You are on page 1of 6

ANALISA KASUS KEMATIAN

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum-sum tulang,
ditandai oleh ploriferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam
darah tepi. Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia
myeloblastik akut (LMA).1 Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari
keganasan. Insiden rata-rata 4-4.5 kasus pertahun per 100.000 anak dibawah 15 tahun.
Pengobatan dengan kemoterapi merupakan terapi kuratif utama pada leukemia.1-3 LLA
diklasifikasi menjadi dua, yaitu berdasarkan morfologi, imunofenotipe, dan gambaran
sitogenetik. Klasifikasi yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan sistem FAB
(French-American-British). Gambaran menurut sistem FAB dibagi menjadi 3 yaitu, L1 terdiri
dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak
dan sitoplasma sempit, L2 sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih
besar dengan satu atau lebih anak inti dan L3 sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin
berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.1-3
Pasien kontrol rutin di poliklinklik Hemato-Onkologi RSDM dengan diagnosa ALL L2 HARI
fase konsolidasi minggu ke 12 saat ini pasien berusia 1 tahun 5 bulan.

Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan
yang paling sering ditemukan berupa ptekie, purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40–70%
penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Manifestasi perdarahan ini muncul sebagai
akibat dari berbagai kelainan hemostasis dan salah satu penyebab tersering perdarahan pada
leukemia adalah trombositopenia. Perdarahan akibat trombositopenia merupakan komplikasi
paling sering dari leukemia akut. Manifestasi perdarahan akibat trombositopenia dapat berupa
ptekie atau purpura, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, menorrhagi hingga
perdarahan otak. 4-5

Trombosit harus dalam jumlah yang adekuat untuk mempertahankan hemostasis


normal. Pada keadaan normal jumlah trombosit darah berkisar 150.000 – 400.000/mm3.
Trombositopenia adalah istilah untuk jumlah trombosit yang kurang dari nilai normal tersebut.
Trombositopenia biasanya tidak mempunyai manifestasi klinis hingga jumlah trombosit
100.000/mm3, bahkan hingga 50.000/mm3 sekalipun. Perdarahan spontan biasanya baru
terlihat pada jumlah trombosit < 20.000/mm3.6-7
Berkurangnya jumlah trombosit pada
 leukemia akut biasanya merupakan akibat

infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi. Proses infiltrasi di sumsum tulang mengakibatkan
sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit
yang berakibat menurunnya produksi trombosit. Kemoterapi bekerja dengan merusak sel
kanker dan juga dapat menghambat sel normal yang berdampak pada kinerja dari sel tersebut.4
Salah satu yang dapat dihambat adalah perkembangan sel induk darah normal
(myelossuppresive). Adanya hal tersebut dapat menyebabkan gangguan hematologi selama
terapi LLA. Gangguan hematologi dapat berupa ketidaknormalan pada sel darah perifer seperti
anemia dan trombositopenia. Gangguan hematologi dapat mempengaruhi mortalitas dan
morbiditas pasien.8-10 Pada penelitian yang dilakukan oleh pertiwi dkk, tentang gannguan
hematologi akibat kemoterapi pada anak dengan leukemia limfositik akut dirumah sakit umum
pusat sanglah didapatkan hasil dari 17 pasien yang menjalani kemoterapi fase induski dan
konsolidasi di RSU Sanglah Denpasar didapatkan 8 pasien mengalami anemia, 6 pasien
mengalami anemia dan trombositopenia, 3 tidak didapatkan kelainan.11 Pasien pada kasus ini
menderita LLA sejak 4 bulan yang lalu dan saat ini mendapatkan kemoterapi fase konsolidasi
minggu ke 12, dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan hasil anemia dengan
jumlah trombosit kurang dari 20 ribu dimana manifestasi perdarahan yang ditemukan berupa
melena dan pada pasien juga dicurigai dengan perdarahan intracranial.

Perdarahan intracranial adalah komplikasi relative yang paling umum terjadi pada
pasien leukemia dengan angka kejadian yang diperkirakan mencapai 15%. Penyebab
perdarahan intracranial pada pasien leukemia disebabkan oleh banyak factor antara lain
gangguan dinding pembuluh darah akibat infiltrasi sel leukosit, trombositopenia, disfungsi
trombosit, dan koagulopati. Trombositopenia merupakan penyebab perdarahan intracranial
yang paling sering pada pasien dengan leukemia. Prevalensi trombositpenia pada pasien
dengan leukemia yaitu 40-65% dari populasi umum leukemia dimana 93%dari populasi
tersebut adalah trombositopenia dengan perdarahan intracranial.13

Perdarahan intracranial biasaanya diakibatkan pecah atau rusaknya pembuluh darah di


otak. Darah yang banyak pada daerah otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial yang mana dapat merusak sel otak. Intracranial dapat terjadi pada beberapa area
otak dan yang paling sering adalah, basal ganglia, cerebellum, batang otak dan koretk cerebri.
Pada perdarahan intracranial dapat menimbulkan beberapa gejala awal yaitu penurunan
kesadaran, parese sebagian tubuh, sakit kepala, mual- muntah, dan kejang. Pada perdarahan
intracranial perlu untuk dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI untuk melihat lokasi dan
luasnya area perdarahan serta untuk rencana pengobatan selanjutnya. Pada pasien dicurigai
sebuah perdarahan intracranial sebab didapatakan gejala mual-muntah, penurunan kesadaran
serta kejang. Pasien juga didapatkan trombositopenia diamana pada pasien leukemia dengan
trombositopenia sering didiapatkan kejadian perdarahan intracranial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B H, Sutaryo, Ugrasena I. Buku Ajar Hematologi-Onkologi anak. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.
2. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Leukemia. Leukemia. Tubengen D, penyunting
dalam: nelson textbook of pediatric. Edisi ke 20. Philadelphia 2016
3. Dipiro, J.T., R.L Talbert, G.C. Yee, B.G. Wells, and L. M. Posey. 2005.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Sixth Edition. McGraw-Hill
Companies Inc.: United Stated on America. Pages: 2485- 2511.
4. Dalimoenthe NZ. Kelainan hemostasis pada keganasan hematologi. Dalam:
Suryaatmadja M, ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta: Bagian

Patologi Klinik FKUI. 2005;129-148. 


5. Nand S, Messmore H. Hemostasis in malignancy. Am J Hematol. 1990;35(1):45-55. 


6. Wirawan R. Diagnosis keganasan darah dan sumsum tulang. Dalam: Suryaatmadja, ed.
Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta: Bagian Patologi Klinik FKUI.
2003;129- 150.
7. Liles DK, Knupp CL. Quantitative and qualitative platelet disorder and vascular
disorders. In: Harmening DM, eds. Clinical hematology and fundamental of hemostasis
edition 4. Philadelphia: FA. Davis Company. 2002;471-93.
8. Balis FM, Holcenberg JS, Blaney SM. General Principles of Chemotherapy. Dalam:
Pizzo PA, Poplack DG, penyunting. Principles and practice of pediatric oncology. Edisi

ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. h. 237-308.


9. Maria A. Efek samping sitostatika dan penanggulangan- nya. Dalam: Wahidiyat I,


Gatot D, Mangunatmadja I, penyunting. Perkembangan mutakhir penyakit hematologi
onkologi anak. Naskah lengkap Pendidikan Berkala Ilmu Kesehatan Anak XXIV.
FKUI; 1991 6-7 September; Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1991.
10. National Cancer Institute. Chemotherapy for childhood cancers (diakses 3 Juni 2007).

Didapat dari http:// ctep.cancer.gov/reporting/ctc.html 


11. Pertiwi, N.M.I., Niruri, R. dan Ariawati, K. 2013, Gangguan Hematologi Akibat
Kemoterapi pada Anak Dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah, Jurnal Farmasi Udayana. 2(3): 59-64.
12. Graus F, Rogers LR, Posner JB: Cerebrovascular complica- tions in patients with
cancer. Medicine (Baltimore) 64:16– 35, 1985

You might also like