Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu:
Dr. Sri Haryani, M.Si
Dr. Sri Wardani, M.Si
Oleh
Endang Susiani
0402513139
(PENDIDIKAN KIMIA-KERJASAMA KEMENAG)
A. Latar Belakang
Mempelajari titrasi amatlah penting bagi mahasiswa yang mengambil jurusan kimia
dan bidang-bidang yang berhubungan dengannya. Titrasi sampai sekarang masih banyak
dipakai di laboratorium industri disebabkan teknik ini cepat dan tidak membutuhkan banyak
reagen. Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang dipergunakan
untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu, dimana penentuannya menggunakan
suatu larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat.
Titik equivalen dapat ditentukan dengan berbagai macam cara, cara yang umum
adalah dengan menggunakan indikator. Indikator akan berubah warna dengan adanya
penambahan sedikit mungkin titran, dengan cara ini maka kita dapat langsung menghentikan
proses titrasi. Selain itu juga dapat menggunakan alat yang disebut dengan
konduktometer. Tidak semua zat bisa ditentukan dengan cara titrasi akan tetapi kita harus
memperhatikan syarat-syarat titrasi untuk mengetahui zat apa saja yang dapat ditentukan
dengan metode titrasi untuk berbagai jenis titrasi yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Mempelajari tentang pengertian konduktometri
2. Mempelajari faktor yang berperan penting dalam proses titrasi konduktometri
3. Mempelajari macam-macam dari titrasi konduktometri
4. Mempelajari kelebihan dan kelemahan dari titrasi konduktometri
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui definisi konduktometri
2. Mengetahui faktor yang berperan penting dalam proses titrasi konduktometri
3. Mengetahui macam-macam dari titrasi konduktometri
4. Mengetahui kelebihan dan kelemahan dari titrasi konduktometri
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konduktometri
Konduktometri merupakan metode analisis kimia berdasarkan daya hantar listrik suatu
larutan. Daya hantar listrik (G) suatu larutan bergantung pada jenis dan konsentrasi ion di
dalam larutan. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion di dalam larutan
ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar.
Daya hantar listrik (G) merupakan kebalikan dari tahanan (R), sehingga daya hantar
listrik mempunyai satuan ohm-1. Bila arus listrik dialirkan dalam suatu larutan mempunyai
dua elektroda, maka daya hantar listrik (G) berbanding lurus dengan luas permukaan
elektroda (A) dan berbanding terbalik dengan jarak kedua elektroda (l).
𝟏 𝐀
𝐆 = =𝐤
𝐑 𝐥
Dengan:
G = daya hantar listrik (ohm-1)
R = tahanan (ohm)
k = Konduktovitas (Sm-1)
A = luas permukaan elektroda (m2)
l = jarak kedua elektroda (m)
2
listrik dalam larutan. Arus listrik ini tidak akan bisa melewati larutan yang tidak terdapat ion–
ion, sehingga larutan non elektrolit tidak bisa menghantarkan arus listrik.
Dalam titrasi konduktometri ini juga sangat berhubungan dengan konsentrasi dan
temperatur dari larutan yang akan ditentukan daya hantarnya. Sehingga ikita harus menjaga
temperatur larutan agar berada dalam keadaan konstan, sehingga kita dapat memebedakan
perbedaan dari daya hantar larutan hanya berdasarkan perbedaan konsentrasi saja. Jika
temperatur berubah–ubah maka bisa saja konsentrasi yang besar seharusnya memilki daya
hantar yang besar malah memiliki daya hantar yang kecil karena suhunya menurun. Sehingga
ion – ion dalam larutan tidak dapat begeraka dengan bebas
V = 1000 / C
dengan C adalah konsentrasi (ekivalen per cm-3), bilangan 1000 menunjukkan 1 liter = 1000
cm3. Volume dapat juga dinyatakan sebagai hasil kali luas (A) dan jarak kedua elektroda (1).
V= l A
V = A = 1000 k / C
G = 1/R = 1000k/C
Daya hantar ekivalen (^) akan sama dengan daya hantar listrik (G) bila 1 gram ekivalen
larutan terdapat di antara dua elektroda dengan jarak 1 cm.
^ = 1000k/C
3
Daya hantar ekivalen pada larutan encer diberi simbol yang harganya tertentu untuk setiap
ion.
C. Pengukuran Konduktivitas
Untuk mengukur konduktivitas suatu larutan, larutan ditaruh dalam sebuah sel yang
tetapan selnya telah ditetapkan dengan suatu larutan yang konduktivitasnya diketahui dengan
tepat. Pengaliran arus melalui larutan suatu elektrolit dapat menghasilkan perubahan-
perubahan dalam komposisi larutan di dekat elektrode, dengan demikian potensial-potensial
listrik dapat timbul pada elektrode-elektrode.
Sumber arus bolak-balik dapat berupa jaringan listrik pusat yang memberi arus dengan
frekuensi sampai 3000 Hz. Karena digunakan arus bolak balik, sel akan mempunyai
kapasitan yang tak akan diimbangi dalam kontak resistansi standar R, maka perlu dimasukan
sebuah kondensor Variabel paralel dengan kontak resistansi sehingga kapasitansinya dapat
diimbangi.
Jika frekuensi arus dinaikkan sampai menjadi Hz, maka efek-efek kapasitansi dan
induksi menjadi sangat penting, dan peralatan harus dimodifikasi untuk memperhitungkan
efek-efek ini. Karena itu kita perlu meninjau cara-cara dalm pengukuran konduktivitas:
a. Titrasi konduktometri yang dilaksanakan dengan arus yang berfrekuensi rendah sampai
dengan 3000 Hz
b. Titrasi yang dilakukan menggunakan arus pada frekuensi tinggi, kita lebih mengukur
peubahan-perubahan dalam kapasitansi atu induktansi ketimbang konduktansinya maka
titrasi-titrasi demikian biasanya disebut titrasi frekuensi tinggi.
Perhitungan konduktivitas secara langsung dari tahanan. Sampel dan dimensi sel I dan
A tidak dapat diandalkan karena distribusi arusnya rumit. Dalam prakteknya, sel
dikalibrasikan dengan sampel yang diketahui konduktivitasnya. Konduktivitas larutan
bergantung pada jumlah ion yang ada dan biasa dikenal sebagai konduktivitas Molar L.
Pengukuran-pengukuran hantaran biasanya dilakukan pada larutan berair (H2O adalah
penghantar buruk, L H2O = 5 x 10-8 mho/cm) pada 25 0C. Pada konsentrasi tinggi, kenaikan
konsentrasi menyebabkan naiknya hantaran secara linier. Ini akan memiliki maksimum,
untuk selanjutnya menurun
Teori tentang konduktometri merupakan kebalikan dari teori hokum ohm tentang hambatan
listrik. Berdasarkan dan berangkat dari hukum ohm tersebut, maka disusunlah teori tentang
konduktovitas yang merupakan kebalikan dari resistivitas
4
G=l/R
K=l/ρ
Dengan
G: Konduktovitansi (mho) atau (S) ,
I : Panjang material (meter)
K: Konduktovitas (S.m-1),
ρ: Hambatan jenis atau resistivitas (ohm meter)
Konduktivitas larutan elektrolit pada temperatur konstan, tergantung pada jenis ion
dan konsentrasinya. Jika larutan semakin encer, maka konduktovitasnya akan menurun. Ini
terjadi karena jumlah ion persatuan luas semakin sedikit. Akantetapi, kemampuan tiap ion
dalam meneruskan muatan akan semakin besar karenatidak ada nya hambatan antar ion pada
larutan encer.
Karena konsentrasi larutan pada umumnya dinyatakan dalam satuan molar (mol/liter),
Maka pada konduktometri terdapat istilah konduktovitas molar (Λ), yang mempunyai
hubungan dengan konsentrasi secara:
Λ
= 1000K/C
Dimana:
Λ
= konduktoitas molar (Scm2 mol-1)
C = konsentrasi (mol.dm-3)
K = Konduktovitas (Scm-1)
Konduktovitas di tentukan oleh jenis ion. Sehingga untuk mengetahui kemampuan
tiap jenision, maka perlu dilakukan percobaan dengan larutan yang sangat encer, sehingga
tidak di pengaruhi oleh ion lain. Pada kondisi seperti ini,maka konduktovitas larutan
merupakan jumlah konduktovitas ion positif (Kation) dan ion negative (anion).
Λo= +okation+ -oanion
Λo adalah konduktivitas molar ion pada larutan sangat encer (konsentrasi mendekati nol)
Contoh soal 1:
Hitung daya hantar listrik larutan HCl 0,01 N, bila daya hantar ion untuk: H+ = 350 dan Cl- =
76. Konstanta sel = 0,2 cm-1.
5
Penyelesaian:
1 𝐶
= 1000 .∅ [H+ + Cl- ]
𝑅
6
Contoh soal 2:
50 mL CH3COOH diencerkan dengan 100 mL air. Tentukan daya hantar listrik larutan
tersebut bila daya hantar ion CH3COO- = 40,9 dan anggap konstanta sel = 1.
Penyelesaian:
CH3COOH CH3COO- + H+
[CH3COO− ][H + ]
Ka =
[CH3COOH]
1 C 50
= (150) (λH+ + λCH3COO− )
R 1000.θ
10−4 1
= ( ) (λH+ + λCH3COO− )
103 (1) 3
1
= 10−7 x x 390,0 = 1,3 x 10−5 ohm−1
3
Contoh soal 3:
Hitung daya hantar campuran 10 mL HCl 0,01 N; 40 mL CH3COOH 0,01 N; dan 100 mL
air.
Penyelesaian:
Ion H+ dan HCl menyebabkan kesetimbangan penguraian CH3COOH pada contoh soal 2
bergerak ke arah kiri, atau CH3COOH dapat dikatakan tak terionisasi, jadi daya hantar listrik
hanya disebabkan oleh ion H+ dan ion Cl-.
1 C 10
= ( ) (λH+ + λCl− )
R 1000. θ 150
10−1 1
= 3
( ) (350 + 76)
10 (1) 15
1
= 10−5 x x 426 = 2,84 x 10−4 ohm−1
5
3. Sel
Salah satu bagian konduktometer adalah sel yang terdiri dari sepasang elektroda yang
terbuat dari bahan yang sama. Biasanya elektroda berupa logam yang dilapisi logam platina
untuk menambah efektifitas permukaan elektroda.
7
Titrasi Konduktometri dapat digunakan untuk menentukan titik ekivalen suatu titrasi,
berupa beberapa contoh titrasi konduktometri dibahas berikut, Titrasi asam kuat- basa kuat
Sebagai contoh lrutan HCl dititrasi oleh NaOH. Kedua larutan ini adalah penghantar listrik
yang baik. Daya hantar H+ turun sampai titik ekivalen tercapai. Dalam hal ini jumlah
H+ makin berkurang di dalam larutan, sedangkan daya hantar OH- bertambah setelah titik
ekivalen (Te) tercapai karena jumlah OH- di dalam larutan bertambah. Jumlah ion Cl- di
dalam larutan tidak berubah, karena itu daya hantar konstan dengan penambahan NaOH.
Daya hantar ion Na+ bertambah secara perlahan-lahan sesuai dengan jumlah ion Na+.
1. Titrasi Konduktometri
Dalam melakukan titrasi konduktometri diperlukan alat yang namanya konduktometer,
berikut beberapa contoh alat konduktometer seperti pada Gambar 3a, 3b, sebagai berikut:
Metode konduktometri dapat digunakan untuk menentukan titik ekivalen suatu titrasi.
Beberapa contoh titrasi konduktometri dibahas berikut.
8
1. Titrasi Asam Kuat-Basa Kuat
Sebagai contoh larutan HCl dititrasi oleh NaOH. Kedua larutan ini adalah penghantar
listrik yang baik. Kurva titrasinya ditunjukkan pada gambar 1. Daya hantar H+ turun
sampai titik ekivalen tercapai, dalam hal ini jumlah H+ makin berkurang di dalam
larutan. Sedangkan daya hantar OH- bertambah setelah titik ekivalen tercapai karena
jumlah OH- di dalam larutan bertambah. Jumlah ion Cl- di dalam larutan tidak berubah
karena itu daya hantarnya konstan dengan penambahan NaOH. Daya hantar ion Na+
bertambah secara perlahan-lahan sesuai dengan jumlah ion Na+.
9
Gambar 6. Kurva titrasi konduktometri asam lemah dan basa kuat
10
diperhatikan, tetapi biasanya kita hanya perlu menaruh sel konduktivitas itu dalam bejana
berisi air pada temperatur laboratorium.
Perubahan relatif dari konduktivitas larutan selama reaksi dan pada penambahan
reagensia berlebih, sangat menentukan ketepatan titrasi. Elektrolit asing yang mengganggu
proses reaksi ini tidak boleh ada karena zat-zat ini mempunyai efek yang besar pada
ketepatan hasil titrasi.
2. Titrasi Konduktometri Frekuensi Tinggi
Dalam metode titrasi frekuensi tinggi sebuah sel yang sesuai yang mengandung sistem
kimia itu dijadikan bagian dari atau dirangkaikan kesebuah rangkaian osilator yang
beresonansi pada suatu frekuensi dari beberapa megahertz. Selain komposisi kimia itu
berubah resistansi atau kapasitansi rangkaian tersebut juga berubah dan terjadilah perubahan
karakteristik osilator. Setiap kuantitas ini dapat dimbil dan diukur sebagai indikasi dari
perubahan dalam komposisi sistem kimia itu yaitu selagi suatu larutan dititrasi dengan suatu
reagensia yang sesuai umumnya dapat diperoleh kurva-kurva yang menunjukan infleksi atau
pematahan pada titik valen. Sifat fundamental dari sistem kimia yang mempengaruhi
karakteristik osilator ialah tetapan dielektrik dan konduktifitasnya. Suatu keuntungan penting
dari metode frekuensi tinggi ini adalah elektrode dapat ditaruh diluar sel dan elektrode
tersebut tidak bisa berkontak langsung dengan larutan uji. Karenanya pengukuran-
pengukuran dapat dibuat tanpa bahaya elektrolisis atau polarisasi elektrode sedangkan
kekurangann frekuensi tinggi ini adalah respon dari suatu titrimetri frekuensi tinggi ialah non
spesifik karena bergantung hanya pada konduktivitas dan tetapan dielektrik sistem itu serta
tidak bergantung pada identitas kimiawi dari komponen-komponen sistem itu.
Setiap ion atau molekul dipolar cendrung bergerak atau menjuruskan dirinya sendiri
dalam arah elektrode yang polaritasnya berlawanan. Polaritas elektrode berubah satu kali
setiap daur, dan ion atau dipol itu harus membalikan gerakan atau orientasinya. Konduktan
larutan ialah hasil dari gerakan ion-ion negatif dan positif relatif terhadap ion-ion tersebut dan
terhadap molekul-molekul terlarut. Setiap ion cendrung unutk bergerak mendahului atmosfer
ioniknya dan akibatnya terbentuk distribusi muatan yang tidak simetris disetiap ion pusat
serta terjadinya suatu gaya hambat atas ion dalam arah yang berlawanan dengan gerakannya.
Pada frekuensi bolak balik yang lebih besar dari suatu megaherzt, ion pusat merubah
geraknya begitu cepat dengan setiap daur dari medan yang dikenakan, sehingga tak banyak
kesempatan untuk timbulnya asimetri drai atmosfer ionik dan akhirnya konduktanpun naik.
Pada frekuensi-frekuensi tinggi, ion-ion mengalami oksidasi yang lebih kecil sehingga
atmosfer ionik yang bermuatan berlawanan mengadaan gaya hambatan yang relatif lebih
11
kecil ketimbang pada frekuensi rendah. Teknik ferkuensi tinggi ini adalah paling peka dalam
titrasi-titrasi dimana konsentrasi total ion yang terlarut berubah, misalnya dalam reaksi
pengendapan dan pembentukan kompleks. Teknik ini juga dapat diaplikasikan pada sebuah
ion yang bergerak cepat digantikan oleh sebuah ion yang bergerak lambat misalnya dalam
titrasi asam basa. Sebuah sel sederhana yang digunakan untuk titrasi frekuensi tinggi terdiri
dari dua lempeng logam yang terpasang tetap pada dinding sebuah wadah kaca.
Contoh Titrasi Frekuensi Tinggi
Suatu larutan yang akan dititrasi harus diencerkan lebih lanjut dalam sel sampai volume
total menjadi kira-kira 35 sehingga permukaan cairan berada lebih dari 1 cm diatas elektrode
atas sel itu dan akhirnya akan memberikan konsentrasi yang terletak dalam jangkauan operasi
optimum dari titrimeter yang digunakan. Selain itu titran harus mempunyai konsentrasi lima
sampai sepuluh kali konsentrasi larutan uji, dan setelah penambahan reagensia titrimeter
disesuaikan kembali. Dan terakhir kita harus melakukan pembacaan hasil instrumen pada
grafik terhadap volume titran yang ditambahkan.
12
G. Hal-Hal Berikut Harus Selalu Diingat-Ingat Ketika Melakukan Titrasi :
1. Penyesuaian pH.
Untuk banyak titrasi EDTA, pH larutan sangatt menentukan sekali; seringkali harus
dicapai batas-batas dari 1 satuan pH dan sering batas-batas dari 0,5 satuan pH harus
dicapai, agar suatu titrasi yang sukses dapat dilakukan. Untuk mencapai batas-batas
kontrol yang begitu sempit, perlu digunakan sebuah pH-meter sewaktu menyesuaikan
nilai pH larutan, dan bahkan untuk kasus di mana batas pH adalah sedemikian sehingga
kertas uji pH boleh digunakan untuk mengontrol penyesuain pH, hanyalah kertas dari
jenis dengan jangkau yang sempit boleh digunakan.
2. Pemekatan ion logam yang akan dititrasi.
Kebanyakan titrasi berhasil dengan baik dengan 0,25 milimol ion logam yang
bersangkutan dalam volume 50-150 cm3 larutan. Jika konsentrasi ion logam itu terlalu
tinggi; maka titik akhir mungkin akan sangat sulit untuk dibedakan, dan jika kita
mengalami kesulitan dengan titik akhir, maka sebaiknya mulailah lagi dengan satu porsi
larutan uji yang lebih sedikit, dan encerkan ini sampai 100-150 cm3sebelum
menambahkan medium pembufer dan indikator, lalu diulangi titrasi itu.
3. Banyaknya indicator.
Penambahan indicator yang terlalu banyak merupakan kesalahan yang harus kita
hindarkan. Dalam banyak kasus, warna yang ditimbulakan oleh indicator sanagt sekali
bertambah kuat selama jalannya titrasi, dan labih jauh, banayak indicator
memperlihatkan dikroisme, yaitu terjadi suatu perubahan warna peralihan pada satu dua
tetes sebelum tiik akhir yang sebenarnya.
4. Pencapaian titik-akhir.
Dalam banyak titrasi EDTA, perubahan warna disekitar titik akhir, mungkin lambat.
Dalam banyak hal-hal demikian, sebaiknya titran ditambahkan dengan hati-hati sambil
larutan terus menerus diaduk; dianjurkan untuk memakai pengaduk magnetic. Sering,
titik akhir yang lebih tajam dapat dicapai jika larutan diapnaskan samapi sekitar kira-kira
40OC. Titrasi dengan CDTA selalu lebih lambat dalam daerah titik akhir divbanding
dengan titrasi EDTA padanan.
5. Deteksi perubahan warna.
Dengan semua indicator ion logam yang digunakan pada titrasi kompleksometri, deteksi
titik akhir dan titrasi bergantung pada pengenalan suatu perubahan warna yang tertentu;
bagi banyak pengamat, ini dapat merupakan tugas yang sulit, dsan bagi yang menderita
13
buta warna, bolehlah dikata mustahil. Kesulitan-kesulitan ini dapat diatasi dengan
menggantikan mata dengan suatu fotosel yang jauh lebih peka, dan meniadakan unsurt
manusiawi. Untuk melakukan operasi yang dituntut, perlu tersedia sebuah kolorimeter
atau spektrofotometer dalam mana kompartemen kuvetnya adaalh cukup besar untuk
memuat bejana titrasi (labu Erlenmeyer atau piala berbentuk tinggi) Spektrofotometer
Unicam SP 500 merupakan contoh dari instrumen yang sesuai untuk tujuan ini, dan
sejumlah fototitrator tersedia secara komersial.
6. Metode lain untuk mendeteksi titik akhir.
Disamping deteksi secara visual dan secara spektrofotometri dari titik akhir dalam titrasi
EDTA denagn bantuan indicator ion logam, metode berikut ini juga tersedia untuk
deteksi titik akhir.
14
Konsentrasi diazinon yang ditetapkan berdasarkan pengukuran konduktansi ketika
diazinon menghidrolisis menjadi O, O dietil phosphorothioil, 2-isopropil-6-methylpyrimidin-
+
4-ol, dan H dikatalisasi oleh organofosfat hidrolase (OPH). OPH yang bergerak di
permukaan elektroda sehingga dapat digunakan berkali-kali. Dalam penelitian ini, metode
imobilisasi OPH adalah adsorpsi. Metode ini sederhana dan tidak secara signifikan mengubah
aktivitas OPH.
15
Tabel 1. PengaruhBesaranEnzimpadabiosensorSensitivitas
Kode Biosensor Jumlah OPH (μg) Sensitivitas (μS/ppm) SD Sensitivitas (μS/ppm)
A 0.0 1.23 1.74
B 39.5 13.71 5.70
C 79.0 19.04 3.05
D 118.5 22.89 1.86
E 158.0 14.72 2.64
F 197.5 20.16 2.44
Peningkatan jumlah Enzim meningkatkan tingkat hidrolisis diazinon. Dalam hal ini,
pengukuran konduktansi dilakukan dalam rentang waktu yang sama. Dengan demikian, pada
diazinon yang konsentrasinya sama, sinyal yang dihasilkan akan lebih besar seiring
bertambahnya jumlah enzim. Akibatnya, sensitivitas akan meningkat dua kali. Namun, hasil
menunjukkan bahwa peningkatan jumlah enzim tidak konsisten dengan peningkatan
sensitivitas. Penyebab masalah ini adalah mungkin ukuran pori yang homogen dari BSA-
glutaraldehyde (Gbr. 1A). Meskipun hampir semua permukaan BSA-glutaraldehid ditutupi
oleh OPH (Gbr. 1B), itu tidak menjamin bahwa semua molekul OPH ditambahkan pada
permukaan yang bergerak. Fenomena ini akan melemahkan sinyal yang dihasilkan, yang
mengarah ke penurunan kinerja.
16
itu,jumlah optimalOPHadalah118.5mg. Jumlah inidigunakansebagai variabel dependenuntuk
mengkarakterisasibiosensor.
Tabel 2. PengaruhpHpadaSensitivitasdariBiosensorKonduktometrik
Perubahan dalam muatan distribusi karena ada banyak residu asam amino dengan
pKayang berbeda. Perubahandistribusi dapatmempengaruhi strukturgeometrisenzim,
terutamastruktursitus aktif. Perubahan situs aktifmempengaruhi aktivitasOPH dan
kinerjabiosensor. PHoptimumuntuk analisisadalah 8.5bukan9.0 yang
memilikisensitivitas29,35mikrodetik/ppmdengan standar deviasi2,02mikrodetik/ppm.
17
PHoptimumbergeser dari9,0menjadi 8,5menunjukkanbahwaimobilisasidapat
mempengaruhiperubahan struktural dalamOPH. Oleh karena itu, pH8,5digunakanuntuk
menganalisiskonsentrasiorganofosfatdalam sayuran.
Tabel 3 KonsentrasiDiazinonResidudiSayuransampel
Sampel KonsentrasiDiazinonResidu
Sawi 0.9
Bayam 1.5
Kubis < LOD
Kangkung 0.5
Selada 0.5
18
Kesimpulan
Pembangunan biosensor yang dipengaruhi oleh jumlah OPH ditambahkan pada SPCE-BSA-
glutaraldehyde, sementara biosensor dipengaruhi oleh pH buffer. Jumlah optimum dari
masing-masing enzim dan pH optimum adalah 118.5 mg dan 8,5. Biosensor
Konduktometrikmemiliki waktu respon dari 30 detik, Kisaranlinierdinamis 0 sampai 1 ppm,
sensitivitas
42,21 mikrodetik / ppm, dan batas deteksi 0,19 ppm. Biosensor dapat mendeteksi residu
diazinon dalam semua sayuran kecuali kubis.
2. Jurnal Indonesia
Pengaruh Massa Organofosfat Hidrolase dan Luas Elektroda terhadap Kinerja Biosensor
Konduktometri untuk Mendeteksi Residu Pestisida Klorpirifos dan Profenofos Berbasis
SPCE Kitosan
Pendahuluan
Dalam mengendalikan serangga atau hama pada hasil pertanian khususnya sayuran
dan buah-buahan digunakan pestisida klorpirifos dan profenofos. Namun ternyata
penggunaan pestisida tersebut dapat meninggalkan residu yang dapat membahayakan
kesehatan. Standart Nasional Indonesia (SNI) menetapkan batas maksimum residu (BMR)
pestisida pada hasil pertanian, yaitu 0,05 mg/kg – 0,5 mg/kg untuk residu profenofos, dan
0,05 mg/kg – 0,1 mg/kg untuk residu klorpirifos.
Kromatografi gas (GC) dan kromatografi cair tekanan tinggi (KCKT mampu
mendeteksi kadar pestisida, namun dengan batas deteksi yang masih lebih besar dari BMR
yang diijinkan [3,4,5]. Dengan demikian diperlukan metoda yang lebih sensitif. Biosensor
diharapkan dapat mendeteksi kadar residu pestisida secara lebih sensitif karena kerja
biosensor lebih selektif. Biosensor untuk mendeteksi pestisida telah dikembangkan secara
konduktometri dan amperometri.
Daya hantar yang terbaca berbanding lurus dengan luas elektroda dan masa enzim
yang digunakan. Jadi pada penelitian ini, menggunakan variasi pada massa enzim dan luas
elektroda. Elektroda yang digunakan adalah SPCE ( Elektroda Screen-Printed Carbon) yang
dilapisi dengan OPH dengan bantuan membran kitosan dan larutan glutaraldehid. Jarak antar
elektroda diatur sedemikian rupa hingga nilainya konstan.
19
Prosedur
Dari data hasil penelitian diperoleh kurva hubungan antara massa OPH dengan
kepekaan biosensor. Pada Gambar 4.1 kepekaan yang lebih besar dihasilkan oleh OPH
dengan massa 177 μg yaitu sebesar 1,18 μS/ppm (klorpirifos) dan 1,29 μS/ppm
(profenofos). Kepekaan sebanding dengan massa OPH yang diamobilkan pada elektroda.
20
Gambar 4.1 Hubungan massa enzim organofosfat hidrolase terhadap kepekaan biosensor
OPH yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil isolasi dari bakteri
Pseudomonas putida yang difraksinasi menggunakan ammonium sulfat. Enzim OPH
dengan massa 142 μg merupakan enzim hasil fraksinasi 0 – 45%, sedangkan massa 177
μg merupakan enzim hasil fraksinasi 45 – 65%.
Berdasarkan hasil penelitian, massa OPH 177 μg yang memiliki kepekaan 11 kali
lebih besar dibanding kepekaan yang ditunjukkan oleh massa OPH 142 μg. Massa OPH
177 μg digunakan untuk penentuan pengaruh luas permukaan elektroda terhadap kinerja
biosensor.
21
Penurunan kepekaan biosensor dengan luas elektroda 7 mm2 disebabkan ketidak
merataan enzim pada permukaan elektroda. Dibandingkan dengan luas permukaan 3 dan
5 mm2, konsentrasi ion H+ lebih sedikit berdifusi ke permukaan biosensor dengan luas
elekroda7 mm2. Hal ini dikarenakan, banyaknya massa enzim teramobilkan pada
biosensor denganluas elektroda 7 mm2 tidak mencukupi untuk mengubah substrat
menjadi produk. Dengandemikian, pengaruh luas permukaan terhadap kinerja biosensor
mengacu pada kepekaan yang ditunjukkan oleh biosensor dengan luas permukaan 5 mm2
yang merupakan luas permukaanoptimum untuk menentukan batas deteksi biosensor pada
penelitian ini.
22
untuk residu klorpirifos dan 0,5 ppm untuk residu profenofos. Hal ini menunjukkan
bahwa penelitian yang telah dilakukan menghasilkan kinerja biosensor konduktometri
organofosfat yang optimum dengan amobilisasi enzim organofosfat hidrolase dengan
massa 177 μg menggunakan elektroda SPC dengan luas permukaan 5 mm2. Berdasarkan
hasil optimalisasi tersebut, didapatkan biosensor konduktometri organofosfat dengan
batas deteksi yaitu 0,04 ppm untuk profenofos dan 0,05 ppm untuk klorpirifos, dengan
kepekaan dari masing-masing yaitu 93 μS/ppm dan 174 μS/ppm.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, massa enzim OPH dan luas
elektroda berpengaruh terhadap kinerja biosensor konduktometri. Hasil penelitian
menunjukkan kinerja biosensor optimum dihasilkan oleh massa enzim sebanyak 177 μg
dengan luas biosensor sebesar 5 mm2. Biosensor konduktometri dapat digunakan untuk
mendeteksi organofosfat klorpirifos dan profenofos pada kisaran konsentrasi 0 – 0,1 ppm
dengan kepekaan untuk masing-masing organofosfat berturut-turut 93 μS/ppm dan 174
μS/ppm. Batas deteksi yang didapatkan untuk klorpirifos yaitu 0,05 ppm dan untuk
profenofos yaitu 0,04 ppm.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Daya hantar listrik dalam titrasi konduktometri sangat berhubungan dengan konsentrasi
dan gerakan bebas dari ion.
2. Titik ekivalen dari titrasi konduktometri ditandai dengan konstanta nilai daya hantar
yang tertera dalam konduktometer.
3. Titrasi konduktometri hanya dapat digunakan untuk larutan elektrolit.
4. Pengukuran daya hantar dalam titrasi konduktometri memerlukan 3 komponen penting
yaitu: sumber listrik, sel untuk menyimpan larutan dan jembatan (rangkaian elektronik)
untuk mengukur tahanan larutan.
5. Titrasi konduktometri terbagi 2 yaitu:
a. Titrasi konduktometri dengan frekuensi rendah :
b. Titrasi konduktometri frekuensi tinggi
6. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukuan titrasi yaitu:
a. Penyesuaian pH.
b. Pemekatan ion logam yang akan dititrasi.
c. Banyaknya indicator.
d. Deteksi perubahan warna.
e. Pencapaian titik-akhir.
f. Metode lain untuk mendeteksi titik akhir.
7. Salah satu aplikasi dari titrasi konduktometri yaitu analisis tablet aspirin
B .Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap agar dapat memahami metode-metode
yang dilakukan dalam titrasi konduktometri. Karena dalam melakukan suatu titrasi kita harus
memperhatikan beberapa hal penting yang menjadi acuan dalam melakukan suatu prosedur
titrasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Bassett dkk. 2009. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitas Anorganik.Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran
Hendayana, Sumar, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Semarang Press.
http://www.Apa itu titrasi_Kimia analisa.htm. Diakses pada 12 Oktober 2014.
http://www.Beberapa Pertimbangan Praktis _ Chem-Is-Try.Org _ Situs Kimia Indonesia
_htm. Diakses pada 12 Oktober 2014.
http://www.Dasar Analisis Tablet Aspirin dengan Metode Titrasi Konduktometri _ BLoG
kiTa.htm. Diakses pada 12 Oktober 2014
http://www.dodychemist.blogspot.com. metode titrasi konduktometri. Diakses pada 12
Oktober 2014
http://www.yayachemistry.blogspot.com. penerapam titrasi konduktometri. Diakses pada 12
Oktober 2014
Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Perss
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Soebagio dkk. 2005. Kimia Analitik II. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang
Wardhana,Wisnu Arya. 2007. Teknologi Nuklir.Yogyakarta:Andi Press
25