You are on page 1of 24

TUGAS PERANCANGAN PABRIK 1

PRODUK DAN KAPASITAS PABRIK

Disusun oleh :
1. Amareta Frida Pratiwi (H0914004)
2. Cynthia Yunidya Arivia (H0914017)
3. Isti Mudalifah (H0914044)
4. Kartika Kusuma Wardani (H0914046)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Produk
Flouvera merupakan tepung produksi PT. Empat Pilar Sejahtera (EPS)
Squad Company yang diolah dari Aloe vera atau lidah buaya dan telah
mengalami penguapan serta pengeringan sehingga sebagian besar air berkurang
yang dapat memperpanjang umur simpan dan dikemas menggunakan kemasan
alumunium foil.
Menurut Akbar (2015), tepung adalah partikel padat yang berbentuk
butiran halus atau sangat halus tergantung proses penggilingannya. Tepung
dapat berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka
dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan
tepung ikan. Tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah
tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung beras,
tepung kasava, tepung ubi jalar dan sebagainya, dan tepung komposit yaitu
tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan. Misalnya tepung
komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau tepung
komposit kasava-terigu-pisang. Teknologi tepung merupakan salah satu proses
alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan,
mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk,
dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba
praktis (Widowati, 2009).
Keunggulan dari Flouvera jika dibandingkan dengan tepung pada
umumnya yaitu terletak pada kandungan nutrisinya. Unsur utama dari cairan
lidah buaya adalah aloin, emodin, resin, gum dan unsur lainnya seperti minyak
atsiri yang tidak terdapat pada gandum, jagung, dan singkong. Dari segi
kandungan nutrisi, gel atau lendir daun lidah buaya mengandung beberapa
mineral seperti Zn, K, Fe, dan vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B12, C, E,
inositol, asam folat, dan kholin. Gel lidah buaya mengandung 17 jenis asam
amino penting. Lidah buaya terbukti dapat menurunkan kadar gula darah pada
penderita diabetes (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Karakteristik Flouvera yang
tidak jauh berbeda dari tepung terigu dengan kandungan gulanya yang tidak
terlalu tinggi dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu bagi penderita
diabetes atau konsumen yang ingin mengurangi kadar gula pada makanan.
B. Sejarah dan Perkembangan Produk
Makanan berbasis gandum atau tepung terigu telah menjadi makanan
pokok banyak Negara. Ketersediaannya yang melimpah di pasaran dunia,
proteinnya yang tinggi, harganya yang relatif tidak mahal dan pengolahannya
yang praktis mudah telah menjadikan makanan berbasis tepung terigu
merambah cepat keberbagai Negara. Negara-negara pengekspor gandum juga
cukup banyak antara lain, Australia, Kanada, Amerika, Rusia, Cina, dan masih
banyak lagi.
Makanan berbasis tepung terigu telah dikonsumsi mayarakat diseluruh
dunia. Harga yang relatif murah dan penggunaannya yang mudah menjadikan
tepung terigu menjadi produk yang banyak dicari dan digunakan. Kata terigu
berasal dari kata serapan bahasa Portugis, trigo, yang berarti gandum. Secara
singkat, pembuatan tepung terigu diawali dari pembersihan, penggilingan, dan
pengayakan menjadi bubuk halus.
Tepung yang biasa beredar dipasaran umumnya terbuat dari biji
gandum yang biasa disebut tepung terigu. Tepung terigu adalah bubuk halus
yang berasal dari biji gandum yang mengalami proses penggilingan dan
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue kering, mie ataupun roti
Dewasa ini banyak dikembangkan tepung yang berasal dari hasil tanaman yang
banyak tumbuh di Indonesia. Bagian yang digunakan untuk dijadikan tepung
bisa berasal dari daging buah, biji buah, maupun kulit buah itu sendiri.
Contohnya tepung labu kuning, tepung kacang hijau, tepung biji nangka,
tepung ubi jalar, dan tepung pisang Raja (Supriyadi dan Pangesthi, 2014).
C. Pemanfaatan Produk
Terigu merupakan hasil pengolahan biji gandum yang umum digunakan
sebagai bahan baku berbagai produk pangan. Pemanfaatan terigu di Indonesia
oleh industri pengolahan pangan meliputi bahan untuk pembuat roti, mie, cakes,
cookies, chips, keperluan rumah tangga, dan industri kayu lapis
(Yuliatmoko, 2012). Tepung yang biasa digunakan dalam produk olahan
pangan saat ini adalah tepung terigu, hal tersebut disebabkan karena tepung
terigu itu sendiri memiliki kandungan protein berkisar 12-14% yang ideal dan
untuk pembuatan roti dan mi, 10,5-11,5% untuk biskuit, pastry/pie dan donat
sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer menggunakan terigu yang
berprotein 8-9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua
makanan (Prabowo, 2010).
Lidah buaya (Aloe vera Linn.) merupakan tanaman suku Liliaceae asli
Afrika yang dapat tumbuh dengan mudah di daerah tropis dengan lahan
berpasir dan sedikit air serta memiliki pertumbuhan yang mudah dan cepat. Gel
atau daging daun Aloe verra Linn. mengandung 18 jenis asam amino terutama
leusin, lisin, valin, dan histidin; enzim-enzim sepertienzim proteolitik,
karboksipeptidase, katalase, dan oksidase; vitamin-vitamin berupa vitamin
C,vitamin B12, vitamin B6, vitamin A, niasin, dan kholin; mineral-mineral
berupa kalsium, besi, belerang, fosfor, mangan, alumunium, silika, boron, dan
barium; karbohidrat berupa glukomanan, arabinan, galaktan, D-glukosa, D-
manosa, arabinosa, galaktosa, dan xylosa; dan komponen spesifik senyawa
glikosida antrakinon berupa aloin, barbaloin, asam aloetat, dan emodin dalam
kadar yang sangat kecil. Bahkan beberapa peneliti lain meyakini bahwa gel ini
mengandung stimulator biogenik untuk epitelisasi berupa heteroauksin, asam
fenilindoasetat, glioksidiuresida, dan alantoin. Khasiat dan penggunaan Aloe
vera Linn. sangat bervariasi yaitu sebagai laksatif, biogenic stimulator yang
mempercepat proses reepitelisasi jaringan, penyubur rambut, antibakteri,
antiviral, dan antifungi, arthritis dan rematik, tukak lambung dan gangguan
pencernaan, hepatoprotektor, menurunkan kadar lemak dalam darah dan
imunomodulator (Padmadisastra, 2003).
Selain itu, lidah buaya juga dapat menurunkan kolestrol LDL dan
meningkatkan kolesterol HDL. Penelitian yang dilakukan oleh Subbiah
Rajasekaran dkk di India menunjukkan bahwa lidah buaya dapat menurunkan
profi lipid dalam darah dan menurunkan kadar glukosa dalam darah secara
signifikan. Kandungan Aloe vera yang dapat menurunkan kolesterol LDL dan
meningkatkan kolestrol HDL adalah serat larutair yaitu glukomanan,
antioksidan, flavonoid, niasin, vitamin C, magnesium, selenium, dan zinc
(Sianipar, 2012).
Penggunaan lidah buaya (Aloe vera Linn.) dalam bidang pangan antara
lain digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan puding, jus, nata de aloe,
edibel film, dan komposit pati (Maghfur, 2015). Penelitian pada tikus yang
dilakukan oleh Hermawan Istiadi, jus Aloe vera menunjukkan terjadinya
penurunan kadar kolesterol LDL sebesar 11,85% (2ml/hari) dan peningkatan
kadar kolesterol HDL sebesar 32,95 % (2 ml/hari).Penelitian yang sama juga
dilakukan Umi Kotiah pada tahun 2007 yang juga menunjukkan terjadinya
penurunan kadar kolesterol LDL sebesar 73,1% (1ml/hari) dan peningkatan
kadar kolesterol HDL sebesar 21,68 % (1 ml/hari) dengan pemberian ekstrak
lidah buaya (Sianipar, 2012).
D. Perkiraan Kebutuhan Produk dan Penentuan Kapasitas Pabrik
Berikut ini merupakan data produksi, konsumsi tepung terigu dari tahun
2011 sampai tahun 2015 di Indonesia :
Tabel 1.1 Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu di Indonesia
Tahun Konsumsi (kg)
2011 271.254.000
2012 222.888.900
2013 232.613.100
2014 251.805.600
2015 397.156.800
Sumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Tahun 2015
Konsumsi Tepung Terigu di Indonesia
450000000
400000000
350000000 397156800
Konsumsi (Kg)

300000000
250000000
271254000
200000000 251805600
222888900 232613100
150000000
100000000 y = 28,072,230.000x + 190,926,990.000
50000000 R² = 0.394
0
0 1 2 3 4 5 6
Tahun ke-

Gambar 1.1 Grafik DataKonsumsi Tepung Terigu di Indonesia Tahun 2011-2015


Berdasarkan Tabel 1.1 data konsumsi tepung terigu selama 5 tahun
terakhir diperoleh analisa konsumsi menggunakan metode regresi linier dengan
persamaan y= 28.072.230x+190.926.990 dan R² = 0,394. Pembuatan pabrik
tepung lidah buaya direncanakan pada tahun 2017, sehingga dengan persamaan
y= 28.072.230x+190.926.990 diperkirakan pada tahun 2017 konsumsi tepung
terigu di Indonesia sebesar 471.649.290 kg, dengan nilai error sebesar 0.
Berikut ini merupakan data produksi, produksi lidah buaya dari tahun
2011 sampai tahun 2015 di Indonesia
Tabel 1.2 Perkembangan Produksi Lidah Buaya di Indonesia
Tahun Konsumsi (kg)
2011 3.958.741
2012 9.740.502
2013 10.599.502
2014 15.191.612
2015 11.225.883
Sumber : Buletin Badan Pusat Statistik Tahun 2015
Data Produksi Lidah Buaya di
Indonesia
16000000
14000000
12000000
Produksi (kg)

10000000
8000000
6000000 y = 1,998,539.400x + 4,147,629.800
4000000 R² = 0.612
2000000
0
0 1 2 3 4 5 6
Tahun ke-

Gambar 1.2 Grafik Data Produksi Lidah Buaya di Indonesia Tahun 2011-2015
Berdasarkan Tabel 1.2 data produksi lidah buaya selama 5 tahun
terakhir diperoleh analisa produksi menggunakan metode regresi linier dengan
persamaan y = 1998539,4x + 4147629,8 dan R2 = 0,612. Pembuatan pabrik
tepung lidah buaya direncanakan pada tahun 2017, sehingga dengan persamaan
y = 1998539,4x + 4147629,8 diperkirakan pada tahun 2017 produksi lidah
buaya di Indonesia sebesar 24.133.023,8 kg, dengan error sebesar 0.
Berikut ini adalah data kapasitas produksi perusahaan-perusahaan
tepung di Indonesia :
Tabel 1.3 Kapasitas Produksi Perusahaan Tepung di Indonesia
No. Nama Perusahaan Kapasitas Produksi (ton)
1. Bogasari Flour Mills 11.766.000
2. Eastern Pearl Flour Mills 2.146.000
3. Sriboga Ratu Raya 1.110.000
4. Panganmas Inti Persada 740.000
5. Lain-lain 238.000
Total 16.000.000
Sumber : Bogasari Flour Mills
Data Kapasitas Produksi Perusahaan
Tepung di Indonesia
5% 1%
7%
Bogasari Flour Mills
13%
Eastern Pearl Flour Mills
Sriboga Ratu Raya
74%
Panganmas Inti Persada
Lain-lain

Gambar 1.3 Grafik Data Kapasitas Produksi Perusahaan Tepung di Indonesia


Berdasarkan Gambar 1.3 PT. Empat Pilar Sejahtera Squad Company
menggunakan peluang pasar sebesar 10% karena perusahaan kami ingin
bersaing dengan Eastern Pearl Flour Mills yang memiliki peluang pasar sebesar
13%. Dari informasi tersebut, maka kapasitas pabrik Flouvera adalah:
KP = Perkiraan permintaan tepung terigu pada tahun 2017 x peluang pasar (%)
x peluang yang ingin diambil (%)
= 387.432.600 kg x 13% x 108 %

= 5.036.623,8 kg/tahun

= 20.985,9325 kg/hari

= 20.985, 9325 kg/hari : 0,5 kg/kemasan


KP = 41.972 kemasan/hari
Jadi, kapasitas produksi untuk produk Flouvera adalah 41.972
kemasan/hari atau 5.036.623,8 kg/tahun. Sementara itu, produksi lidah buaya
pada tahun 2017 diperkirakan sebesar 24.133.023,8 kg. Dari data-data tersebut
dapat diketahui bahwa pada tahun 2017 jumlah produksi lidah buaya dapat
mencukupi kapasitas produksi dari PT. Empat Pilar Sejahtera Squad Company.
E. Lokasi Pabrik
Pada pembuatan suatu pabrik hal yang tidak kalah penting untuk
diperhatikan adalah lokasi pabrik. Lokasi pabrik harus memenuhi beberapa
aspek agar proses produksi dapat berjalan dengan baik dan dapat menghemat
biaya sehingga mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan pabrik
antara lain:
1. Kedekatan dengan sumber bahan baku dan air karena dalam proses
produksi, air dan bahan baku mempunyai fungsi yang sangat penting
karena semua proses produksi menggunakan air dan bahan baku. Jika
lokasi sumber air dan bahan baku dekat dari lokasi pabrik maka tidak
memerlukan biaya yang besar untuk pengadaan air dalam proses produksi.
2. Tenaga kerja mudah diperoleh atau dengan kata lain dapat menjadi suatu
lapangan pekerjaan baru di suatu daerah yang dapat menampung
pengangguran yang ada di daerah tersebut. Pekerja yang dibutuhkan mulai
dari tenaga ahli proses, tenaga ahli pemasaran, sampai dengan tenaga
pekerjanya.
3. Letak pabrik berdasarkan faktor geografis.
4. Kemudahan dalam pendistribusian produk, akan sangat tidak efektif dan
menghabiskan biaya distribusi apabila terdapat banyak hambatan dalam
pendistribusian dari pabrik ke pasar.
5. Masih lebarnya peluang pasar yang ada atau masih sedikit saingan yang
ada pada lokasi pabrik tersebut ditandai dengan sedikitnya pabrik sejenis
yang ada di lingkungan sekitar dan sedikitnya produk sejenis yang ada di
pasar.
6. Lokasi pabrik memungkinkan para investor untuk bersedia
menginvestasikan uang mereka kepada pabrik sehingga proses produksi
tidak akan terganggu. Apabila mempunyai cukup dana maka proses
produksi tidak akan terhambat dan data berjalan dengan lancar.
7. Aspek yang berhubungan dengan hal sanitasi, yaitu lokasi pabrik jauh dari
pemukiman penduduk. Hal ini karena agar limbah dari pabrik ini tidak
mencemari daerah pemukiman penduduk dan tidak mengganggu
kesehatan masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak
langsung, baiik dalam jangka waktu panjang maupun pendek.
Maka dari itu untuk menentukan lokasi suatu pabrik harus
mempertimbangkan baik dari segi finansial, keefektifan, dan kesehatan
terhadap proses produksi. Setelah melihat beberapa aspek diatas maka
kami memilih Kawasan Industri Landak/Mandor (KIM), Kecamatan
Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat sebagai tempat pendirian
pabrik karena masih terdapatnya peluang pasar, letak geografis yang
mendukung, banyaknya sumber daya manusia yang ada sehingga bisa
menjadi pekerja. Pendirian pabrik di daerah ini juga dapat menarik para
investor untuk bersedia berinvestasi karena banyaknya lahan yang masih
tersedia. Alasan utama pendirian pabrik pada daerah ini adalah karena
daerah ini dekat dengan sumber bahan baku yaitu lidah buaya. Kota
Pontianak terkenal sebagai penghasil lidah buaya terbesar di Indonesia.
Dalam penentuan lokasi pabrik ini, ada 2 alternatif lokasi yang
dipilih yaitu lokasi pertama berada di Kawasan Industri Landak/Mandor
(KIM), Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dan
lokasi kedua berada di Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak,
Kalimantan Barat. Kedua alternatif lokasi tersebut, dipilih lokasi mana
yang memberikan nilai paling tinggi dilihat dari faktor kestrategisan
lokasi, ketersediaan bahan baku, jarak dengan pasar, ketersediaan air dan
energi, keamanan, Sumber Daya Manusia (SDM), pajak dan izin usaha,
serta fasilitas transportasi dan komunikasi. Metode yang digunakan dalam
penentuan lokasi pabrik adalah metode ranking.
Tabel 1.3 Pembobotan dalam Penentuan Lokasi Pabrik
Poin Lokasi Pabrik Nilai
0 Lokasi tidak strategis 0
1 Lokasi agak strategis 100
2 Lokasi cukup strategis 175
Maks Lokasi sangat strategis 250
Tabel 1.4 Pembobotan dalam Penentuan Ketersediaan Bahan Baku
Poin Ketersediaan Bahan Baku Nilai
0 Tidak ada supply bahan baku 0
1 Sangat jauh dari supply bahan baku 100
2 Agak jauh dari supply bahan baku 175
Maks Dekat dengan supply bahan baku 250

Tabel 1.5 Pembobotan dalam Penentuan Jarak dengan Pasar


Poin Jarak dengan Pasar Nilai
0 Tidak ada pasar 0
1 Jauh dari pasar 75
2 Dekat tapi sulit dijangkau 150
Maks Dekat dan mudah terjangkau 250

Tabel 1.6 Pembobotan dalam Penentuan Ketersediaan Air dan Energi


Poin Ketersediaan Air dan Energi Nilai
0 Tidak ada sumber air dan energi 0
1 Ada sumber air, tidak ada energi 75
2 Ada sumber energi, tidak ada air 150
Maks Ada sumber air dan energi 250

Tabel 1.7 Pembobotan dalam Penentuan Keamanan


Poin Keamanan Nilai
0 Tidak aman 0
1 Kurang aman 75
2 Cukup aman 150
Maks Aman 250

Tabel 1.8 Pembobotan dalam Penentuan Sumber Daya Manusia (SDM)


Poin Sumber Daya Manusia (SDM) Nilai
0 SDM tidak tersedia 0
1 SDM tersedia dalam jumlah sedikit 75
2 SDM tersedia dalam jumlah banyak 150
Maks Sumber Daya Manusia (SDM) 250

Tabel 1.9 Pembobotan dalam Penentuan Pajak dan Izin Usaha


Poin Pajak dan Izin Usaha Nilai
0 Birokrasi sulit 0
1 Birokrasi tidak terlalu sulit 75
Maks Birokrasi mudah 150
Tabel 1.10 Pembobotan dalam Penentuan Fasilitas Transportasi dan
Komunikasi
Poin Fasilitas Transportasi dan Komunikasi Nilai
0 Tidak ada fasilitas 0
1 Fasilitas kurang memadai 75
2 Fasilitas cukup memadai 125
Maks Fasilitas memadai 200
Dari penentuan lokasi menggunakan metode ranking, didapat nilai
untuk lokasi A (Kawasan Industri Landak/Mandor (KIM), Kecamatan
Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat) yaitu 1600 dan nilai untuk
lokasi B (Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat)
yaitu 1525. Sehingga lokasi yang tepat pabrik PT. Empat Pilar Sejahtera
(EPS) Squad Company adalah lokasi A yaitu di Kawasan Industri
Landak/Mandor (KIM), Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan
Barat.
Tabel 1.11 Penilaian Alternatif Lokasi untuk Semua Faktor Penentu
No Nilai
Kawasan Industri Kecamatan Pontianak
Faktor Landak, Kab. Utara, Kota Pontianak
Landak
1 Lokasi pabrik 175 250
2 Ketersediaan bahan baku 175 250
3 Jarak dengan pasar 150 250
4 Ketersediaan air dan energi 250 250
5 Keamanan 250 150
6 Sumber Daya Manusia 250 175
7 Pajak dan Izin Usaha 150 75
8 Fasilitas transportasi dan
200 125
komunikasi
Total 1600 1525
Pemilihan lokasi pabrik yaitu Kawasan Industri Landak/Mandor
(KIM), merupakan lokasi pabrik yang strategis, dimana terletak di Jalur Jalan
Trans Kalimantan dari Pontianak. Lokasi tersebut berjarak kurang lebih 179
km dengan sumber bahan baku yaitu lidah buaya yang diambil dari Tanjung
Hulu, Kecamatan Pontianak Timur, Pontianak. PT. Empat Pilar Sejahtera
(EPS) Squad Company menggunakan supplier pertama lidah buaya yang
berasal dari Tanjung Hulu, Kecamatan Pontianak Timur, Pontianak.
Sementara itu, supplier kedua didapat dari Kecamatan Sungai Raya,
Kabupaten Kubu Raya, Pontianak. Selain itu, jarak sumber air dengan
alternatif lokasi pertama juga dekat. Sumber air untuk proses produksi didapat
dari sumber mata air yang berada di Danau Sebatik dan Keladi yang berjarak
kurang lebih 3-4 km dari lokasi Kawasan Industri Landak/Mandor (KIM).
PDAM dengan kapasitas produksi 16.864,22 l/dtk. Pelayanan prasarana
telekomunikasi dikelola oleh PT. Telkom. Ketersediaan listrik di daerah
Landak sangat memadai, mengingat kawasan tersebut merupakan kawasan
industri. Pasokan listrik berasal dari PLTU 1 Kalbar-Parit Pontianak 2 x 50
MW dan PLTU Parit Berkat Pontianak 2 x 25 MW. Dari segi ketersediaan
tenaga kerja, lokasi memiliki kualitas sumber daya manusia yang lebih baik
dibandingkan dengan alternatif lainnya karena potensi tenaga kerja yang
dimiliki oleh Kabupaten Landak sesuai untuk mendukung pengembangan
sebuah kawasan industri. Selain itu, pasokan tenaga kerja juga dapat berasal
dari wilayah sekitar Kabupaten Landak. Dilihat dari lokasi pabrik yang
strategis, hal ini dapat memberikan kemudahan bagi proses pendistribusian
produk. Dari segi ketersediaan tenaga kerja, alternatif lokasi kedua memiliki
kualitas sumber daya manusia yang cukup baik. Hal ini dikarenakan wilayah
penduduk sekitar dekat dengan pusat kota. Untuk upah minimum regional,
menurut Tribun (2016) daerah Kabupaten Landak tergolong cukup tinggi
apabila dibandingkan dengan lokasi lain yaitu sebesar Rp 1.801.583,-. Peluang
pasar di lokasi Kabupaten Landak masih cukup besar karena belum adanya
produsen pesaing yang berada di lokasi tersebut. Kebanyakan pabrik di
Kawasan Industri Landak/Mandor (KIM) bergerak di bidang pengolahan karet
karena karet merupakan leading sector di daerah tersebut. Sementara itu, dari
segi sanitasi, lokasi pabrik di Kabupaten Landak sudah cukup memenuhi
kriteria karena Kawasan Industri Landak/Mandor (KIM) merupakan sebuah
kawasan industri yang masih tergolong baru. Lokasi untuk pabrik memiliki
luas tanah sebesar 10.000 m2.
Gambar 1.4 Peta Lokasi Pabrik Pabrik
BAB II
SELEKSI DAN URAIAN PROSES
A. Uraian Proses Secara Umum
Lidah buaya

Penyimpanan

Lidah buaya
Pensortiran cacat dan busuk

Penghilangan bagian Bagian ujung dan


tak terpakai ekor lidah buaya

Pencucian

Kulit lidah
Pengupasan
buaya

CaCl2 Penambahan

Penghancuran

Bubur lidah buaya

Dekstrin Penambahan

Pasteurisasi

Pengeringan

Tepung lidah buaya


Proses produksi Flouvera oleh PT. Empat Pilar Sejahtera (EPS) Squad
Company diawali dengan proses distribusi lidah buaya yang diambil dari
supplier kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan. Proses pengolahan
diawali dengan sortasi lidah buaya yang dilakukan secara manual oleh para
pekerja. Bahan yang mengalami kerusakan fisik saat proses pendistribusian
maupun penyimpanan tidak digunakan sebagai bahan baku. Selain penyortiran
kualitas, lidah buaya juga dihilangkan bagian pangkal dan ujungnya serta
bagian samping yang bergerigi menggunakan pisau. Ukuran lidah buaya yang
digunakan kira-kira panjangnya 60-70 cm dengan tebal 5-7 cm. Setelah sortasi,
lidah buaya akan dibawa oleh belt conveyor menuju brush washer. Brush
washer adalah rangkaian tangki pencuci yang dilengkapi dengan sikat yang
bisa beputar. Kemudian setelah dibersihkan menggunakan sikat berputar, lidah
buaya dibilas dalam rinse tank. Tujuan adanya tangki pencuci ini adalah untuk
membersihkan kotoran yang berupa tanah sebelum masuk ke proses
selanjutnya.
Melalui belt conveyor, lidah buaya yang sudah bersih dibawa ke mesin
fillet untuk mengupas kulitnya. Mesin fillet dilengkapi dengan pembalik yang
bisa membalikkan lidah buaya ke sisi yang lain. Mesin fillet dapat mengupas
permukaan kulit lidah buaya dalam sekali sayatan. Dari proses pengupasan
tersebut dihasilkan daging lidah buaya dan limbah berupa kulit lidah buaya.
Kulit lidah buaya akan masuk ke sanitary grinder untuk memperkecil ukuran.
Limbah tersebut dikumpulkan dan diperjualbelikan dengan harga murah
kepada warga sekitar yang memanfaatkannya sebagai bahan pupuk organik.
Daging lidah buaya yang keluar dari mesin pengupas relatif bebas dari
aloin. Aloin adalah zat berwarna kuning yang berbau khas yang terlihat bila
kita memotong daun lidah buaya. Daging lidah buaya yang terpisah dari
limbah, akan dibawa ke soak tank conveyor untuk direndam dalam larutan
CaCl2. Tujuan dari perendaman tersebut adalahuntuk mencegah terjadinya
pencoklatan pada daging lidah buaya. Daging lidah buaya kemudian masuk ke
hammer mill untuk dihancurkan hingga menjadi cairan (juice) yang bisa
dipompa. Juice ini kemudian diendapkan dan ditambah dekstrin sebagai
pengental dalam sebuah chamber. Juice hasil pengendapan, harus langsung
dipasteurisasi untuk membunuh sisa mikroorgamisme, tanpa merusak
kandungan alami dari lidah buaya. Metode pasteurisasi yang paling baik
digunakan adalah HTST (High Temperature Short Time), dimana juice ini
dipanaskan sampai dengan suhu 75˚C dalam waktu 1-3 menit.
Proses selanjutnya untuk mendapatkan produk tepung Aloe vera yaitu
pengeringan dengan menggunakan spray dryer. Juice lidah buaya yang telah
dikentalkan disemprotkan menggunakan nozzle dari bagian atas spray dryer.
Sementara itu, udara panas akan dihembuskan dari bagian bawah spray dryer
untuk menguapkan air yang ada dalam juice. Hasil tepung lidah buaya akan
keluar dari bawah spray dryer. Tepung Aloe vera selanjutnya masuk dalam
tahap pengemasan dalam aluminium foil menggunakan mesin filling hooper.
Bahan jadi Flouvera berupa powder diisikan ke dalam aluminium foil
kemudian direkatkan secara vertikal jaw (long seal) dan horizontal jaw (cross
seal) dengan ukuran 500 g.
B. Seleksi Proses
Dalam pendirian pabrik perlu dilakukan seleksi dari beberapa proses
yang ada. Untuk berbagai pengolahan tersebut perlu adanya seleksi pemilihan
metode pengolahan yang sesuai dengan kebutuhan serta kapasitas pabrik.
Pemilihan metode yang tepat akan menghasilkan produk akhir yang optimal
dan sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan. Dalam pembuatan tepung Aloe
vera, prinsip yang paling utama adalah mengurangi sebagian besar air melalui
proses pengeringan dari juice daging lidah buaya yang telah dipasteurisasi.
Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air (Aw) sehingga
menekan pertumbuhan mikroba. Bakteri dan khamir terhambat
petumbuhannnya pada kadar Aw 0,65, sedangkan bakteri pertumbuhannya
terhambat pada Aw 0,75 (Widodo, 2003). Dalam perkembangannya, dikenal
beberapa metode pengeringan pada pembuatan tepung, yaitu :
1. Pengeringan Spray drying
Metode pengeringan spray drying merupakan metode pengeringan
langsung, paling banyak digunakan dalam industri terutama industri
makanan. Metode ini mampu menghasilkan produk dalam bentuk bubuk
atau serbuk dari bahan-bahan seperti tepung, susu, buah buahan, dll.
Kondisi operasi antara lain udara pengering yang masuk berkisar pada
temperatur 170 ºC dan bahan diatur dengan temperatur 96 ºC. Sebelum
masuk spray dryer, bahan dikentalkan terlebih dahulu sampai mempunyai
total solid 45-50% untuk mempercepat pengeringan dan meningkatkan
kapasitas pengeringan (McCabe, 1993).
Prinsip kerja dari pengeringan dengan metode spray (spray
drying)adalah cairan yang akan dikeringkan dikurangi kadar airnya,
biasanya kadar air dikurangi sampai di bawah 5% dan sebaiknya harus
kurang dari 2% (Buckle, 2010). Proses pada spray dryer terbagi menjadi
dua tahap proses yaitu proses pengeringan dan proses pemisahan powder
dengan udara panas yang terbawa keluar melalui cyclone. Pada saat proses
tersebut akan terjadi perpindahan momentum, perpindahan massa,
perpindahan energi, pola aliran, profil distribusi partikel dan panas yang
timbul di dalam chamber dryer sehingga mempengaruhi dari kualitas
produk yang dihasilkan. Spray dryer banyak digunakan dalam industri
makanan dan farmasi terutama dalam pembuatan skim powder, susu,
makanan bayi, kopi instan, teh, buah-buah kering, jus, enzim, dan vitamin
(Fulamdana, 2012).
Di dalam sebuah menara berbentuk silinder, bahan yang dapat
mengalir (suspensi, pasta) disemprotkan secara kontinyu ke dalam aliran
udara yang panas. Pada saat penghamburan, yang dilakukan dengan
perlengkapan hambur khusus, cairan yang akan dipisahkan segera
menguap. Udara dan bahan yang dikeringkan harus dipisahkan satu dari
yang lain dalam alat pemisah. Pada pengeringan hambur ini digunakan
untuk mendapatkan kabut-kabut cairan, suspensi atau pasta yang
sehomogen mungkin. Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan
perlengkapan hambur yang dibuat khusus dan disesuaikan dengan produk
yang diinginkan. Jenis alat hambur tersebut adalah alat hambur cakram
(disc atomizer) dan alat hambur nozzle (Susilowati, 2009).
Menurut Mujumdar (2006), dalam unit spray dryer terdapat
bagian-bagian yang terdiri dari feed pump, atomizer, pemanas uap
(airheater), drying chamber, dan recovery powder system. Sementara itu,
proses dari spray drying ini sendiri terdiri dari 3 tahapan :
a. Atomisasi
Bahan yang akan dimasukkan dalam alat spray dryer harus
dihomogenisasikan terlebih dahulu agar ukuran droplet yangdihasilkan
seragam dan tidak terjadi penyumbatan atomizer. Selanjutnya bahan
dialirkan kedalam atomizer berupa ring/wheel dengan lubang-lubang
kecil yang berputar. Atomisasi merupakan proses pembentukan
droplet, dimana bahan cair yang akan dikeringkan diubah ukurannya
menjadi partikel (droplet) yang lebih halus. Tujuan dari atomizer ini
adalah untuk memperluas permukaan sehingga pengeringan dapat
terjadi lebih cepat. Pada industri makanan, luas permukaan droplet
setelah melalui atomizer adalah mencapai 1-400 mikrometer.
b. Kontak droplet dengan udara pengering dan pengeringan droplet
Pada sebagian besar spray dryer, nozzle (atomizer) tersusun
melingkar dan pada tengahnya disemprotkan udara panas bertekanan
tinggi dengan suhu mencapai 300ºC. Udara panas dan droplet hasil
atomisasi disemprotkan ke bawah. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
kontak antara droplet dengan udara panas sehingga terjadi pengeringan
secara simultan. Adanya kontak droplet dengan udara panas
menyebabkan evaporasi kadungan air pada droplet hingga 95%
sehingga dihasilkanbubuk. Bubuk yang telah kering jatuh ke bawah
drying chamber (ruang pengering) yang berukuran tinggi sekitar 25 m
dandiameter 5 m dari atas chamber hingga mencapai dasar hanya
memerlukan waktu selama beberapa detik.
c. Separasi
Udara hasil pengeringan dipisahkan dengan pengambilan udara
yang mengandung serpihan serbuk dalam chamber, selanjutnya udara
akan memasuki separator. Udara hasil pengeringan dan serpihan
serbuk dipisahkan dengan menggunakan gaya sentrifugal. Selanjutnya
udara dibuang, dan serpihan bahan dikembalikan dengan cara di blow
sehingga bergabung lagi dengan produk dalam line proses. Alat
pengering hambur sesuai untuk pengeringan kontinyu untuk produk
dalam kuantitas besar. Keuntungan khusus adalah terjadinya
pengeringan yang sangat baik karena waktu tinggal yang singkat.
Selain itu sering tidak perlu dilakukan lagi pengecilan ukuran bahan
dan dari pengeringan ini dapat diperoleh bentuk-bentuk butir yang
khusus (misalnya partikel-partikel yang mudah dilarutkan, bebas debu,
berpori) (Susilowati, 2009).
2. Pengeringan dengan Freeze Dryer
Freeze drying adalah salah satu metode pengeringan yang paling
menakjubkan. Makanan hasil proses freeze drying dapat dianggap
memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan produk pangan hasil
pengeringan jenis lain, karena freeze drying jika diinginkan dapat
mengembalikan kondisi pangan dengan kandungan air seperti kondisi
awal. Hal penting lain berkaitan dengan freeze drying adalah operasi
proses ini pada suhu yang relatif rendah, dan apabila diaplikasikan pada
bahan pangan yang peka terhadap panas maka bahan pangan tersebut akan
utuh dan tidak rusak. Freeze drying umumnya lebih dapat diterima sebagai
pengawet cita rasa makanan beku yang lebih baik dibandingkan dengan
metode lainnya. Freeze drying memberikan hasil yang baik dalam hal
pengawetan pangan, seperti aroma dan rasa yang tahan lama, memiliki
sifat rehidrasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode
pengeringan lainnya (Pujihastuti, 2009).
Menurut Earle (1969) metode pengeringan beku yaitu dengan cara
bahan diletakkan di atas rak di dalam lemari yang berkehampaan sangat
tinggi. Pada umumnya, bahan pangan dibekukan terlebih dahulu sebelum
dimasukan ke dalam pengering. Panas dipindahkan ke bahan pangan
secara konduksi atau pemancaraan dan udara dipindahkan dengan pompa
hampa udara dan diembunkan. Selama proses berlangsung, dikenal dengan
nama pengering beku yang dipercepat, panas dipindahkan secara
konduksi; lempengan metal yang luas dipasagkan antara bahan pangan dan
piring yang dipanasi untuk memperbaiki perpindahan panas dan
pergerakan uap air. Lempengan bahan pangan harus berbentuk sedemikian
rupa sehingga permukaan rata yang panas dihadapkan pada logam dan
piring untuk memperoleh perpindahan panas yang baik. Pengembun yang
didinginkan dapat dipergunakan untuk mengembunkan uap air.
Freeze dryer merupakan alat atau mesin untuk mengeringkan
bahan dengan pemanasan suhu rendah. Freeze drying atau liofilisasi
adalah proses pengeringan dari bahan cair yang dibekukan, kemudian
diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam suatu
ruangchamber hampa udara.kristal es yang terbentuk pada proses
pembekuan akan mengalami sublimasi jika dipanaskan pada tekanan
hampa. Kemudian bahan atau produk akan bersifat porus dan kualitas dan
senyawa yang ada dalam bahan pangan tetap terjaga.
Prinsip kerja dari freeze drying terdiri dari dua urutan proses, yaitu
proses pembekuan dan proses pengeringan. Dalam hal ini, proses
pengeringan dilakukan setelah kondisi vakum pada suhu sangat rendah,
berlangsung pada saat bahan sudah dalam keadaan beku kemudian
dihilangkan airnya dengan mengubahnya dari bentuk beku (es) ke bentuk
gas (uap air) tanpa melalui fase cair sehingga proses perubahan fase yang
terjadi adalah sublimasi. Sublimasi dapat terjadi jika suhu dan tekanan
ruang sangat rendah yaitu dibawah triplepoint terletak pada suhu 0,01 C
dan tekanan 0,61 kPa, proses pengeringan beku harus dilakukan pada
kondisi dibawah suhu dan tekanan tersebut. Tekanan kerja yang umum
digunakan adalah 60-600 Pa. pada saat proses pembekuan terbentuk
Kristal-kristal es tersebut akan tersublimasi dan meninggalkan rongga
didalam bahan. Keadaan bahan atau senyawa bersifat porus setelah
pengerigan, udah sekali larut dalam air dan terjaga mutu atau kualitasnya
(Anna R dkk, 2013).
Tabel 2.2 Perbandingan Sistem Operasi Susu Bubuk dari Aspek Teknis
Faktor Spray Dryer Freeze Dryer
Operasi tekanan Lebih tinggi Lebih rendah
Proses Kendali proses lebih Kendali proses
mudah lebihsulit
Suhu Tinggi Rendah
Kapasitas Lebih banyak Lebih sedikit
Penurunan senyawa Lebih banyak Lebih sedikit
volatile
Penurunan nilai gizi Lebih banyak Lebih sedikit

Tabel 2.3 Perbandingan Sistem Operasi Susu Bubuk dari Aspek Ekonomis
Faktor Spray Dryer Freeze Dryer
Kebutuhan uap panas Lebih banyak Lebih sedikit
Biaya peralatan Lebih murah Lebih mahal
Biaya Operasional Lebih rendah Lebih tinggi
Waktu Lebih cepat Lebih lama
Energi Lebih tinggi Lebih rendah
Efisiensi energi Lebih efisien Kurang efisien
Dari Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 dapat diketahui perbandingan antara kedua
sistem, sistem pengeringan dengan spray dryer dari aspek teknis
pengoperasiannya lebih mudah dibandingkan dengan freeze dryer yang
pengoperasiannya lebih kompleks. Dalam sistem pengeringan dengan spray dryer
kapasitasnya lebih banyak dibandingkan dengan freeze dryer. Namun pada
pengeringan spray dryer terjadi kehilangan senyawa volatile dalam jumlah yang
lebih besar yang dapat berpengaruh pada aroma produk (Hariadi, 2013).
Kemudian untuk aspek ekonomis, pada sistem pengeringan dengan spray dryer
memiliki efisiensi lebih tinggi dengan waktu pengoperasian yang cepat karena
menggunakan suhu dan tekanan yang tinggi. Selain itu, biaya peralatan dan biaya
operasional dengan menggunakan spray dryer lebih murah dibandingkan dengan
freeze dryer. Berdasarkan perbandingan sistem operasi baik dari aspek teknis
maupun aspek ekonomis antara metode spray drying dengan freeze drying pada
pengeringan tepung Aloe Vera produk Flouvera akan diproses dengan
menggunakan metode spray drying.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Farkhan., Mardiati Sulistyowati, dan Samsu Wasito. 2013. Pengaruh


Penambahan CaCl2 terhadap Yield, Kadar Air, dan Derajat Keasaman
Keju Susu Kambing. Jurnal Ilmiah Peternakan. Vol. 1(1) : 20-24.
Akbar, Muhammad Dery Adhatul. 2015. Pengaruh Waktu dan Suhu Pengering
dengan Oven SN 281272 terhadap Kualitas Produk Tepung Ubi Jalar
Kuning (Ipomea batatas L.). Other thesis, Politeknik Negeri Sriwijaya.
Anna R., Suhandat, Jakaria dan Suharmadi. 2013. Uji Fungsi Freeze Dryer
Radiofarmaka. Prosiding Seminar Penelitian dan Pengelolaan Perangkat
Nuklir ISSN: 1410 – 8178
Badan Pusat Statistik. 2015. Katalog Statistik Tanaman Biofarmaka. Badan Pusat
Statistik Indonesia.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan.
UI Press. Jakarta.
Earle. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya.
Fulamdana, Angga, Iman Mukhaimin, Sugeng Winardi, dan Tantular Nurtono.
2012. Simulasi Karakteristik Hidrodinamika Spray Dryer. JurusanTeknik
Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Hariadi, Purwiyatno. 2013. Freeze Drying Technology for Better Quality and
Flavour of Dried Product. Food Review Indonesia Vol. VIII (2) : 52-57.
Henry, R. 1979. An Update Review of Aloe Vera. Cosm and Toiletries. Page
42−50.
Kementrian Pertanian RI. 2015. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2015. Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Maghfur, M. Iqbal. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Edible Film dari Limbah
Kulit Udang, Lidah Buaya, dan Sorbitol sebagai Alternatif Pengemas
Makanan. Universitas Islam Negeri Maulanan Malik Ibrahim. Malang.
Mujumdar, Arun S. 2006. Handbook of Industrial Drying. National University of
Padmadisastra, Yudi., Sidik, dan Sumi Ajizah. 2003. Formulasi Sediaan Cair Gel
Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) sebagai Minuman Kesehatan. Simposium
Nasional Kimia Bahan Alam III. Bandung.
Prabowo, Bimo. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning dan
Tepung Millet Merah. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Pujihastuti, Isti. 2005. Teknologi Pengawetan Buah Tomat dengan Metode Freeze
Drying. Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang.
Rahmawati, Ita Setiani., Endah Dwi Hastuti, dan Sri Darmanti. 2011. Pengaruh
Perlakuan Konsentrasi Kalsium Klorida (CaCl2) dan Lama Penyimpanan
Terhadap Kadar Asam Askorbat Buah Tomat (Lycopersicum esculentum
Mill.). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XIX(1) : 67-75.
Setyawan, Hendra A. 2016. Daftar Upah Minimun 14 Kabupaten/Kota di Kalbar.
Tribun Pontianak.
Sianipar, Yulika. 2012. Pengaruh Pemberian Jus Lidah Buaya (Aloe vera)
terhadap Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan High
Density Lipoprotein (HDL). Universitas Diponegoro. Semarang.
Singapore. CRC Press Online.
Supriyadi, Anton dan Lucia Tri Pangesthi. 2014. Pengaruh Substitusi Tepung Biji
Nangka (Artocarpus heterphyllus) terhadap Mutu Organoleptik Kue
Onde-Onde Ketawa. E-Jurnal Boga Vol. 3 (1) : 225 – 233.
Syahputra, Ary. 2008. Studi Pembuatan Tepung Lidah Buaya (Aloe vera L.).
Skripsi Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumetera Utara.
Widodo. 2003. Teknologi Proses SusuBubuk. Lacticia Press. Yogyakarta.
Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Tabloid Sinar
Tani.
Winarti, Christina dan Nanan Nurdjanah. 2005. Peluang Tanaman Rempah dan
Obat sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian, Vol.
24(2) : 45-60.

You might also like