Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN
Oleh
Kelompok 8
A. TUJUAN
1. Dapat menentukan persen kadar etanol yang diperoleh dari fermentasi
sukrosa menggunakan ragi tape dan hasil permuniaanya dengan distilasi
bertingkat.
2. Dapat melakukan fermentasi alkohol
3. Dapat memisahkan etanol dari campuran fermentasi
4. Dapat menentukan kadar etanol dalam larutannya dengan metode berat
jenis
Bahan :
1. Larutan kalsium hidroksida Ca(OH)2
2. Dinatrium hidrogen fosfat Na2HPO4
3. Natrium Fosfat Na2PO4
4. Ragi
5. Aquades
6. Sukrosa (C12H22O11)
7. Kertas saring
C. MSDS
1. Larutan kalsium hidroksida Ca(OH)2
- PH : 12,45
- Massa jenis : 320 – 690 kg/m3
- Berat molekul : 74,096 (anhidrat)
- Bahaya : iritasi pada kulit, lembab, mata, dan saluran
pernapasan
- Penanganan : dibilas dengan air selama 15 menit jika
terkena mata atau kulit, setelah itu dioleskan krim
antibakteri. Bila terhirup, cari udara segar dan bantuan
medis
2. Dinatrium hidrogen fosfat Na2HPO4
- Warna : putih
- Mudah larut dalam air dingin, air panas. Daya larut
dalam air 104 g/100 ml
- Penyimpanan : disimpan pada wadah tertutup rapat dan
disimpan ditempatyang sejuk yang berventilasi baik
- Bahaya : iritasi pada kulit dan mata, iritasi pada saluran
pernapasan
- Penanganan : jika terkena mata segera basuh mata
selama minimal 15 menit. Jika terkena kulit cuci
dengan air dan sabun dan tutup kulit yang teriritasi
dengan emolien. Jika terhirup cari udara segar dan
dapatkan bantuan medis
3. Aquades
- Tidak berbau dan tidak berasa
- Berat molekul : 18,02 g/mol
- Titik didih : 100 0C
0
0 0
- Tekanan uap : 2,3 Kpa
- Tidak korosif
- Tidak membuat kulit sensitif
- Tidak berbahaya untuk pencernaan
4. Sukrosa (C12H22O11)
- Warna : putih
- Titik beku : 186 0C
- Berat jenis : 1,587
- Kelarutan : mudah larut dalam air dingin, sebagian larut
dalam metanol, dan tidak larut dalam dietil eter
- Bahaya : iritasi pada kulit dan mata. Dapat
menyebabkan iritasi
- Penanganan : siram mata dengan air bersih selama
minimal 15 menit dan jangan menggunakan salep mata.
Jika terkena kulit, segera cuci dengan air dan sabun seta
tutupi kulit yang teriritasi dengan emolien. Jika terhirup
cari udara segar. Jika tertelan jangan paksakan muntah
dan cari bantuan medis.
No Prosedur AnalisisProsedur
.
2. Distilasi
HasilFermentasi
- Dibuka perlahan buka tutup - Jangan sampai endapan
enlenmeyer dan saring hasil dibawah bercampur
fermentasi dengan larutan didalam
enlemeyer, karena yang
mengendap adalah
CaCO3, menyaring
menggunakan kertas
saring
- Digunakan tabung bulat 250 ml - ½ atau 2/3 bagian
yang akan diisi saringan hasil
fermentasi
- Ditambahkan 2-3 butir batu didih - Untuk memperlebar
permukaan air/cairan
yang mendidih
- Digunakan mantel panas dan - Mantel panas sebagai
varic sumber panas dan varic
untuk mengontrol panas
- Dipasang thermometer pada atas - Untuk mengetahui suhu
tabung bulat
- Dinyalakan mantel pemanas
hingga cairan dalam tabung
distilasi mendidih
- Dikontrol varic - Agar kondensasi tidak
naik terlalu cepat
- Ditampung cairand estilat (1) saat - Dibuang cairan yang
suhu mencapai 780C terdistilasi sebelum
mencapai suhu tersebut,
karena cairan tersebut
bukan etanol
- ditampung cairan saat suhu - Karena TD etanol sekitar
mencapai 78 – 90 0C sebanyak 10 78 – 90 0C
ml destilat
- Dimatikan mantel pemanas
Hasil fermentasi etanol murni
- Dipindahkan tabung distilasi
- Ditimbang gelas ukur
- Dituangkan 10 ml destilat
- Ditimbang gelas ukur dan 10ml
destilat
- Dihitung selisih berat gelas ukur - Untuk mengetahui massa
dengan berat gelas ukur + 10ml 10ml destilat
destilat
- Ditentukam % komposisi dari
etanol menggunakan grafik
Hasil
E. Dasar Teori
Glukosa-6-fosfat
Fruktosa-6-fosfat
Fruktosa-1,6- bifosfat
Gliseraldehid-3-fosfat
2-fosfogliserat
Fosfoenol piruvat
Piruvat
Etanol
b. Destilasi
G. ANALISIS DATA
Fermentasi
Fermentasi dilakukan dengan mencampurkan 10 gram sukrosa, 50 mL air
dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 0,25 gram Na 2HPO4 dan
0,05 gram Na2PO4 dan juga 1,0 gram ragi. Semua bahan dikocok hingga
tercampur. Selanjutnya menyusun alat-alat fermentasi, tabung berisi
campuran air, sukrosa, ragi, Na2HPO4 dan Na2PO4 ditutup rapat hingga
dipastikan gas hasil fermentasi seluruhnya tidak ada yang keluar ke
lingkungan dan dihungkan dengan menggunakan selang menuju ke tabung
berisi larutan Ca(OH)2 atau air kapur. Hal ini bermaksud agar gas CO2 hasil
fermentasi dapat berikatan dengan Ca(OH)2 sehingga tidak mencemari
lingkungan. Setelah itu larutan dibiarkan selama 1 minggu dalam suhu 30-35
˚C.
Destilasi
Hasil fermentasi gula yang telah diperoleh selanjutnya di
destilasi guna mendapatkan ethanol. Hasil fermentasi
dimasukan kedalam tabung bulat dan dipanaskan
menggunakan mantel pemanas. Tabung bulat tersambung
dengan selang yang berujung pada botol kaca yang
berguna untuk menampung Etanol. Ditengah tengah
selang digunakan sistem kondensor menggunakan pipa
berisi air dari kran untuk mendinginkan uap etanol
sehingga uap mengalami kondensasi dan berubah menjadi
cairan. Pada saat proses destilasi berlangsung, suhu harus
dijaga berkisar pada suhu didih Ethanol yaitu antara 78°-
90°C, karena destilasi bekerja dengan prinsip, memisahkan
2 campuran yang berbeda berdasarkan perbedaaan titik
didih maka suhu harus dijaga agar uap Ethanol tidak
bercampur dengan uap air. Uap dari etanol yang
mengalami perubahan wujud menjadi cair akan turun
menetes ketempat yang sudah disediakan.
Proses ini akan berlangsung terus selama alkohol
dalam air fermentasi masih ada. Ditandai dengan kenaikan
suhu yang lamban. Setelah kenaikan suhu menjadi lebih
cepat ini merupakan kemungkinan bahwa alkohol dalam air
fermentasi sudah habis atau hampir habis. Dari hasil
destilasi dapat dilakukan penghitungan massa jenis etanol
yang didapat agar diketahui persen etanol hasil fermentasi.
Untuk penghitungan massa jenis etanol adalah sebagai
berikut.
Keterangan :
M 2−M 1 Ρ = massa jenis (g/mL)
ρ= M2 = Massa beaker glass destilat (g)
V
45,740−35,908 M1 = Massa beaker 50 mL (g)
¿
10 V = volume detilat yang digunakan
g untuk penentuan massa jenis (mL)
¿ 0,9832
mL
Massa jenis etanol yang kami dapat sebesar 0,9832 g/mL, dari
sini dapat ditentukan persen etanol yang didapat dengan
mencocokkan pada grafik persen komposisi etanol sebagai
fungsi massa jenis.
0,9832
H. PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data yang telah dibuat, dapat dibahas sebagai berikut.
Percobaan yang dilakukan berjudul Fermentasi Karbohidrat. Fermentasi
mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan
baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam–asam organik, protein sel
tunggal, antibiotika, dan biopolymer. Salah satu produk yang dihasilkan dalam
proses fermentasi adalah etanol. Produksi etanol dapat diperoleh dari gula
(sukrosa) dengan proses fermentasi secara anaerob (tanpa O 2) oleh aktifitas
khamir Saccharomyces cerevisiae (Puspitasari dan Sidik, 2009). Pada percobaan
digunakan ragi untuk membantu proses fermentasi.
Proses fermentasi membutuhkan bahan baku berupa karbohidrat, baik
polisakarida, disakarida maupun monosakarida. Pada percobaan ini, karbohidrat
yang digunakan adalah disakarida yakni sukrosa (C12H22O11) sebagai bahan baku
yang akan diubah menjadi etanol dengan bantuan ragi. Enzim pada ragi merubah
sukrosa menjadi etanol dan karbondioksida. Pertama-tama, enzim invertase
mengkatalis reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Kedua, enzim
zimase mengubah glukosa dan fruktosa yang dihasilkan menjadi etanol dan
karbon dioksida.
Percobaan fermentasi ini membutuhkan waktu 7 hari, lamanya fermentasi
pada proses produksi etanol sangat mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan.
Karena semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar etanol yang
dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Azizah et al. (2012), jika etanol yang terkandung
di dalam substrat tinggi maka hal ini justru akan berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Karena pada kadar alkohol 2,5%
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae akan terhambat. Hanya Saccharomyces
cerevisiae strain tertentu saja yang dapat bertahan pada kadar alkohol 2,5-5%.
Oleh karena itu dibutuhkan lama fermentasi yang tepat agar didapatkan kadar
etanol dalam jumlah yang tinggi, nilai pH rendah, dan produksi gas yang tinggi
tetapi mengganggu pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae.
Suhu fermentasi pada percobaan ini sekitar 30-35°C. Suhu juga
mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi suhu
lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan yang berbeda-
beda. Menurut Kumalasari (2011), Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh
optimal dalam kisaran suhu 30-35°C dan puncak produksi alkohol dicapai pada
suhu 33°C. Jika suhu terlalu rendah, maka fermentasi akan berlangsung secara
lambat dan sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka Saccharomyces cerevisiae
akan mati sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung. Selain itu proses
fermentasi dibantu dengan garam fosfat yaitu Na2HPO4 dan K3PO4 untuk
meningkatkan laju fermentasi. Namun, pada percobaan tidak ditambahkan garam
fosfat.
Pada tabung erlenmeyer yang berisi Ca(OH)2 terdapat perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi putih keruh dan terdapat endapan berupa CaCO3 yang
menyebabkan larutan keruh. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi ini
tidak hanya menghasilkan etanol tetapi juga hasil samping berupa gas CO 2.
Seiring meningkatnya lama fermentasi, produksi gas CO 2 juga semakin bertambah
meskipun hasilnya tidak signifikan.
Pada percobaan ini akan dipisahkan campuran yang terdiri dari air dan
etanol. Titik didih air adalah 100°C, sedangkan etanol memiliki titik didih 78°C.
Karena kedua zat tersebut memiliki titik didih yang cukup besar maka digunakan
destilasi sederhana. Pada saat campuran dipanaskan, suhu campuran akan
meningkat dan akan ditunjukkan oleh termometer. Larutan yang digunakan
merupakan hasil fermentasi dari sukrosa yang telah di saring. Ketika temperatur
berada di antara 78-90°C, yakni titik didih etanol, temperatur tersebut dijaga agar
tetap berada pada titik didih etanol. Hal ini menunjukkan bahwa pada temperatur
78°C ini, tekanan uap etanol sama dengan tekanan atmosfer. Sehingga etanol akan
menguap sedangkan air akan tetap berada pada labu destilasi karena pada
temperatur tersebut belum mencapai titik didih air. Akibatnya air akan tetap
berada pada fasa cair dan tidak ikut menguap bersama etanol. Hal ini karena
tekanan uap air belum mencapai tekanan atmosfer.
Uap etanol akan bergerak ke atas dan melalui kondensor. Pada kondensor
dialirkan air secara terus-menerus yang berfungsi sebagai pendingin, sehingga
pada kondensor ini terjadi peristiwa kondensasi atau pengembunan dimana uap
etanol didinginkan sehingga mengembun dan menjadi cairan kembali. Etanol cair
kemudian akan mengalir dari kondensor melalui adaptor, lalu ditampung pada
erlenmeyer, dan disebut destilat.
Pada percobaan ini, destilat yang diperoleh tidak diukur. Namun yang
digunakan dalam persen etanol sebanyak 10 ml. Dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
M 2 -M1
ρ=
V
Berdasarkan rumus di atas dapat diperoleh berat jenis dari suatu etanol dalam
menentukan persen etanol yaitu sebesar 0,983 gr/L, sehingga persen etanol yang
diperoleh sebesar 25%. Keberhasilan suatu proses destilasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Salah satunya yaitu penempatan posisi termometer pada alat
destilasi. Penempatan posisi yang salah dapat menyebabkan uap cairan misalnya
etanol akan menempel pada termometer dan tidak melewati kondensor untuk
melalui proses pengembunan, tetapi akan kembali pada labu destilasi yang berisi
campuran cairan. Akibatnya, jumlah destilat yang diperoleh tidak maksimal.
Selain itu, suhu pada termometer juga harus diperhatikan selama proses
destilasi. Suhu termometer harus selalu dijaga agar tetap berada pada suhu titik
didih cairan yang ingin dipisahkan yakni pada suhu titik didih yang lebih rendah
yang akan diperoleh sebagai destilat.
Dalam proses distilasi terkadang terdapat gangguan sehingga hasil ditilasi
tidak maksimal, salah satunya adalah azeotrop. Azeotrop adalah campuran dari
dua atau lebih komponen yang memiliki titik didih yang konstan. Komposisi dari
azeotrope tetap konstan dalam pemberian atau penambahan tekanan. Akan tetapi
ketika tekanan total berubah, kedua titik didih dan komposisi dari azeotrop
berubah. Sebagai akibatnya, azeotrop bukanlah komponen tetap, yang
komposisinya harus selalu konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi lebih
ke campuran yang dihasilkan dari saling mempengaruhi dalam kekuatan
intramolekuler dalam larutan. Azeotrop dapat didistilasi dengan menggunakan
tambahan pelarut tertentu, misalnya penambahan benzena atau toluena sehingga
terbentul azaeotrope antara etanol-air-benzena dengan titik didih rendah yang
akan terdistilasi sebelum etanol setelah ketiga komponen azeotrop terdistilasi
maka didapatkan etanol absolut.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Untuk menentukan persen kadar etanol diperoleh dari hasil perhitungan berat
jenis destilat yaitu 0,9832 gr/L, dengan rumus berat jenis sebagai berikut:
M2-M1
ρ=
V
sehingga persen etanol yang diperoleh sebesar 10%.
2. Untuk membuat fermentasi alkohol membutuhkan bahan baku karbohidrat
sebagai substrat dan ragi sebagai penghasil enzim yaitu enzim invertase dan
enzim zymase. Dengan adanya garam fosfat yaitu Na 2HPO4 dan K3PO4 untuk
meningkatkan laju fermentasi.
3. Untuk memisahkan etanol dari campuran fermentasi dilakukan metode
pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih dari suatu campuran yang
disebut destilasi. Titik didih etanol sebesar 78°C dan titik didih air sebesar
100°C. Pada saat campuran di panaskan, titik didih di kontrol antara 78-90°C
agar tetap di titik didih etanol. Sehingga etanol akan menguap dan air akan
tetap berada pada fase cair, karena titik didih belum mencapai titik didih air.
J. DAFTAR RUJUKAN
Azizah, N., Al-Baarri, A. N., & Mulyani, S. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi
Bioetanol dari Whey Dengan Substitusi Kulit Nanas. Aplikasi Teknologi
Pangan, 72-77.
Hamidah, H., 2003 Produksi Alkohol. Medan: USU Press.
Judoamidjojo, M. 1990. Teknologi Fermentasi. Jakarta. Rajawali Press.
Kumalasari, I. J. (2011). Pengaruh Variasi Suhu Inkubasi Terhadap Kadar Etanol
Hasil Fermentasi Kulit dan Bonggol Nanas (Ananas sativus). Skripsi.
Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-dasar Biokimia (Thenawijaya, M., Penerjemah).
Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta: UI-Press.
Puspitasari, N. dan M. Sidik. 2009. Pengaruh Jenis Vitamin B dan Sumber
Nitrogen dalam Peningkatan Kandungan Protein Kulit Ubi Kayu Melalui
Proses Fermentasi. Semarang: Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik,
Universitas Diponegoro
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Bahan Diskusi
Jawab
1. C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2NADH2 + Energi