunjukkan adanya
persalinan adalah :
1. Nyeri abdomen yang bersifat intermiten setelah kehamilan 22 minggu.
2. Nyeri disertai lendir darah.
3. Adanya pengeluaran cairan dari vagina
Persalinan tidak selalu berjalan dengan normal. Oleh karena itu pada
saat memberikan asuhan kepada ibu yang sedang bersalin, penolong harus
waspada terhadap masalah yang mungkin terjadi. Selain itu, deteksi dini
penyulit persalinan juga tidak kalah pentingnya demi kesuksesan dan
kelancaran jalannya proses kelahiran.
1. Pemanfaatan partograf pada setiap persalinan kala I aktif.
2. Pencatatan partograf
Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di
Indonesia masih sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan
indonesia (SDKI) tahun 2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup
tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita di
Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan
dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15
kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada
thailan atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,
kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan
dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit
kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan
persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat

1
memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar
diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam
menanganan kondisi kegawatdaruratan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengetahui deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan
pada ibu bersalin?
2. Apa itu polihidramnion, oligohidramnion dan KPSW?
3. Apa saja kegawatdaruratan bersalin pada kala I, II, III, dan IV?
4. Bagaimana jenis atau macam-macam dari syok?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada ibu
bersalin
2. Untuk mengetahui tentang polihidramnion, oligohidramnion dan KPSW
3. Untuk mengetahui apa saja kegawatdaruratan bersalin pada kala I, II, III,
dan IV
4. Untuk mengetahui jenis atau macam-macam dari syok

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Deteksi Dini terhadap komplikasi dan kelainan pada ibu Persalinan


1. Pemanfaatan Partograf Pada Setiap Persalinan Kala I Aktif
Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan
observasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan
sangat penting khususnya untuk membuat keputusan klinik selama kala I
persalinan. Kegunaan utama dari partograf adalah :
a. Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan
memeriksa dilatasi serviks saat pemeriksaan dalam.
b. Menentukan apakah persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini
persalinan lama.

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif


persalinan. Partograf harus digunakan :

a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan sebagai elemen
penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan tanpa ataupun
adanya penyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dll)
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (spesialis obgin,
bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran)

Bagian-bagian dari partograf :


Partograf berisi ruang untuk pencatatan hasil pemeriksaan yang
dilakukan selama kala I persalinan termasuk :
a. Kemajuan Persalinan
1) Pembukaan serviks (setiap 4 jam)
2) Penurunan kepala janin (setiap 4 jam)
3) Kontraksi uterus (setiap 30 menit)

3
b. Keadaan Janin
1) DJJ (setiap 30 menit)
2) Warna dan jumlah air ketuban (setiap PD)
3) Molase tulang kepala janin (setiap PD)
c. Keadaan Ibu
1) Nadi (setiap 30 menit)
2) Tekanan darah, suhu (setiap 4 jam)
3) Urin : volume dan protein (setiap 2-4 jam)
4) Obat-obatan dan cairan IV

Tabel 1
Penilaian pada partograf yang menggunakan tanda/simbol khusus.
Temuan Penilaian Tanda

DJJ x/menit

Ketuban Selaput Utuh


U
Selaput pecah, air ketuban Jernih
J
Selaput pecah, air ketuban bercampur
Mekoneum M

Selaput pecah, air ketuban bercampur Darah D

Selaput pecah, dan tidak ada air ketuban K


(Kering)

Molase Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura


mudah dipalpasi.
0
Tulang-tulang kepala janin hanya saling
1
bersentuhan
2
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang
3
tindih, tapi masih bisa dipisahkan

Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan

4
tidak dapat dipisahkan.

Pembukaan serviks 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 X

Penurunan kepala 0/5 = jika kepala janin tidak teraba dari luar atau
janin seluruhnya sudah melalui simfisis pubis.

1/5 = jika hanya sebagian kecil kepala dapat


diraba di atas simfisis pubis.

2/5 = jika hanya 2 dari 5 jari bagian kepala janin


teraba di atas simfisis pubis. Berarti hampir
seluruh kepala telah turun ke dalam saluran
panggul (bulatnya kepala tidak dapat diraba dan O
kepala janin tidak dapat digerakkan).

3/5 = jika hanya 3 dari 5 jari bagian kepala janin


teraba diatas simfisi pubis.

4/5 = jika sebagian besar kepala janin berada di


atas simfisis pubis.

5/5 = jika keseluruhan kepala janin dapat diraba


di atas simfisis pubis.

Kontraksi uterus Kurang dari 20 detik

(dalam 10 menit) Antara 20 – 40 detik

Lebih dari 40 detik

Nadi

Tekanan darah mmHg ô

5
Tabel 2
Masalah dan Penyulit pada Kala I persalinan
No Temuan-temuan Anamnesis dan/atau Pemeriksaan

1 Perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah (“show”)

2 Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan)

3 Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental

4 Ketuban pecah bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda-tanda


gawat janin

5 Ketuban telah pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada
kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)

6 Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi: temperatur tinggi > 38oC,


menggigil, nyeri abdomen, cairan ketuban yang berbau

7 Tekanan darah > 160/100 dan/atau terdapat protein dalam urin

8 Tinggi fundus 40 cm atau lebih

9 DJJ < 100 atau > 180 x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5
menit.

10 Primipara dalam persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih
5/5

11 Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang, dll)

12 Presentasi ganda/majemuk (adanya bagian janin, seperti lengan atau


tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala)

13 Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut)

6
14 Tanda dan gejala syok:

- Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 x/menit)

- Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmhg)

- Pucat

- Berkeringat atau kulit lembab, dingin

- Napas cepat (lebih dari 30 x/menit

- Cemas, bingung atau tidak sadar

- Produksi urin sedikit (kurang dari 30 ml/jam)

15 Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten yang memanjang:

- Pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam

- Kontraksi teratur (lebih dari 2 dalam 10 menit)

16 Tanda dan gejala belum inpartu:

- < 2 x kontraksi dalam 10 menit, berlangsung kurang dari 20 detik

- Tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 sampai 2 jam

17 Tanda dan gejala partus lama:

- Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada

- Pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam

- < 2 x kontraksi dalam waktu 10 menit, masing-masing berlangsung


kurang dari 40 detik

7
Tabel 3
Parameter Monitoring Persalinan (Partograf)
Parameter Temuan abnormal

Tekanan darah > 140/90 dengan sedikitnya satu tanda/gejala pre-


eklampsia

Temperatur > 38oC

Nadi > 100 x/menit

DJJ < 100 atau > 180 x/menit

Kontraksi < 3 dalam 10 menit, berlangsung < 40 detik, ketukan di


palpasi lemah

Serviks Partograf melewati garis waspada pada fase aktif

Cairan amnion Mekonium, darah, bau

Urin Volume sedikit dan pekat

B. Polihidramnion, oligohidramnion, dan KPSW


1. Polihidromnion

a. Pengertian

Suatu kejadian dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari
normal biasanya lebih dari 2 liter. Dalam beberapa literatur ada yang

8
membagi polihidramnion menjadi dua tergantung dari berapa lama
perjalanan penyakitnya, yaitu:

1) Polihidramnion akut

Terjadinya pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat


dalam waktu beberapa hari saja.

2) Polihidramnion kronis

Pertambahan air ketuban yang terjadi secara perlahan-lahan dalam


beberapa minggu atau bulan dan biasanya terjadi pada kehamilan
lanjut.

b. Etiologi
Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada
banyak kasus hidramnion berhubungan dengan kelainan malformasi
janin, khususnya kelainan sistem syaraf pusat dan traktus
gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion bisa terjadi karena :
1) Produksi air ketuban bertambah
Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air
ketuban dapat bertambah cairan lain masuk kedalam ruangan
amnion, misalnya air kencing janin dan cairan otak anensefalus.
Naeye dan Blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal,
bladder (vesica urinaria) ukuran besar, akan meningkatkan output
urine pada awal periode pertumbuhan fetus, hal inilah yang
meningkatkan produksi urine fetus yang mengakibatkan hidramnion.
2) Pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan
diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan
oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta
untuk akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Ekskresi air
ketuban ini akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada
atresia esofagus dan anensefalus.

9
Damato dan koleganya (1993) melaporkan bahwa dari 105
wanita yang diteliti cairan amnionnya, ditemukan hampir 65%
dinyatakan hidramnion. Ada 47 orang hamil tunggal dengan satu
atau lebih mengalami kelainan kongenital. Diantaranya kelainan
gastrointestinal, sistem syaraf pusat, thorax, skeletal, kelainan
kromosom (2 janin mempunyai trisomi 18—Edward syndrome dan
dua janin dengan trisomi 21—Down syndrome), dan kelainan
jantung. 19 orang wanita hamil kembar. Hidramnion berhubungan
dengan kehamilan kembar monozigotik, hipotesis telah dibuktikan
bahwa salah satu fetus menguasai satu bagian sirkulasi dari janin
lainnya, dimana fetus yang satu ini mengalami cardiac hypertrofi dan
produksi output urine yang meningkat.

c. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa
b) Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada
kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak
c) Nyeri ulu hati dan sianosis
d) Nyeri perut karena tegangnya uterus
e) Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena
urethra mengalami obstruksi akibat uterus yang membesar
melebihi kehamilan normal.
2) Inspeksi
a) Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat,
retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
b) Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena
kehamilannya
c) Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi
karena kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah
balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar.

10
3) Palpasi
a) Perut tegang dan nyeri tekan
b) Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya
c) Bagian-bagian janin sukar dikenali
4) Auskultasi
Denyut jantung janin sukar didengar
5) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen (bahaya radiasi)
b) Ultrasonografi

d. Penanganan
1) Pada masa hamil

Pada hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus.


Hidramnion sedang dengan beberapa ketidaknyamanan biasanya
dapat diatasi, tidak perlu intervensi sampai persalinan atau sampai
selaput membran pecah spontan. Jika terjadi sesak nafas atau nyeri
pada abdomen, terapi khusus diperlukan. Bed rest, diuretik dan air
serta diet rendah garam sangat efektif. Terapi indomethacin biasa
digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul menyertai
hidramnion. Kramer dan koleganya (1994) melalui beberapa hasil
penelitiannya membuktikan bahwa indomethacin mengurangi
produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan absorpsi,
menurunkan produksi urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan
dalam membran amnion.

Dosis yang boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi pada
hidramnion berat maka penderita harus dirawat dan bila keluhan
terlalu hebat dapat dilakukan amniosentesis (pengambilan sampel
cairan ketuban melalui dinding abdomen). Prinsip dilakukan
amniosintesis adalah untuk mengurangi distress pada ibu. Selain itu,
cairan amnion juga bisa di tes untuk memprediksi kematangan paru-
paru janin.

11
2) Pada masa persalinan
Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita adalah
menunggu. Jika pada waktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba
pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan
deras, masukanlah tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa
lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah
supaya tidak terjadi solusio plasenta, syok karena tiba-tiba perut
kosong atau perdarahan postpartum karena atonia uteri.
3) Pada masa nifas
Observasi perdarahan postpartum

2. Oligohidromnion

a. Pengertian

Air ketuban memiliki beberapa peranan yang penting diantaranya


melindungi bayi dari trauma, terjepitnya tali pusat, menjaga kestabilan
suhu dalam rahim, melindungi dari infeksi, membuat bayi bisa bergerak
sehingga otot2nya berkembang dengan baik serta membantu
perkembangan saluran cerna dan paru janin.

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban


kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. VAK (Volume Air

12
Ketuban) meningkat secara stabil saat kehamilan, volumenya sekitar 30
cc pada 10 minggu dan mencapai puncaknya 1 Liter pada 34-36
minggu, yang selanjutnya berkurang. Rata-rata sekitar 800 cc pada
akhir trisemester pertama sampai pada minggu ke-40. Berkurang lagi
menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu, dan 250 ml pada
kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 ml/minggu pada
kehamilan 38-43 minggu.

Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum diketahui


dengan pasti, meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-
masuk cairan amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami
sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 mL/jam. 3 faktor
utama yang mempengaruhi AFV :

1) Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus.

2) Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membrane.

3) Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Oligohidramnion lebih sering ditemukan pada kehamilan yang


sudah cukup bulan karena VAK biasanya menurun saat hamil sudah
cukup bulan. Ditemukan pada sekitar 12 % kehamilan yang mencapai
41 minggu.

b. Etiologi
Oligohidramnion berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi
21 atau 13, atau hipoksia janin. Penyebab rendahnya cairan ketuban
seperti dikutip dari American pregnancy.org, adalah :
1) Adanya masalah dengan perkembangan ginjal atau saluran kemih
bayi yang menyebabkan produksi air seninya sedikit, hal ini akan
membuat cairan ketuban rendah.
2) Adanya masalah pada plasenta, karena jika plasenta tidak
memberikan darah dan nutrisi yang cukup untuk bayi akan
memungkinkan ia untuk berhenti mendaur ulang cairan.

13
3) Ada kebocoran atau pecahnya dinding ketuban yang membuat air
ketuban keluar dari rahim.
4) Usia kehamilan sudah melewati batas, hal ini menyebabkan turunnya
fungsi plasenta yang membuat cairan ketuban berkurang.
5) Adanya komplikasi pada sang ibu, misalnya dehisrasi, hipertensi,
pre-eklamsia, diabetes dan hipoksia kronis.

Selain itu, penyebab Oligohidramnion dapat dibagi menjadi tiga yaitu:


a) Fetal :
1) Kromosom
2) Kongenital
3) Hambatan pertumbuhan janin dalam Rahim
4) Kehamilan postterm
5) Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
b) Maternal :
1) Dehidrasi
2) Insufisiensi uteroplasental
3) Preeklamsia
4) Diabetes
5) Hypoxia kronis
c) Induksi Obat :
ndomethacin and ACE inhibitors Idiopatik

c. Patofisiologi
Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan :
1) rupture membrane amnion / rupture of amniotic membranes (ROM)
2) gangguan congenital dari jaringan fungsional ginjal atau obstructive
uropathy.
3) keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya
urin ke kantung amnion.
4) fetal urinary tract malformations: seperti renal agenesis, cystic
dysplasia, dan atresia uretra.

14
5) reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan
penurunan perfusi renal.
6) Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi
cardiac output fetal
7) Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan
kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lain
8) Anuria dan oliguria

d. Gambaran Klinis
Beberapa gejala klinis yang timbul pada kasus oigohidramnion
yaitu :
1) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen
2) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
3) Sering berakhir dengan partus prematurus
4) Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan
terdengar lebih jelas.
5) Persalinan lebih lama dari biasanya.
6) Sewaktu his akan sakit sekali.
7) Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.
Selain itu terdapat beberapa factor-faktor yang sangat berisiko
pada wanita yang dapat meningkatkan insidensi kasus oligohidramnion
yaitu:
1) Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter )
2) Retardasi pertumbuhan intra uterin
3) Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu )
4) Sindrom pasca maturitas

e. Akibat Oligohidramnion
1) Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita
cacat bawaan dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa

15
terjadi partus prematurus yaitu picak seperti kertas kusut karena
janin mengalami tekanan dinding Rahim.
2) Jika terjadi pada trimester kedua kehamilan, akan amat mengganggu
tumbuh kembang janin.
3) Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat
bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit
jadi tenal dan kering (lethery appereance).
4) Jika terjadi menjelang persalinan, meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi selama kelahiran. Seperti tidak efektifnya kontraksi
rahim akibat tekanan di dalam rahim yang tidak seragam ke segala
arah. Buntutnya, persalinan jadi lama atau malah “berhenti”.

f. Tindakan Konservatif
1) Tirah baring.
2) Hidrasi.
3) Perbaikan nutrisi.
4) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST,
Bpp). Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
Amnion infusion.
5) Induksi dan kelahiran
Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan :
a) Pre-term : mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan
maternal agar tetap dalam kondisi optimal.
b) Aterm : persalinan
c) Post-term : Persalinan
Hal yang dapat dilakukan oleh ibu hamil dengan
oligohidramnion adalah :
a) Makan makanan yang sehat dan bergizi seimbang serta tingkatkan
konsumsi cairan
b) Banyak istirahat
c) Stop merokok dan/atau jadi perokok pasif
d) Amati frekuensi gerakan atau aktivitas janin

16
e) Laporkan segera ke dokter jika terjadi tanda-tanda kelahiran
prematur seperti pendarahan atau keluar cairan dari vagina.
Tindakan Dokter :
Jika tidak terjadi peningkatan jumlah air ketuban yang
disertai dengan tanda-tanda tidak sesuainya pertumbuhan berat
janin dan terganggunya aliran darah,tali pusat biasanya dokter
akan memutuskan segera melahirkan janin. Apalagi jika
ditemukan pada kehamilan cukup bulan.

3. KPSW (Ketuban Pecah Sebelum Waktunya)

a. Pengertian
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah pecahnya ketuban
sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm (Sarwono Prawirohardjo, 2005).
KPSW adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan
berlangsung (Manuaba, 2002)
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.

17
b. Etiologi
Penyebab dari Premature Rupture of Membrane (PRM) tidak /
belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali usaha
menekan infeksi.

c. Komplikasi
1) Pada anak yaitu IUFD dan IPFD, asfiksia dan prematuritas
2) Pada ibu yaitu Partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan
postpartum atau infeksi nifas.

d. Penanganan
1) Konservatif
a) Rawat di RS
b) Berikan antibiotika ( ampisilin 4 x 500 mg atau eritomisin bila tak
tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari
c) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada
infeksi, tes busa negative : beri deksametason, observasi tanda-
tanda infeksi dan kesejateraan janin. Terminasi pada kehamilan
37 minggu
d) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada
infeksi , berikam tokolitik ( salbutamol ), deksametason dan
induksi sesudah 24 jam
e) Jika usia kehamilan 32-37, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan
induksi.
f) Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi
interauterin )
g) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa
kadar lesitin dan spingiomielin tiap minggu. Dosis betametason
12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametaon IM 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

18
2) Aktif
a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, induksi
dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan
misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali
b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan
persalinan.

C. KALA 1
1. Partus Lama
a. Pengertian
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di
kanan garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin AB, 2002). Partus
lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24jam pada
primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva (Mochtar, 1998).

b. Etiologi
Menurut Saifudin AB, (2007) Pada prinsipnya persalinan lama
dapat disebabkan oleh :
1) His tidak efisien (in adekuat)
2) Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
3) Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi
bokong, dahi, wajah, atau letak lintang).
4) Malposisi adalah posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan
oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan
malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama
atau partus macet (Saifudin AB, 2007)
5) Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
6) Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi
terlalu besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet.
Cara penilaian serviks yang baik adalah dengan melakukan partus

19
percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetre klinis terbatas
(Saifudin AB, 2007)
7) Faktor lain (Predisposisi)
8) Paritas dan Interval kelahiran (Fraser, MD, 2009)
9) Ketuban Pecah Dini

c. Factor Penyebab

Menurut Saifudin AB, (2007: h 185) Pada prinsipnya persalinan


lama dapat disebabkan oleh :

1) His tidak efisien (in adekuat)


2) Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
3) Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi
bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi
kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik
referansi. Janin yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi
kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet. (Saifudin
AB, 2007 : h 191)
4) Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
5) Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi
terlalu besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet.
Cara penilaian serviks yang baik adalah dengan melakukan partus
percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetre klinis terbatas.
(Saifudin AB, 2007 : h 187).

d. Tanda dan Gejala


1) Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3 cm), tidak
didapatkan kontraksi uterus
2) Belum inpartu, fase labor
3) Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam inpartu
4) Prolonged laten phase
5) Inersia uteri
6) Disporporsi sefalopelvik

20
7) Obstruksi
8) Malpresentasi
9) Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada
kemajuan (kala II lama)

2. Rupture uteri
a. Pengertian
Rupture uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama
periode ante natal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan
selama stadium ke tiga persalinan(Chapman, 2006;h.288).
Rupture uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung
dengan rongga peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya
oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum
(inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)
Rupture uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi
pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta, dan gangguan pembekuan darah.

b. Jenis Rupture Uteri dan Macam Robekannya


1) Rupture uteri spontan
a) Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan
b) Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan
ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
2) Rupture uteri traumatik
a) Terjadi pada persalinan
b) Timbulnya rupture uteri karena tindakan seperti ekstraksi forsep,
ekstraksi vakum, dll
3) Rupture uteri pada bekas luka uterus

Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada
uterus.

21
4) Pembagian rupture uteri menurut robekannya dibagi menjadi :
a) Ruptur uteri kompleta
(1) Jaringan peritoneum ikut robek
(2) Janin terlempar ke ruangan abdomen
(3) Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
(4) Mudah terjadi infeksi
b) Rupture uteri inkompleta
(1) Jaringan peritoneum tidak ikut robek
(2) Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
(3) Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
(4) Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

c. Tanda dan Gejala Rupture Uteri


1) Nyeri tajam, pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
2) Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
3) Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
4) Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan
darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
5) Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
6) Bagian janin lebih mudah dipalpasi
7) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi
tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
8) Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
9) Kemungkinan terjadi muntah
10) Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
11) Nyeri berat pada suprapubis
12) Kontraksi uterus hipotonik
13) Perkembangan persalinan menurun
14) Perasaan ingin pingsan
15) Hematuri ( kadang-kadang kencing darah ) karena kandung
kencing teregang atau tertekan

22
16) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakan
17) DJJ mungkin akan hilang karena anak mengalami hipoksia, yang
disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.

d. Penyebab Terjadinya Rupture Uteri

1) Kecelakaan, seperti jatuh dan tabrakan


2) Disproporsi janin
3) Disproporsi panggul
4) Partus macet
5) Trauma
6) Parut uterus (seksio sesaria)
7) Abortus sebelumnya
8) Miomektomi

e. Penanganan / Penatalaksanaan

Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan spesialistis dan


hanya mungkin dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi
darah. Sikap bidan kalau menerima kiriman penderita dengan ruptura
uteri di pedesaan adalah melakukan observasi saat menolong persalinan
sehingga dapat melakukan rujukan bila terjadi ruptura uteri mengancam
atau membakat. Oleh karena itu, kerja sama dengan dokter puskesmas
atau dokter keluarga sangat penting.Menghadapi ruptura uteri yang
dapat mencapai polindes/puskesmas segera harus dilakukan :

1) Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk


mengatasi keadaan syok
2) Memberikan profilaksis antibiotika atau antipiretik. Sehingga infeksi
dapat dikurangi.
3) Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat
memberikan pertolongan
4) Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk
menghindari terjadinya perdarahan baru.

23
Penanganan rupture uteri :

1) Berikan segera cairan isotonik (ringer laktat atau garam fisiologis)


500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi
2) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit
rujukan
3) Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan reparasi uterus
4) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkhawatirkan lakukan histerektomi
5) Antibiotika dan serum anti tetanus.
Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika
spektrum luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang
kotor, tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil
anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus,
berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM.

3. Tali Pusat Menumbung (TPM)


a. Pengertian
Tali pusat menumbung (TPM) merupakan kondisi emergensi
kehamilan yang lumayan jarang terjadi, di mana tali pusat keluar duluan
atau bersamaan dengan bagian terbawah bayi di jalan lahir. Kondisi ini
bersifat mengancam nyawa bayi, karena tali pusat yang membawa
oksigen ke bayi tersebut akan terjepit diantara bagian bayi dan jalan
lahir.
Terdapat 2 jenis TPM, pertama TPM yang jelas-jelas (nyata)
menumbung, merupakan bentuk TPM yang paling sering, di mana tali
pusat menonjol keluar lewat leher rahim atau sudah berada di dalam
vagina, bahkan terlihat di bagian luar vagina. Selaput ketuban biasanya
sudah pecah. Kedua, ancaman menumbung, di mana tali pusat
mendahului bagian terbawah janin di jalan lahir, tetapi belum keluar

24
dari leher rahim (apalagi ke vagina), karena selaput ketuban masih ada.
Istilah yang di pakai adalah tali pusat terkemuka.
Penyebab terbanyak adalah kelainan letak bayi, terutama letak
lintang. Berikut ini adalah faktor risiko untuk terjadinya TPM :
1) Multiparitas (Kehamilan yang banyak)
2) Prematuritas (bayi kurang bulan) atau berat badan lahir rendah
(BBLR)
3) Kelainan letak (sungsang, serong, lintang)
4) Bayi dengan kelainan bawaaan
5) Disproprsi kepala dengan panggul (DKP
6) Tumor di rongga panggul
7) Plasenta letak rendah
8) Hydramnion (air ketuban banyak)
9) Makrosomia (bayi besar)
10) Persalinan kembar (bayi ke 2)
11) Tali pusat yang panjang

Penanganan kasus TPM jika bayi masih (bisa) hidup yang pertama
jika janin masih hidup ibu segera di letakkan dalam posisi
nungging atau telentang dengan bokong ditinggikan/kepala di
rendahkan . Kedua posisi ini dimaksudkan agar tali pusat tidak terjepit
menjelang dipersiapkannya operasi. Jangan mencoba untuk
memasukkan kembali secara manual. Dilakukan operasi cesar segera.
Persalinan pervaginam bisa dilakukan jika pembukaan sudah lengkap
dan tidak ada kontra indikasi persalinan normal. Persalinan dipercepat
dengan bantuan vakum atau forsep.

Angka kematian bayi akibat TPM berkisar 91 permil. Penyebabnya


sering akibat terjadinya prematuritas dan kelainan bawaaan. Sedangkan
jika bayinya normal maka kematian biasanya disebabkan oleh asfiksia
(bayi lahir biru, sesak nafas).

25
Untuk mencegahnya dianjurkan untuk dirawat pada usia hamil 37-
38 minggu pada pasien dengan kelainan letak (lintang, serong). TPM
yang terjadi di RS biasanya lebih berhasil cepat ditolong. Demikian
juga untuk kasus pecah ketuban dengan posisi non-kepala agar segera
di rujuk ke RS. Sedangkan jika menghadapi persalinan, jangan
melakukan pemecahan ketuban sebelum bagian terbawah janin sudah
masuk.

4. Distosia Karena Kelainan Presentasi dan Posisi (Puncak Kepala, Dahi,


Muka, Persisten Oksipito Posterior)

Konsep Dasar Kelainan Pada Malpresentasi


a. Presentasi Oksifut Posterior
Pada letak belakang kepala biasanya ubun- ubun kecil akan
memutar ke depan dengan sendirinya dan janin lahir secara spontan.
Kadang -kadamg UUK tidak berputar kedepan tetapi tetap berada di
belakang, yang disebut POSITIO OCIPUT POSTERIOR. Dalam
mengahadapi persalinan d imana UUK terdapat di belakang kita harus
sabar, sebab rotasi kedepan kadang-kadang baru terjadi di dasar
panggul.

26
1) Etiologi
a) Sering dijumpai pada panggul andropoid, endroid dan kesempitan
midpelvis.
b) Letak punggung janin dorsoposterior
c) Putar paksi salah satu tidak berlangsung pada :
(1) Perut gantung
(2) Janin kecil atau janin mati
(3) Arkus pubis sangat luas
(4) Dolichocephali
(5) Panggul sempit

2) Patofisiologi
Kelahiran janin dengan ubun- ubun kecil dibelakang
menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan perineum, hal
ini disebabkan karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi
maksimal tidak dapat menambah fleksinya lagi. Selain itu
seringkali fleksi kepala tidak dapat maksimal, sehingga kepala lahir
melalui pintu bawah panggul dengan sirkumferensia
frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan
sirkumferensia suboksipito bregmatika. Oleh sebab itu
persalinan pada umumnya berlangsung lama, yang mengakibatkan
kerusakan jalan lahir lebih besar, dan kematian perinatal lebih
tinggi bila dibandingkan dengan keadaan di mana ubun- ubun kecil
berada di depan.

3) Diagnosis
a) Pemeriksaan abdomen yaitu bagian bawah perut mendatar,
ekstremitas janin teraba anterior.
b) Auskultasi
DJJ terdengar di samping
c) Pemeriksaan vagina

27
Fontanella posterior dekat sakrum, fontanella anterior dengan
mudah teraba jika kepala dalamkeadaan defleks.

4) Penanganan
Dalam menghadapi persalinan dengan ubun- ubun kecil di
belakang sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang saksama
dengan harapan terjadinya persalinan spontan. Tindakan untuk
mempercepat persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama,
atau adanya tanda- tanda bahaya terhadap janin. Tindakan yang
dilakukan yaitu : ekstraksi cunam atau ektraksi vakum.

b. Presentasi puncak kepala


Presentasi puncak kepala adalah keadaan dimana puncak kepala
merupakan bagian terendah, hal ini terjadi apabila derajat defleksinya
ringan Presentasi puncak kepala adalah presentasi kepala dengan
defleksi/ekstensi minimal dengan sinsiput merupakan
bagian terendah. Presentasi puncak kepala adalah bagian terbawah
janin yaitu puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan (Muchtar, 2002).
1) Etiologi
Menurut statistik hal ini terjadi pada 1% dari seluruh persalinan.
Letak defleksi ringan dalam buku synopsis Obstetri Fisiologi dan
Patologi (2002) biasanya disebabkan:
a) Kelainan panggul (panggul picak)
b) Kepala bentuknya bundar
c) Anak kecil atau mati
d) Kerusakan dasar panggul
Sedangkan sebab lainnya yaitu :
a) Penyebabnya keadaan – keadaan yang memaksa terjadi defleksi
kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala.
b) Sering ditemukan pada janin besar atau panggul sempit.
c) Multiparitas, perut gantung.

28
d) Anensefalus, tumor leher bagian depan.

2) Patofisiologi
Pada kehamilan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan
lahir berada dalam keadaan fleksi tetapi pada kasus ini fleksi tidak
terjadi sehingga kepala dalam keadaan defleksi, jadi yang melewati
jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalisdengan titik
perputaran yang berada di bawah simfisis ialah glabella
(Sarwono,2005).
Dengan posisi seperti itu mengakibatkan terjadinya partus lama
dan robekan jalan lahir yang lebih luas selain itu karena partus lama
dan moulage yang hebat maka mortalitas perinatal agak tinggi (9%)
(Moctar,2002).

3) Diagnosis
Pada pemeriksaan dalam didapati UUB paling rendah dan
berputar ke depan atau sesudah anak lahir caput terdapat di daerah
UUB. Diagnosis kedudukan : Presentasi puncak kepala
a) Pemeriksaan abdominal
1) Sumbu panjang janin sejajar dengan sumbu panjang ibu
2) Di atas panggul teraba kepala
3) Punggung terdapat pada satu sisi, bagian-bagian kecil terdapat
pada sisi yang berlawanan
4) Di fundus uteri teraba bokong
5) Oleh karena tidak ada fleksi maupun ekstensi maka tidak
teraba dengan jelas adanya tonjolan kepala pada sisi yang satu
maupun sisi lainnya.
b) Auskultsi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di kuadran
bawah perut ibu, pada sisi yang sama dengan punggung janin.

29
c) Pemeriksaan vaginal
1) Sutura sagitalis umumnya teraba pada diameter transversa
panggul,
2) Kedua ubun-ubun sama-sama dengan mudah dapat diraba dan
dikenal. Keduanya sama tinggi dalam panggul.
d) Pemeriksaan sinar- X
Pemeriksaan radiologis Presentasi Puncak Kepala
membantu dalam menegakkan diagnosis kedudukan dan menilai
panggul.

4) Penanganan
a) Dapat ditunggu kelahiran spontan
b) Episiotomi
c) Bila 1 jam dipimpin mengejan tak lahir, dan kepala bayi sudah
didasar panggul, maka dilakukan ekstraksi forcep. Usahakan
lahir pervaginam karena kira-kira 75 % bisa lahir spontan. Bila
ada indikasi ditolong dengan vakum/forsep biasanya anak yang
lahir di dapati caput daerah UUB (Mochtar, 2002).

c. Presentasi dahi
Persentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada
diantara fleksi maksimal,sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Pada umumnya presentasi dahi ini hanya bersifat sementara, dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau belakang
kepala.
1) Etiologi
Sebab terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan
sebab terjadinya presentasi muka yaitu:
a) Panggul sempit
b) Janin besar
c) Multiparitas
d) Kelainan janin (anansefalus)

30
2) Patofisiologi
Karena kepala turun melalui pintu atas panggul dengan
sirkumferensia maksilloparietalis (35cm) yang lebih besar daripada
lingkar pintu atas panggul maka janin dengan berat dan besar normal
tidak bisa lahir secara pervaginam kecuali janin yang kecil masih
mungkin lahir spontan. Hal itu bisa mengakibatkan persalinan lama,
robekan jalan lahir yang lebih luas dan kematian perinatal.

3) Diagnosis
a) Pemeriksaan abdomen
Dada janin akan teraba seperti punggung, dan bagian kepala
menonjol diarah yang berlawanan.
b) Auskultasi
DJJ terdengar jelas di salah satu sisi abdomen ibu
c) Pemeriksaan vagina
Akan teraba sutura frontalis, yang bila diikuti, pada ujung
yang satu diraba ubun- ubun besar dan pada ujung lain teraba
pangkal hidung dan lingkaran orbita.

4) Penanganan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal,
tidak akan dapat lahir spontan per vaginam, sehingga harus
dilahirkan dengan seksio sesarea. Pada janin yang kecil dan panggul
yang luas pada garis besarnya sikap dalam mengahadapi persalinan
presentasi dahi sama dengan sikap dalam menghadapi presentasi
muka.
Bila persalinan menunjukkan kemajuan, tidak perlu dilakukakn
tindakan. Demikian pula bila harapanpresentasi dahi dapat berubah
menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka.
Jika pada akhir kala I kepala belum masuk kedalam kedalam
rongga panggul, dapat diusahakan mengubah presentasi dengan
parasat thorn, tetapi jika tidak berhasil, sebaiknya dilakukan SC.

31
Meskipun kepala sudah masuk ke rongga panggul, tetapi bila kala II
tidak mengalami kemajuan sebaiknya dilakukan SC. Penanganan
lain yaitu : jika janin mati dan pembukaan lengkap dilakukan
kraniotomi.

d. Presentasi muka
Letak muka adalalah letak kepala dengan defleksi maksimal,
hingga occiput mengenai punggung dan muka terarah kebawah.
Presentasi muka dikatakan primer apabila sudah terjadi sejak masa
kehamilan, dan dikatakan sekunder bila baru terjadi pada waktu
persalinan.
1) Etiologi
Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah
keadaan- keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau
keadaan-keadaan yang menghalangi terjadinya defleksi kepala. Yaitu
karena:
a) Panggul sempit
b) Janin besar
c) Multiparitas
d) Perut gantung
e) Kelainan janin (anensefalus)
f) Lilitan tali pusat.

2) Patofisiologi
Pada umumnya persalinan pada presentasi muka berlangsung
tanpa kesulitan. Hal ini dapat dijelaskan karena kepala masuk ke
dalam panggul dengan sirkumferensia trakeloparietal yang sedikit
lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipitobregmatika. Tetapi
kesulitan dapat terjadi karena adanya kesempitan panggul dan janin
besar yang merupakan penyebab terjadinya presentasi muka karena
kepala menagalami defleksi.

32
3) Diagnosis
a) Pemeriksaan abdomen
Sama pada presentasi dahi yaitu ketika dipalpasi akan
teraba dada yang seperti punggung, bagian kepala yang menonjol
yang berada di sebelah berlawanan dengan letak dada.
b) Auskultasi
DJJ terdengar jelas di bagian sisi abdomen ibu
c) Pemeriksaan vagina
Akan teraba dagu, mulut, hidung dan pinggir orbita.

4) Penanganan
Pada persalinan dengan presentasi muka harus dilakukan
pemeriksaan yang teliti untuk menentukan adanya disproporsi
sefalopelvik dan apabila ada harus dilakukan seksio sesarea. Dan
indikasi lain dilakukannya Sc yaitu posisi mento posterior persistens
dan sulitnya kepala turun dalam rongga panggul (CPD). Dan apabila
pembukaan belum lengkap, dan tidak ada tanda- tanda CPD,
dilakukan drip oksitosin dan lakukan persalinan sama dengan
persalinan vertex.
Dalam keadaan tertentu dapat dicoba untuk mengubah
presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala dengan cara
perasat Thorn. Dan syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a) Dagu harus berada dibelakang, sebab bila dagu berada di depan
akan terjadi presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil
dibelakang yang tidak lebih menguntungkan bila dibandingkan
dengan presentasi muka dengan dagu di depan.
b) Kepala belum turun ke dalam rongga panggul dan masih mudah
didorong ke atas.

33
5. Distosia Karena Kelainan Tenaga atau HIS

Adalah persalinan yang sulit akibat his yang tidak normal dalam
kekuatan/sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, tidak dapat
diatasi, sehingga menyebabkan persalinan macet.

a. Jenis-jenis Distosia Karena Kelainan Tenaga/His


1) His Hipotonic/ Inersia Uteri
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak
keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering
dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti
anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion
atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase
aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inersia uteri terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Inersia uteri Primer
Jika persalinan berlangsung lama, terjadi pada kalla I fase
laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan
his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering
sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan
inpartu atau belum.
b) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his
baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan /
kelainan.
Penanganan :
a) Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya
bagian terbawah janin dan keadaan panggul.
b) Bila kepala sudah masuk PAP anjurkan pasien untuk berjalan-
jalan

34
c) Buat rencana tindakan yang akan dilakukan : Berikan oxitosin
drip 5-10 dalam 500 cc, dextrose 5 % dimulai 12 tetes/menit,
naikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes/menit Pemebrian
oxitosin jangan berlarut-larut beri kesempatan ibu untuk
istirahat.
d) Bila inersia disertai CPD tindakan sebaiknya lakukan SC
Bila tadinya His kuat lalu terjadi inersia uteri sekunder ibu
lemah danpartus > 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi
tidak ada gunanya memberikan oxitosin drip. Segera
selesaikan partus dengan vacuum/Forseps/SC.

2) His Hipertonic
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang
sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari
bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai
incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena
obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung
hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena
gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan
kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya
pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan
disertai infeksi, dan sebagainyaHis yang terlalu kuat dan terlalu
efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat.
Bahayanya bagi ibu adalah terjadinya perlukaan yang luas pada
jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perenium bahaya bagi
bayi adalah dapat terjadi pendarahan dalam tengkorak karena
mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.

35
Penanganan :
Saat persalinan kedua diawasi dengan cermat dan episiotomi
dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perenium
tingkat III.
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus
otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus
dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus
diakhiri dengan sectio cesarea.

3) His yang tidak terkordinasi


Adalah His yang sifatnya berubah-ubah. Tonus otot uterus
meningkat juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung
seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak
adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan His tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Tonus otot yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang
lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan
hipoksia pada janin. His sejenis ini disebut juga Ancoordinat
Hipertonic Uterine Contraction.

b. Etiologi Distosia Kelainan Tenaga


1) Kelainan His sering dijumpai pada primigravida tua Sedangkan
inersia uteri sering dijumpai pad multigravida dan grandemulti.
2) Faktor herediter
3) Faktor emosi dan ketakutan
4) Salah pimpinan persalinan
5) Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan SBR.
Dijumpai pada kesalahan letak janin dan CPD
6) Kelainan uterus Ex : uterus Bikornis unikolis
7) Salah pemberian obat-obatan, oxitosin dan obat penenang
8) Kehamilan postmatur

36
6. Distosia Karena Kelainan Alat Kandungan
a. Vulva
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva,
stenosis vulva, kelainan bawaan, varises, hematoma, peradangan,
kondiloma akuminata dan fistula.
1) Oedema Vulva
Bisa timbul pada waktu hamil, biasanya sebagai gejala pre
eklamsia akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain misalnya
gangguan giza. Pada persalinan lama dengan penderita dibiarkan
mengedan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva. Kelainan ini
umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran per vaginam.
2) Stenosis Vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang
menyebabkan ulkus-ulkus yang sembuh dengan parut-parut yang
dapat menimbulakn kesulitan. Walaupun umumnya dapat diatasi
dengan mengadakan episiotomi, yang cukup luas. Kelainan
congenital pada vulva yang menutup sama sekali hingga hanya
orifisium utrethra eksternum tampak dapat pula, terjadi. Penanganan
ini ialah mengadakan sayatan median secukupnya untuk melahirkan
kepala.
3) Kelainan Bawaan
Atresia vulva dalam bentuk atresia hymenalis yang
menyebabkan hematokolpos, hematimetra dan atresia vagina dapat
menghalangi konsepsi.
4) Varises
Wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh darah di
tungkai, vagina, vulva dan wasir. Serta dapat menghilang setelah
kelahiran. Hal ini karena reaksi system vena pembuluh darah seperti
otot-otot di tempat lain melemah akibat hormone estroid.
Bahaya varises dalam kehamilan dan persalinan adalah bila
pecah dapat mengakibatkan fatal dan dapat terjadi pula emboli

37
udara. Varises yang pecah harus dijahit baik dalam kehamilan
maupun setelah lahir.
5) Hematoma
Pembuluh darah pecah sehingga hematoma dijaringan ikat
yang renggang divulva, sekitar vagina atay ligamentum latum.
Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma misalnya jatuh
terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar. Bila hematoma
kecil resorbsi sendiri, bila besar harus insisi dan bekuan darah
dikeluarkan.
6) Peradangan
Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina
dan dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti sifilis, gonorea,
trikomoniasis.Sifilis disebabkan oleh troponema palladium. Luka
primer di vulva sering tidak disadari penderita dalam stadium 2
dijumpai kondiloma akuminata yaitu tonjolan kulit lebar-lebar
dengan permukaan licin, basah, warna putih atau kelabu dan sangat
infeksius. Wanita hamil fluor albus harus diperiksa kemungkinan
lues di samping pemeriksaan gonorea, trikomoniasias dan
kandidiasis.
Gonorea dapat menyebabkan vulvovaginitis dalam kehamilan
dengan keluhan fluor albus dan disuria.Bayi yang lahir dengan ibu
yang menderita gonorea dapat mengalami blenora
neonaturum.Trikomoniasis vaginalis yang disebabkan parasit
golongan protozoa menimbulkan gejala fluor albus dan gatal.
Pasangan pria dapat ditulari melalui persetubuhan dan sebaliknya dia
dapat menulari pasangan wanita. Penularan dapat terjadi juga
melalui handuk.
7) Kondiloma Akuminata
Merupakan pertumbuhan pada kulit selaput lender yang
menyerupai jengger ayam jago. Berlainan dengan kondiloma latum
permukaan kasar papiler, tonjolan lebih tinggi, warnaya lebih gelap.
Sebaiknya diobati sebelum bersalin, banyak penulis menganjurkan

38
insisi dengan elektrocavteratau atau dengan tingtura podofilin.
Kemungkinan residiv selalu ada penyebab rangsangan tidak berantas
lebih dahulu atau penyakit primernya kambuh.
8) Fistula
Fistula vesikovaginal atau fistula rectovaginal biasanya terjadi
pada waktu bersalin baik sebagai tindakan operatif maupun akibat
nekrosis tekanan. Tekanan lama antara kepala dan tulang panggul
gangguan sirkulasi sehingga terjadi kematian jaringan local dalam 5-
10 hari lepas dan terjadi lubang. Akibatnya terjadi inkotenensia alvi.
Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan
sendirinya. Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi
per vaginam.

b. Vagina
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia adalah :
1) Kelainan Vagina
Pada aplasia vagina tidak ada vagina dan ditempatnya introitus
vagina dan terdapat cekungan yang agak dangkal atau yang agak
dalam.Terapi terdiri atas pembuatan vagina baru beberapa metode
sudah dikembangkan untuk keperluan itu, operasi ini sebaiknya pada
saat wanita bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina
dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat
menyempit. Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi
sehingga terdapat satu septum yang horizontal, bila penetupan
vagina ini menyeluruh menstruasi timbul tapi darahnya tidak keluar,
namun bila penutupan vagina tidak menyeluruh tidak akan timbul
kesulitan kecuali mungkin pada partus kala II.
2) Stenosis Vagina Kongenital
Jarang terdapat, lebih sering ditemukan septum vagina yang
memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap pada bagian
kanan atau bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan
distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik

39
untuk koitus maupun lahirnya janin.Septum tidak lengkap kadang-
kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus
dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat
perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam
kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin perlu
ditimbangkan seksio ceaserea.
3) Tumor Vagina
Dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janinm per vaginam,
adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan per vaginam
dianggap mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari
jenis dan besarnya tumor perlu dipertimbangkan apakah persalinan
dapat berlangsung secara per vaginam atau diselesaikan dengan
seksio sesar.
4) Kista Vagina
Kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller,
letak lateral dalam vagina bagian proximal, ditengah, distal di bawah
orifisium urethra eksterna. Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan
tetapi bila besar dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3
bulan setelah lahir.

c. Serviks
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan ialah :
1) Distosia Servikalis
Karena dysfunctional uterine action atau karena parut pada
serviks uteri. Kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan
tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas dibawah kepala
janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang kecil yakni
ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis atau disebaut
dengan konglutinasio orifisii eksterni bila ujung, dimasukkan ke
orifisium ini biasanya serviks yang kaku pada primi tua sebagai
akibat infeksi atau operasi.

40
d. Uterus
1) Retroflexio Uteri
Retroflexio uteri gravida yang tetap menimbulkan abortus atau
retroflexio uteri gravidi incarcerate. Jarang sekali kehamilan pada
uterus dalam retroflexio mencapai umur cukup bulan. Jika ini terjadi,
maka partus dapat terjadi rupture uteri.
2) Prolapsus Uteri
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkut\rang karena
setelah bulan ke IV uterus naik dan keluar dari rongga panggul kecil.
Tetapi ada kalanya portio ini menjadi oedemateus.
3) Kelainan Bawaan Uterus
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua
duktus muller yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses
penyatuan. Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam
penyatuan, dalam berkembangnya kedua saluran muller dan dalam
kanalisasi. Uterus didelfis atau uterus duplek terjadi apabila kedua
saluran muller berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan
sedikitpun sehingga terdapat 2 saluran telur, 2 serviks, dan 2 vagina.
uterus subseptus terdiri atas 1 korpus uteri dengan septum yang
tidak lengkap, 1 serviks, 1 vagina, cavum uteri kanan dan kiri
terpisah secara tidak lengkap. Uterus arkuatus hanya mempunyai
cekungan di fundus uteri. Kelainan ini paling ringan dan sering
dijumpai. Uterus birkornis unilateral. Radi mentarius terdiri atas 1
uterus dan disampingnya terdapat handuk lain. Uterus unikornis
terdiri atas 1 uterus, 1 serviks yang berkembang dari satu saluran
kanan dan kiri. Kelainan ini dapat menyebabkan abortus, kehamilan
ektopik dan kelainan letak janin.

41
7. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir
a. Bayi Besar
1) Pengertian bayi besar

Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000
gram. menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat
menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500gram.

Sebab-sebab bayi besar adalah :

a) Diabetes
b) Keturunan (orang tuanya besar-besar)
c) Multiparitas

Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena


besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim
oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan
kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.

2) Faktor-faktor makrosomia
a) Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi
dari ibu yang menderita diabetes selama kehamilan.
b) Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran
bayi besar (bayi giant).
c) Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga
mempengaruhi kelahiran bayi besar.
3) Tanda dan gejala
a) Besar untuk usia gestasi
b) Riwayat intrauterus dari ibu diabetes dan polihidramnion
c) Pemantauan glukosa darah, kimia darah, analisa gas darah
d) Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht)
4) Komplikasi

Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu


indikator dari efek ibu. Walaupun dikontrol dengan baik dapat
timbul pada janin, maka sering disarankan persalinan yang lebih dini

42
sebelum aterm. Biasanya dinilai pada sekitar kehamilan 38 minggu.
Penilaian yang seksama terhadap pelvis ibu .Tingkat penurunan
kepala janin dan diatas serviks. Bersama dengan pertimbangan
terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Jika tidak maka persalinan
dilakukan dengan seksio sesarea yang direncanakan. Resiko dari
trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul
ibunya perdarahan intrakranial, distosia bahu, ruptur uteri,serviks,
vagina, robekan perineum dan fraktur anggota gerak merupakan
beberapa komplikasi yng mungkin terjadi. Jika terjadi penyulit-
penyulit ini dapat dinyatakan sebagai penatalaksanaan yang salah.
Karena hal ini sebenarnya dapat dihindarkan dengan seksio sesarea
yang terencana.

Walaupun demikian, yang perlu diingat bahwa persalinan dari


bayi besar (baby giant) dengan jalan abdominal bukannya tanpa
resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan yang
terampil.

5) Penatalaksanaan medis

Pemeriksaan klinik dan ultrasonografi yang seksama terhadap


janin yang sedang tumbuh, disertai dengan faktor-faktor yang
diketahui merupakan predisposisi terhadap makrosomia (bayi besar)
memungkinkan dilakukannya sejumlah kontrol terhadap
pertumbuhan yang berlebihan.

Pemantauan glukosa darah ( Pada saat datang atau umur 3 jam,


kemudian tiap 6 jam sampai 24 jam atau bila ka dar glukosa ≥ 45
gr% dua kali berturut-turut. Pemantauan elektrolit Pemberian
glukosa parenteral sesuai indikasi Bolus glukosa parenteral sesuai
indikasi Hidrokortison 5 mg/kg/hari IM dalam dua dosis bila
pemberian glukosa parenteral tidak efektif.

43
6) Alasan merujuk

Bila dijumpai diagnosis makrosomia, maka bidan harus segera


membuat rencana asuhan kebidanan untuk segera
diimplementasikan, tindakan tersebut adalah merujuk klien. Alasan
dilakukannya rujukan adalah untuk mengantisipasi adanya masalah-
masalah terhadap janin dan juga ibunya.

Masalah potensial yang akan dialami adalah:

a) Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar
dibandingkan panggul ibunya perdarahan intracranial
b) Distosia bahu
c) Ruptur uteri
d) Robekan perineum
e) Fraktur anggota gerak

Tindakan Selama Rujukan :

a) Memberikan pengertian kepada ibu bahwa kehamilan ini harus


dirujuk ke Rumah Sakit karena bidan tidak mempunyai kapasitas
untuk menganganinya.
b) Apabila ibu tidak bersedia dirujuk maka akan terjadi
kemungkinan yang tidak diharapkan baik bagi ibu maupun janin.
Seperti : Resiko dari trauma lahir, distosia bahu, robekan
perineum, dll.
c) Mendampingi ibu dan keluarga selama di perjalanan.
d) Memberikan semangat kepada ibu bahwa kehamilan ini akan
tertangani dengan baik oleh tenaga kesehatan di tempat rujukan.
Ibu agar tetap berdoa dan berusaha berpikir positif.

b. Hidrocefalus
1) Pengertian Hidrosefalus

Hidrosefalus Ialah keadaan dimana terjadi penimbunan


caiaran otak didalam vertical otak,sehingga kepala menjadi besar

44
serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.Cairan yang
tertimbun dalam vertikal biasanya antara 500-1500 ml akan tetapi
kadang-kadang dapat mencampai 5 liter. Hidrochepalus sering
disertai kelainan bawaan lain seperti spina bipida karena kepala janin
terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi dibagian bawah uterus
maka sering ditemukan dalam letak sungsang.(Wiknjosastro,2007).
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau
pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran
ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder,
sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-
kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi
pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.

Untuk memudahkan pemeriksaan kandung kemih harus


dikosongkan lebih dahulu.Pada palpasi ditemukan kepala yang jauh
lebih besar dari pada biasa serta menonjol diatas sympisis.(
Wiknjosastro,2007).

2) Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000
kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus
serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi
pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan
oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan
subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior.

45
3) Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam
ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan
CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS
yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarangterjadi.
4) Patofisiologi dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus
khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam
piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat
(SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem,
yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml,
bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml.
Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono,
2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui
foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran
yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen
Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui
sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan
kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi,
yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan
volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan
intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplian
tengkorak.
Karena kepala janin besar dan tidak dapat masuk kedalam

46
panggul,denyut jantung paling jelas terdengar pada tempat yang
lebih tinggi pada pemeriksaan dalam diraba sutura-sutura dan ubun-
ubun yang melebar dan tegang,sedangkan tulang kepala sangat tipis
dan mudah ditekan.Pemeriksaan ront genologi menunjukkan kepala
janin sangat besar dengan tulang-tulang yang sangat tipis.
5) Penanganan
Persalinan pada wanita dengan janin hidrochepalus perlu
dilakukan pengawasan yang seksama karena bahaya terjadinya
Ruptura Uteri.Pada hidrochepalus kepala janin harus dikecilkan pada
permulaan persalinan.Pada pembukaan 3 cm cairan cherebrospinalis
dikeluarkan dengan fungsi pada kepala menggunakan janin
spinal,setelah kepala mengecil bahaya regangan segmen bahaya
uterus hilang.sehingga tidak terjadi kesulitan penurunan kepala
kedalam rongga panggul.

c. Anenchepalus
1) Pengertian Anenchepalus
Anchepalus Ialah tidak ada otak atau tidak sempurna terbentuk
dan atap tengkorak juga tidak ada dan merupakan suatu kelainan
kongenital dimana tulang-tulang tengkorak hanya terbentuk bagian
basal dari os frontalis,os parietalis dan os occipitalis hingga tampak
gambaran penonjolan bola mata.Gangguan pertumbuhan ini timbul
antara hari ke 16-26 sesudah konsepsi dan merupakan salah satu
jenis gangguan pertumbuhan tuba neuralis.Kelainan anenchepalus
ditemukan kira-kira 1x/1000 kelahiran hidup,kelainan pada bayi
perempuan lebih banyak dari pada bayi laki-laki membuat diagnosis
anenchepalus pada waktu lahir tidak sulit.
Pada kehamilan dengan polihidramnion harus dipikirkan
kemungkinan anenchepalus dengan pemerisaan ultrasonografik atau
radiologi dapat ditentukan ada tidaknya kelainan
tersebut.Pengobatan anenchepalus pada saat ini tadak ada dan

47
biasanya bayi lahir matit,meninggal waktu persalinan atau beberapa
jam setelah lahir.(Wiknjosastro,2007).
2) Etiologi
Penyebab anencephalus antara lain : faktor mekanik, faktor
infeksi, faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal. Faktor
radiasi, faktor gizi dan lainnya. Faktor resiko terjadinya
anencephalus adalah : faktor ibu usia resti, riwayat anencephalus
pada kehamilan sebelumnya, hamil dengan kadar asam folat rendah,
fenilketonuria pada ibu yang tidak terkontrol, kekurangan gizi
(malnutrisi), mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan.
3) Gejala
Gejala janin yang dikandung mengalami anencephalus jika ibu
hamil mengalami polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim
terlalu banyak), bayi tidak memiliki tulang tengkorak tidak memiliki
otak (hemisfer serebri dan serebelum), terdapat kelainan gambaran
(rancu) tengkorak kepala pada pemeriksaan USG.
Untuk menegakan diagnosa selain dari tanda dan gejala, maka
pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah kadar asam lemak dalam
serum ibu hamil, amniosentesis (untuk mengetahui adanya
peningkatan kadar alfa-fetoprotein) kadar alfa-fetoprotein meningkat
(menunjukkan adanya kelainan tabung saraf) kadar estriol pada urine
ibu, kadar estriol dalam urine lakukan, USG.
4) Diagnosis
Pada palpasi tidak dapat ditentukan dimana letaknya kepala
(kedua ujung badan lunak), tekanan pada tengkorak waktu toucher
menyebabkan gerakan yang tak beraturan dan bunyi jantung menjadi
lambat. Diagnosis anencephalus dapat dilakukan dalam dua tahap
yaitu : diagnosis antenatal dan diagnosa postnatal. Diagnosa
antenatal umumnya bila ibu hamil dengan faktor resiko kelainan
kongenital. Diagnosis prenatal bila kelainan kongenital sudah positif
ditemukan.

48
5) Prognosis
Prognosis untuk kehamilan dengan anencephalus sangat
sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan mati dalam
beberapa jam atau hari setelah lahir.
6) Pengaruh pada kehamilan.
a) Sering menimbulkan kehamilan serotin, biasanya disertai
hydramnion, anak sering lahir dengan letak muka, badan anak
kadang kadang besar dan menimbulkan kesukaran waktu bahu
lahir.
b) Perawatan dan Penanganan janin/bayi baru lahir dengan
anencephalus
c) Perawatan bayi anencephalus akan ditujukan untuk memebrikan
dukungan emosional kepada keluarga, karena tidak ada
pengobatan untuk anencephalus, kurangnyapembentukan
otak, sekitar 75% dapat menyebabkan bayi lahir mati dn sisanya
25% bayi mati dalam beberapa jam, hari atau minggu setelah
lahir. Resiko terjadinya anencephalus bisa dikurangi
dengan meningkatnya asupan asam folat minimal 3 bulan
sebelum hamil selama kehamilan bulan pertama.

D. KALA II
1. Persalinan Kala II Lama
a. Pengertian persalinan kala II lama
Persalinan lama adalah dimana fase laten lebih dari 8 jam ,dan
persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum
lahir.Persalinan kala II lama atau di sebut juga partus tak maju adalah
suatu persalinan dengan his yang adekuat namun tidak menunjukkan
kemajuan pada pembukaan servik, turunnya kepala dan putaran paksi
selama 2 jam terakhir (Mochtar, 1998).
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH (1998), pengertian dari
partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Dilatasi serviks

49
di kanan garis waspada persalinan fase aktif. Menurut winkjosastro,
2002. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih dari 8
jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran
bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada
partograf.Definisi (Menurut Prof. Dr. dr. Gulardi Hanifa Winkjosastro,
SPOG, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal).
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks
dikanan garis waspada persalinan fase aktif. Jadi, persalinan kala II
lama adalah persalinan yang telah berlangsung selama 12 jam atau lebih
bayi belum lahir,dan his adekuat namun tidak menunjukkan kemajuan
pada pembukaan servik.

b. Etiologi
1) Factor Ibu
a) His tidak efisien (adekuat)
Timbulnya his adalah indikasi mulainya persalinan, apabila
his yang timbul sifatnya lemah, pendek, dan jarang maka akan
mempengaruhi turunnya kepala dan pembukaan serviks atau yang
sering disebut dengan inkoordinasi kontraksi otot rahim, dimana
keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim ini dapat menyebabkan
sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan
pembukaan atau pengusiran janin dari dalam rahim, pada
akhirnya ibu akan mengalami partus lama karena tidak adanya
kemajuan dalam persalinan.
b) Faktor jalan lahir (pinggul sempit, kelainan serviks, vagina,
tumor).
Penyebab partus lama sebagian besar adalah karena
panggul ibu yang terlalu sempit, atau gangguan penyakit pada
tulang sehingga kepala bayi sulit untuk berdilatasi sewaktu

50
persalinan. Faktor genetik, fisiologis, dan ingkungan termasuk
gizi mempengaruhi perawakan seorang ibu.
Perbaikan gizi dan kondisi kehidupan juga penting karena
dapat membantu mencegah terhambatnya pertumbuhan. Selain itu
servik yang terlalu kaku juga dapat berdampak pada lambannya
kemajuan persalinan, karena akibat servik yang kaku akan
menghambat proses penipisan portio yang nantinya akan
berdampak pada lamanya pembukaan. Adanya tumor juga sangat
berpengaruh terhadap proses lamanya persalinan. Jika terjadi
tumor di organ reproduksi khususnya pada jalan lahir tentunya
akan menghalangi proses lahirnya bayi yang kemungkinan besar
akan mengakibatkan partus lama.
c) Usia
Jika dilihat dari sisi biologis manusia 20 - 35 merupakan
tahun terbaik wanita untuk hamil karena selain di usia ini
kematangan organ reproduksi dan hormon telah bekerja dengan
baik juga belum ada penyakit-penyakit degenerative seperti
hipertensi, diabetes, serta daya tahan tubuh masih kuat. Tidak
semua ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun dipastikan mengalami partus lama, akan tetapi pada
sebagian wanita dengan usia yang masih muda organ
reproduksinya masih belum begitu sempurna dan fungsi hormon-
hormon yang berhubungan dengan persalinan juga belum
sempurna pula. Ditambah dengan keadaan psikologis, emosional
dan pengalaman yang belum pernah dialami sebelumnya dan
mempengaruhi kontraksi uterus menjadi tidak aktif, yang
nantinya akan mempengaruhi lamanya persalinan.
Sedangkan pada ibu dengan usia lebih dari 35 tahun
diketahui kerja organ-organ reproduksinya sudah mulai lemah,
dan tenaga ibu pun sudah mulai berkurang, hal ini akan membuat
ibu kesulitan untuk mengejan yang pada akhirnya apabila ibu

51
terus menerus kehilangan tenaga karena mengejan akan terjadi
partus lama (Amuriddin, 2009).

d) Paritas
Menurut Wiknjosastro salah satu penyebab kelainan his
yang dapat menyebabkan partus lama terutama ditemukan pada
primigravida khususnya primigravida tua, sedangkan pada
multipara ibu banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia
uteri. Salah satu penyebab terjadinya partus lama menurut
Moechtar (1998) adalah kelainan his, his yang tidak normal baik
kekuatan maupun sifatnya ridak menghambat persalinan.
Kelainan his dipengaruhinya oleh herediter, emosi, dan
ketakutan menghadapi persalinan yang sering dijumpai pada
primagravida. Dikatakan bahwa terdapat kecenderungan
kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang
berperitas tinggi.
e) Respons stress
Stres psikologis memitiki efek fisik yang kuat pada
persalinan. Hormon stres, seperti adrenalin, berinteraksi dengan
reseptor-beta di dalam otot uterus dan menghambat kontraksi,
memperlambat persalinan. Ini merupakan respons involunter
ketika ibu merasa terancam atau tidak aman, persalinannya
berhenti baginya untuk mencari tempat yang dirasakannya aman.

2) Factor janin
a) Faktor janin (mal presentasi, malposisi, janin besar)
(1) Mal presentasi dan mal posisi
Mal presentasi adalah semua presentasi janin selain
varteks,sedangkan mal posisi adalah posisi kepala janin
relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referensi.
Pada kejadian mal presentasi kerja uterus kontraksinya
cenderung lelah dan tidak teratur.

52
(2) Bayi yang besar
Bayi yang besar merupakan faktor partus lama yang
sangat berkaitan dengan terjadinya malposisi dan
malpresentasi, janin yang dalam keadaan malpresentasi dan
malposisi kemungkinan besar akan menyebabkan partus lama
atau partus macet
a) Tanda dan gejala
(1) Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam in
partu
(2) Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per
10 menit dan kurang dari 40 detik
(3) Kelainan presentasi
(4) Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetpi tak
ada kemajuan penanganan.
b) Gejala Klinik
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH (1998) gejala
klinik partus lama terjadi pada ibu dan juga pada janin.
(1) Pada ibu :
Ibu merasakan gelisah , letih, suhu badan meningkat,
berkringat, nadi cepat, pernafasan cepat. Di daerah lokal
sering di jumpai : lingkaran bandl, edema vulva, edema
servik, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
(2) Pada janin :
(a) Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur
bahkan negative.
(b) Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau- hijauan
dan berbau.
(c) Caput succedaneum yang besar.
(d) Moulage kepala yang hebat .
(e) IUFD (intra uterin fetal death)

3) Dampak Persalinan Lama Pada Ibu-Janin

53
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi
salah satu atau keduanya sekaligus.

Efek pada ibu :


a) Infeksi Intrapartum
Infeksi bahaya yang serius yang mengancam pada ibu dan
janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya
ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan
menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakterimiaa dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin,
akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi
serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan
memasukkan bakteri vagina kedalam uterus. Pemeriksaan ini
harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai
terjadi persalinan lama.
b) Rupture uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan
bahaya serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan
paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesarea.
Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian
besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi
penurunan, segmen bawah uterusmenjadi sangat teregang
kemudian dapat menyebabkan rupture. Pada kasus ini
mungkinterbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba
sebagai sebuah kista trasversal atau oblik yang berjalan melintang
di uterus antara simfisis dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan
ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera.
c) Cincin retraksi patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontriksi atau cincin
local uterus pada persalinan yang berkepanjang. Tipe yang paling
sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembebtukan
cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul
akubat persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan

54
penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam
ini cincin dapat terlihat sebagai suatu identitas abdomen dan
menandakan ancaman akan rupturnya segnen bawah uterus.
Kontriksi uterus local jarang dijumpai saat ini karena
terhanbatnya persalinan secara berkepanjangan tidak lagi
dibiarkan. Konstriksi local ini kadang-kadang masih terjadi
sebagai konstriksi jam pasir (haourglass constriction) uterus
setelah lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi
tersebut kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesi umum
yang sesuai dan janin janin dilahirkan secara normal, tetapi
kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengna segera
menghasilkan progonis yang lebih baik bagi kembar kedua.
d) Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas
pinggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama,
bagian jalan lahir yang terletak diantaranya dan dinding panggul
dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi, dapat terjadi narcosis yang akan jelas dalam beberapa
hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal,
vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya narcosis akibat
penekanan ini pada persalinan kala II yang berkepanjangan. Dulu
saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering
dijumpai, tetapi saat ini jarang terjadi kecuali Negara-negara yang
belum berkembang.
e) Cedera otot-otot dasar panggul
Suatu anggapan yang telah dipegang adalah bahwa cedera
otot-otot dasar panggul atau persarfan ata fasia penghubungannya
merupakan konsekuensi yang tida terlelakan pada persalinan
pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran
bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin
serta tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya
inimeregangkan dan melebarkan dasar panggul selama

55
melahirkan ini akan menyebabakan inkontinensa urin dan alvi
serta prolaps organ panggul.

Efek pada janin :

Partus lama itu sendiri dapat dirugikan. Apabila panggul


sempit dan juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus,
risiko janin dan ibu akan muncul. Infeksi intrapartum bukan saja
merupkan penyulit yang serius pada ibu, tetapi juga merupakan
penyebab penting kematian janin dan neonates. Hal ini disebakan
bakteri didalam cairan amnion menembus selaput amnion dan
menginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi
bakteremia pada ibu dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.
a) Kaput Suksedeneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi
kaput suksedeneum yang besar terjad terbawah kepala janin.
Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabakan
kesalahan diagnostic yang serius. Kaput hamper dapat mencapai
dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap.
b) Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang
tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain disutura-sutura
besar, suatu proses yang disebut molase. Biasannya batas median
tulang parietal yang berkontak dengan promotorium bertumpang
tindih dengan tulang disebelahnya; hal ini sama terjadi pada
tulang-tulang frontal. Namun tulang oksipetal terdorong kebawah
tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa
menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila distorsi
yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan
tentorium, laserasi pembuluh darah janin, tanpa perdarahan intra
karinial pada janin. Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai,
biasanya setelah dilakukan upaya paksa pada persalinan. Fraktur

56
ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan atau bahkan sekseo
sesarea
Penanganan :
a) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
b) Mengobservasi keadaan umum ibu secara seksama
c) Mengobservasi denyut jantung janin
d) Berikan Larutan Glukosa 5% dan Larutan NaCL isotonic secara
IV
e) Memberikan dukungan emosi bila keadaan masih
memungkinkan anjurkan bebas bergerak.
f) Anjurkan kepada ibu untuk mengosongkan kandung kemih
g) Bila penderita memrasakan nyeri, berikan analgetik.
h) Pertolongan Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep, manual aid pada letak sungsang, embriotomi
bila janin meninggal, seksio sesarea dan lain-lain.

2. Persalinan kala II memanjang


a. Pengertian
Persalinan kala II memanjang (prolonged expulsive phase) atau
disebut juga partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang
adekuat namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks,
turunnya kepala dan putaran paksi selama 2 jam terakhir. Biasanya
persalinan pada primitua dapat terjadi lebih lama. Menurut Harjono,
persalinan kala II memanjang merupakan fase terakhir dari suatu partus
yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala –
gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia dan
kematian janin dalam kandungan (IUFD).
Persalinan pada primitua biasanya lebih lama. Pendapat umum
ada yang mengatakan bahwa persalinan banyak terjadi pada malam
hari, ini di sebabkan kenyataan bahwa biasanya persalinan berlangsung
selama 12 jam atau lebih, jadi permulaan dan berakhirnya partus
biasanya malam hari (prof.Dr. rustam mochtar, Mph 1998).

57
b. Etiologi
Faktor – faktor penyebabnya adalah :
Kelainan letak janin, Kelainan – kelainan panggul, Kelainan his
dan mengejan, Pimpinan partus yang salah, Janin besar atau ada
kelainan congenital, Primitua, Perut gantung atau grandemulti, Ketuban
pecah dini.

c. Gejala Klinik
1) Pada ibu
a) Gelisah
b) letih,
c) suhu badan meningkat,
d) berkeringat,
e) nadi cepat,
f) pernafasan cepat.
g) Di daerah lokal sering dijumpai : Ring v/d Bandl, edema vulva,
edema serviks, cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.
2) Pada janin
a) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif.
b) Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan dan
berbau
c) Caput Succedeneum yang besar
d) Moulage kepala yang hebat
e) IUFD (Intra Uterin Fetal Death)

d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan kala II
memanjang yaitu dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum,
ekstraksi forceps, sectio caesaria, dan lain-lain. Penatalaksanaannya
yaitu sebagai berikut :
1) Tetap melakukan Asuhan Sayang Ibu, yaitu :

58
a) Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama
proses persalinan dan kelahiran bayinya.
Alasan : Hasil persalinan yang baik ternyata erat
hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi
ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
b) Anjurkan ibu untuk minum selama kala II persalinan
Alasan : Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi
selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan
cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut (Enkin, et al,
2000).
Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala II
persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan
hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan dan
perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu
kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayinya. Beri
penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali
penolong akan melakukannya, jawab aetiap pertanyaan yang
diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan
hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya TD, DJJ, periksa
dalam).
2) Melakukan kala II persalinan dan memulai meneran :
a) Cuci tangan (Gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)
b) Pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam
c) Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam
d) Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan
sudah lengkap (10cm) lalu lepaskan sarung tangan sesuai
prosedur PI
e) Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu
mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan
disekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi
berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya dan catatkan semua
temuan dalam partograf

59
f) Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap,
beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan
ajarkan cara bernafas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu
ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk
menehan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan
saat yang tepat untuk itu.
g) Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran,
bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk
meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan
alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan
mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan dalam
partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit.
Pastikan ibu dapat beristirahat disetiap kontraksi.
h) Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk
meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila
masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat
membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk
meneran. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung.
Pantau kondisi ibu dan bayi dan catatkan semua temuan dalam
partograf.
i) Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu untuk
berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit, stimulasi
puting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas
kontraksi.
j) Jika ibu tidak ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit
pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran disetiap
puncak kontraksi.
k) Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau
jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera
karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh
disproporsi kepala-panggul (CPD).

60
l) Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena
mengurangi jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan
secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu lama, tidak
dianjurkan)
3) Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan,
berikan infus oksitosin
4) Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :
a) Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian
tulang kepala di stasion (O), lakukan ekstraksi vakum atau
cunam
b) Jika kepala diantara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian
tulang kepala di antara stasion (O)-(-2), lakukan ekstraksi vakum
c) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang
kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio caesarea.

3. Distosia Bahu
a. Pengertian
Distosia bahu didefinisikan sebagai impaksi (hambatan) lahirnya
bahu bayi setelah lahirnya kepala dan berkaitan dengan peningkatan
insidensi morbiditas dan mortalitas bayi akibat cedera pleksus
brachialis dan asfiksia. Diagnosis ini harus dipikirkan ketika dengan
traksi kebawah yang memadai tidak dapat melahirkan bahu. Tanda
distosia bahu lainnya adalah jika setelah kepala melalui serviks
kemudian tampak kepala kembali tertarik balik ke dalam (turtle sign).
Distosia bahu biasanya terdapat kasus makrosomia. Resiko nya
meningkat 11 kali lipat bayi dengan BB 4000 g dan 22 kali lipat pada
bayi 4500 g. sekitar 50 % kasus terjadi pada bayi dengan BB kurang
dari 4000 g. bayi posterm dan makrosomia beresiko mengvalami
distosia bahu karena pertumbuhan trunkal dan bahu tidak sesuai dengan
pertumbuhan kepala pada masa akhir kehamilan. Faktor resiko lainnya
adalah obesitas maternal, riwayat melahirkan bayi besar, diabetes

61
mellitus, dan diabetes gestational. Distosia bahu harus dicurigai pada
pemanjangan kala II atau pemanjangan fase deselerasi pada kala I.
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior
macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke
dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi
mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya
distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan
tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Salah satu kriteria diagnosis distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervagina untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver
khusus. Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk
menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya
kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara
persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik ,
pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu
adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik. American
College of Obstetrician and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa
angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari
persalinan normal.

b. Penyebab (Etiologi)
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,
kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada
makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang
pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami
pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam
panggul.

62
c. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang
belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring
(oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan
meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring
dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan
terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa
lahir mengikuti kepala.

d. Tanda – tanda dan Gejala


1) Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi.
Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat
mengalami putar paksi luar yang normal.
2) Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan
besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga
obese.
3) Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi
tidak berhasil melahirkan bahu.

e. Komplikasi
1) Komplikasi Maternal
a) Perdarahan pasca persalinan
b) Fistula Rectovaginal
c) Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral
neuropathy”
d) Robekan perineum derajat III atau IV
e) Rupture Uteri
2) Komplikasi fetal
a) Brachial plexus palsy
b) Fraktura Clavicl

63
c) Kematian janin
d) Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis
permanen
e) Fraktura humerus

f. Pemeriksaan Penunjang
1) Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di
fundus uteri
2) Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3) X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan
pemeriksaan ini penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang
dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain.
4) Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh
operatorberpengalaman dapat menentukan :
a) Presentasi janin
b) Ukuran
c) Jumlah kehamilan
d) Lokasi plasenta
e) Jumlah cairan amnion
f) Malformasi jaringan lunak atau tulang janin.

g. Penatalaksanaan
1) Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu
sangat diperlukan.
2) Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah
melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
3) Lakukan episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha
untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan
berbagai maneuver :

64
a) Tekanan ringan pada suprapubic
Tekanan ringan pada suprapubic Dilakukan tekanan ringan
pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi
curam bawah pada kepala janin.

Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic


saat traksi curam bawah pada kepala janin.
b) Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun
1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya
di University of Texas di Houston. Maneuver ini terdiri dari
melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga
paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini dapat
menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah
kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun
ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung
untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.

Maneuver Mc Robert

65
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu
pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal).
Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal).

Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray

Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad


pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis.

c) Maneuver Woods(“Wood crock screw maneuver”)


Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock
screw” maka bahu anterior yang terjepit padasimfisis pubis akan
terbebas.

66
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu
posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu
anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis.
d) Persalinan bahu belakang

(1) Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri


humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi
lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan
posisi fleksi siku
(2) Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah
janin.
(3) Lengan posterior dilahirkan
e) Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
(1) Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan
melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil
maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(a) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk
dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada
anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu
anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan

67
bahu depan dari simfisis pubis.

(2) Maneuver Rubin II


(a) Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
(b) Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong
kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan
membebaskan bahu anterior yang terjepit.
f) Pematahan klavikula
g) Maneuver Zavanelli
Dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
Maneuver Zavanelli ialah mengembalikan kepala kedalam jalan
lahir dan anak dilahirkan melalui SC (sectio cesarea). Memutar
kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan
PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan
secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
h) Kleidotomi
Dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting
klavikula.

68
i) Simfsiotomi
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk
melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus
distosia bahu :
(1) Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
(2) Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
(3) Lakukan episiotomi mediolateral luas.
(4) Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam
bawah untuk melahirkan kepala.
(5) Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.

Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan


serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan
lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
(1) Wood corkscrew maneuver
(2) Persalinan bahu posterior
(3) Teknik-teknik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver
yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver
Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.
Penanganan umum distosia bahu : Pada setiap persalinan,
bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu, khususnya pada
persalinan dengan bayi besar. Siapkan beberapa orang untuk
membantu.
Diagnosis distosia bahu :
(1) Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada dekat vulva.
(2) Dagu tertarik dan menekan perineum.
(3) Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang
terperangkapdi belakang simfisis pubis.

69
Penanganan distosia bahu :
(1) Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi
obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup
untuk tindakan.
(2) Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan
mendekatkanlututnyasejauh mungkin ke arah dadanya dalam
posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke
arahdada.
(3) Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi
tingkattinggi:
(a) Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah
bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu
depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala
yangdapat mengakibatkan trauma pada fleksus
brakhialis.
(b) Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan
secara simultan ke arah bawah pada daerah suprapubis
untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat
mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat
mengakibatkan ruptur uteri.
(4) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
(a) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina.
(b) Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan
dengan arah sternum bayi untuk memutar bahu dan
mengecilkan diameter bahu.
(c) Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang
sesuai dengan arah sternum.
(d) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :

70
 Masukkan tangan ke dalam vagina.
 Raih humerus dari lengan belakang dan dengan
menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan
lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan
untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah
simfisis pubis.
(5) Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan
bahu, pilihan lain :
(a) Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan
bebaskan bahu depan.
(b) Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk
mengeluarkan lengan belakang.

4. Konsep Teori Ekstraksi Vakum


a. Pengertian Ekstraksi vakum
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan
untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga
mengedanibu dan ekstraksi pada bayi (Maternal dan Neonatal;
495).Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventouse.
b. Etiologi
1) Kelelahan pada ibuTerkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan
karena kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005). Atau
memperpendek kala II, misalnya: Penyakit jantung kompensata,
Penyakit paru-paru fibrotik.
2) Partus tak majuHis yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat
pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kematian (Prawirohardjo, 2005).
3) Gawat janin (masih kontroversi)Denyut jantung janin abnormal
ditandai dengan: denyut Jantung Janin irreguler dalam persalinan
sangat bereaksi dan dapat kembali beberapa waktu. Bila Denyut

71
Jantung Janin tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini
mengakibatkan adanya hipoksia.
c. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin
menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum. Vakum
dilakukan karena ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit
jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya,
kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior
atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat
dilakukan secara normal.
Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan
ekstraksi vacum / forsep.Tindakan ekstraksi foesep/vacuum
menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina
ibu.Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat
mengakibatkan perdarahan intrakranial.
d. Syarat tindakan ekstraksi vakum :
1) Pembukaan lengkap atau hampir lengkap.
2) Kepala di Hodge II-III;
3) Tidak ada disproporsi kepala panggul;
4) Konsistensi kepala normal;
5) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan.
6) Cukup bulan (tidak prematur).
7) Anak hidup dan tidak gawat janin.
8) Kandung kencing ibu kosong.
e. Indikasi dan Kontraindikasi
1) Indikasi :
a) Partus Partus tidak maju dengan anak hidup.
b) Kala II lama dengan presentasi kepala belakang.
2) Kontraindikasi :
a) Letak muka (kerusakan pada mata)
b) Kepala menyusul
c) Bayi premature (tarikan tidak boleh keras)

72
d) Gawat janin.
f. Persiapan Ekstraksi Vakum
Beberapa hal yang harus disiapkan sebelum tindakan ekstraksi
vakum yaitu:
1) Persiapkan ibu dalam posisi litotomi.
2) Kosongkan kandung kemih dan rektum.
3) Bersihkan vulva dan perineum dengan antiseptik
4) Pasang infus bila diperlukan.
5) Siapkan alat-alat yang diperlukan
g. Teknik Ekstraksi Vakum
Sebelum dilaksanakan teknik vacum ekstrasi harus
mengetahui indikasi ekstraksi vacum terlebih dahulu yaitu Partus
tidak maju dengananak hidup dan kala II lama dengan presentasi
kepala belakang.
Persiapan adalah sama pada ekstraksi forcipal, cup dilicinkan
dengan minyak kemudian di masukan ke dalam jalan lahir dan
diletakkan pada kepala anak. Titik yang ada pada cup sedapat-
dapatnya menunjukkan ke ubun-ubun kecil. Sedapat-dapatnya
digunakan cup yang terbesar supaya tidak mudah terlepas. Dengan 2
jari cup ditekankan pada kepala bayi sambil seorang asisten dengan
perlahan-lahan memompa tekanan sampai –0,2 atmosfer, setelah itu
dengan 1 jari kita periksa apakah tidak ada jaringan cervix atau
vagina yang terjepit. Tekanan – 0,2atmosfer dipertahankan selama 2
menit kemudian diturunkan sampai 0,5atm,dua menit kemudian
diturunkan lagi sampai-0,7–(-0.75)atm.Kita biarkan pada tekanan
0,7atm,selama 5 menit agar caput terbentuk dengan baik.
Kita pasang pengait dan tangan kanan memegang pengait
tersebut untuk menarik. Tiga jari tangan kiri dimasukkan ke jalan
lahir, untuk mengarahkan tarikan, jari-jari telunjuk dan tengah
diletakkanpada pinggir cup sedangkan ibu jari pada bagian tengah
cup, Penarikandilakukan pada waktu his dan si ibu disuruh
mengedan. Kadang-kadangdapat dilakukan dorongan pada fundus

73
uteri untuk memudahkanekstraksi. Arah tarikan adalah sesuai
dengan penarikan forceps. Setelahkepala lahir cup dilepaskan
dengan menghilangkan vakum.
h. Keuntungan dan kerugian tindakan ekstraksi vacum :
1) Keuntungan tindakan ekstraksi vacum
a) Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau
kurang dari demikian mengurangi frekwensi SC.
b) Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, cup dapat di
pasang di belakang kepala, samping kepala ataupun dahi
c) Tarikan tidak dapat terlalu berat. Dengan demikian kepala
tidak dapat dipaksakan melalui jalan lahir. Apabila tarikan
terlampau berat cup akan lepas dengan sendirinya.
d) Cup dapat di pasang meskipun pembukaan belum lengkap,
misalnya pada pembukaan 8-9 cm, untuk mempercepat
pembukaan.untuk ini dilakukan tarikan ringan yang kontinu
sehingga kepala menekan pada cervik. Tarikan tidak boleh
terlalu kuat untuk mencegah robekan cervik. Di samping itu
cup tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam untuk menghindari
kemungkinan timbulnya perdarahan pada otak.
e) Vacum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar
kepala dan mengadakan fleksi kepala (missal pada letak dahi).
2) Kerugian Tindakan Ekstraksi Vacum

Waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai


dapat ditarik relative lebih lama (kurang lebih 10 menit) cara ini
tidak dapat dipakai apabila ada indikasi untuk melahirkan anak
dengan cepat seperti misalnya pada fetal distress (gawat janin)
alatnya relative lebih mahal disbanding dengan forcep biasa.

Hal yang harus diperhatikan dalam tindakan ektraksi vacum :

a) Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar;


b) Penurunan tekanan harus berangsur-angsur;

74
c) Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari
½ jam;
d) Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his
dan ibu mengejan;
e) Apabila kepala masih agak tinggi ( H III ) sebaiknya dipasang
cup terbesar (diameter 7 cm);
f) Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi;
g) Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi prematur.
i. Bahaya-Bahaya Tindakan Ekstraksi Vacum
1) Terhadap Ibu
Trauma persalinan :
a) Robekan bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala bayi
dan cup;
b) Robekan perineum yang lebih luas.
Perdarahan :
a) Robekan jalan lahir;
b) Atonia uteri.
c) Infeksi.
2) Terhadap Anak
a) Luka-luka pada kulit kepal;
b) Cephal haematoma;
c) Caput succedaneum;
d) Perdarahan atau kerusakan otak;
e) Asfiksia;
f) Trauma langsung pada bagian janin tempat cup vakum.
j. Komplikasi
1) Komplikasi pada Ibu
Perdarahan akibat atonia uteri/ trauma, Trauma jalan lahir,
dan Infeksi.
2) Komplikasi pada Janin
Ekskoriasi kulit kepala, Sefalhematoma, Subgaleal
hematoma.Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin.Bagi

75
janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat
menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat. Nekrosis kulit
kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan alopesia, Pendarahan
intrakranial, Jaundice, Fraktur kalvikula, Kerusakan N VI dan
VII.
k. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum
biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat
karena kemungkinan terjadinya komplikasi lebih besar,
yaituperdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi.Oleh karena itu,
perawatan setelah ekstraksi vacum memerlukan profilaksis
pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian
uterotonika sehingga kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan
pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.

Ektraksi forceps atau ekstraksi cunam adalah tindakan


obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran
dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat
forceps. Tindakan ini dilakukan karena ibu tidak dapat mengedan
efektif untuk melahirkan janin. Walaupun sebagian besar proses
pengeluaran dihasilkan dari ekstraksi porceps tetapi bukan berarti
kekuatan menjadi tumpuan keberhasilan. (Menurut sumber dari buku
Pelayangan Kesehatan Maternatal & Neonatal).
Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan
untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian
bawah janin (kepala) dengan alat cunam.(Saifuddin, 2009).
1) Tujuan Ekstaksi Forcep :
a) TraksiYaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan.
b) KoreksiYaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil
dikiri atau dikanan depan atau sekali-kali UUK melintang kiri
dan kanan atau UUK kiri atau kanan belakang menjadi UUK
depan (dibawah simfisis pubis)

76
c) Kompresor: Untuk menambah moulage kepala

2) Jenis Ekstraksi Forcep

a) High Forceps : Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin


belum masuk pintu atas panggul (floating).Saat ini tidak
dilakukan lagi karena sangat berbahaya bagi janin ataupun ibu.
Sectio cesarean lebih direkomendasikan.
b) Mid Forceps : Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin
sudah masuk pintu atas panggul (engaged), namun belum
mencapai dasar panggul. Saat ini tidak dilakukan lagi. Sectio
Cesarea ataupun vakum lebih direkomendasikan.
c) Low Forceps/ Outlet Forceps : Forceps yang dilakukan pada
saat kepala janin sudah mencapai dasar panggul. Cara ini yang
masih sering dipakai hingga saat ini
3) Indikasi dan Kontra Indikasi Ekstraksi Forcep
a) Indikasi
(1) Indikasi Relatif
Pada indikasi relative, forceps dilakukan secara elektif
(direncanakan), ada dua:
(a) indikasi menurut De Lee
Forceps dilakukan secara elektif, asal syarat
untuk melakukan ekstraksi terpenuhi.
(b) Indikasi menurut Pinard
Indikasi menurut Pinard hampir sama dengan
menurut De Lee, namun ibu harus dipimpin dulu
mengejan selama 2 jam.
(2) Indikasi Absolut
(a) Indikasi Ibu: Ekstraksi forceps dilakukan pada ibu-ibu
dengan keadaan pre-eklampsi, eklampsi, atau ibu-ibu
dengan penyakit jantung, paru, partus kasep
(b) Indikasi Janin:
 Janin yang mengalami disstress

77
 Presentasi yang belum pasti
 Janin berhenti rotasi
 Kelahiran kepala pada presentasi bokong
(c) Indikasi waktu:
 Indikasi pinard ( 2 jam mengedan tidak lahir)
 Modifikasi remeltz
 Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit
oksitoksin.
 Tunggu 1 jam tidak lahir dilakukan ekstraksi forsep
b) Kontraindikasi
1) Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka dengan mento
posterior).
2) Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul).
3) Janin sudah lama mati sehingga kepala tidak bulat dan keras
lagi, sehingga kepala sulit dipegang dengan forsep.
4) Anencephalus.
5) Adanya disproporsi sefalok-pelvik.
6) Kepala masih tinggi (ukuran terbesar kepala belum
melewati pintu atas panggul).
7) Pembukaan belum lengkap.
8) Pasien bekas operasi vesiko-vaginal fistel.
9) Jika lingkaran kontraksi patologik Band sudah hampir
setinggi pusat atau lebih.

5. Definisi letak sungsang


a. Pengertian
Letak sungsang adalah letak memanjag dengan bokong sebagai
bagian yang terendah (presentasi bokong ). ( Obstetri Patologi hal: 69).
Persalinan adalah persalinan untuk melahirkan janin yang membujur
dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana
bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota
badan lainnya.

78
Letak sungsang dimana janin yang memanjang (membujur) dalam
rahim kepala di fundus (Mochtar, 1998, 1998 : 350)

Letak sungsang pada persalinan justru kepala yang merupakan


bagian terbesar bayi akan lahir terakhir (Manuaba, 1998 : 360).

Letak sungsang adalah dimana janin terletak memanjang dengan


kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah cavum uteri
(Sarwono P, 1992 : 606)

b. Klasifikasi Letak Sungsang


Letak sungsang dibagi menjadi:
1) Letak bokong Murni : presentasi bokong murni, dalam bahasa
Inggris “Frank Breech“. Bokong saja yang menjadi bagian depan
sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.
2) Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) disamping bokong
teraba kaki dalam bahasa Inggris “Complete Breech”. Disebut letak
bokong kaki sempurna atau tidak sempurna kalau disamping bokong
teraba kedua kaki atau satu kaki saja.
3) Letak lutut (presentasi lutut) dan letak kaki (presentasi kaki) dalam
bahasa Inggris kedua letak tersebut disebut “Incomplete Breech”.
Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut atau hanya teraba
satu kaki atau lutut disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak
kaki atau lutut tidak sempurna.( Obstetri Patologi hal :169 ).

Dari letak – letak tersebut, letak bokong murni paling sering


dijumpai. Punggung biasanya terdapat kiri depan. Frekwensi letak
sungsang lebih tinggi pada kehamilan muda dibandingkan dengan
kehamilan aterm dan lebih banyak pada multigravida daripada
primigravida.

c. Etiologi
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak
sungsangdiantaranya ialah prematuritas, rnultiparitas, hamil kembar,
hidramnion,hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Kadang-

79
kadang jugadisebabkan oleh kelainan uterus (seperti fibroid) dan
kelainan bentuk uterus(malformasi). Plasenta yang terletak didaerah
kornu fundus uteri dapat pulamenyebabkan letak sungsang, karena
plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus. Kelainan fetus juga
dapat menyebabkan letak sungsang seperti malformasi CNS, massa di
leher, aneuploid.
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah:
1) Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong,
2) Air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar
3) Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam
pintu atas panggul.
4) Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena
kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
5) Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada,
misalnya pada panggulsempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor
– tumor pelvis dan lain – lain.
6) Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara
7) Gemeli (kehamilan ganda)
8) Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
9) Janin sudah lama mati.
10) Sebab yang tidak diketahui.
d. Penyebab letak sungsang dapat berasal dari:
1) Sudut Ibu
a) Keadaan rahim
(1) Rahim arkuatus
(2) Septum pada rahim
(3) terus dupleks
(4) Mioma bersama kehamilan
b) Keadaan plasenta
(1) Plasenta letak rendah
(2) Plasenta previa
c) Keadaan jalan lahir

80
(1) Kesempitan panggul
(2) Deformitas tulang panggul
(3) Terdapat tumor menjalani jalan lahir dan perputaran ke posisi
kepala
d) Sudut janin
Pada janin tedapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak
sungsang :
(1) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
(2) Hedrosefalus atau anesefalus
(3) Kehamilan kembar
(4) Hidroamnion atau aligohidromion
(5) Prematuritas
Dalam keadaan normal, bokong mencapai tempat yang lebih
luas sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu
kepala janin merupakan bagian terbesar dan keras serta
palinglambat. Melalui hukum gaya berat, kepala janin akan
menuju kearah pintu atas panggul. Dengangerakan kaki janin,
ketegangan ligamentum fatundum dan kontraksi braxson hicks,
kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu atas panggul.
(Manuaba, 1998 : 361 ).
e. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi
janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai
kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak,
sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan
demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan
cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong
dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka
bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus
uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di

81
segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak
sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan,
janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala.
f. Diagnosa
Diagnosis letak bokong dapat ditentukan dengan persepsi
gerakan janin oleh ibu,pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut
jantung janin di atas umbilikus, pemeriksaandalam, USG dan
Foto sinar-X. Pergerakan anak teraba oleh ibu di bagian perut
bawah, di bawah pusat, dan ibu sering merasa benda keras( kepala
) mendesak tulang iga. Antara tonjolan tulang tadi dapat diraba
anus dan genitalia anak, tapi jenis kelamin anak hanya dapat
ditentukan kalau oedem tidak terlalu besar.
Terutama kalau caput succedaneum besar, bokong harus
dibedakan dari muka karena kedua tulang pipi dapat menyerupai
tubera ossis ischii, dagu menyerupai jung os sacrum sedangkan
mulut disangka anus. Yang menentukan ialah bentuk os sacrum
yang menyerupai deretan processi spinosi yang disebut crista
sacralis media. (Mochtar, 1998 : 352).
1) Palpasi
Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting
pada fundus uteri. Punggung anak dapat diraba pada salah satu
sisi perut dan bagian – bagian kecil pada pihak yang
berlawanan. Di atas symphyse teraba bagian yang kurang
bundar dan lunak.
2) Auskultasi
DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi
dan pusat. Bunyi jantung terdengar pada punggung anak
setinggi pusat.
3) Pemeriksaan dalam
Dapat diraba os sakrum, tuber ischii dan anus, kadang-
kadang kaki (pada letak kaki). Kalau pembukaan sudah besar

82
maka pada pemeriksaan dalam dapat teraba 3 tonjolan tulang
ialah tubera ossis ischii dan ujung os sacrum sedangkan os
sacrum dapat dikenal sebagai tulang meruncing dengan deretan
processi spinosi di tengah – tengah tulang tersebut.
4) Pemeriksaan foto rontgen : Bayangan kepala pada fundus.
g. Penanganan Selama Kehamilan
Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam
letak sungsang dihindari. Untuk itu bila pada waktu antenatal
ditemukan letak sungsang hal yang harus dilakukan adalah:
1) Beritahu hasil pemeriksaan yang sebenarnya, jelaskan pada
pasien mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
dengan letak sungsang.
2) Beri konseling mengenai gerakan knee-cheest, yaitu
meletakkan kepala diantara kedua tangan lalu menoleh ke
samping kiri atau kanan, kemudian turunkan badan sehingga
dada menyentuh kasur dengan menggeser siku sejauh
mungkin. Kegunaan gerakan ini adalah untuk mempertahankan
atau memperbaiki posisi janin agar bagian kepala janin tetap
berada di bawah. Gerakan ini disebut juga sebagai gerakan
“anti sungsang” .
3) Jika diketahui janin letak sungsang pada usia kehamilan
kurang dari 34 minggu tidak perlu dilakukan intervensi
apapun, karena janin masih cukup kecil dan cairan amnion
masih cukup banyak sehingga kemungkinan besar janin masih
dapat memutar dengan sendirinya.
4) Lakukanlah rujukan atau kolaborasi dengan dokter kandungan
untuk melakukan USG pada usia kehamilan 35-36 minggu.
Untuk mengetahui presentasi janin, mengetahui jumlah cairan
amnion, letak plasenta dan keadaan plasentanya.
5) Konseling kepada ibu mengenai pilihan untuk melahirkan jika
saat umur kehamilan 35-36 minggu bagian terendah janin
bukan kepala.

83
6) Konseling dan diskusikan mengenai kelebihan dan kekurangan
dari masing-masing pilihan persalinan tersebut.
h. Mekanisme Persalinan
Jenis persalinan pada presentasi sungsang ada 2, yaitu
pervaginam dan Sectio Caesarea :
1) Pervaginam
Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada
presentasi sungsang dengan persalinan pada presentasi
belakang kepala. Pada presentasi belakang kepala, bila kepala
sudah lahir maka sisa tubuh janin akan mengalami proses
persalinan selanjutnya dan umumnya tanpa kesulitan.
Pada presentasi sungsang, lahirnya bokong dan bagian
tubuh janin tidak selalu dapat diikuti dengan persalinan kepala
secara spontan. Dengan demikian maka pertolongan persalinan
sungsang pervaginam memerlukan keterampilan khusus dari
penolong persalinan. Engagemen dan desensus bokong terjadi
melalui masuknya diameter bitrochanteric bokong melalui
diameter oblique panggul.
Panggul anterior anak umumnya mengalami desensus
lebih cepat dibandingkan panggul posterior. Pada saat bertemu
dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi dalam sejauh 450
dan diikuti dengan pemutaran panggul anterior kearah arcus
pubis sehingga diameter bi-trochanteric menempati diameter
antero-posterior pintu bawah panggul.
Setelah putar paksi dalam, desensus bokong terus
berlanjut sampai perineum teregang lebih lanjut oleh bokong
dan panggul anterior terlihat pada vulva. Melalui gerakan
laterofleksi tubuh janin, panggul posterior lahir melalui
perineum. Tubuh anak menjadi lurus ( laterofleksi berakhir )
sehingga panggul anterior lahir dibawah arcus pubis. Tungkai
dan kaki dapat lahir secara spontan atau atas bantuan penolong
persalinan. Setelah bokong lahir, terjadi putar paksi luar

84
bokong sehingga punggung berputar keanterior dan keadaan
ini menunjukkan bahwa saat itu diameter bisacromial bahu
sedang melewati diameter oblique pintu atas panggul.
Bahu selanjutnya mengalami desensus dan mengalami
putar paksi dalam sehingga diameter bis-acromial berada pada
diameter antero-posterior jalan lahir. Segera setelah bahu,
kepala anak yang umumnya dalam keadaan fleksi maksimum
masuk panggul melalui diameter oblique dan kemudian dengan
cara yang sama mengalami putar paksi dalam sehingga bagian
tengkuk janin berada dibawah simfisis pubis. Selanjutnya
kepala anak lahir melalui gerakan fleksi. Engagemen bokong
dapat terjadi pada diameter tranversal panggul dengan sacrum
di anterior atau posterior. Mekanisme persalinan pada posisi
tranversal ini sama dengan yang sudah diuraikan diatas,
perbedaan terletak pada jauhnya putar paksi dalam ( dalam
keadaan ini putar paksi dalam berlangsung sejauh 900 ).
Kadang-kadang putar paksi dalam terjadi sedemikian
rupa sehingga punggung anak berada dibagian posterior dan
pemutaran semacam ini sedapat mungkin dicegah oleh karena
persalinan kepala dengan dagu didepan akan jauh lebih sulit
bila dibandingkan dengan dagu di belakang selain itu dengan
arah pemutaran seperti itu kemungkinan terjadinya
hiperekstensi kepala anak juga sangat besar dan ini akan
memberi kemungkinan terjadinya “after coming head” yang
amat besar. Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh
lebih besar dibandingkan persalinan pervaginam pada
presentasi belakang kepala.
Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan
penilaian secara cepat dan cermat mengenai : keadaan selaput
ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan umum
ibu. Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his
dan kemajuan persalinan. Persiapan tenaga penolong

85
persalinan – asisten penolong persalinan – dokter anak dan ahli
anaesthesi. Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan
janin pervaginam, persalinan pervaginam dibagi menjadi 3
yaitu:
a) Persalinan spontan (spontaneous breech).
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu
sendiri, tanpa tarikan ataupun manipulasi selain menyangga
bayi. Cara ini disebut cara Bracht.
b) Manual aid (partial breech axtraction; assisted breech
delivery).Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan
kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction).
Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga
penolong.

Mekanisme persalinan sungsang pervaginam


berlangsung melalui “seven cardinal movement”yang terjadi
pada masing-masing tahapan persalinan sungsang pervaginam:
a) PersalinanBokong
b) Persalinan Bahu
c) Persalinan Kepala
Persalinan sungsang pervaginam secara spontan
(sungsang “Bracht”)dibagi menjadi 3 tahap :
a) Fase Lambat Pertama
Tahapan persalinan dari bokong sampai umbilikus.
Disebut fase lambat oleh karena pada fase ini umumnya
tidak terdapat hal-hal yang membahayakan jalannya
persalinan. Pada fase ini, penolong bersikap pasif
menunggu jalannya persalinan.
b) Fase Cepat
Tahapan persalinan dari umbilikus sampai mulut.
Disebut fase cepat oleh karena dalam waktu < 8 menit ( 1 –

86
2 kali kontraksi uterus ) fase ini harus sudah berakhir. Pada
fase ini, tali pusat berada diantara kepala janin dengan PAP
sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia janin.
c) Fase lambat Kedua
Tahapan persalinan dari mulut sampai seluruh kepala.
Pertolongan pada tahap persalinan ini tidak boleh tergesa-
gesa oleh karena persalinan kepala yang terlalu cepat pada
presentasi sungsang dapat menyebabkan terjadinya
dekompresi kepala sehingga dapat menyebabkan
perdarahan intrakranial.
i. Manuver untuk melahirkan Bahu Dan Kepala :
1) Pertolongan persalinan secara Bracht
2) Bokong dan pangkal paha janin yang telah lahir dipegang
dengan 2 tangan, kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh
janin ke arah perut ibu, sehingga lambat laun badan bagian
atas, bahu, lengan dan kepala janin dapat dilahirkan. Kemudian
bayi diletakkan diperut ibu dan dilakukan asuhan pada bayi
baru lahir.

Pada manuver ini penolong sama sekali tidak melakukan


tarikan, dan hanya membantu melakukan proses persalinan sesuai
dengan mekanisme persalinan letak sungsang. Tetapi tidak selalu
bahu dan kepala berhasil dilahirkan, sehingga untuk mempercepat
kelahiran bahu dan kepala dilakukan manual aid atau manual
hilfe. Pertolongan dimulai setelah bokong nampak di vulva
dengan penampang sekitar 5 cm. Suntikkan 5 unit oksitosin i.m
dengan tujuan bahwa dengan 1–2 his berikutnya fase cepat dalam
persalinan sungsang spontan pervaginam akan terselesaikan.
Dengan menggunakan tangan yang dilapisi oleh kain setengah
basah, bokong janin dipegang sedemikian rupa sehingga kedua
ibu jari penolong berada pada bagian belakang pangkal paha dan
empat jari-jari lain berada pada bokong janin.

87
Pada saat ibu meneran, dilakukan gerakan mengarahkan
punggung anak ke perut ibu ( gerak hiperlordosis )sampai kedua
kaki anak lahir . Setelah kaki lahir, pegangan dirubah sedemikian
rupa sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada lipatan paha
bagian belakang dan ke empat jari-jari berada pada pinggang
janin. Dengan pegangan tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis
dilanjutkan ( gerak mendekatkan bokong anak pada perut ibu )
sedikit kearah kiri atau kearah kanan sesuai dengan posisi
punggung anak. Gerakan hiperlordosis tersebut terus dilakukan
sampai akhirnya lahir mulut-hidung-dahi dan seluruh kepala anak.
Pada saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan
suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin. Setelah anak lahir,
perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti pada
persalinan spontan pervaginam pada presentasi belakang kepala.

Gambar 1 : Pegangan panggul anak pada persalinan spontan Bracht

88
Gambar 2 Pegangan bokong anak pada persalinan spontan Bracht

Prognosis :

1) Prognosis lebih buruk dibandingkan persalinan pada presentasi


belakang kepala.

Prognosa lebih buruk oleh karena :

1) Perkiraan besar anak sulit ditentukan sehingga sulit diantisipasi


terjadinya peristiwa “after coming head”.
2) Kemungkinan ruptura perinei totalis lebih sering terjadi.

Sebab kematian anak:


1) Talipusat terjepit saat fase cepat.
2) Perdarahan intrakranial akibat dekompresi mendadak waktu
melahirkan kepala anak pada fase lambat kedua.
3) Trauma collumna vertebralis.
4) Prolapsus talipusat.

6. Ekstraksi Parsial Pada Persalinan Sungsang Pervaginam terdiri dari 3


tahapan :
a) Bokong sampai umbilikus lahir secara spontan (pada frank breech).
b) Persalinan bahu dan lengan dibantu oleh penolong.
c) Persalinan kepala dibantu oleh penolong.

89
Untuk melahirkan BAHU DAN LENGAN dapat dilakukan manuver
klasik, muller atau Lovset.

Gambar 3 Pegangan “Femuro Pelvic” pada pertolongan persalinan


sungsang pervaginam

Pegangan pada panggul anak sedemikian rupa sehingga ibu jari


penolong berdampingan pada os sacrum dengan kedua jari telunjuk pada
krista iliaka anterior superior ; ibu jari pada sakrum sedangkan jari-jari lain
berada didepan pangkal paha (gambar 3). Dilakukan traksi curam kebawah
sampai menemui rintangan (hambatan) jalan lahir.Selanjutnya bahu dapat
dilahirkan dengan menggunakan salah satu dari cara-cara berikut :

a. Pengeluaran lengan secara Klasik/Deventer


Digunakan jika bahu masih tinggi. Pada dasarnya, lengan kiri
janin dilahirkan dengan tangan kiri penolong, sedangkan lengan kanan
janin dilahirkan dengan tangan kanan penolong. Kedua lengan
dilahirkan sebagai lengan belakang. Bokong dan pangkal paha yang
telah lahir dipegang dengan dua tangan, badan ditarik ke bawah sampai
ujung bawah scapula depan kelihatan dibawah simfisis. Kedua kaki
janin dipegang dengan tangan yang bertentangan dengan lengan yang
akan dilahirkan, tubuh janin ditarik ke atas, sehingga perut janin kea rah
perut ibu, tangan penolong yang satu dimasukkan ke dalam jalan lahir
dengan menelusuri punggung janin menuju ke lengan belakang sampai
fossa kubiti. Dua jari tangan tersebut ditempatkan sejajar dengan
humerus dan lengan belakang janin dikeluarkan dengan jari-jari

90
tersebut. Untuk mengeluarkan lengan depan, dada dan punggung janin
dipegang dengan kedua tangan, tubuh janin diputar untuk mengubah
lengan depan supaya berada di belakang tersebut dilahirkan dengan cara
yang sama.
Cara klasik tersebut terutama dilakukan apabila lengan depan
menjungkit ke atas atau berada di belakang leher janin. Karena
memutar tubuh dapat membahayakan janin, maka bila lengan depan
letaknya normal, cara klasik dapat dilakukan tanpa memutar tubuh
janin, sehingga lengan kedua tetap dilahirkan sebagai lengan depan.
Kedua kaki dipegang dengan tangan bertentangan dengan lengan depan
utnuk menarik tubuh janin ke bawah sehingga punggung janin
mengarah ke bokong ibu. Tangan yang lain menulusuri punggung janin
menuju ke lengan depan sampai fossa kubiti dan lengan depan
dikeluarkan dengan dua jari yang sejajar dengan humerus.
Melahirkan lengan belakang dahulu dan kemudian melahirkan
lengan depan dibawah simfisis , Dipilih bila bahu tersangkut di pintu
atas panggul.
Prinsip :
Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruangan
panggul sebelah belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang
panggul sebelah depan) dan kemudian melahirkan lengan depan
dibawah arcus pubis.
Tehnik :

Gambar 4 Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu cara


KLASIK

91
Gambar 5 Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK

Kedua pergelangan kaki dipegang dengan ujung jari tangan kanan


penolong berada diantara kedua pergelangan kaki anak , kemudian di
elevasi sejauh mungkin dengan gerakan mendekatkan perut anak pada
perut ibu. Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir, jari
tengan dan telunjuk tangan kiri menyelusuri bahu sampai menemukan
fosa cubiti dan kemudian dengan gerakan “mengusap mukajanin”,
lengan posterior bawah bagian anak dilahirkan.
Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki
janin diubah. Dengan tangan kanan penolong, pergelangan kaki janin
dipegang dan sambil dilakukan traksi curam bawah melakukan gerakan
seolah “mendekatkan punggung janin pada punggung ibu” dan
kemudian lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama.
Bila dengan cara tersebut pada no 3 diatas lengan depan sulit
untuk dilahirkan, maka lengan tersebut diubah menjadi lengan belakang
dengan cara : Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicekap dengan
kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari
penolong terletak dipunggung anak dan sejajar dengan sumbu badan
janin sedangkan jari-jari lain didepan dada.Dilakukan pemutaran tubuh
anak kearah perut dan dada anak sehingga lengan depan menjadi
terletak dibelakang dan dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan
pada no 2.

92
Keuntungan : Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan
bahu.
Kerugian : Masuknya tangan kedalam jalan lahir meningkatkan
resiko infeksi
b. Pengeluaran lengan secara Mueller
Digunakan jika bahu sudah berada dipintu bawah panggul.
Dengan kedua tangan pada bokong dan pangkal paha, tubuh janin
ditarik ke arah vertical ke bawah sampai bahu depan berada dibawah
simpisis, kemudian lengan depan dikeluarkan dengan cara yang kurang
lebih sama dengan cara klasik. Melahirkan bahu dan lengan depan lebih
dahulu dibawah simfisis melalui ekstraksi ; disusul melahirkan lengan
belakang di belakang ( depan sacrum ).

Gambar 6 (kiri) Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong


dan bila perlu dibantu dengan telunjuk jari tangan kanan untuk
mengeluarkan lengan depan

93
Gambar 7 (kanan) Melahirkan lengan belakang (inset : mengait lengan
atas dengan telunjuk jari tangan kiri penolong).
c. Tehnik pertolongan persalinan bahu cara MUELLER:
Bokong dipegang dengan pegangan “femuropelvik”.
Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah
pada tubuh janin sampai bahu depan lahir (gambar 6 ) dibawah arcus
pubis dan selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan
depan bagian bawah. Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan
kaki dicekap dengan tangan kanan dan dilakukan elevasi serta traksi
keatas (gambar 7). traksi dan elevasi sesuai arah tanda panah) sampai
bahu belakang lahir dengan sendirinya. Bila tidak dapat lahir dengan
sendirinya, dilakukan kaitan untuk melahirkan lengan belakang anak
(inset pada gambar 7). Keuntungan penggunaan tehnik ini adalah oleh
karena tangan penolong tidak masuk terlalu jauh kedalam jalan lahir
maka resiko infeksi berkurang.
d. Pengeluaran bahu secara Loevset
Digunakan jika lengan bayi terjungkit dibelakang kepala. Dasar
pemikiran cara loevset adalah bahu belakang janin selalu berada lebih
rendah daripada bahu depan karena lengkungan jalan lahir, sehingga
bila bahu belakang diputar ke depan dengan sendirinya akan lahir ke
bawah simfisis. Setelah sumbu bahu janin terletak dalam ukuran muka
belakang, dengan kedua tangan pada bokong, tubuh janin ditarik ke
bawah sampai ujung bawah scapula depan terlihat di bawah simfisis.

94
Kemudian tubuh janin diputar dengan cara memegang dada dan
punggung oleh kedua tangan sampai bahu belakang tedapat di depan
dan tampak di bawah simfisis, dengan demikian lengan depan dapat
dikeluarkan dengan mudah. Bahu yang lain yang sekarang menjadi
bahu belakang, dilahirkan dengan memutar kembali tubuh janin ke arah
yang berlawanan, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dan
lengan dapat dilahirkan dengan mudah.
Prinsip :
Memutar badan janin setengah lingkaran (1800) searah dan
berlawanan arah jarum jam sambil melakukan traksi curam kebawah
sehingga bahu yang semula dibelakang akan lahir didepan (dibawah
simfsis).
Hal tersebut dapat terjadi oleh karena :
1) Adanya inklinasi panggul (sudut antara pintu atas panggul dengan
sumbu panggul)
2) Adanya lengkungan jalan lahir dimana dinding sebelah depan lebih
panjang dibanding lengkungan dinding sacrum disebelah belakang.
Sehingga setiap saat bahu posterior akan berada pada posisi
lebih rendah dibandingkan posisi bahu anterior.

Tehnik :

Gambar 8 Tubuh janin dipegang dengan pegangan femuropelvik.


Dilakukan pemutaran 1800 sambil melakukan traksi curam kebawah
sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan
dapat dilahirkan.

95
Gambar 9 Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar
1800 kearah yang berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu
depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan.

Gambar 10 Tubuh janin diputar kembali 1800 kearah yang berlawanan


sehingga bahu belakang kembali menjadi bahu depan dibawah arcus
pubis dan dapat dilahirkan.

Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset :


1) Tehnik sederhana.
2) Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin.
3) Kemungkinan infeksi intrauterin minimal.

e. Pengeluaran kepala secara Mauriceau (Viet Smellie)


Digunakan bila bayi dilahirkan secara manual aid atau bila
dengan bracht kepala belum lahir. Badan janin dengan perut kebawah
diletakkan pada lengan kiri penolong. Jari tengah dimasukkan kedalam
mulut janin sedangkan jari telunjuk dan jari manis pada maksila, untuk

96
mempertahankan supaya kepala janin tetap dalam keadaan fleksi.
Tangan kanan memegang bahu janin dari belakang dengan jari telunjuk
dan jaritangah berada disebelah kiri dan kanan leher. Janin ditarik
kebawah dengan tangankanan sampai suboksiput atau batas rambut
dibawah simpisis. Kemudian tubuh janin digerakkan ke atas, sedangkan
tangan kiri tetap mempertahankan fleksi kepala, sehingga muka lahir
melewati perineum, disusul oleh bagian kepala lain. Tangan kiri tidak
boleh ikut menarik janin, karena dapat menyebabkan perlukaan padda
mulut dan muka janin.

Gambar 11 Tehnik Mouriceau

Dengan tangan penolong yang sesuai dengan arah menghadapnya


muka janin, jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin dan jari
telunjuk serta jari manis diletakkan pada fosa canina. Tubuh anak

97
diletakkan diatas lengan anak, seolah anak “menunggang kuda”.
Belakang leher anak dicekap diantara jari telunjuk dan jari tengah
tangan yang lain. Assisten membantu dengan melakukan tekanan pada
daerah suprasimfisis untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin.
Traksi curam bawah terutama dilakukan oleh tangan yang dileher.
f. Cara Prague Terbalik
Dilakukan bila occiput dibelakang (dekat dengan sacrum) dan
muka janin menghadap simfisis. Satu tangan mencekap leher dari
sebelah belakang dan punggung anak diletakkan diatas telapak tangan
tersebut. Tangan penolong lain memegang pergelangan kaki dan
kemudian di elevasi keatas sambil melakukan traksi pada bahu janin
sedemikian rupa sehingga perut anak mendekati perut ibu.

Dengan larynx sebagai hypomochlion kepala anak dilahirkan.

Gambar 12 Persalinan kepala dengan tehnik Prague terbalik

g. Pengeluaran kepala dengan menggunakan cunam piper


Cara ini dianggap lebih baik karena dengan cunam, tarikan
dilakukan terhadap kepala, sedangkan dengan cara Mauriceau tarikan
dilakukan pada leher. Kedua kaki janin dipegang oleh asisten dan
diangkat ke atas, kemudian cunam dipasang melintang terhadap kepala
dan melintang terhadap panggul. Cunam ditarik curam ke bawah
sampai batas rambut dan suboksiput berada di bawah simfisis, dengan
suboksiput sebagai titik pemutaran, cunam berangsur diarahkan
mendatar dank e atas, sehingga muka janin dilahirkan melewati
perineum, disusul oleh bagian kepala yang lain.

98
7. Ekstraksi Bokong dan ektraksi kaki
a. Ekstraksi Bokong
Tindakan ini dikerjakan pada letak bokong murni dengan bokong
yang sudah berada didasar panggul.
Tehnik :
Jari telunjuk penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak
dimasukkan jalan lahir dan diletakkan pada lipat paha depan anak.
Dengan jari tersebut, lipat paha dikait. Untuk memperkuat kaitan
tersebut, tangan lain penolong mencekap pergelangan tangan yang
melakukan kaitan dan ikut melakukan traksi kebawah. Bila dengan
traksi tersebut trochanter depan sudah terlihat dibawah arcus pubis, jari
telunjuk tangan lain segera mengait lipat paha belakang dan secara
serentak melakukan traksi lebih lanjut untuk melahirkan bokong.
Setelah bokong lahir, bokong dipegang dengan pegangan
“femuropelvik” dan janin dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan
pada ekstraksi bokong parsialis.

Gambar 13 Kaitan pada lipat paha depan untuk melahirkan trochanter


depan

99
Gambar 14 Untuk memperkuat traksi bokong, dilakukan traksi dengan
menggunakan kedua tangan seperti terlihat pada gambar.

Gambar 15 Traksi dengan kedua jari untuk melahirkan bokong

b. Ekstraksi Kaki
Setelah persiapan selesai, tangan penolong yang sesuai dengan
bagian kecil anak dimasukkan secara obstetris kedalam jalan lahir,
sedangkan tangan lain membuka labia. Tangan yang didalam mencari
kaki dengan menyelusuri bokong – pangkal paha sampai belakang lutut
(fosa poplitea) dan kemudian melakukan fleksi dan abduksi paha janin
sehingga sendi lutut menjadi fleksi. Tangan yang diluar (dekat dibagian
fundus uteri) mendekatkan kaki janin untuk mempermudah tindakan
mencari kaki janin tersebut diatas. Setelah lutut fleksi, pergelangan kaki
anak dipegang diantara jari ke II dan III dan dituntun keluar dari vagina.
Kedua tangan penolong memegang betis anak dengan meletakkan
kedua ibu jari dibelakang betis sejajar dengan sumbu panjangnya dan
jari-jari lain didepan tulang kering. Dengan pegangan ini dilakukan
traksi curam bawah pada kaki sampai pangkal paha lahir.Pegangan kini
dipindahkan keatas setinggi mungkin dengan kedua ibu jari dibelakang
paha pada sejajar sumbu panjangnya dan jari lain didepan paha. Dengan
pegangan ini pangkal paha ditarik curam bawah sampai trochanter
depan lahir ( gambar 24)

100
Kemudian dilakukan traksi curam atas pada pangkal paha untuk
melahirkan trochanter belakang sehingga akhirnya seluruh bokong lahir.

Setelah bokong lahir, dilakukan pegangan femuropelvik dan dilakukan


traksi curam dan selanjutnya untuk menyelesaikan persalinan bahu dan
lengan serta kepala seperti yang sudah dijelaskan.

Terlihat bagaimana cara melakukan pegangan pada pergelangan kaki


anak. Sebaiknya digunakan kain setengah basah untuk mengatasi licinnya
tubuh anak ; Traksi curam bawah untuk melahirkan lengan sampai skapula
depan terlihat .

101
Pegangan selanjutnya adalah dengan memegang bokong dan panggul
janin (jangan diatas panggul anak). Jangan lakukan gerakan rotasi sebelum
skapula terlihat.

Skapula sudah terlihat, rotasi tubuh sudah boleh dikerjakan

Dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu belakang yang diikuti
dengan gerakan untuk membebaskan lengan belakang lebih lanjut.

102
Persalinan bahu depan melalui traksi curam bahwa setelah bahu belakang
dilahirkan ; Lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama dengan
melahirkan lengan belakang

E. Kala III
1. Retensio Plasenta
a. PengertianRetensio plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½
jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174).
Retensio plasenta adalah jika waktu antara pelahiran bayi dan
pelahiran plasenta lebih dari 30 menit ( Kriebs, 2009)
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Saifuddin,
2007).
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656)
yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir
setangah jam setelah janin lahir. Retensio plasenta adalah belum
lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini
dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta
yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka

103
perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta
akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal
dalam uterus karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri
sehingga plasenta tertahan di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio
plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya
hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:
1) Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
2) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3) Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
4) Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritoneum
5) Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).

b. Etiologi
Plasenta belum lepas dari dinding uterus, dapat disebabkan oleh:
1) Sebab fungsionil: His kurang kuat untuk melepaskan plasenta (sebab
utama). Selain itu dapat terjadi karena tempat insersi di sudut tuba
atau karena bentuknya seperti plasenta membranecea (bentuk
plasenta lebar dan tipis hampir memenuhi seluruh korion).
2) Sebab patologi-anatomis: Implantasi plasenta yang perlekatannya ke
dinding uterus terlalu kuat seperti plasenta akreta, plasenta inkreta,
plasenta perkreta (Saifuddin, 2007).

104
3) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan, disebabkan oleh
tidak adanya kontraksi yang adekuat (atonia uteri) atau karena
kesalahan dalam penanganan kala III, seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu dilakukan sebelum terjadinya pelepasan dari
plasenta dapat menyebabkan kontraksi menjadi tidak teratur,
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring)
(Oxorn, 2010).

Sepanjang plasenta belum terlepas sama sekali, maka tidak


akan menimbulkan perdarahan, tetapi jika sebagian plasenta telah
lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak
(perdarahan kala III) dan harus diantisipasi segera (Wiknjosastro,
2007).

c. Patofisiologi
Pada persalinan kala III, fisiologis plasenta yang normal dan
pelaksanaan manajemen aktif kala III yang benar menjadi penyebab
pasti kelahiran plasenta secara normal. Saat dimana terjadi kesalahan
penanganan kala III dan atau kontraksi uterus ditemukan tidak bekerja
dengan baik (atonia uteri) maupun terjadi plasenta inkarserata dimana
plasenta tidak dapat lahir karena terhalang oleh cincin rahim, maka
didapatkan bahwa plasenta telah lahir sebagian, dan yang memperparah
keadaan ini adalah perdarahan yang banyak dan terus-menerus jika
tidak segera diberi pertolongan.
Sementara plasenta akreta, inkreta, dan perkreta akan
menyebabkan plasenta tidak dapat lahir seluruhnya karena fisiologis
plasenta yang tidak normal sehingga menyebabkan kontraksi jelek dan
perlu dilakukan penangan lebih khusus yaitu histerektomi untuk
mengatasinya (Wiknjosastro, 2007 ; Cunningham, 2005).

d. Predisposisi
Menurut Saifuddin (2009), faktor predisposisi retensio plasenta
antara lain:

105
1) Grandemultipara.
Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan
postpartum yang diakibatkan retensio plasenta karena pada setiap
kehamilan dan persalinan terjadi penurunan sel-sel desidua.
2) Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang
luas.
3) Kuret berulang
4) Plasenta previa, karena dibagian isthmus, pembuluh darah sedikit,
sehingga perlu lebih masuk kedalam perlekatannya.
5) Bekas seksio caesaria.

e. Tanda dan Gejala Klinis


1) Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir.
2) Kontraksi uterus kurang baik.
3) Tali pusat terjulur keluar, kadang putus akibat traksi yang
berlebihan.
4) Kadang ada inversio uteri akibat tarikan yang terlalu kuat.
5) Kadang terjadi perdarahan lanjut (Saifuddin, 2007).

f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1) Perdarahan
2) Kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3) Sepsis

g. Penatalaksanaan
Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai satu jam
setelah bayi lahir, apalagi bila terjadi perdarahan, maka plasenta harus
segera dikeluarkan. Penanganannya adalah:
1) Pemasangan infuse dengan kateter berdiameter besar serta
pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan. Transfusi darah

106
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan
darah.
2) Drip oksitosin 10 IU dalam 500 ml larutan Ringer Laktat atau NaCl
0,9% (salin normal) sampai uterus berkontraksi.
3) Tidak diperbolehkan melakukan perasat Crede yang sekarang ini
tidak banyak digunakan karena memungkinkan terjadinya inversio
uteri, perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri yang keras dengan
kemungkinan syok.
Mencoba melahirkan plasenta dengan perasat Brandt-
Andrews, yaitu salah satu tangan penolong memegang tali pusat di
dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut di atas
simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak di
permukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah
dan badan rahim. Dengan melakukan penekanan ke arah belakang,
maka badan rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali
pusat tidak tertarik ke atas. Kemudian tekanan di atas simfisis
diarahkan ke bawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan
tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan
plasenta. Jika berhasil, lanjutkan drip oksitosin untuk
mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan dengan kuret
sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan
dengan kuretase dan harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

107
Pengeluaran plasenta dengan tangan (manual plasenta),
dianggap sebagai cara yang paling baik (Wiknjosastro, 2007) untuk
kasus retensio plasenta, sementara untuk kasus plasenta akreta,
inkreta, maupun perkreta harus dilakukan histerektomi, dan pada
kasus retensio sebagian plasenta selain dapat dilakukan plasenta
manual, dapat pula dilakukan kuretase. Manual plasenta adalah
prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual. Arti
dari manual adalah dengan melakukan tindakan invasi dan
manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung
ke dalam kavum uteri (Saifuddin, 2007).

1) Persiapan tindakan plasenta manual:


a) Peralatan sarung tangan steril, sebaiknya sarung tangan
panjang
b) Desinfektan untuk genetalia eksterna (Manuaba, 2008).
c) Konsultasi dengan dokter
d) Wanita harus terpasang infuse intravena yang paten
e) Kandung kemih harus dikosongkan ( Varney 2009)
2) Prosedur tindakan plasenta manual:
a) Seluruh tangan (termasuk ibu jari) dimasukkan ke dalam
uterus dengan menelusuri tali pusat hingga ke plasenta.
b) Tangan kedua memegang uterus (fundus) per abdomen
c) Ketika tangan anda mencapai plasenta, segera raba seluruh
permukaan plasenta pada sisi janin untuk memperoleh
gambaran anatomi mengenai ukuran plasenta dan tempat
insersi tali pusat.
d) Telusuri tepi plasenta untuk menemukan bagian yang terlepas
guna menentukan bidang yang tepat untuk memulai
melepaskan plasenta dari uterus
e) Posisikan punggung tangan Anda melawan dinding uterus.
f) Beri tanda dengan jari Anda, di antara plasenta dan uterus,
untuk menentukan garis pembelahan.

108
g) Sapu jari-jari Anda ke belakang dan ke depan dari sisi ke sisi,
memotong melalui desidua dengan tepi luar jari kelingking
Anda, ujung-ujung jari Anda, dan ibu jari.
h) Anda akan merasakan adanya ruang berongga ketika plasenta
terpisah dari uterus. Kemudian Anda perlu membalik tangan
Anda untuk melepas bagian anterior plasenta. Ini akan
membuat punggung tangan Anda tetap melawan dinding
uterus.
i) Seluruh plasenta harus berada di dalam telapak tangan Anda
sebelum Anda mengeluarkannya. Pastikan plasenta terlepas
seluruhnya sebelum di keluarkan supaya uterus tidak terbalik
ketika Anda mengeluarkan tangan Anda ( dan plasenta).
j) Keluarkan seluruh plasenta sekaligus; jangan hanya menarik
sepotong karena potongan itu akan mudah robek dari bagian
plasenta yang tersisa sehingga pengkajian plasenta menjadi
sulit dan berpotensi tidak akurat. Keluarkan plasenta
perlahan-lahan, sementara tangan Anda yang berada di luar
uterus mempertahankan uterus berkontraksi pada saat uterus
dikosongkan.
k) Selaput ketuban kemungkinan perlu ditarik perlahan.
Lakukan dengan cara yang sama seperti ketika Anda
mengeluarkan plasenta dan selaput ketuban.
l) Pastikan uterus berkontraksi dan segera inspeksi plasenta,
selaput ketuban dan tali pusat ( Varney, 2009).
3) Komplikasi plasenta manual adalah:
a) Perforasi uterus
b) Infeksi terjadi karena adanya sisa plasenta atau membran dan
bakteri yang masuk ke dalam rahim.
c) Atonia uteri (Manuaba, 2010)

Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan


profilaksis dengan memberikan uterotonika intravena secara

109
intramuskular, memberikan antibiotik, memasang infus dan
mempersiapkan transfusi darah (Manuaba, 2010).

Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha


untuk mengeluarkan plasenta secara manual dihentikan dan
segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa
dalam uterus.

2. Emboli Air Ketuban


a. Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah
sejumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba
– tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock 25% wanita
yang menderita keadaan ini meninggal dunia dalam waktu 1 jam.
Emboli cairan ketuban jarang dijumpai, kemungkinan banyak kasus
tidak terdiagnosa, diagnosa yang dibuat adalah Shocikk obstetric,
perdarahan post partum atau edema pulmoner akut.
Cara masuknya cairan ketuban. Dua tempat utama masuknya
cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena
endocervical (yang dapat terobek sekalipun pada persalinan normal)
dan daerah utero plasenta. Ruputra uteri meningkat kemungkinan
masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa
yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan
episode emboli.
1) Emboli air ketuban adalah syok yang berat sewaktu persalinan selain
oleh plasenta previa dapat disebabkan pula oleh emboli air
ketuban.(Obstetri Patologi. 1981:128).
2) Emboli air ketuban adalah merupakan salah satu penyebab syok
disebabkan karena perdarahan.(Ilmu Kebidanan. 2002:672).
3) Emboli air ketuban adalah syndrome dimana setelah sejumlah besar
air ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi
gangguan pernafasan yang akut dan syok.(Ilmu Kebidana Patologi
dan Fisiologi Harry OXORN,493).

110
b. Etiologi
Masuknya air ketuban ke vena endosentrik/sinus yang terbuka
didaerah tempat perlekatan plasenta.

c. Faktor Prediposisi
1) Ketuban sudah pecah.
2) His kuat.
3) Pembuluh darah yang terbuka(SC rupture).
4) Multiparasit.
5) Kematian janin intrauterine(IUFD).
6) Mekonium dalam cairan amnion.
7) Usia diatas 30 tahun.
8) Persallinan pesipitasus(kurang dari 3 jam).

d. Gejala
1) Gelisah.
2) Mual muntah disertai takikardu dan dispnea.
3) Sianosis.
4) TD menurun.
5) Nadi cepat dan lemah.
6) Kesadaran menurun.
7) Nistasmus dan kadang timbul kejang tonik klonik.
8) Syok.

e. Komplikasi
1) Gangguan pembekuan darah.
2) Edema paru.
3) Kegagalan dan payah jantung kanan.

f. Patofisiologi.
1) Mekanisme kardiovaskuler kolap.

111
2) Air ketuban yang terhisap dengan benda padatnya(rambut lanugo,
lemak dan lainnya) menyumbat kapiler paru, sehingga terjadi
hipertensi pulmonum, edema paru dan gangguan pertukaran O2 dan
CO2.
3) Akibat hipertensi pulmonum menyebabkan;
a) Tekanan atrium kiri turun.
b) Cardiac output menurun.
c) Terjadi penurunan tekanan sistemik yang menyebabkan syok
berat.
d) Gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan sesak nafas,
sianosis dan gangguan pengaliran O2 kejaringan mengakibatkan;
(1) Metabolik asidosis.
(2) Anaerobik metabolisme.
(3) Tekanan atrium kiri turun.
4) Edema paru dan gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan;
a) Terasa dada sakit dan berat.
b) Penderita gelisah karena kekurangan O2.
c) Dikeluarkannya histamine yang menyebabkan bronkospasme.
d) Terjadi reflex nerfus yang menyebabkan;
(1) Brakikardi.
(2) Kasokontriksi arteria koroner menimbulkan gangguan
kontriksi otot jantung akut cardiac arrest.
e) Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan
dan sianosis.
f) Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit
sampai 36 jam.

g. Gangguan pembekuan darah.


1) Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah.
2) Mengandung faktor-faktor yang dapat menjadi freger terjadinya
introvaskuler koagulasi.

112
3) Mengaktifkan system fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi
hipofibrigonemia dan menimbulkan perdarahan dari bekas
implantasi plasenta.
4) Kekurangan O2 dan menyebabkan anaerobic metabollisme dalam
otot uterus, menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan.

h. Patogenesis
Mekanisme yang tepat tidak diketahui, dikemukakan dua buah
teori, yaitu :
1) Adanya glokade mekanis yang amat besar pada pembuluh darah
pulmonalis oleh emboli partikel bahan dalam cairan ketuban,
khususnya mekonium.
2) Adanya reaksi anatilaktik terhadap partikel bahan tersebut.

Tiga aspek utama pada syndrome ini mungkin dihasilkan oleh


gabungan proses mekanis dan spastic:

1) Penurunan mendadak jumlah darah yang kembali kejantung kiri dan


berkurang output ventrikel kiri yang menimbulkan kolaps pembuluh
darah tepi.
2) Hipertensi pulmoner yang akut, cor pulmonale, dan dekompensasi
jantung kanan menghasilkan edema perifer.
3) Aliran darah yang tidak teratur dengan kekacauan ratio
ventilasi/berfungsi membawa anoksemia dan hipoksia jaringan. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya eyanosis, kegelisahan, konvulsi,
dan koma.

i. Upaya preventif.
1) Perhatikan indikasi induksi persalinan.
a) Memecahkan ketuban saat akhir his, sehingga tekanannya tidak
terlalu besar dan mengurangi masuk kedalam pembuluh darah.
b) Saat seksio sesarea, lakukan penghisapan air ketuban perlahan
sehingga dapat mengurangi:
(1) Asfiksia intrauterine

113
(2) Emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.

j. Pengobatan
1) Pemberian transfuse darah segar.
2) Fibrinogen.
3) Oxygen.
4) Heparin/trasylor.(obstetric patologi:128).

3. Inversio Uteri
a. Definisi
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri,
sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III/
segera setelah plasenta keluar. Menurut perkembangannya inversion
uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu :
1) Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar
dari ruang tersebut.
2) Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
3) Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina.

b. Gejala-gejala Klinik

Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada


wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan
mendadak karena batuk/ meneran, dapat menyebabkan masukmya
fundus kedalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversion
uteri.

Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat


Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada
tali pusat plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala
inversion uteri pada permukaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila
kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa

114
nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri yang keras
disebabkan kareana fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum
infundibulopelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri kedalam
terowongan inversion dan dengan demikian mengadakan tarikan yang
kuat pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta yang seringkali
belum lepas dari uterus masih melekat seluruhnya pada dinding uterus,
terjadi juga perdarahan.

c. Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion
uteri. Pada perdarahan dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III/ setelah persalinan
selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servik uteri/ didalam vagina, sehingga diagnosis inversion uteri dapat
dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat
pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam
bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras
daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali
mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan/ hampir
cukup bulan.
d. Prognosis
Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak
gejala dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya
kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian
tinggi(15-70%). Reposisi secepat mungkin memberikan harapan yang
terbaik untuk keselamatan penderita.
e. Penanganan
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan
timbulnya inversion uteri. Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta
benar-benar lepas, jangan dilakukan apabila dicoba melakukan prasat
Crede harus diindahkan sebelumnya syarat-syaratnya.

115
Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala
itu perlu diatasi terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit
dan transfuse darah, akan tetapi segera setelah itu reposisi harus
dilakukan. Makin kecil jarak waktu antara terjadinya inversion uteri dan
reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat dilakukan. Untuk
melakukan reposisi yang perlu diselenggarakan dengan anesthesia
umum, tangan seluruhnya dimasukkan kedalam vagina sedang jari-jari
tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks uteri yang
mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan korpus
perlahan-lahan tetapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai
korpus uteri melewati serviks dan inversio ditiadakan. Suntikan
intravena 0,2 mg ergometrin kemudian diberikan dan jika dianggap
masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal.
Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan
pembedahan menurut Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding
belakang lingkaran konstriksi dibuka, sehingga memungkinkan
penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedkit, kemudian luka
dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup. Pada inversion
uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah persalinan,
sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan
pembedahan pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).

F. Kala IV
1. Kegawatan Pada HPP (Hemorrhagic Post Partum)
a. Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum
(HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi
plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau
keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada
sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan
post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah

116
yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang
sangat banyak.

b. Penyebab HPP
1) Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah)
Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan
baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
2) Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit
setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus
Patologi – anatomi :
a) Plasenta akreta : vilous plasenta melekat ke myometrium
b) Plasenta increta : vilous menginvaginasi myometrium
c) Plasenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
3) Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta
telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
Perlukaan jalan lahir terdiri dari :
a) Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
b) Hematoma vulva
c) Robekan dinding vagina
d) Robekan serviks
4) Gangguan pembekuan darah
5) Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta

c. Klasifikasi HPP
1) Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya

117
adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan
jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2) Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum
hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

d. Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu
diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia.
apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam
keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka
yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan
kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes.
perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian,
sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena
kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan
kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan,
maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi
menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya
diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk
menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum,
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

e. Pencegahan dan Penanganan HPP


Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post
partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega
artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik
dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk

118
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada
perdarahan post partum :
1) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan
aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan
(di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4
jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
4) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5) Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6) Atasi syok
7) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,
lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan
infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8) Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir.
9) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10) Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11) Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

f. Penanganan antonia uteri


Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan
umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis,
atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus
dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
1) Sikap tradelenburg, memasang venous ine dan memberikan oksigen
2) Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
a) Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
b) Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, / s.c
c) Memberikan derivat prostaglandin
d) Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal

119
e) Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
f) Kompresi aorta abdominalis
3) Bila semua tindakan itu gagal , maka dipersiapkan untuk dilakukan
tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.

Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :

1) Robekan perineum tingkat I


Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan
memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur dengan cara jahitan
angka delapan ( figure of eight)
2) Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat
1 atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau
bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan
terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2
djepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah
pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
3) Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum
yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum
rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan
dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
4) Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan
untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya
gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang
kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk
melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan dirumah
sakit kabupaten/ kota.

120
Penanganan hematoma :

1) Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya


hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif,
sukup dilakukan kompresi
2) Pada hematoma yang besar lebih2 disertai dengan anemia dan
presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut.
Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yng paling
terengggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma
kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan
mengikat atau menjahti sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan
kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau
dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa
tersebut diluar

Penanganan robekan dinding vagina :

1) Robekan dinding vagian harus dijahit


2) Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk kerumah
sakit.

Penanganan robekan serviks :

Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem
fenster. Kemudian serviks ditarik sedikti untuk menentukan letak
robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut
kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan.

Penanganan retensio plasenta :

1) Kalau plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum


memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan
maka dilakukan manual plasenta :
a) Tehnik pelepasan plasenta secara manual : alat kelamin luar
pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si
penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia
disingkap, tangan kana masuk secara obsteris ke dalam vagina.

121
Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri
tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh asisten.
b) Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke
pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pnggir yang sudah
terlepas
c) Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta
dilepaskan ialah antara bagian plasena yang sudah terlepas dan
dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.
Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan
dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
2) Plasenta akreta
Terapi : plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara
manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara
manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding
rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.

g. Pencegahan gangguan pembekuan darah :


Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan
memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan utnuk menata
strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan
dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang
rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua
kahamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan,
salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi terhadap
hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki kaeadaan umum dan
mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada
saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal
2) Mengenal faktor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti
mutiparitas, anak besar, hamil kembar hidramnion, bekas seksio, ada
riwayat perdarahan pasca persalinan sbelumnya dan kehamilan
resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan

122
3) Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pecegahan partus
lama
4) Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit
rujukan
5) Kehamilan resiko rendah agar emlahirkan di tenga kesehatan yang
terlatih dan menghindari persalinan dukun
6) Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama mengahdapi
perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaiman
mestinya.

Penanganan sisa plasenta :

1) Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakuakn dengan


kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa
plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan
dirumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim realatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilajutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral
3) Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus
sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian
besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan
4) Lakukan ekplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh isntrument,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi atau
kuretase.
5) Bila kadar Hb 8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hr selama 10
hari.

123
2. Atonia uteri
a. Definisi
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi
setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh,
melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh
darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan.
Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang
terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau
lepas keseluruhan.
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan
bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan
pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun
sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing
serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah
serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan
menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk
berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca
persalinan. Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan
pasca persalinan. Sekitar 50-60% pendarahan pasca persalinan
disebabkan oleh atonia uteri. Faktor-faktor predisposisi atonia uteri
antara lain :
1) Grandemultipara
2) Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat
besar (BB > 4000 gram).
3) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi).
4) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum)
5) Partus lama (exhausted mother)
6) Partus precipitatus
7) Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)
8) Infeksi uterus
9) Anemia berat

124
10) Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi
partus)
11) Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat plasenta manual
12) Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan
mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas.

b. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lembek. Penanganan atonia uteri yaitu :
1) Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d
100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang
dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.
2) Kompresi bimanual
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang
diharapkan dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan kompresi
bimanual pada pada uterus. Tangan kiri penolong dimasukkan ke
dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks
anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita
dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan
ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang
korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan
melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya
terhadap tangan kiri.
3) Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam
kemudian.Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan
lagi karena umumnya dengan dengan usaha-usaha tersebut di atas
pendarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi.
Lagi pula dikhawatirkan bahwa pemberian tamponade yang
dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan
pendarahan dalam uterus dibelakang tampon. Tekanan tampon pada

125
dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang
terbuka; selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada
miometrium untuk berkontraksi.

3. Robekan jalan lahir


a. Definisi
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau
vagina.
1) Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga
serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah
melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan
perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun
kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda
harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat
robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm,
maka robekan tersebut hendaknya dijahit. Untuk memudahkan
penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks
dekat dengan vulva. Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan
klem dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahitan robekan
serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari
cabang – cabang arteria uterine.
2) Perlukaan vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka


perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah

126
persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan
spekulum.

3) Kolpaporeksis

Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada


bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang
disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus
dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang
panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina,
jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina
pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan
yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa
timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan
tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus
uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke
atas.

4) Fistula

Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang


karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak
diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena
perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum,
misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena
robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung
kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa
fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.

5) Robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan


pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas

127
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito
bregmatika. Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai,
ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai
kontraksi uterus yang kuat. Tingkatan robekan pada perineum :

a) Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek


b) Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis
tengah terluka.
c) Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-
kadang dinding depan rektum.

Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan


peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di
garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan
menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri.

b. Penatalaksanaan :
1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi
dansumber perdarahan.
2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
4) Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal
terhadap operator.
5) Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian
rektum) dilakuakan penjahitan lapis demi lapis dengan bantua busi
pada rektum, sebagai berikut :
a) Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan.Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan
jahitan dan simpul submukosa menggunakan benang poliglikolik

128
no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke spingter ani. Jepit kedua spingter
ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
b) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa
dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara
jelujur.Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub
mukosa dan sub kutikuler. Berikan antibiotika profilaksis
(ampisilin 2g dan metronidazol 1g per oral). Terapi penuh
antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau
dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi
yang jelas.

G. Syok
1. Pengertian Syok
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke
dalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.
Penyebab syok dalam kebidanan terbanyak adalah perdarahan, lalu
neurogenik, kardiogenik, endotoksik, anafilaktik, dan penyebab syok lain
seperti emboli air ketuban. Gejala klinik pada umumnya sama, yaitu
tekanan darah turun, nadi cepat dan lemah, pucat, keringat dingin, sianosis
jari, sesak, penglihatan kabur, gelisah, dan oligouri.

2. Jenis - Jenis Syok


a. Syok Hemoragik
Adalah syok yang disebabkan perdarahan yang banyak, yang
dapat disebabkan oleh perdarahan pada kehamilan muda, antepartum,
atau pasca persalinan. Gejala klinik tergantung jumlah perdarahan yang
terjadi. Tanda syok ringan dapat ditemukan dengan tilt test yaitu terjadi
hipotensi bila duduk dan atau takikardi, sedangkan saat berbaring masih
normal.

129
b. Syok Endotoksik (Syok Septik)
Adalah suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan
oleh lepasnya toksin. Sebagian besar disebabkan bakteri gram negatif
(E.Coli, Pseudomonas Aeruginosa, Klebsiela), dapat juga disebabkan
oleh bakteri gram positif, virus, atau jamur.
c. Syok Kardiogenik
Adalah syok yang terjadi karena kontraksi otot jantung yang tidak
efektif, yang disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan
jantung. Penyebab utama adalah penyakit pembuluh darah berat pada
penyakit katup jantung. Tanda klinis : dilatasi vena leher, dispnea,
desah sistol dan diastol, dan edema menyeluruh.
d. Syok Neurogenik
Adalah syok yang terjadi karena rasa sakit yang berat. Dapat
disebabkan oleh KET, solusio plasenta, persalinan dengan forseps,
ruptur uteri, inversi uteri akut, dll.
e. Syok Anafilaktik
Adalah syok yang terjadi akibat hipersensitif/alergi obat.
f. Emboli Air Ketuban
Adalah masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi ibu,
menyebabkan kolaps pada ibu saat persalinan
g. Syok hemoragik,
Yaitu syok karena pendarahan yang banyak.Penyebabnya pada
kehamilan muda ; abortus, kehamilan ektopik, penyakit tropoblas (mola
hidatidosa), kehamilan antepartum; plasenta previa, solusia plasenta,
ruptur uteri, pasca persalinan; atonia uteri, laserasi jalan lahir.
Syok neurogenik, yaitu karena rasa sakit yang hebat.
Penyebabnya berupa kehamilan ektopik, solusio plasenta, persalinan
dengan forsep atau persalinan letak sungsang dimana pembukaan
serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar, ruptur uteri, inversio
uteri akut, pecah ketuban pada polihidramnion, ataupun splanchnic
syok.

130
h. Syok kardiogenik
Yaitu syok karena kontraksi otot jantung yang tidakefektif. Bisa
disebabkan karena infark otot jantung atau kegagalan jantung.
1) Syok endotoksik atau septik, yaitu gangguan menyeluruh pembuluh
darah disebabkan oleh lepasnya toksin. Penyebab tersering adalah
bakteri gram negatif. Sering dijumpai pada abortus septik,
koriamnionitis dan infeksi pasca persalinan.
2) Syok anafilaktik, yaitu karena alergi atau hipersensitivitas terhadap
obat-obatan.

3. Penanganan
Jika terjadi syok, tindakan yang harus segera dilakukan antara lain
sebagai berikut:
a. Cari dan hentikan segera penyebab perdarahan
b. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen atau pasang selang
endotrakheal.
c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi
sentral.
d. Pasang 2 set infuse atau lebih untuk transfuse, cairan infuse dan obat-
obat.
e. IV bagi pasien yang syok. Jika sulit mencari vena, lakukan/pasang
kanul intrafemoral.
f. Kembalikan volume darah dengan:
1) Darah segar (whole blood) dengan cross-metched dari grup yang
sama, kalau tidak tersedia berikan darah O sebagai life-saving
2) Larutan kristaloid: seperti ringer laktat, larutan garam fisiologis
atau glukosa 5%. Larutan-larutan ini mmempunyai waktu paruh
(half life) yang pendek dan pemberian yang berlebihan dapat
menyebabkan edema paru
3) Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma
protein fraction), atau plasma segar.

131
g. Terapi obat-obatan
1) Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan
jaringan atau gelisah
2) Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV
pelan-pelan. Cara kerjanya masih kontroversial, dapat menurunkan
resistensi perifer dan meningkatkan kerja jantung vdan
meningkatkan perfusi jaringan
3) Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
4) Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan
perfusi renal.
a) Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama
b) Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml
glukosa 5% IV infuse pelan-pelan

132
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan pada ibu bersalin kala I terdiri dari partus lama,
rupture uteri, tali pusat menumbung, distosia karena kelalaian presentasi dan
posisi (puncak kepala, dahi, muka, persisten olsipito posterior), distosia
karena kelalaian tenaga/HIS, distosia karena kelalaian alat kandungan,
distosia karena kelalaian jalan lahir. Kegawatdaruratan pada ibu bersalin kala
II terdiri dari kala II lama, kala II memanjang, distosia bahu,vakum dan
forcep, letak sungsang, brach dan manual aid, ekstraksi bokong dan ekstraksi
kaki.

Kegawatdaruratan pada ibu bersalin kala III terdiri dari retensio


plasenta, emboli air ketuban, dan inversion uteri. Kegawatdaruratan pada ibu
bersalin kala III terdiri dari HPP, Atonia uteri, dan robekan jalan lahir.

B. Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka
kegawatdaruratan pada ibu bersalin haruslah ditangani dengan cepat dan
tepat. Penanganan yang tepat dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di
Indonesia. Maka, dengan mempelajari dan memahami kegawatdaruratan pada
ibu bersalin, diharapkan bidan dapat memberikan penanganan yang maksimal
dan sesuai standar demi kesehatan ibu dan anak.

133
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Winjosastro Hanifa, SpOG.2005. Ilmu Kebidanan, Cetakan


ketujuh, Edisi Ketiga, Jakarta : Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Yayasan Bina.
Prof.Dr. Heller Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan
Obstetri, cetakan kelima, Edisi pertama, Jakarta : Buku Kedokteran.
Prof. Dr. Basri Saifuddin, SpOG, Mph.2002. Buku panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo.
Fadlun dan Achmad Feryanto. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta :
Salemba medika.
Mohtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Ed.2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Pt Bina Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

134

You might also like