Professional Documents
Culture Documents
E-mail: amiruddinunm@yahoo.co.id
Pendidikan pada dasarnya berbasis sosial budaya berupa kegiatan pembelajaran yang didasarkan pada
unsur-unsur budaya yang ada pada masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan: (1) untuk menganalisis
fungsi kalosara dalam masyarakat Tolaki, (2) untuk mendeskripsikan fungsi kalosara sebagai media etnope-
dagogik dalam pengembangan karakter bangsa. Metode penelitian digunakan etnografi dengan pendekatan
fenomenologis. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, pengamatan, dan wawancara. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kalosara merupakan sumber dari segala adat-istiadat Orang Tolaki. Kalosara sebagai
adat pokok dapat digolongkan ke dalam 5 cabang, yaitu: (1) sara wonua, yaitu adat pokok dalam pemerin-
tahan; (2) sara mbedulu, yaitu adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan persatuan pada umumnya; (3)
sara mbe’ombu, yaitu adat pokok dalam aktivitas agama dan kepercayaan; (4) sara mandarahia, yaitu adat
pokok dalam pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian dan keterampilan; dan (5) sara monda’u, mom-
bopaho, mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti, yaitu adat pokok dalam berladang, berkebun, beternak,
berburu, dan menangkap ikan. Ada empat fungsi kalosara, yaitu: (1) ide, (2) focus dan pengintegrasian
unsur-unsur kebudyaan, (3) pedoman hidup, serta (4) pemersatu. Fungsi kalosara sebagai media etnopeda-
gogik merupakan praktek pendidikan berbasis kearifan lokal dalam berbagai ranah seperti pengobatan, seni
bela diri, lingkungan hidup, pertanian, ekonomi, pemerintahan, dan sistem penanggalan. Melalui media
kalosara, maka pengetahuan, nilai, dan keterampilan berbasis sosial budaya Tolaki dapat tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat sebagai pengembangan karakter bangsa.
209
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Mei 2017
210
Amiruddin, I Ketut Suardika, Anwar (Kalosara di Kalangan Masyarakat...) MUDRA Jurnal Seni Budaya
berdasarkan pertimbangan tertentu, sebagaimana dalam banyak hal masalah-masalah sosial yang
tersimpul dari empat fungsi kalosara, yaitu: (1) ide berasal dari isu-isu lokal juga.
(2) focus dan pengintegrasian unsur-unsur
kebudyaan, (3) pedoman hidup serta (4) pemersatu Pemimpin lebih mudah untuk mengarahkan anak
(Tarimana, 1989). buahnya dengan norma-norma yang umum di
masyarakat. Kearifan lokal bisa menjadi kendaraan
Etnopedagogi adalah praktek pendidikan berbasis yang Sinergi tujuan modernisasi dengan pelestarian
kearifan lokal dalam berbagai ranah seperti pengo- keunggulan lokal. Bagi Masyarakat Sulawesi Teng-
batan, seni bela diri, lingkungan hidup, pertanian, gara, khususnya Masyarakat Tolaki yang memiliki
ekonomi, pemerintahan, sistem penanggalan, dan kearifan lokal dalam bentuk kalosara yang
lain-lain. Etnopedagogi memandang pengetahuan berfungsi sebagai media dalam etnopedagogi.
atau kearifan lokal sebagai sumber inovasi dan
keterampilan yang dapat diberdayakan demi Etnopedagogi didefinisikan sebagai model pem-
kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal mengand- belajaran lintas-budaya. Guru mampu mengajar
ung koleksi fakta, konsep kepercayaan, persepsi di setting budaya yang setempat yang mungkin
masyarakat ihwal dunia sekitar, menyelesaikan berbeda. Siswa adalah pembelajar lintas budaya.
masalah, dan memvalidasi informasi. Kearifan Siswa mana pun di dunia biasanya menunjukkan
lokal merupakan rangkaian pengetahuan dihasilkan, ada pola pikir serupa. Hal ini dapat diartikan
disimpan, diterapkan, dikelola, dan diwariskan bahwa untuk memberikan pemahaman baru harus
(Surya, 20113). Ada beberapa ciri kearifan lokal, disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang
yaitu: (1) berdasarkan pengalaman, (2) teruji setelah berlaku di lingkungan setempat. Hal baru dapat
digunakan berabad-abad, (3) dapat diadaptasi dengan mudah diterima jika mengandung nilai-
dengan kultur ini, (4) padu padan dalam praktek nilai yang sejalan dengan nilai-nilai lokal. Pendidi-
keseharian masyarakat dan lembaga, (5) lazim kan juga menyediakan nilainilai universal yang
dilakukan oleh individu atau masyarakat secara harus ada di setiap nilai order di dunia. Seba-
keseluruhan, (6) bersifat dinamis dan terus berubah, liknya, nilai-nilai lokal yang sangat baik juga bisa
dan (7) sangat terkait dengan sistem kepercayaan diangkat dan disosialisasikanke dalam dunia yang
(Alwasilah, 2008). lebih luas. Pendidikan melalui pendekatan etnope-
dagogi, melihat pengetahuan lokal sebagai
Etnopedagogi adalah praktik pendidikan berbasis sumber inovasi dan keterampilan yang dapat diber-
pengetahuan lokal dalam berbagai aspek kehidu- dayakan (Surya, 2011).
pan. Ini akan tumbuh menjadi ethnophilosophy,
ethnopsychology, ethnomusicology, ethnopolitics, Etnopedagogi terkait erat dengan pendidikan
dan lain-lain. Etnopedagogi memandang pengeta- multikultural. Pendidikan multikultural memuat
huan atau kearifan lokal (indigenous knowledge, perangkat kepercayaan yang memandang penting
local wisdom) sebagai sumber inovasi dan keter- kearifan lokal dan keberagaman yang dimiliki
ampilan yang dapat diberdayakan untuk kesejahter- komunitas etnis untuk membentuk gaya hidup,
aan masyarakat. Menurut Alwasilah (2008) ada pengalaman sosial, identitas pribadi, dan kelompok
beberapa karakteristik dari kearifan lokal: (1) sosial maupun negara. Ketika etnopedagogi
berdasarkan pengalaman, (2) diuji setelah diguna- memandang pengetahuan atau kearifan lokal
kanselama berabad-abad, (3) dapat disesuaikan sebagai sumber inovasi dan keterampilan, dilan-
dengan budaya sekarang, (4) terpadu di setiap hari jutkan dengan pendidikan multicultural yang
praktik dan lembaga-lembaga masyarakat, (5) memberdayakan inovasi dan keterampilan itu agar
umumnya dilakukan oleh individu atau masyarakat dapat menyumbangkan masukan positif bagi
secara keseluruhan, (6) adalah dinamis dan selalu kelompok sosial lain dan budaya nasional.
berubah, dan (7) sangat terkait dengan sistem
kepercayaan. Pemberdayaan melalui adaptasi Beberapaka penelitian terkait dengan penelitian ini,
pengetahuan lokal, termasuk reinterpretasinilai- seperti Hasil penelitian Taena (2016) menyimpul-
nilai yang terkandung dalam sejumlah peribahasa, kan bahwa pendidikan karakter terintegrasi dalam
dengan kondisi kontemporer adalah strategi pendidikan seni budaya yang berbasis budaya lokal
cerdas untuk memecahkan masalah sosial karena sangat penting diterapkan di sekolah. Makna yang
211
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Mei 2017
Berdasarkan pemikiran hasil penelitian tersebut, Berdasarkan bahan pembuatan dan pemanfatannya,
maka penelitian ini dirancang dengan tujuan : (1) maka kalo banyak jenisnya, tetapi dalam tulisan ini
untuk menganalisis fungsi kalosara dalam hanya membahas kalosara yaitu kalo yang diguna-
masyarakat Tolaki, (2) untuk mendeskripsikan kan sebagai alat upacara perkawinan adat, upacara
fungsi kalosara sebagai media etnopedagogik dalam pelantikan raja, upacara penyambutan tamu pent-
pengembangan karakter bangsa. Metode penelitian ing, upacara perdamaian atas suatu sengketa, alat
digunakan etnografi dengan pendekatan fenom- bagi sejumlah tokoh untuk menyampaikan sesuatu
enologis. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, saran/pendapat kepada pejabat, alat untuk menyam-
pengamatan, dan wawancara. Analisis data dilaku- paikan undangan pesta keluarga. Kalosara ini
kan secara deskriptif kualitatif. dalam pemanfaatannya dilengkapi dengan wadah
anyaman dari tangkai daun pelem, dan kain putih
II. PEMBAHASAN sebagai alas.
212
Amiruddin, I Ketut Suardika, Anwar (Kalosara di Kalangan Masyarakat...) MUDRA Jurnal Seni Budaya
kalosara di antara keduanya yang sedang ancam- kalo, yaitu: (1) tampak pada kesenian yaitu dalam
mengancam satu sama lain. Tanpa komentar dari hal bentuk, (2) terletak pada makna-makna simbolik
ketiganya, peristiwa ancam-mengancam tersebut yang terkandung di dalamnya (Muslimin Su”ud,
berhenti secara otomatis di mana keduanya akan wawancara, 24 Juni 2016).
saling maaf-memaafkan karena bagi mereka
kalosara identik dengan perkataan: “jangan, mohon Bentuk-bentuk disain dalam pola segi empat,
maaf, ampun, engkau, dia, dan aku, serta kita seka- lingkaran, ikat, dan pola gambar tumbuhan pakis,
lian adalah satu kesatuan, satu di dalam tiga, dan pola kepala orang; bentuk-bentuk rias tubuh dalam
tiga di dalam satu.” Menganiaya dia berarti menga- bulatan, bentuk-bentuk demikian berupa benda
niaya diri sendiri, dan menganiaya aku serta kita perhiasan dalam pola lingkaran; bentuk-bentuk
sekaliannya. Dengan tampilnya kalosara itu dalam alat-alat bunyi dalam pola bulatan; bentuk-bentuk
suasana demikian maka damailah keduanya. Bila teknik menari dalam pola lingkaran dan pola gera-
ternyata salah satu dari keduanya atau kedua- kan horisontal-vertikal yang membentuk pola segi
duanya menolak adanya kalosara dalam peristiwa empat; semua menunjukkan corak yang sama
itu, maka ia telah dipandang terkutuk dan akibatnya dengan bentuk pola kalo, yakni: lingkaran, ikatan,
mereka harus dikeluarkan dari warga Orang Tolaki dan segi empat.
atau menghukum mereka dengan ketentuan adat
yang berlaku. Konsep kalo dalam kebudayaan Tolaki sangat luas
ruang lingkup dan maknanya. Kalo secara umum
Selanjutnya,bagaimana hubungan antara asas mata meliputi o sara (adat istiadat), khususnya sara
pencaharian Orang Tolaki dengan kalosara? owoseno Tolaki atau sara mbu’uno Tolaki, yaitu
Hubungan itu tampak pada tiga kenyataan yang adat pokok (Instrumen utama), yang merupakan
digambarkan di bawah ini sebagai berikut: sumber dari segala adat-istiadat Orang Tolaki yang
Kenyataan bahwa kalosara selalu digunakan seba- berlaku dalam semua aspek kehidupan mereka.
gai tanda pemilikan, dan tanda larangan, penjaga Kalo sebagai adat pokok dapat digolongkan ke
tanaman terhadap gangguan hama dan gangguan dalam 5 cabang, yaitu: (1) sara wonua, yaitu adat
orang lain. Selain itu kalosara secara simbolik pokok dalam pemerintahan; (2) sara mbedulu, yaitu
adalah ganti diri dari pemilik tanah dan tanaman di adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan
atasnya. persatuan pada umumnya; (3) sara mbe’ombu, yaitu
adat pokok dalam aktivitas agama dan kepercayaan;
Selanjutnya, bagaimana hubungan antara asas (4) sara mandarahia, yaitu adat pokok dalam
sistem teknologi tradisional Orang Tolaki dengan pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian dan
kalosara? Hubungan itu nampak pada kenyataan- keterampilan; dan (5) sara monda’u, mombopaho,
kenyataan yang digambarkan di bawah ini. mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti, yaitu
Kenyataan bahwa pada umumnya alat-peralatan adat pokok dalam berladang, berkebun, beternak,
memerlukan pengikat rotan, yang teknik mengikat- berburu, dan menangkap ikan (Tarimana, 1993;
nya adalah selalu identik dengan model ikatan Idam 2012).
kalosara yang melilit, melingkar, dan membulat.
Semua hulu dari alat-alat produktif dan senjata
selalu diikat dengan teknik khusus yang disebut
holungu (ikatan melingkar yang dianyam);
demikian pula semua wadah anyaman diperkuat
bobotnya dengan lingkaran rotan yang dipilin, dan
hampir semua dari model perhiasan identik dengan
model kalo yang melingkar, dan membulat.
213
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Mei 2017
Menurut Tarimana (1993) kalosara bagi sosial dan moral dalam kehidupan masyarakat,
masyarakat Tolaki merupakan sesuatu yang dapat penggunaan Kalo sebagai pedoman hidup untuk
mengintegrasikan unsur-unsur yang ada dalam terciptanya ketertiban sosial dan moral tampak
kebudayaan Tolaki, memiliki 4 fungsi: dalam usaha memulihkan suasana kelaparan karena
panen gagal atau karena bencana alam atau peris-
1) Kalo sebagai ide dalam kebudayaan dan sebagai tiwa lainnya. Masyarakat Tolaki menganggap
kenyataan dalam kehidupan orang Tolaki. Kalo bahwa timbulnya suasana yang tidak baik akibat
pada tingkat nilai budaya adalah sistem nilai yang dari manusia yang telah melanggar adat ataupun
berfungsi mewujudkan ide-ide yang mengkonsepsi- ajaran agama, atau telah melanggar ajaran Kalo
kan hal yang paling bernilai bagi Masyarakat sebagai instrumen adat utama mereka. Untuk
Tolaki, adalah apa yang disebut medulu memulihkan suasana semacam ini, maka diadakan-
mepoko’aso (persatuan dan kesatuan), ate pute lah upacara yang disebut mosehe wonua (upacara
penao moroha (kesucian dan keadilan), morini pembersihan negeri) yang diikuti oleh segenap
mbu’umbundi monapa mbu’undawaro besar warga masyarakat.
(kemakmuran dan kesejahteraan). Ide ini dinyata-
kan melalui penggunaan kalo dalam setiap upacara 4) Kalo sebagai pemersatu dan solusi terhadap
perkawinan, kematian, upacara tanam dan potong pertentangan-pertentangan sosial budaya dalam
padi atau pun pada setiap upacara penyambutan kehidupan masyarakat Tolaki.
tamu. Selain itu, ide ini juga diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya dalam apa yang Hubungan Kalosara Dengan Kesenian
disebut mete’ alo-alo (bantu-membantu) dan lain- Hubungan pertama yang tampak di antara kesenian
lain. Akhirnya ide kesejahteraan misalnya diwujud- dengan kalosara adalah dalam bentuk. Hubungan
kan dalam apa yang disebut kedua terletak pada makna-makna simbolik yang
mombekapona-pona’ako (saling hormat- terkandung di dalamnya. Bentuk-bentuk disain
menghormati), mombekamei-meiri’ako (saling dalam pola segi empat, lingkaran, ikat, dan pola
kasih-mengasihi), ndundu karandu (suasana gambar tumbuhan pakis, pola kepala orang,
ketenangan batin yang diliputi dengan alunan bunyi bentuk-bentuk rias tubuh dalam pola buatan,
gong yang merdu di tengah malam), dan tumotapa demikian bentuk benda-benda perhiasan dalam pola
rarai (suasana kegembiraan yang diliputi dengan lingkaran; bentuk alat-alat bunyi dalam pola buatan;
suara hura-hura, tawa, dan tepuk tangan yang bentuk teknik menari dalam pola lingkaran dan pola
meriah). gerakan horizontal-vertikal yang membentuk pola
segi empat; semuanya menunjukkan corak yang
2) Kalo sebagai fokus dan pengintegrasian unsur- sama dengan bentuk pola kalosara, yakni:
unsur kebudayaan Tolaki. Kalo bagi Masyarakat lingkaran, ikatan, dan segi empat.
Tolaki, bukan hanya sekedar simbol, tetapi juga
fokus dalam pengintegrasian unsur-unsur kebu- Dimensi diadik dalam pola garis-garis dan segi
dayaan Tolaki, yakni: (1) dalam bahasa, sebagai empat pada disain, pola dua dan empat baris per bait
lambang komunikasi; (2) dalam sistem ekonomi pada puisi, pola gerakan dua-tiga (ke kiri dua lang-
tradisional, sebagai penjaga tanaman, dan sebagai kah, ke kanan tiga langkah) dan membentuk
asas distribusi barang-baranag ekonomi; (3) sistem lingkaran, dan pola tiga bergandengan: laki-
teknologi tradisional, sebagai model mengikat dan perempuan laki, atau perempuan-laki-perempuan
bentuk alat-alat; (4) organisasi sosial, sebagai asas pada tarian, ide kesatuan dan persatuan yang tercer-
politik dan pemerintahan; (5) sistem pengetahuan, min dalam pola bulatan pada rias tubuh dan pola
dalam hubungannya dengan alam semesta; (5) lingkaran pada perhiasan; semuanya menunjukkan
sistem kepercayaan, dalam hubungan struktur alam ide atau asas yang sama pada kalosara, yaitu: asas
dunia; dan (6) sistem kesenian, dalam bubungan dualisme, asas triparti, dan asas kesatuan.
bentuk rias, dan teknik menari.
Pencerminan klasifikasi dua, klasifikasi tiga, dan
3) Kalo sebagai pedoman hidup untuk terciptanya klasifikasi lima pada kalosara. Tiga macam
ketertiban sosial dan moral dalam kehidupan klasifikasi ini dalam makna simbolik dari kalosara.
Masyarakat Tolaki. Untuk terciptanya ketertiban Klasifikasi dua tercermin di dalam unsur dua ujung
214
Amiruddin, I Ketut Suardika, Anwar (Kalosara di Kalangan Masyarakat...) MUDRA Jurnal Seni Budaya
rotan yang membentuk kalosara. Menurut konsepsi Kalosara dalam fungsinya sebagai pengikat rumah,
masyarakat Tolaki, dua ujung rotan itu adalah juga melambangkan unsur-unsur klasifikasi lima,
simbol dari laki dan perempuan, dan semua unsur berdasarkan asosiasi Masyarakat Tolaki yang
dua yang saling bertentangan atau yang dapat diper- mengidentifikasi kalosara dengan tiang tengan
tentangkan, misalnya: jasmani dan rokhani, manu- rumah, di mana tiang tengah rumah berfungsi seba-
sia dan hewan, manusia dan tumbuhan, dunia nyata gai pusat tata ruang rumah yang mencerminkan
dan dunia gaib, dan seterusnya. unsur-unsur ruang rumah, yaitu: sisi kanan-kiri-
muka-belakang-pusat rumah.
Makna simbolik dari dua ujung rotan yang menun-
jukkan klasifikasi dua tampak ketika upacara pemi- Implementasi Kalosara Sebagai Media Etnope-
nangan. Dalam ruang upacara duduk kelompok dagogi Dalam Kehidupan Masyarakat
peserta upacara dari pihak laki-laki di satu sisi ruan- Secara historis, instrumen adat kalosara merupakan
gan, dan peserta upacara dari perempuan di sisi landasan dasar dari keseluruhan sistem sosial
yang lain secara berhadap-hadapan. Kedua pihak itu budaya masyarakat Tolaki termasuk pendidikan,
saling bersaingan dalam hal menetapkan jenis dan kaidah-kaidah hidup bermasyarakat, sistem norma-
jumlah mas kawin dan biaya perkawinan yang akan norma, sistem hukum dan aturan-aturan lainnya.
datang. Pihak perempuan meminta banyak dan Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Tolaki
pihak laki-laki minta sedikit yang satu minta turun, sehari-hari secara umum baik merupakan rakyat
yang lain minta teta tidak turun dari jumlah yang biasa, sebagai seorang tokoh formal maupun
telah dimintanya. Gejala lain di mana dua ujung nonformal, nilai-nilai kepemimpinan yang terkand-
rotan itu tampak sebagai klasifikasi dua kanan ung dalam instrumen adat kalo berintikan persatuan
adalah keluarga pengantin perempuan pihak ayah, dan kesatuan, keserasian dan keharmonisan,
yang duduk pada posisi kiri adalah keluarga keamanan dan kedamaian. Lembaga kalosara juga
pengantin laki-laki pihak ibu, yang duduk pada menjadi landasan kultural bagi setiap individu
posisi muka-belakang adalah masing-masing kelu- dalam menciptakan suasana kehidupan bersama
arga dari masing-masing keluarga pengantin laki- yang aman damai serta dalam menegakkan aturan
laki dari pihak ayah, dan keluarga pengantin perem- baik berupa hukum adat maupun hukum negara
puan dari pihak ibu. Sedangkan yang duduk di (Tawulo dkk, 1991; Tarimana, 1993; Su’ud, 1992;
tengah di mana kalosara ditempatkan adalah dua Tondrang, 2000). Karena itu bagi Masyarakat
juru bicara dari masing-masing keluarga pengantin Tolaki menghargai, mengkeramatkan dan mensuci-
dan dua pasang suami-istri, ialah paman-bibi dari kan kalo berarti mentaati ajaran-ajaran nenek
masing-masing pengantin, yang duduk saling berh- moyang mereka. Apabila mereka berbuat seba-
adapan. Demikian juga peserta upacara, misalnya liknya, diyakini akan mendatangkan bala atau
dalam upacara pergantian tahun pertanian, biasanya durhaka (Tarimana, 1993; Su’ud, 1992).
diatur demikian rupa, sehingga mereka yang
mengambil tempat di bagian timur lapangan adalah Kalosara secara antropologis merupakan unsur
penduduk yang berasal dari wilayah timur desa, budaya yang merupakan suatu pusat dalam kebu-
yang mengambil tempat di bagian barat lapangan dayaan Tolaki, sehingga mendominasi bany ak
berasal dari wilayah barat desa, yang mengambil aktivitas atau pranata lain dalam kehidupan sehari-
tempat di bagian utara lapangan berasal dari hari. Fokus kebudayaan dari suatu masyarakat, oleh
wilayah utara desa, yang mengambil tempat di Linton (1936) disebut cultural interest atau social
bagian selatan lapangan berasal dari wilayah selatan interest, yaitu suatu kompleks unsur-unsur keb u-
desa, sedangkan mereka duduk di tengah lapangan dayaan yang tampak amat digemari warga
upacara di mana kalosara dan alat-alat upacara serta masyarakatnya sehingga tampak seolah-olah me n-
bangunan panggung berada adalah dukun upacara dominasi seluruh kehidupan masyarakat yang
yang dikelilingi oleh para tokoh adat dan tokoh bersangkutan (Koentjaraningrat, 1981).
masyarakat setempat (Su’ud, 2012).
215
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Mei 2017
216
Amiruddin, I Ketut Suardika, Anwar (Kalosara di Kalangan Masyarakat...) MUDRA Jurnal Seni Budaya
217
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Mei 2017
yaitu adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan untuk berbagai pengetahuan, nilai, dan keterampi-
persatuan pada umumnya; (3) sara mbe’ombu, yaitu lan yang dibutuhkan terutama pengembangan kara-
adat pokok dalam aktivitas agama dan kepercayaan; kter bangsa dengan memanfaatkan kalosara sebagai
(4) sara mandarahia, yaitu adat pokok dalam media utama.
pekerjaan yang berhubungan dengan keahlian dan
keterampilan; dan (5) sara monda’u, mombopaho, DAFTAR RUJUKAN
mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti, yaitu
adat pokok dalam berladang, berkebun, beternak, Ali, A. Muh. (1986). Bone Selayang Pandang.
berburu, dan menangkap ikan. Ada empat fungsi Damai, Watampone.
kalosara, yaitu: (1) ide, (2) fokus dan pengintegra-
sian unsur-unsur kebudyaan, (3) pedoman hidup, Alwasilah, A.C. (2008). Tujuh Ayat Etnopedagogi.
serta (4) pemersatu. Artikel dalam Pikiran Rakyat Bandung, 23 Januari
2008.
Fungsi kalosara sebagai media etnopedagogik
merupakan praktek pendidikan berbasis kearifan Arta, Arwan Tuti. (2009). Laku Spiritual Sultan:
lokal dalam berbagai ranah seperti pengobatan, seni Langkah Raja Jawa Menuju Istana. Galangpress,
bela diri, lingkungan hidup, pertanian, ekonomi, Yogyakarta.
pemerintahan, dan sistem penanggalan. Melalui
media kalosara, maka pengetahuan, nilai, dan keter- Khamaganova, Erjen. (21-23 September 2005).
ampilan berbasis sosial budaya Tolaki dapat Traditional Indigenous Knowledge: Local View.
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah Paper presented in in International Workshop on
masyarakat sebagai pengembangan karakter positif. Traditional Knowledge. Panama City.
Berbagai pengetahuan, nilai, dan keterampilan
dapat ditransfer melalui etnopedagogi dengan Hafid, Anwar; Ahiri, Jafar; dan Haq, Pendais.
memanfaatkan kalosara, yaitu: Kohanu, budaya (2012a). Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Alfabeta,
malu, merau, budaya yang mengajak orang untuk Bandung.
selalu mengedepankan sikap sopan dan santun
dalam pergaulan, samaturu, budaya yang menguta- Hafid, Anwar. (27-29 November 2012b). Kalosara
makan hidup untuk selalu menjalin persatuan, suka Sebagai Instrumen Utama Dalam Kehidupan Sosial
menolong orang lain, taa ehe tinua-tuay, merupa- Budaya Masyarakat Tolaki di Sulawesi Tenggara.
kan ajakan untuk selalu merasa bangga karena men- Makalah Disajikan dalam Prakongres Kebudayaan
jadi bagian dari masyarakat Tolaki, o’sapa, Indonesia di Jakarta.
ketaatan/kepatuhan setiap orang/pemburu mengam-
bil bagian dari jerih payah yang tidak menyalahi Idaman. (2012). Kalosara sebagai Medium
ketentuan. O’wua aturan/ketentuan hukum tata-cara Resolusi Konflik Pertanahan pada Masyarakat
bercocok tanam, merambah hutan, menanam padi, Tolaki di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
o’lawi aturan dasar yang mengatur tentang tata cara http://idamanalwi.multiply.com/journal. Akses, 5
pemberian upah, imbalan jasa, pembagian kerja. Oktober 2012
O’liwi, pesan/wasiat, nasihat dan petunjuk hidup
yang ditinggalkan/diwasiatkan untuk diikuti oleh Koentjaraningrat. (1981). Kebudayaan Mentalitas
anak cucu. dan Pembangunan. Gramedia, Jakarta.
Akhirnya, masyarakat Tolaki perlu memelihara La Taena, dkk. (2016). “Tradisi Khabanti Kantola
peran pabitara (juru bicara adat) yang selalu hadir sebagai Model Pendidikan Karakter Terintegrasi
menjadi mediasi dalam berbagai permasalahan Kurikulum Lokal dalam Pendidikan Seni Budaya di
masyarakat dengan memanfaatkan instrumen Sekolah Menengah Kabupaten Muna”.Dalam
kalosara. Demikian pula peran Tolea yang selalu Mudra Jurnal Seni dan Budaya. 31/01. Pusat Pener-
hadir dalam urusan peminangan, pernikahan, dan bitan Institut Seni Indonesia Denpasar:
perceraian juga memanfaatakan instrument
kalosara. Kedua tokoh masyarakat tersebut menjadi
pendidik dalam sistem etnopedagogi
218
Amiruddin, I Ketut Suardika, Anwar (Kalosara di Kalangan Masyarakat...) MUDRA Jurnal Seni Budaya
Linton, R. (1984). The Study of Man (Antropologi Tamburaka, Rustam, E. dkk. (2004). Sejarah
Suatu Penyelidikan Manusia). Diterjemahkan oleh Sulawesi Tenggara dan 40 Tahun Sultra Memban-
Firmansyah. Jemmars, Bandung. gun. Unhalu Press. Kendari.
Su’ud, Muslimin, (2012). Kompilasi Hukum Adat Muslimin Su’ud (75 tahun) Praktisi Adat dan
Perkawinan di Sulawesi Tenggara. HISPISI Tokoh Masyarakat, Pensiunan PNS, Tinggal di
Cabang Sultra. Kendari. Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan.
219