You are on page 1of 27

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya


mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km2.
Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan
yang sangat berlimpah (Bahar 2004), salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang
ada di Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis
ada di Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan
dan mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain
yang tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut
rajungan (Bahar 2004).

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak


terdapat di Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai
utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa
Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan
daerah Kalimantan Barat. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di
dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Manfaat
rajungan sebagai bahan pangan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas
tinggi dan memiliki protein cukup tinggi (Suwignyo 1989).
Pengalengan adalah ilmu yang tergolong tua dalam usia, kira-kira lebih dari 175
tahun yang lalu, telah dimulai dan dikembangkan di negara barat, dan kini sudah
mulai berkembang di berbagai negara berkembang. Namun, cara-cara praktek
pengalengan secara baik belum banyak dilakukan oleh industri pengalengan di
Indonesia. Terutama cara-cara perhitungan jumlah panas yang diperlukan
sehingga makanan kaleng bebas dari mikroba pembusuk serta penyebab
keracunan, dan kerusakan gizi serta kerusakan komponen citarasa dapat dihindari
semaksimal mungkin.(Anonim, 2009)
2

Pengalengan daging rajungan ini menggunakan teknologi pengolahan


secara pasteurisasi, yaitu suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses
termal sehingga dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen
tapi tidak semua mikroba dan biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C.
Tahapan proses pengalengan rajungan biasanya meliputi penerimaan, sortasi,
pengecekan akhir bahan baku, pencampuran, pengisian daging, penimbangan,
penutupan kaleng, pengkodean, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan atau
pengepakan, penyimpanan dingin, dan pengangkutan (Moeljanto 1992).

Pengalengan daging rajungan menggunakan kaleng plat timah. Menurut


Julianti dan Nurminah (2007), plat timah (tin plate) adalah bahan yang digunakan
untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan pelapis timah.
Kelebihan dari tin plate adalah mengkilap, kuat, tahan karat dan dapat disolder.
Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi
produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan
dipasarkan.

Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah :

(1) mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga konsumen,

(2) melindungi dan mengawetkan produk seperti melindungi dari sinar ultraviolet,
panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan
mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk, (3) sebagai identitas
produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan
informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan,

(4) meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan


berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), (5) memudahkan pengiriman dan
penyimpanan, (6) menambah daya tarik calon pembeli, (7) sarana informasi dan
iklan, (8) serta memberi kenyamanan bagi pemakai.

Produk akhir pengalengan daging rajungan pasteurisasi yang telah


dikemas membutuhkan ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan mesin
3

pendingin untuk mempertahankan mutu produk sebelum produk diekspor. Ikan


termasuk rajungan mengalami penurunan mutu dengan cepat dan waktu
penyimpanan akan singkat jika ikan tidak ditangani dan disimpan secara tepat
(Ranoemiharjo dan Soeyanto 1991). Penerapan teknologi refrigerasi (suhu rendah)
pada dunia usaha perikanan atau industri perikanan sangat menguntungkan.
Beberapa keuntungan tersebut antara lain: memperpanjang operasi pabrik
pengolahan karena dapat menghimpun stok bahan baku pada waktu musim panen
raya dan memperpanjang waktu penyimpanan dan memperluas jaringan distribusi
(Ilyas 1983). Oleh karena itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai
pengemasan dan penyimpanan produk akhir pada pengalengan daging rajungan
pasteurisasi.

1.2 Ruang Lingkup Penelitian

Pada pembahasan makalah saat ini, penulis akan mencari tahu dan belajar
dari beberapa sumber lainnya tentang rajungan, daging yang terkandung dalam
rajungan, teknik pengalengan rajungan, dan keuntungan pengalengan rajungan.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah agar mengetahui
tentang rajungan, daging yang terkandung, pengalengan pada rajungan dan
keuntungannya.

Sedangkan manfaat yang didapat oleh penulis adalah lebih mengenal


hewan rajungan, mengetahui cara pengalengan rajungan dan keuntungan yang
didapat pada pengalengan rajungan.
4

ISI

2.1 Landasan Teori

1. Rajungan (Portunus pelagicus)

Gambar 1. Rajungan (Portunus pelagicus)


Sumber : http://www.fao.org/figis/species/images/Portunus/por_2629_1.gif

Klasifikasi lengkap dari Rajungan (Portunus pelagicus), menurut


Suwignyo cit Mirzads (2009), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Famili : Portunidae Gambar 2. Rajungan hasil tangkapan


Sumber :
http://wb5.itrademarket.com/pdimage/57/989257_rajungan_r
Genus : Portunus esize.jpg
5

Spesies : Portunus pelagicus

P. pelagicus (Rajungan) adalah kepiting yang berenang dan mempunyai


sepasang kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur
kasar dan lebar yang mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya
panjang dan ramping. Rajungan merupakan binatang aktif, namun ketika sedang
tidak aktif atau dalam keadaan tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam
di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam
pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu karang. Akan tetapi
sekali-kali rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan (Anonim cit
Mirzads, 2009).

Di perairan Indonesia dijumpai ada 1.400 jenis. Jenis-jenis yang umum


dijumpai di perairan Teluk Jakarta adalah rajungan (P. pelagicus) dan kepiting
(Scylla serrata). Di antaranya yang berukuran cukup besar dan bisa dimakan
adalah dari jenis Charybdis feriatus dan Thalamitta prymna (Anonim, 2004).

Rajungan yang bernama latin P. pelagicus, merupakan jenis kepiting yang sangat
popular dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal.
Rajungan merupakan kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut
(Anonim, 2007).

Daging kepiting dan rajungan mempunyai nilai gizi tinggi. Kandungan protein
rajungan lebih tinggi daripada kepiting. Kandugan karbohidrat, kalsium, fosfor,
zat besi, vitamin A, dan vitamin B1. Rata-rata per 100 gram daging kepiting dan
rajungan berturut-turut sebesar 14,1 gram, 210 mg, 1,1 mg, 200 SI, dan 0,05
mg/100 g (Anonim, 2007).

P. pelagicus merupakan jenis yang mempunyai nilai ekspor tinggi dalam bentuk
rajungan beku atau di kemasan dalam kaleng (Anonim, 2004).

2. Pengelompokan Mutu Daging Rajungan

Rajungan yang masih segar memiliki penampakan yang bersih, tidak beraroma
busuk, dagingnya putih mengandung lemak berwarna kuning, dan bebas dari
6

bahan pengawet. Daging rajungan yang mulai membusuk terlihat dari warna
kulitnya yang pucat, terbuka dan merenggang, daging pun mengering, dan tak
terdapat lagi cairan dalam kulit, warna daging berubah kehitam-hitaman dan
berbau busuk (Anonim, 2007)

Menurut BBPMHP cit Mirzads (2009), daging rajungan yang diperoleh biasanya
digolongkan menjadi tiga tingkatan mutu yaitu:

a. Mutu 1 (daging super/jumbo), yaitu daging badan yang terletak di bagian


bawah (berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna
putih.

b. Mutu 2 (daging reguler), yaitu daging badan yang berupa serpihan-serpihan,


terletak disekat-sekat rongga badan berwarna putih.

c. Mutu 3 (daging merah/clawmeat), yaitu daging rajungan yang berada di kaki


dan capit, berwarna putih kemerahan.

Gambar 3. Daging rajungan yang sudah dikupas


Sumber : http://gambar.iklanmax.com/20081219/214360/daging-rajungan.jpg
7

Menurut Philips Seafood cit Mirzads, 2009 daging rajungan dapat digolongkan
menjadi lima jenis daging yaitu:

a. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang
berhubungan dengan kaki renang.

b. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging
jumbo.

c. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan
yang berupa serpihan-serpihan.

d. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai
capit dari rajungan.

e. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan
bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.

3. Komposisi Kimia Rajungan (Portunus pelagicus)

Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa kandungan


karbohidrat, kalsium, besi, phosphor, vitamin A dan vitamin B dari rata-rata
kepiting dan rajungan berturut-turut adalah 14,1 %, 210 mg/100 g, 1,1 mg/100 g,
200 SI, dan 0,05 mg/100 g.

Daging kepiting dan rajungan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Hasil analisa
proksimat daging kepiting dan rajungan antara jantan dan betina (BBPMHP 1995)
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa kimia daging kepiting dan rajungan


Protein Lemak
Jenis Komoditi Air (%) Abu (%)
(%) (%)
Betina 11.45 0.04 80.68 2.45
Kepiting
Jantan 11.90 0.28 82.85 1.08
Betina 16.85 0.10 78.78 2.04
Rajungan
Jantan 16.17 0.35 81.27 1.85

Sumber : Laboratorium Kimia BBPMHP (1995) (Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan)
8

4. Proses pengalengan daging rajungan

Secara umum tahap-tahap pengalengan dapat dikelompokkan dalam beberapa


bagian meskipun untuk jenis ikan tertentu kemungkinan ada perbedaan atau
variasi proses pengalengannya. Adapun tahap-tahap pengalengan ikan meliputi
penyediaan dan pemilihan bahan baku, pengawetan sementara bahan mentah,
penyiangan dan pencucian, pemasakan pendahuluan (precooking), pengisian
dalam kaleng (filling), penghampaan udara (exhausting), penutupan kaleng,
sterilisasi, dan pendinginan (Moeljanto 1992).

Pasteurisasi adalah pengolahan panas yang dirancang untuk menginaktifkan


sebagian saja mikroorganisme vegetatif yang terdapat dalam pangan. Makanan
yang tidak steril, dengan pasteurisasi sebagaimana pengukusan, harus juga
digunakan bersamaan dengan cara pengawetan lainnya (Moeljanto 1992). Setelah
pasteurisasi selesai, kaleng-kaleng dikeluarkan dari retort dan segera didinginkan.
Apabila tidak didinginkan kemungkinan besar akan terjadi over cooking yang
menyebabkan hangusnya daging. Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh
keseragaman (waktu dan suhu) dalam proses dan untuk mempertahankan mutu
produk akhir, karena apabila pendinginan terlalu lambat, pertumbuhan spora
bakteri tahan panas akan distimulir (Moeljanto 1992).

Penyimpanan suatu produk pada tingkat suhu rendah tujuannya adalah


untuk mempertahankan semua faktor mutu dengan daya awet selama mungkin
dalam batas daya awet dan biaya yang masih menguntungkan dan sesuai dengan
yang diinginkan. Sistem penyimpanan pada cold storage yang paling baik adalah
dengan sistem tiupan udara (air blast freezing), kelembaban relatifnya harus tetap
dipertahankan antara 80-90%.

5. Pengemasan

Pengemasan dapat diartikan bermacam-macam antara lain (Fardiaz dan


Fardiaz 1990): (1) pengemasan merupakan suatu sistem yang terkoordinasi mulai
dari persiapan pangan untuk diangkut, disebar, disimpan, dijual eceran, dan
sampai ke pengguna akhir, (2) pengemasan adalah suatu cara untuk menjamin
9

penyampaian pangan kepada konsumen akhir dalam kondisi aman dan biaya
rendah, dan (3) pengemasan merupakan fungsi tekno ekonomi yang bertujuan
meminimalkan biaya penyampaian barang dan memaksimalkan pemasaran yang
berarti ada keuntungan.

Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi utama


(Buckle et al 1987), yaitu;

1. Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan


perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya.

2. Harus memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik,


air, oksigen dan sinar.

3. Harus berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan
yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. Hal ini berarti bahan
pengemas harus sudah dirancang untuk siap dipakai pada mesin-mesin yang ada
atau baru akan dibeli atau disewa untuk keperluan tersebut.

4. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan


dan dapat mempermudah pada tahap selanjutnya selama pengelolaan di gudang
dan selama pengangkutan untuk distribusi. Harus mempertimbangkan ukuran,
bentuk dan beratnya.

5. Harus memberikan pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan.


Pengepakan harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi apa
yang dijual.

Pada pengalengan rajungan menggunakan kaleng plat timah yang


merupakan pengemas berbahan logam. Plat timah (tin plate) adalah bahan yang
digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan
pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja berkarbon
rendah dengan ketebalan 0,15-0,5 mm dan kandungan timah putih berkisar antara
1,0-1,25% dari berat kaleng. Digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi
(Julianti dan Nurminah 2007).
10

Pengemasan produk daging rajungan kaleng juga menggunakan kemasan


kertas berupa karton lipat sebagai kemasan sekunder. Pemilihan jenis atau model
karton lipat yang akan digunakan sebagai pengemas, tergantung pada jenis produk
yang akan dikemas dan permintaan pasar. Pengujian mutu kemasan karton lipat
dapat berupa uji jatuh bagi wadah yang sudah diisi, pengujian tonjolan atau bulge,
pengujian kekuatan kompresi dan daya kaku dalam hubungannya dengan
kelembaban udara (Syarief et.al,. 1987).

6. Penyimpanan Dingin (Chill Storage)

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan


yaitu -2 sampai 100C. Meskipun air murni membeku pada suhu 00C, tetapi
beberapa ada yang tidak membeku sampai -20C atau di bawahnya (Winarno dan
Fardiaz 1973). Suhu pendinginan yang dapat memperlambat pertumbuhan atau
aktivitas mikroorganisme atau mungkin membunuh beberapa bakteri, tetapi
pendinginan maupun pembekuan tidak dapat digunakan untuk membunuh semua
bakteri. Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan
perubahan mutu. Pendinginan dapat berpengaruh terhadap rasa, tekstur, dan nilai
gizi serta sifat-sifat lainnya (Winarno dan Fardiaz 1973).

Penggunaan blast freezer sebagai penyimpanan dingin pada ruang


penyimpanan produk akhir tergantung pada tipe dan volume produk yang
disimpan sebagai kunci utama untuk menentukan kecepatan pendinginan yang
dibutuhkan selama penyimpanan. Suhu rendah yang diperlukan pada blast freezer
dimana infiltrasi panas harus terjaga pada level yang sangat rendah dengan tujuan
mengurangi kristal es yang terbentuk. Oleh karena itu, digunakan pintu ruangan
pendingin berinsulator yang dirancang dengan baik untuk mencegah terjadinya
kebocoran suhu yang dikombinasikan dengan konstruksi ruangan berinsulator
yang sesuai agar aplikasi mesin blast freezer dapat efektif (Anonim 2008).

Pola penyusunan penyimpanan produk akhir dapat dengan menggunakan


Pallet Racking System, yang digunakan agar produk disusun dan disimpan secara
sistematis sehingga memudahkan ketika pembongkaran ataupun ketika
pengambilan sampel. Pallet racking system ini disesuaikan dengan tipe dan
11

volume produk, kapasitas ruangan, bagaimana produk disimpan, dan frekuensi


penyusunan secara perputaran ataupun urutan untuk akses penyimpanan produk
(Anonim 2008). Penggunaan fasilitas ruang pendingin sebagai gudang
penyimpanan produk akhir harus memperhatikan tipe produk dan toleransinya
terhadap perubahan suhu secara fluktuatif yang mungkin terjadi selama
penyimpanan dalam chill storage. Penentuan penggunaan pintu berinsulator
berdasarkan tipe, ukuran, lokasi ruang pendingin juga dapat menambah efisiensi
operasi ruang pendingin (Anonim 2008).

2.2 Proses Produksi

Proses pengolahan di PT. Mina Global Mandiri Rajungan meliputi


penerimaan bahan baku (receiving), distributor, penyortiran, pemeriksaan akhir
(final checking), pencampuran (mixing), pengisian daging dalam kaleng (filling),
penimbangan, penutupan kaleng (seaming), pengkodean (coding), pasteurisasi,
pendinginan (shock chilling), pengemasan (packing), penyimpanan dingin (chill
storage), stuffing. Diagram alir proses pengolahan daging rajungan kaleng di
processing plant dapat dilihat pada Gambar 6.

1 . Penerimaan bahan baku (receiving)

Bagian receiving menerima bahan baku berupa daging rajungan kupas


yang berasal dari miniplant di berbagai daerah seperti Jakarta, Cirebon,
Pangandaran, Sulawesi, dan Kalimantan. Bahan baku yang datang dikemas
menggunakan wadah toples dan plastik kemudian dimasukkan dalam fiber, blong,
ataupun styrofoam yang tertutup rapat dengan perekat. Penyimpanan daging
dalam fiber, blong, ataupun styrofoam perlu ditambahkan es kedalamnya untuk
mempertahankan suhu selama pengangkutan tetap rendah yaitu ±100C.
Pengangkutan bahan baku dari tempat asalnya menggunakan truk atau pick-up.

Bahan baku yang datang lebih dulu, dibongkar juga lebih dulu dengan
menerapkan sistem FIFO (First In First Out). Daging ditimbang berdasarkan jenis
daging dan asal suplier yang jumlahnya disesuaikan dengan surat pengiriman
jumlah daging yang dikirim oleh suplier. Setelah penimbangan, petugas quality
12

control melakukan pengecekan terhadap kesegaran daging berdasarkan parameter


aroma dan diambil sampel untuk dilakukan uji kloramfenikol, Salmonella,
Escherichia coli, Vibrio sp., dan formalin di laboratorium. Area receiving
merupakan area CCP (Critical Control Point) karena jika daging yang datang
kemudian masuk dalan proses produksi mengandung kloramfenikol, maka tidak
dapat dicegah lagi pada tahap pengolahan selanjutnya.

Daging yang segar dalam wadah toples ataupun plastik yang telah ditimbang
dimasukkan dalam keranjang (basket) dengan posisi miring dan tiap lapisan diberi
es. Petugas receiving memberikan label pada tiap keranjang kemudian
dimasukkan ke ruang proses untuk disortir ataupun disimpan dalam cold storage
temporary jika bahan baku yang datang melimpah, sedangkan daging yang sudah
basi ataupun berbau asing (amoniak, minyak tanah, solar, dan lain-lain)
dipisahkan untuk reject.

2. Distribusi

Petugas distribusi mendapatkan informasi bahan baku yang datang dari


tiap supplier layak diolah atau tidak menunggu hasil uji kloramfenikol dari
petugas laboratorium. Jika hasil uji CAP negatif, maka petugas distribusi
membagikan daging pada tiap meja sortir dan menentukan kode supplier.

3. Sortasi

Sortasi dilakukan untuk memisahkan cangkang rajungan dan benda asing


(rambut, batu, benang jaring, dan bahan pengotor lainnya) yang masih terdapat
pada daging sehingga diharapkan hanya daging rajungan murni yang masuk
proses selanjutnya. Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis daging, hal ini untuk
memudahkan tahap pengisian daging dalam kaleng. Jenis daging yang disortasi
langsung dipisahkan berdasarkan tipe daging, yaitu collosal, jumbo, backfin,
flower lump, spesial dan claw meat. Pemisahan daging ini dimaksudkan untuk
mengefisienkan kerja serta supaya memastikan daging tidak tercampur, karena
daging pada masing-masing bagian tersebut mempunyai harga yang berbeda
Selama kegiatan sortasi, benda asing terlihat dengan bantuan lampu neon
13

sedangkan cangkang rajungan dapat terlihat karena berpendar dibawah lampu


sinar UV. Daging yang telah disortir kemudian dilakukan penimbangan untuk
mengetahui hasil sortir yang diperoleh.

<![endif]–>

4. Pengecekan akhir (Final checking)

Tahap akhir dari sortasi adalah final checking untuk memastikan daging
yang akan dimasukkan dalam kaleng bebas dari cangkang dan benda asing. Pada
tahap ini juga dilakukan pengecekan kesegaran daging. Daging yang lunak, basi,
berbau asing segera dipisahkan dan reject. Pengecekan akhir termasuk CCP area
karena jika cangkang dan benda asing lolos pada tahap pengecekan akhir maka
sulit diperbaiki pada tahap selanjutnya dan dapat mempengaruhi kualitas daging
yang dikalengkan.

Operator sortir memberikan hasil sortir ke bagian final checking, jika


masih terdapat cangkang dan benda asing maka dilakukan pengembalian.
Petugas quality control melakukan pengecekan kesegaran daging berdasarkan
aroma, warna dan penampakan. Daging yang lolos dilakukan penimbangan untuk
membandingkan hasil sortir, jumlah cangkang dan benda asing, serta berat awal
daging ketika penerimaan. Data penimbangan dimasukkan dalam dokumen
Laporan Hasil Sortir (LHS) yang digunakan untuk mendokumentasikan
kecepatan kerja para karyawan dalam penyortiran dan sebagai bukti atau acuan
bagi pembayaran ke pemasok daging rajungan.

5. Pencampuran (Mixing)

Proses pencampuran daging rajungan dari semua miniplant (suplier) untuk


mendapatkan kualitas daging yang seragam berdasarkan parameter aroma,
warna, tekstur, dan penampakan. Mixing merupakan pencampuran daging
rajungan dari satu pemasok dengan daging rajungan dari pemasok lain untuk
memperoleh kualitas daging yang baik. Pencampuran daging tidak hanya berasal
dari dua pemasok, tetapi dapat lebih dari dua pemasok. Pencampuran daging
14

berdasarkan juga pada jenis daging yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Formulasi daging yang dicampur telah ditetapkan berdasarkan jenis daging dan
standar yang ditentukan oleh buyer (pembeli) seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Pencampuran dan pengisian daging dalam kaleng berdasarkan jenis


daging
Produk Dressing Isi
Collosal - ± 90 buah/kaleng
Jumbo - ± 95-120 buah/kaleng
Jus A dan jus B/ lump
Super lump Backfin dan lump flower
flower
Reguler besar dan reguler
Lump -
kecil (50:50)
Reguler besar dan reguler
Spesial -
kecil (30:70)
Pecahan merus, carpus, dan
Claw meat merus
claw meat
Sumber : Fauziah (2007) dalam Ibrahim et.al,. (2007)

6. Pengisian daging dalam kaleng (Filling)

Daging yang telah mengalami pencampuran kemudian dimasukkan ke


dalam wadah kaleng tin plate berukuran (401 x 301) inch. Sebelum dilakukan
pengisian, kaleng terlebih dahulu disortir dan dicuci di gudang kemudian diberi
larutan SAPP (sodium acid pyrophosphate) yang berfungsi sebagai pencegah
terbentuknya warna biru (blueing) pada daging.

SAPP atau disodium pyrophosphate (Na2H2P2O7) dengan berat molekul


221,94 g/mol merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam proses
pengalengan daging rajungan. SAPP merupakan bahan tambahan pangan yang
berwujud bubuk berwarna putih, licin dan larut dalam air. Pemakaian bahan
tambahan ini merupakan bahan tambahan pangan yang telah diizinkan
pemakaiannya berdasarkan peraturan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988
tentang Bahan Tambahan Pangan (Anonim, 2006 dalam Akhmadi 2006). SAPP
memiliki dua fungsi sebagai bahan tambahan pangan. Fungsi SAPP yang
15

pertama sebagai sequestrant yaitu phospat pada SAPP memiliki kemampuan


untuk mengkelat logam Cu dan Fe pada lapisan kaleng (Claus et. Al., 1994
dalam Akhmadi 2006). Kemampuan mengkelat ini dapat mencegah terjadinya
reaksi Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dengan lemak pada daging
rajungan. Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dapat sebagai katalis
oksidasi lemak pada daging rajungan sehingga dapat mengkompleks dan
merubah warna daging menjadi biru atau biasa disebut dengan blueing (Mar-
Less, 2006 dalam Akhmadi 2006).

Fungsi SAPP yang kedua menurut Mar-Less (2006) dalam Akhmadi


(2006) yaitu mencegah terjadinya pembentukan struvites. Struvites adalah rasa
seperti berpasir yang terkadang dapat dirasakan pada daging rajungan. Hal ini
disebabkan oleh komponen magnesium pada daging rajungan yang dapat
mengkristal. Kristal yang tebentuk disebabkan oleh perlakuan panas yang tinggi
pada saat proses pasteurisasi. SAPP dapat mengkompleks magnesium dan
mencegah terjadinya pembentukan kristal-kristal yang menyebabkan struvites
(Anonim, 2006 dalam Akhmadi 2006).

Pada filling ini juga dilakukan penataan bentuk daging di dalam kaleng
supaya terlihat rapi dan menarik ketika konsumen membuka kemasannya. Setelah
daging tertata rapi lalu ditambahkan larutan SAPP untuk kedua kalinya.
Penambahan larutan SAPP yang kedua ini dimaksudkan untuk meratakan larutan
tersebut ke seluruh isi kaleng. Jumlah SAPP yang ditambahkan disesuaikan
dengan permintaan buyer (tiap merek produk memiliki jumlah SAPP yang
berbeda-beda).

7. Penimbangan

Daging yang sudah dimasukkan dalam kaleng dilakukan penimbangan


akhir untuk mencapai berat 453,6 gram. Penimbangan akhir dilakukan untuk
menentukan berat bersih dari produk sebelum dilakukan penutupan kaleng dan
mencegah terjadinya overweight atau underweight pada produk akhir yang dapat
menimbulkan masalah economic fraud.
16

8. Penutupan kaleng (Seaming)

Penutupan kaleng dilakukan secara hermetis menggunakan mesin double


seamer. Kaleng yang telah diisi dengan daging diberi tutup dengan label atau
merek sesuai dengan jenis dagingnya. Mutu dari produk juga sangat ditentukan
oleh efisiensi dari mesin seamer tersebut. Untuk menjaga efisiensi dari mesin,
maka setiap 1 jam diambil satu kaleng untuk dilakukan pengecekan terhadap
dimensi kaleng (seaming teardown evaluation). Dimensi kaleng yang diukur yaitu
tinggi kaleng, lebar seam, ketebalan seam, counter sink, kait depan, kait badan,
bebas kerut dan overlap kaleng. Jika dimensi kaleng tidak sesuai dengan standar
dari perusahaan, maka dilakukan penyetingan kembali mesin double seamer.
Pengecekan dari dimensi kaleng ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
kebocoran pada produk akibat seaming.

Proses penutupan kaleng termasuk CCP area, yaitu jika terjadi


penyimpangan seam yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan kebocoran kaleng
berukuran mikroskopis dan rekontaminasi pada produk (kerusakan makanan
dalam kaleng). Oleh karena itu, operator seaming melakukan pemeriksaan secara
visual pada tiap kaleng hasil seaming. Pada kaleng yang mengalami seam vee,
seam cut, seam drop ataupun patah karena operasi alat seamer yang tidak baik,
dilakukan re-pack pada kaleng dan diganti menggunakan kaleng yang baru untuk
dilakukan seaming ulang.

9. Pengkodean (Coding)

Pengkodean dilakukan setelah kaleng ditutup. Pemberian kode dilakukan


pada bagian bawah kaleng dengan menggunakan mesin coding jet print. Tujuan
dari pengkodean adalah untuk mempermudah pelacakan atau recall produk jika
terjadi masalah. Dalam kode tersebut terdapat informasi kode perusahaan, jenis
daging, kode mixing, nomor basket, tanggal produksi (Julian date), dan tahun
17

produksi. Pemberian kode harus sesuai dengan kode produksi yang berlangsung
serta posisi kode yang tepat dan jelas. Jika terjadi kesalahan pemberian kode maka
hasil coding yang salah dihapus menggunakan tinner dan dilakukan pemeriksaan
visual pada tiap kaleng.

10. Pasteurisasi

Proses pasteurisasi merupakan proses pemasakan daging dalam kaleng


pada suhu ±80-850C selama 155 menit. Kaleng yang telah ditutup dan diberi kode
dimasukkan ke dalam basket untuk selanjutnya dipasteurisasi. Tiap basket berisi
60-75 kaleng. Pasteurisasi dilakukan pada bak pasteurisasi yang telah terisi air
bersih. Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh
boiler dan disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi. Di dalam bak
pasteurisasi juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari
kompresor dan bertujuan untuk meratakan panas. Pasteurisasi dilakukan selama
155 menit pada suhu 84,4 – 85,5 oC.

Selama proses pasteurisasi berlangsung, suhu air dan produk dipantau


secara terus menerus tiap 5 menit dengan menggunakan temperature recorder,
termometer manual, dan sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk
menentukan f-value produk. Tiap merek produk memiliki kisaran f-value yang
berbeda-beda sesuai permintaan buyer (pembeli). Informasi f-value ditentukan
untuk mengetahui tingkat kematangan produk. Selain suhu, waktu pasteurisasi
juga menentukan mutu produk yang dihasilkan yaitu daya simpan produk yang
diinginkan.

11. Pendinginan (Cooling)

Proses pendinginan merupakan perlakuan thermal shock pada produk


dengan pendinginan pada suhu 00C selama 2 jam menggunakan air bersih yang
ditambahkan es curai. Proses ini dilakukan segera setelah produk diangkat dari
bak pasteurisasi. Pada tahap pendinginan juga dilakukan pemantauan secara
berkala terhadap suhu air dan produk menggunakan termometer manual dan
sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk menentukan nilai f-value
18

produk. F-value menunjukkan tingkat kematangan produk dan tingkat


keberhasilan proses pasteurisasi dan pendinginan dalam kemampuan proses untuk
mematikan organisme target (bakteri pembentuk spora yang tahan panas). Selama
pendinginan, suhu dipertahankan pada kisaran 0 – 4 oC selama 120 menit. Bak
pendingin juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari
kompresor dan bertujuan untuk meratakan suhu. Proses ini ditujukan untuk
membunuh bakteri thermofilik yang belum mati saat pasteurisasi.

12. Pengemasan (Packing)

Proses pengemasan menggunakan master carton yang dilapisi lilin yang


dapat memuat 12 kaleng dengan suhu ruangan berkisar antara 00C- 40C. Proses
pengemasan dilakukan secara manual oleh operator. Kaleng yang telah dilakukan
proses cooling, diletakkan di meja pengemasan untuk dibersihkan dari kotoran
daging yang masih menempel dan dikeringkan menggunakan lap. Kaleng
dimasukkan ke dalam master carton sebanyak 12 kaleng yang sebelumnya pada
bagian bawah master carton telah diberi pelapis berupa corrugated sheet, begitu
pula pada bagian atas kaleng. Pengisian kaleng sesuai berdasarkan jenis produk
dengan label pada master carton kemudian master carton direkat menggunakan
lakban yang berlabel merk buyer. Selama proses pengemasan dilakukan
pengecekan terhadap timbulnya karat pada kaleng, kesesuaian kode produksi pada
kaleng, dan kesesuaian label pada master carton yang digunakan dengan produk.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tahap pengkodean dapat dicegah pada
tahap pengemasan, selain itu kaleng yang terdapat karat dalam proporsi yang
besar dan mengalami kerusakan fisik seperti penyok segera dipisahkan kemudian
direkam dalam form packing report.

13. Penyimpanan dingin (Chill Storage)

Produk yang telah dikemas dimasukan dalam chill storage dengan suhu
ruangan 00±20C. Penyimpanan dilakukan dengan menerapkan sistem FIFO (First
In First Out), dan diletakkan secara teratur berdasarkan merek produk dan jenis
produk yang disusun berdasarkan abjad. Penyimpanan produk akhir dengan
ketinggian yang tidak melebihi garis pembatas (tidak melebihi ketinggian alat
19

pendingin), dan diberi jarak dengan dinding serta produk tidak bersentuhan
langsung dengan lantai sehingga penumpukan menggunakan alat penunjang yaitu
pallet.

14. Stuffing

Stuffing merupakan proses pengangkutan produk akhir dari chill storage


ke container untuk ekspor. Stuffing dilakukan dengan memperhatikan parameter
suhu selama pengangkutan. Suhu dipertahankan berkisar antara 00C-70C. Selama
proses stuffing produk dimasukkan dalam container dengan penyusunan
berdasarkan jenis produk dan nomor urut master carton. Jenis produk dimasukkan
secara berurut dari awal hingga akhir yaitu claw meat, spesial, lump, super lump,
jumbo, dan collosal dengan produk claw meat dibagian paling dalam container
diikuti spesial, lump, super lump, dan jumbo kemudian produk collosal diletakkan
paling akhir sehingga ketika produk dikeluarkan dari container untuk diuji yang
paling mudah diambil adalah produk collosal . Metode penyimpanan seperti ini
akan membantu petugas quality control untuk memeriksa kesesuaian jumlah
produk yang akan dikirim dengan permintaan pembeli serta kemudahan
melakukan traceabillity produk jika terjadi masalah. Persiapan dokumen ekspor
juga dilakukan sebelum proses stuffing, seperti surat keterangan jalan untuk
ekspor dan hasil pengujian laboratorium terhadap mutu produk akhir seperti
kandungan kloramfenikol dan mikrobiologi.
20

KESIMPULAN DAN SARAN

3.3 Kesimpulan

Pengemasan merupakan bagian integral dari proses produksi dan


pengawetan bahan pangan, terutama pada proses pengalengan daging rajungan
pasteurisasi di PT. Mina Global Mandiri. Bahan kemasan yang digunakan harus
bersih yaitu kaleng jenis tin plate yang telah dicuci dan kardus lipat berlapis lilin
serta corrugated sheet dalam keadaan bersih, tidak mencemari produk yang
dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk
daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi. Teknik pengemasan yang
dilakukan dengan cepat, cermat memperhatikan jenis produk yang dikemas sesuai
dengan label dan merk produk serta kode produksi yang tepat, saniter dan higienis
dengan selalu menjaga kebersihan ruang pengemasan sebelum dan setelah proses
berlangsung. Pengemasan harus dilakukan dengan kondisi yang dapat mencegah
terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk akhir yaitu dengan proses
penutupan kaleng secara hermetis.

Pelabelan dan pemberian kode pada produk telah mencantumkan label


yang benar dan mudah terbaca, menggunakan bahasa yang disyaratkan oleh
importir yaitu bahasa inggris, serta memberi keterangan mengenai jenis produk,
berat bersih produk, negara dimana produk ini berasal, bahan tambahan yang
digunakan berupa SAPP, keterangan (tanggal, bulan, tahun) waktu produksi,
keterangan (tanggal, bulan, tahun) waktu kadaluarsa, komposisi, nilai nutrisi
produk, cara penyajian dan cara penyimpanan.

Penyimpanan produk akhir di chill storage dengan suhu ruangan 00±20C


menerapkan Sistem FIFO (First In First Out) dan Pallet Racking System.
Penataan produk dalam chill storage diatur sedemikian rupa berdasarkan urutan
abjad jenis produk dan pemberian jarak antara produk dengan dinding ruangan
serta pembatasan tinggi tumpukan produk yang tidak melebihi tinggi mesin
pendingin (pemberian red line), serta peletakan tumpukan produk menggunakan
21

alat penunjang berupa pallet agar tidak bersentuhan langsung dengan lantai.
Penataan tersebut bertujuan memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata
dan memudahkan pembongkaran.

3.2 Saran

Beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada
wadah pengemasan yaitu :

Perlunya memperhatikan kondisi air pendinginan yang digunakan agar selalu


diganti setiap kali penggunaan dan memperhatikan kebersihan air tersebut.

Es curah yang digunakan juga sebaiknya lebih diperhatikan kualitasnya agar es
yang digunakan tidak mengandung garam sehingga tidak menyebabkan karat
pada bibir kaleng.

Pada meja pengemasan sebaiknya diberi tambahan lapisan meja yang dapat
meminimalisir terjadinya benturan dan gesekan antara kaleng dengan meja
yang sesuai dengan standar pengolahan pengalengan daging rajungan
pasteurisasi.
22

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009a. Cara praktis budidaya rajungan. <http:// www.fbc.perikanan-


diy.info.htm>. Diakses 5 Juli 2009.

Anonim.2009b.<http://wb5.itrademarket.com/pdimage/57/989257_rajungan_resiz
e.jpg.> Diakses 5 Juli 2009.

Anonim. 2009c. <http://gambar.iklanmax.com/20081219/214360/daging-


rajungan.jpg.> Diakses 5 Juli 2009

Anonim. 2009d. <http : // www.onecrab.com > diakses tanggal 5 Oktober 2009

Anonim. 2009e. <http : // www.phillipsfoods.com > diakses tanggal 5 Oktober


2009

Mizards. 2009. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng.


<http://mirzads.wordpress.com/2009/02/12/pengemasan-daging-
rajungan-pasteurisasi-dalam-kaleng.> Diakses 5 Juli 2009

Anonim. 2002. Daging rajungan (portunus pelagicus) dalam kaleng secara


pasteurisasi, SNI 01-6929.3-2002. <http : // www. BSN.com >. Diakses
tanggal 28 September 2009.

Anonim. 2004. Membudidayakan rajungan dan kepiting air.


<http://www.air.bappenas.go.id>. Diakses 5 Juli 2009.

Anonim. 2007. Manfaat rajungan. <http : // www.cyberforums.com>. Diakses 5


Juli 2009.

Winarno, F. G., 1993, Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Ilyas, S., 1983, Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan, Jilid 1, Teknik Pedinginan
Ikan, CV. Paripurna, Jakarta
Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
23

MAKALAH
PENGALENGAN RAJUNGAN(Portunus pelagicus)
TUGAS KELOMPOK TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL
PERIKANAN

Dosen Pembimbing :
Ir.Sumarto

OLEH :

VRAN ORLANDO JOSUA (1204113686)


M. AZIZ AMIN HUTABARAT (1204-)

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
24

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “ PENGALENGAN RAJUNGAN(Portunus pelagicus) “ tepat waktu.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah


membantu dalam pencarian sumber dan data yang diperlukan dalam pembuatan
makalah ini. Tanpa bantuan rekan, penulis tidak akan dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini sendiri.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu
saran dan kritk yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 9 Mei 2014


Penulis 1 Penulis 2

M. Aziz Amin H Vran Orlando Josua H


25

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii

DAFTAR TABEL .................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................ 1
1.2 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 3
1.3 Tujuan dan manfaat .................................................................... 3

II. Isi
2.1 Landasan Teori ............................................................................ 4
2.2 Proses Produksi ........................................................................... 12

III. KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan ................................................................................. 21
3.2 Saran ............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
26

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Rajungan (Portunus pelagicus)................................................ 4

Gambar 2. Rajungan Hasl Tangkap........................................................... 4

Gambar 3. Daging rajungan yang sudah dikupas .................................... 7


27

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Hasil analisa kimia daging kepiting dan rajungan...................... 8

Tabel 2. Pencampuran dan pengisian daging dalam kaleng berdasarkan

jenis daging.............................................................................................. 15

You might also like