Professional Documents
Culture Documents
Oleli :
Ekky Setiawan
A05497011
EKKY SETIAWAN. Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Margarin Manis dengan
Penambahan Aspartam. (Di bawah bimbingan Rimbawan dan Faisal Anwar).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisik, sifat kimia dan days
terima produk margarin yang ditambah dengan aspartam sebagai pengganti gula.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Gizi dan Laboratorium
Percobaan Makanan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK),
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dimulai pada bulan Mei 2001
sampai dengan bulan Oktober 2001.
Perla kuan yang diberikan pada unit percobaan adalah konsentrasi
penambahan aspartam. Konsentrasi penambahan aspartam terdiri dari 4 Waf yaitu 0
(AO), 150 (Al), 200 (A2) dan 300 (A3) mg. Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua kali
ulangan. Hasil dari uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan days ales
margarin dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase penerimaan panelis semi
terlatih dan modus dari masing-masing taraf perlakuan. Kesukaan panelis terhadap
produk margarin manis dianalisis juga dengan uji Friedman, kemudian basil uji
Friedman yang berbeda nyata diuji lebih lanjut menggunakan Uji Perbandingan
Berganda (Multiple Comparison Test). Hasil analisis sifat kimia dan analisis
sifat
fisik produk margarin manis diuji dengan menggunakan sidik ragam untuk melihat
pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap sifat fisik dan sifat kimia produk
margarin manis yang dihasilkan. Hasil analisis ini juga dibandingkan secara
deskriptif dengan hasil analisis kimia dari fase minyak (bahan dasar). Jika terdapat
pengaruh yang nyata pada basil analisis maka dilanjutkan dengan uji Lanjut Duncan.
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa penambahan aspartam
akan optimal pada fase air dibandingkan fase kristalisasi. Penelitian lanjutan dimulai
dengan penambahan aspartam sesuai perlakuan (4 taraf : A0, Al, A2, A3) pada fase
air.
Semua taraf penambahan aspartam dapat diterima oleh panelis dalam hal
warna, aroma, rasa dan daya olesnya, kecuali rasa margarin pada perlakuan AO/tanpa
penambahan aspartam.
Jumlah panelis yang dapat suka terhadap warna margarin mans berkisar
antara 73,34 - 96,67 % dengan modus 4. Secara umum aroma margarin manis yang
dihasilkan dapat diterima oleh panelis ( berkisar antara 83,33 - 93,33 % dari seluruh
panelis) dengan modus adalah 3 (biasa) untuk perlakuan AO - A3 dan 4 (suka) untuk
perlakuan Al - A2. Modus tingkat kesukaan panelis terhadap rasa margarin manis
adalah 2 (tidak suka) untuk perlakuan AO dan 4 (suka) untuk Al, A2 dan A3. Pada
perlakuan AO (0 mg penambahan aspartam) ternyata mempunyai daya terima yang
rendah dari panelis (40 %). Berdasarkan uji Friedman pada taraf uji 5 % (a = 0,05)
terdapat perbedaan nyata antar berbagai perlakuan konsentrasi penambahan aspartam
terhadap rasa margarin mans yang dibuat. Kemudian dilakukan Uji Perbandingan
Berganda dan didapatkan bahwa perbedaan terlihat pada margarin tanpa penambahan
0 g aspartam (A0) dengan A 1 (150 mg), Al (150 mg) dan A2 (200 mg).
Penerimaan daya oles terhadap margarin manis yang dihasilkan berkisar
antara 86,67 - 100,00 % dengan modus 3 (biasa) dan 4 (suka) untuk perlakuan AO
dan 4 (suka) untuk perlakuan Al, A2 dan A3. Berdasarkan uji Friedman diperoleh
perbedaan nyata antar berbagai perlakuan penambahan aspartam terhadap days oles
margarin pada taraf uji 5 % (a = 0,05). Uji ini dilanjutkan dengan Uji Perbandingan
Berganda sehingga diketahui bahwa perbedaan daya oles terlihat pads margarin
dengan penambahan 0 mg (A0) dengan 150 mg aspartam (Al). Namun demikian
tidak terdapat perbedaan antara Al, A2 dengan A3 yang dalam hal ini merupakan
taraf dengan penambahan aspartam.
Hasil analisa sifat fisik dan kimia margarin manis menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh yang nyata dari perlakuan penambahan aspartam terhadap aspek yang
dianalisis (titik leleh, kadar air, kadar lemak, kadar protein, bilangan peroksida dan
total asam lemak bebas). Walaupun tidak ada pengaruh yang nyata (a = 0,05), namun
pada kadar protein dapat dilihat kecenderungan bahwa kadar protein margarin manis
semakin meningkat dengan meningkatnya konssentrasi aspartam yang ditambahkan.
Titik leleh margarin manis berkisar antara 44,5 - 45,5 °C dan titik leleh dari
fase minyak adalah 40 °C. Kadar asam lemak bebas dari margarin manis yang
dihasilkan berkisar antara 0,06 --0,15. Dilihat dari hasil analisis kimia margarin,
bilangan peroksida dari produk margarin manis ini berkisar antara 1,27 - 2,02 meq/kg
bahan. Kadar protein margarin manis cenderung meningkat dengan semakin
meningkatnya konsentrasi penambahan aspartam. Kadar protein margarin manis
berkisar antara 0,45 - 0,90%. Hasil analisis kadar air dari margarin manis yang dibuat
yaitu berkisar antara 10,91 - 12,81 %. Hasil analisis kadar lemak margarin manis
berkisar antara 80,08 - 84,83 %.
Produk margarin manis yang dihasilkan adalah produk margarin yang tinggi
dalam hal kalori. Konsumsi 60 g gula sebagai pemanis dalam 100 g margarin akan
menghasilkan energi sebesar 238,8 Kai lebih besar dibandingkan dengan energi yang
dihasilkan dari 300 mg aspartam dalam 100 g margarin dengan tingkat kemanisan
yang sama. Penurunan kalori (reduced calorie) yang ditimbulkan jika mengganti 60 g
gula dengan 300 mg aspartam sebesar 25%. Jadi penggunaan aspartam sebagai
pemanis dalam margarin dapat diklaim reduced calorie jika dirujuk/dibandingkan
dengan penggunaan gula sebagai pemanis dalam margarin (penurunan kalori z 25 %).
Berdasarkan syarat mutu margarin (SNI 01 3541-1994) bahwa basil analisa
sifat fisik dan kimia yang dilakukan terhadap margarin manis telah memenuhi standar
mutu margarin. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa tingkat penerimaan dan
syarat mutu margarin yang dihasilkan tidak berbeda nyata, sehingga dapat dipilih
konsentrasi aspartam yang paling rendah untuk efisiensi secara ekonomi.
JUDUL SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MARGARIN
MANIS DENGAN PENAMBAHAN ASPARTAM
Menyetujui :
Skripsi
Oleh :
EKKY SETIAWAN
A05497011
Halaman
i
Analisis Sifat Fisik Margarin Manis ... 37
Titik Leleh ... 37
Analisis Kimia Margarin Manis ... 38
Kadar Asam Lemak Bebas ... 38
Bilangan Peroksida ... 39
Kadar Protein ... 40
Kadar Air ... 41
Kadar Lemak ... 42
Kalim Gizi margarin Manis (Pengurangan Energi) ... 43
11
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
[it
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingginya nilai kalori ini akan menjadi masalah jika orang tersebut mengalami
penyakit diabetes melitus maupun bagi orang yang sedang menjalani terapi diet
makanan berkalori tinggi. Penggunaan aspartam sebagai pemanis yang rendah nilai
kalori dapat dijadikan alternatif dalam membuat margarin tetap manis dan aman
dikonsumsi oleh siapa saja.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dikembangkan produk margarin
manis yang sehat, bergizi dan dapat meminimalkan resiko kesehatan serta lebih
praktis dalam penggunaanya. Penelitian ini ingin melihat perubahan sifat fisik, sifat
kimia dan daya terima konsumen terhadap margarin yang ditambah dengan aspartam
sebagai pemanis alternatif sehingga diperoleh margarin manis. Pemilihan aspartam
sebagai pemanis didasarkan atas tingkat kemanisan aspartam sebesar 200 kali
kemanisan gula. Penambahan sejumlah kecil aspartam diharapkan dapat menjadikan
margarin menjadi manis dengan hanya sedikit penambahan jumlah kalorinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari sifat fisik, sifat kimia
dan daya terima produk margarin yang ditambah dengan aspartam sebagai pemanis
pengganti gula.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui tahapan penambahan aspartam dalarn proses pembuatan
margarin yang menghasilkan margarin manis dengan tingkat kemanisan
dan kehomogenan aspartam yang optimal.
2. Mempelajari pengaruh penambahan aspartam terhadap mutu
organoleptik dan daya terima margarin manis.
3. Mempelajari pembuatan margarin manis dengan dosis penambahan
aspartam yang terbaik.
4. Mempelajari pengaruh penambahan aspartam terhadap mutu sifat fisik
(titik leleb) dan sifat kimia (kadar air, kadar lemak, bilangan peroksida,
kadar protein dan total asam lemak bebas) margarin manis.
TINJAUAN PUSTAKA
Margarin
Syarat mutu margarin yang diijinkan beredar di Indonesia adalah harus sesuai
dengan standar nasional Indonesia untuk produk margarin (SNI 01 - 3541 - 1994).
Margarin yang dibuat harus mempunyai bau, rasa dan warns yang normal. Syarat
mutu produk margarin lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Nasional Indonesia untuk Produk Margarin (SNI 01 - 3541 - 1994)
PERSYARATAN
NO KRITERIA UJI SATUAN
MARGARIN DAPUR
1. Keadaan
1.1. Bau - Normal
1.2. Rasa - Normal
1.3. Warna - Normal
2. Air % blb Maks. 18,0
3. Lemak % b/b Min. 80,0
4. Asam Iemak bebas, dihitung sebagai % b/b Maks. 0,3
asamoleat (daii % lemak)
5. Garam dapur (NaCl) % b/b Maks. 4,0
6. Vitamin A 1U/100 g -
7. Vitamin D lu/100 g -
8. Bahan tambahan makanan :
8.1. Anti oksida
8.2. Pewarna tambahan SNI 01-0222-1987
8.3. Stabilizer
9. Cemaran logam .
9.1. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 0,1
9.2. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1
9.3. Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
9.4. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0*
9.5. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
10. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
11. Cemaran mikroba :
11.1. Angka lempeng total koloni/g Maks. 105
11.2. Bakteri bentuk koli APMIg Maks. 10
11.3. E.Coli APM/g <3
11.4. St. Aureus koloni/g maks. 102
11.5. Salmonella koloni/25 g negatif
11.6. Enterococci koloni/g maks. 102
Keterangan : * untuk yang dikemas dalam kaleng
Cara lain yang dapat digunakan untuk memperoleh lemak plastis untuk
membuat margarin adalah dengan melalui proses hidrogenisasi. Proses ini merupakan
penjenuhan minyak dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan dengan
nikel sebagai katalisator yang nantinya akan dipisahkan kembali dengan penyaringan
(Potter & Hotchkiss, 1995). Proses hidrogenasi dilakukan bertujuan untuk
memperoleh kestabilan minyak terhadap proses oksidasi, memperbaiki warns dan
terutama untuk mengubah lemak cair menjadi bersifat plastis. Selama proses
hidrogenasi make minyak/lemak disamping menjadai plastis juga akan
kehilangan/berubah aktifitas biologisnya, seperti dari isomer cis-cis menjadi
cistrans, trans-cis atau trans-trails (Bender, 1978).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam lemak trans dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah lebih tinggi daripada asam lemak cis sehingga
dapat membahayakan kesehatan tubuh (de Man & de Man, 1994). Namun telah
diketahui metode yang dapat digunakan untuk menghindari timbulnya masalah
tersebut, sehingga margarin tetap mempunyai asam lemak tak jenuh ganda yang aktif dan
terbebas dari isomer bentuk trans
Salah satu metode yang digunakan untuk menghindari terbentuknya isomer
trans adalah dengan cara mencampurkan (blending) satu jenis minyak dengan jenis
minyak lain sebagai bahan dasar margarin. Misalnya dengan mencampurkan minyak
sawit dengan minyak inti sawit serta dengan penambahan fraksi stearin (de Man & de
Man, 2000). Minyak inti sawit atau minyak sawit berfungsi sebagai sumber kristal
lemak dan fraksi stearin relatif lebih bersifat plastis sehingga mampu membentuk
sifat plastis yang diinginkan. Sifat plastis stearin inilah yang dapat menggantikan
minyak plastis dari. proses hidrogenasi yang digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan margarin_
Ada dua fase yang berbeda yang hares disiapkan dalam tahap persiapan
pembuatan margarin (Weiss, 1983). Fase pertama adalah fase minyak dengan
tambahan bahan-bahan yang larut dalam minyak seperti emulsifier, vitamin larut
lemak, dan R karoten. Fase yang kedua adalah fase air dengan bahan-bahan yang larut
dalam air seperti garam dapur (NaCI), sodium benzoat, dan asam sitrat untuk
8
membuat kondisi pH menjadi 5,5 - 6 (Hasenhuettl & Hartel, 1997). Kedua fase
tersebut kemudiaan dicampurkan (diemulsikan) dengan pengadukan sehingga fase air
akan terdispersi kedalam fase kontinu (fase minyak) dan terbentuk emulsi air dalam
minyak (W/O).
Mar aria
Ba h an Dasar
Margarin Meja % Mar grin industri
1. Lemak/minyak
Minyak sawit . 38,0 48,0
Olein 32,0 -
Stearin 5,6 8,0
Minyak inti sawit 2,4 24,0
Min yak bunga matahari 4,0 -
2. Air 16,0 16,0
3. Bahan lain
Emulsifier 0,1-0,2 0,5-1,0
Lesitin 0,1-0,5 0,1-0,5
0 karoten/palm carotene 0,003 0,003
Aroma 0,02 0,02
Garam dapur maks. 4 maks. 4
Pen naan
Margarin dapat dibedakan menjadi dua jenis menurut kegunaannya, yaitu
margarin untuk keperluan rumah tangga dan margarin untuk keperluan industri. Salah
satu sifat yang harus dimiliki oleh margarin untuk keperluan rumah tangga adalah
sifat plastis dan mudah meleleh pada suhu tubuh serta memiliki daya oles yang baik.
Menurut Weiss (1983), margarin yang disukai konsumen mempunyai titik cair yang
tidak lebih dari 41°C sehingga mudah larut dan tidak menimbulkan rasa ber"film" di
mulct. Selain itu disebutkan pula oleh Kataren (1986), bahwa margarin seharusnya
bersifat plastis dan dapat dengan mudah dioleskan pada bahan pangan, utamanya roti.
9
Zat PenstabiI
Pen egrtian
Zat penstabil (emulsifier) merupakan bahan yang dapat membentuk lapisan
film disekeliling globula lemak yang mengakibatkan globula-globula lemak tidak
dapat bergabung menjadi globula yang lebih besar, sehingga emulsi yang terbentuk
menjadi stabil (Meyer, 1978). Emulsifrerizat penstabil emulsi adalah semua bahan
atau senyawa yang dapat membantu pembentukan emulsi sekaligus berfungsi
menjaga stabilitas emulsi yang terwujud (Glicksman, 1969 lam Hasenhuettl &
Hartel, 1997). Bahan ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara
kedua fase yang saling terpisah dengan membentuk lapisan pelindung yang melapisi
zatlsenyawa yang tidak larut dalam bentuk butiran-butiran sehingga dapat dengan
mudah terdispersi dalam sistem emulsi (Hasenhuettl & Hartel, 1997). Bahan penstabil
dapat membentuk lapisan "film" yang dapat meningkatkan viskositas sehingga
menghalangi bergabungnya beberapa kristal kecil menjadi kristal yang lebih besar.
Tekstur yang halos juga akan terbentuk karena kemampuan bahan penstabil untuk
mengikat air dalam jumlah besar. Cara kerja emulsifier dapat dilihat dalam Gambar 1.
minyak (non polar) maka dapat terbentuk emulsi air dalam minyak (W/O) dan
sebaliknya akan terbentuk emulsi minyak dalam air (0/W) jika emulsifier cenderung
lebih larut dalam air (Hasenhuettl & Hartel, 1997).
Struktur emulsifier terdiri atas molekul-molekul yang mempunyai gugus
lipofil (larut lemak) dan gugus hidrofil (larut air), kedua gugus ini bersama-sama akan
membentuk globula-globula emulsi (Winarno, 1997). Bahan-bahan hidrokoloid
sering digunakan sebagai bahan penstabil karena mempunyai tekstur dan struktur
yang khas. Hidrokoloid diklasifikasikan ke dalam golongan gum, berasal dari bahan-
bahan alami maupun bahan lain yang telah mengalami proses kimia untuk
memperoleh sifat yang diinginkan. Untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk pada
proses pembuatan margarin umumnya ditambahkan emulsifying agent seperti
pati, gliserin, gelatin, kuning telur atau lesitin (Hasenhuettl & Hartel, 1997).
Buah sawit terdiri dari daging buah (mesokrap) yang mengandung daging
buah dan biji sawit (Gambar 2). Biji sawit terdiri dari tempurung dan inti sawit yang
mengandung minyak inti sawit dengan komposisi mirip minyak kelapa (Budiman,
1987). Daging buah mempunyai rendemen minyak sawit yang lebih tinggi
dibandingkan biji sawit (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).
Embrio
minyak sawit kasar (CPO) tergantung pada umur dan tempat kelapa sawit disimpan
(Tan, 1989). Minyak sawit mentah (Palm Oil) diperoleh setelah minyak sawit kasar
(CPO) mengalami proses bleaching (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).
Minyak inti sawit (Kernel Palm Oil) merupakan minyak hasil ekstraksi dari
biji sawit yang telah dibuang tempurungnya (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).
Proses ekstraksi minyak ini tidak berbeda jauh dengan proses ekstraksi pads minyak
sawit (Palm Oil). Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) didapatkan dengan
mengekstraksi minyak biji sawit yang sudah dikeringkan.
Gambar 3. Proses Ekstraksi Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit dari Tandan Buah
Segar (TBS) Kelapa Sawit (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001)
13
menggunakan bahan kimia yang bersifat mengoksidasi atau hidrogenasi juga dapat
digunakan mengurangi warna tetapi dapat menyebabkan perubahan pads lemak atau
minyak tersebut.
Penghilangan bau (deodorisation) juga dilakukan dalam proses
menghilangkan bau dan city rasa yang ada dalam minyak/lemak hasil isolasi
sehinggga dihasilkan minyak/lemak yang bebas dari bau dan cita rasa aslinya
(Buckle, Edward, Fleet & Wooton, 1987). Proses ini menggunakan uap sehingga
bahan-bahan pembentuk cita rasa dan bau dari lemak/minyak akan menguap
bersamaan dengan proses penguapan tersebut. Kadang-kadang trigliserida yang
bertitik cair tinggi perlu dikeluarkan dari minyak. Hal ini dapat dilakukan dengan
membiarkan minyak itu pads suhu rendah (winterisation) yang bertahap. Bagian yang
berbentuk kristal yang mengandung bagian dengan berat molekul tinggi akan
terkumpul di dasar dan dapat disaring keluar.
Tabel 4. Daftar Zat Pewarna Makanan yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya
(Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.239/Menkes/Per1V/85)
Aspartam
rasa yang prima, 3) komponen aspartam (L fenilalanin dan metil ester) merupakan
komponen alamiah yang terdapat dalam makanan yang akan dimetabolisme secara
alamiah pula.
Sifat Fisik dan Kimia
Dilihat dari sifat fisiknya, aspartam adalah senyawa yang beraroma, berbentuk
bubuk kristal yang putih bersih, mempunyai rasa manis mirip gula, larut dalam air
(sekitar 38 % dalam suhu 25°C) dan sebagian (0,4 %) larut dalam alkohol serta tidak
larut dalam lemak dan minyak (Grenby, 1989). Karena tergolong dipeptida (BM =
294) maka aspartam bersifat amphoter. Sisi negatif dari ikatan ini stabil pada pH 3,1
dan 7,9 dalam suhu 25°C dan titik isoelektriknya adalah 5,2 (Mazur dan Ripper,
1979). Struktur kimia asam aspartam adalah seperti pada Gambar 4.
o of
II ' II I
NH3+-CH-C-NH-CH-C1 OCH3
I I
CH2 CH2
c=o c
0- I HC CH
I I II I
HC CH
CH
Kestabilan aspartam kering sangatlah baik dan akan berubah jika dipanaskan
pada suhu yang sangat tinggi. Aspartam akan terhidrolisis menjadi diketon piperazine
(DKP) atau menjadi asam amino penyusunnya jika digunakan dalam produk yang
dibakar, digoreng atau dalam produk yang menggunakan suhu tinggi (Nabors &
Geraldi, 1986). Hal ini menyebabkan diperlukannya kehati-hatian dalam
17
menggunakan aspartam pada produk yang menggunakan proses pangs namun masih
mungkin dilakukan, misalnya dalam produk HTST (High Temperature Short
Time)
(Grenby, 1989, Nabors & Geraldi, 1986). Pada pH 4,3 kestabilan aspartam akan
maksimum dan masih tetap stabil pada rentangan pH 3 - 5 (Mazur dan Ripper, 1979).
Aspartam merupakan sumber pemanis barn yang memiliki rasa manis seperti
gula dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai jenis makanan dan minuman. Karena
tergolong dalam dipeptida maka metabolisme aspartam dapat menghasilkan energi
sebesar 4 Kal/gram seperti pada protein umumnya. Aspartam hanya berfungsi sebagai
pemanis dalam makanan ataupun minuman, tetapi tidak akan mempengaruhi sifat
fisik/tekstur makanan seperti yang ditimbulkan oleh penambahan pemanis gula
(Nabors & Geraldi, 1986).
Aspartam mempunyai tingkat kemanisan 160 -- 220 kali lebih manis daripada
sukrosa (Nabors & Geraldi, 1986). Homier dan Shazer (1987) menyebutkan bahwa
tingkat kemanisan aspartam adalah 200 kali dari kemanisan gula/sukrosa pada
umumnya. Aspartam sangat balk digunakan sebagai pengganti gula, disamping
rasanya yang manis, aspartam juga tidak menimbulkan rasa pahit dan "after taste"
yang tidak enak seperti yang ditimbulkan oleh pemanis buatan iainnya (Lindsay,
1985). Aspartam biasanya digunakan dalam produk minuman, makanan kering, dan
makanan/minuman yang tidak dibakar/dipanggang.
Homier dan Shazer, (1987) mengatakan bahwa penggunaan aspartam sebagai
pengganti gula dalam makanan dan minuman dapat menurunkan kalori sebesar 95%
dan campuran aspartam dengan penambah aroma lain sangat balk dilakukan karena
dapat meningkatkan aroma (terutama aroma buah-buahan). Tetapi menurut Smith
(1991), interaksi yang akan dihasilkan dari campuran tersebut berbeda hasilnya jika
penambah aroma dikombinasikan dengan gula (sukrosa), jadi sebaiknya tidak
digunakan substitusi secara sederhana sebagai pengganti sukrosa dalam suatu
formulasi.
Hasil studi evaluasi aroma menunjukkan bahwa peningkatan aroma buah-
buahan ini mirip dengan aroma alami yang lebih balk dibandingkan dengan aroma
sintesis (Baldwin dan Korschgen (1979) dalam Nabors & Geraldi, 1986 ).
i8
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan dasar
pembuatan margarin yaitu berupa fase minyak, terdiri dari campuran minyak sawit,
minyak kelapa dan fraksi stearin, emulsifier, 0 karoten dan fase air yang terdiri dari
garam dapur, asam sitrat, air, natrium benzoat, aroma strawberi, pewarna makanan
dan ditambahkan aspartam. Bahan lain yang digunakan untuk membuat margarin
manis ini •adalah pecahan es dan air. Alat-alat yang digunakan dalam proses
pembuatan margarin manis ini meliputi : timbangan, wadah/baskom, pengaduk,
panci, termometer, homogenizer dan lemari pendingin.
Analisis sifat fisik (titik leleh) produk margarin manis menggunakan
bahanbahan berupa contoh produk dan akuades dengan menggunakan peralatan
pemanas, gelas piala, termometer dan pipa kapiler.
Analisis sifat kimia margarin manis meliputi analisis kadar air, kadar lemak,
kadar protein, total asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Masing-masing
analisis kimia tersebut menggunakan contoh produk margarin manis dan peralatan
timbangan untuk menghitung berat contoh produk yang akan dianalisis. Analisis
kadar air margarin manis menggunakan bahan akuades dengan peralatan berupa oven,
cawan dan desikator. Analisis kadar lemak margarin manis menggunakan HCI 1: 4
dan pelarut heksan dengan peralatan berupa pemanas, labu lemak dan seperangkat
alat ekstraksi lemak. Analisis kadar protein menggunakan bahan-bahan berupa
selenium mix, asam sulfat (pekat), asam borat (3%), HCl dan indikator metil merah
21
dengan menggunakan peralatan sebagai berikut : pemanas, tabu destilasi, tabu kjeldal
dan erlemeyer. Analisis total asam lemak bebas menggunakan bahan alkohol 95 %
dan KOH dengan peralatan erlenmeyer dan stirer. Analisis bilangan peroksida
margarin manis menggunakan bahan berupa kloroform asetat, ICI, larutan kanji dan
larutan natrium tiosulfat dengan menggunakan peralatan pipet dan erlemeyer.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui tahapan
penambahan aspartarn dalam proses pembuatan margarin manis. Setelah diketahui
tahapan yang terpilih maka dilanjutkan dengan penelitian lanjutan berupa uji
kesukaan dengan menggunakan uji organoleptik, analisis sifat fisik berupa titik leleh,
dan analisis sifat kimia margarin manis meliputi kadar air, kadar lemak, kadar
protein, total asam lemak bebas dan bilangan peroksida.
Penelitian Pendahuluan
Tahap penelitian pendahuluan ini dimulai dengan membuat formulasi
margarin tanpa penambahan aspartam, selanjutnya dilakukan juga pembuatan
margarin sesuai formulasi tersebut dengan menambahkan aspartam pada dosis 200
mg ke dalam 100 g margarin (Gambar 5). Pemilihan dosis penambahan aspartam ini
mempertimbangkan tingkat kemanisan aspartam 200 kali sukrosa. Penambahan
tersebut dilakukan pada tahap fase air (suhu 50-60°C) dan pads tahap
kristalisasi/chilling (suhu 17-22°C) dalam proses pembuatan margarin manis. Dua
tahap tersebut dipilih untuk menentukan tahapan penambahan pemanas aspartam
dalam proses pembuatan margarin manis yang menghasilkan tingkat kemanisan dan
kelarutan (kehomogenan) aspartam yang optimal. Penentuan tingkat kemanisan
didasarkan pada hasil uji organoleptik oleh sepuluh panelis semi terlatih_ Uji
organoleptik yang digunakan adalah uji pembedaan dengan metode uji pasangan
paired comparism (Damayanti, Marliyati, Syarief & Sukandar, 1997).
Proses pembuatan margarin standar diawali dengan menghomogenasikan
campuran minyak (minyak sawit, minyak kelapa dan stearin) dengan fraksi-fraksi
1P
22
Proses homogenasi ini membuat teremulsinya fase air dalam fase minyak (W/O).
Emulsi yang terbentuk ini hares segera didinginkan dalam waktu yang singkat. Suatu
emulsi akan memisah kembali ke wujud masing-masing (wujud semula) jika tidak
segera didinginkanlchilling (Kataren, 1986). Untuk itulah homogenizer yang
digunakan kemudian dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai
chiller/pendingin (17-22°C).
Proses selanjutnya adalah proses kristalisasi (chilling) campuran kedua fase
(fase air dan fase minyak) yang sudah homogen. Proses kristalisasi dilakukan dengan
menyelimuti homogenizer menggunakan pecahan-pecahan es (17-22°C). Dan proses
Plastikator
Pengemasan (penyimpanan)
Margarin Manis
Uji Organoleptik
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan dilakukan dengan memberikan perlakuan pembedaan dosis
penambahan aspartam pads tahapan terpilih dalam proses pembuatan margarin
(berdasarkan penelitian pendahuluan). Taraf perlakuan penambahan aspartam yaitu
sebanyak 0 mg, 150 mg, 200 mg dan 300 mg ke dalam 100 g margarin. FDA
menyebutkan bahwa batas aman penggunaan aspartam adalah 50 mgtkg Berat Badan.
Pembedaan pemberian dosis penambahan aspartam menghasilkan produk margarin
manis yang daya terimanya diketahui dengan melakukan uji organoleptik/uji daya
terima dengan metode uji kesukaan (hedonik). Uji kesukaan ini dilakukan oleh 30
panelis semi terlatih (Damayanti, Marliyati, Syarief & Sukandar, 1997).
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tingkat kemanisan margarin
manis yang dihasilkan, maka penambahan aspartam pada fase airlah yang
menghasilkan margarin manis yang optimal. Hal ini disebabkan pada tahap
kristalisasi, aspartam yang ditambahkan tidak larut dalam adonantemulsi air dalam
minyak (W/O) secara homogen sehingga pada bagian tertentu terasa manis dan pada
bagian lainnya tidak manis. Grenby (1989) menyebutkan bahwa aspartam tidak larut
dalam lemak. Penambahan aspartam pada fase air menghasilkan margarin manis
dengan tingkat kemanisan yang optimal (lebih manis) dibandingkan pada
penambahan aspartam tahap kristalisasi. Tingkat kemanisan yang lebih optimal ini
disebabkan terhomogenisasinya aspartam dalam fase air.
Produk margarin manis yang dihasilkan selanjutnya dianalisis sifat kimianya
yaitu meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, bilangan peroksida dan total
asam lemak bebas. Analisis sifat fisik margarin manis dilakukan untuk mengetahui
titik cair/titik leleh margarin manis. Uji inderawi terhadap warna, rasa, aroma, dan
daya oles margarin dilakukan dengan uji organoleptik. Analisis kimia dan analisis
sifat fisik dilakukan juga terhadap fase minyaktfat blend (bahan dasar)
dilakukan
sebagai pembanding. Prosedur uji organoleptik, prosedur analisis sifat fisik dan
analisis sifat kimia dapat dilihat dalam lampiran 4.
25
Plastikator
Pengemasan (penyimpanan)
l
Tempering (didiamkan) pada suhu 5-7°C selama 3 X 24 jam
4,
Margarin Manis
Rancangan Percobaan
Hasil dari uji organoleptik terhadap wama, aroma, rasa dan days oles
margarin dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase penerimaan panelis semi
terlatih dan modus dari masing-masing taraf perlakuan. Penerimaan/kesukaan panelis
terhadap produk margarin manis dinyatakan dengan pilihan biasa (3), suka(4) dan
sangat suka (5), sedangkan pilihan tidak suka (2) dan sangat tidak suka (1)
menyatakan penolakan panelis terhadap produk tersebut. Data tersebut kemudian
dianalisis juga dengan uji Friedman, kemudian hasil uji Friedman yang
berbeda
nyata diuji lebih lanjut menggunakan Uji Perbandingan Berganda (Multiple
Comparison Test) (Daniel, 1989).
Hasil analisis sifat kimia dan analisis sifat fisik produk margarin manis diuji
dengan menggunakan sidik ragam untuk melihat pengaruh perlakuan yang diberikan
terhadap kandungan produk margarin manis yang dihasilkan. Hasil analisis ini juga
dibandingkan secara deskriptif dengan hasil analisis kimia dari fase minyak (bahan
dasar). ]ika terdapat perbedaan yang nyata pada hasil analisis maka dilanjutkan
dengan uji Lanjut Duncan (Sudjana, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Bahan dasar pembuatan margarin terdiri dari dua fase utama yaitu fase air dan
fase minyak. Fase minyak yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan margarin
terdiri dari campuran minyak (minyak kelapa, minyak sawit dan fraksi stearin),
emulsifier, dan ¢-karoten.- Fase air yang digunakan terdiri atas campuran asam sitrat,
pengawet, garam dapur dan ditambah aspartam sebagai perlakuan. Untuk
meningkatkan daya terima terhadap produk margarin manis yang dihasilkan maka
pada fase air ditambahkan zat pewama makanan (merah) dengan aroma strawberi.
Pewarna makanan dengan flavor strawberry yang ditambahkan bermerk Cap
Kupu-kupu. Label yang tercantum di dalamnya menyebutkan bahwa komposisi
pewarna ini adalah carmoisine Cl 14720 yang aman dikonsumsi sesuai dengan kode
pendaftaran Depkes RI.MD. No.263110058450. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI. No.239/Menkes/per/V/85, carmoisine Cl 14720 tidak termasuk ke dalam
golongan zat pewarna sintetis yang berbahaya (label 4). Berdasarkan basil penelitian
Whidiana (2000), telah diidentifikasi jenis-jenis pewarna sintetis makanan yang
beredar, diantaranya merk Cap Kupu-kupu dengan label warna merah tua adalah
benar terbuat dari carmoisine CI 14720.
Penambahan zat warna ini tidak dikategorikan sebagai perlakuan karena
masing-masing formulasi mendapatkan perlakuan penambahan aroma dan zat warna
makanan yang sama jumlahnya, sehingga dalam penelitian ini tidak ingin dilihat
pengaruh dari bahan tambahan tersebut.
Proses pembuatan margarin dapat dilihat pada Gambar 5. Pada penelitian
pendahuluan ini ingin diketahui tahapan penambahan aspartam ke dalam proses
pembuatan margarin_ Penambahan aspartam dalam jumlah 200 mg ke dalam 100 g
margarin dilakukan pada dua tahap yaitu pada fase air dan tahap kristalisasi
(Chilling).
Penambahan aspartam pada kedua fase dimaksudkan untuk melihat
optimalisasi penambahan aspartam, sehingga dihasilkan produk margarin manis yang
28
Fase air
El Do) -
Fase minyak rat terlarut dalam air
aspartam
��R �
Gambar 7. Kelarutan Aspartam dalam Fase Air
Penelitian Lanjutan
yang dioleskan pada roti dalam sekali makan biasanya sebanyak 50 g dengan
ditambahkan 20 g gula. Penambahan 200 mg aspartam dalam 100 g margarin menjadi
setara dengan penambahan gula 40 g dalam 100 g margarin. Penyetaraan tersebut
berdasarkan pada tingkat kemanisan aspartam 200 kali dari kemanisan sukrosa.
Homier dan Shazer (1987) menyebutkan bahwa tingkat kemanisan aspartam adalah
200 kali dari kemanisan gula/sukrosa pada umumnya. Hal ini berarti 200 mg
aspartam akan menghasilkan kemanisan yang setara dengan kemanisan 40 g gula.
Empat taraf perlakuan yang diberikan pada penelitian lanjutan ini diharapkan
dapat diketahui daya terima masing-masing margarin manis yang dihasilkan. Daya
terima margarin manis yang dihasilkan dilihat melalui uji organoleptik oleh panelis
semi terlatih. Untuk mendukung penerimaan margarin manis ini maka dilakukan
analisis sifat fisik margarin yaitu titik leleh. Menurut Weiss (1983), margarin yang
disukai konsumen mempunyai titik cair yang tidak lebih dari 41°C sehingga mudah
larut dan tidak menimbulkan rasa ber"film" di mulut. Disamping itu dilakukan juga
analisis sifat kimia margarin manis yang dihasilkan, meliputi kadar air, kadar lernak,
kadar protein, bilangan peroksida dan total asam lemak bebasnya. Hasil uji sifat fisik
dan sifat kimia, ini kemudian dibandingkan dengan standar mutu margarin yang
diijinkan di Indonesia (SNI 01 - 3541 - 1994).
Konsentrasi Aspartam
Perlakuan
(mg dalam 100 g margarin)
A0 0
Al 150
A2 200
A3 300
31
90,00 96,67
83,33 A0 = 0 mg
Al=150mg
A2 200 mg
A3 300 mg
AO Al A2 A3
Konsentrasi aspartam
Dari hasil uji organoleptik, penerimaan terhadap warna margarin manis dapat
dikatakan bahwa secara umum wama margarin manis tersebut diterima oleh panelis.
Jumlah panelis yang dapat menerimalsuka terhadap wama margarin manis berkisar
antara 83,33 - 96,67 %. Empat formulasi margarin terlihat bahwa modus tingkat
32
Al 4 66,67
A2 4 60,00
A3 4 56,67
Hasil uji Friedman pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata dari konsentrasi penambahan aspartam terhadap penerimaan
warna produk margarin manis yang dihasilkan. Hal ini berarti bahwa pada tingkat
penambahan aspartam hingga 300 mg/100 g margarin tidak mempengaruhi daya
terima panelis terhadap warns margarin manis yang dihasilkan.
Aroma Aroma yang dihasilkan selain berasal dari aroma khas margarin juga
terdapat aroma strawberi yang sengaja ditambahkan dengan jumlah yang sama pada
masing-masing taraf perlakuan (A0, Al, A2 dan A3).
Penerimaan panelis terhadap aroma margarin manis yang dihasilkan
ditunjukkan pada Gambar 9. Secara umum aroma margarin manis yang dihasilkan
dapat diterima oleh panelis (berkisar antara 83,33 - 93,33 % dari seluruh panelis) .
33
m A0=O mg
Al = 150 mg
93,33 90,00 A2 = 200 mg
A3 = 300 mg
AO Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam
120
96,67 96,67 ■ AO=0mg
Al = 150 mg
A2 = 200 mg
A3 = 300 mg
40,00
AO Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam
Modus tingkat kesukaan panelis terhadap rasa margarin manis adalah 2 (tidak
suka) untuk perlakuan AO dan 4 (suka) untuk Al, A2 dan A3 (Tabel 8). Pada
perlakuan AO (0 mg penambahan aspartam) ternyata mempunyai days terima yang
rendah dari panelis (40 %). Perlakuan AO adalah margarin yang dibuat berwarna
merah dengan aroma strawberi tetapi tanpa penambahan aspartam (tetap terasa asin).
35
AO 2 56,67
Al 4 53,33
A2 4 60,00
A3 3 36,67
AO=Omg
Al=150mg
A2 = 200 mg
A3=300 mg
Konsentrasi Aspartam
Gambar 11. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Daya Oles Margarin Manis
Modus daya terima panelis terhadap daya oles margarin yaitu 3 (biasa) dan 4
(suka) untuk perlakuan AO dan 4 (suka) untuk perlakuan Al, A2 dan A3 (Tabel 9).
Berdasarkan uji Friedman diperoleh perbedaan nyata antar berbagai perlakuan
penambahan aspartam terhadap daya oles margarin pada taraf uji 5 % (a = 0,05). Uji
ini dilanjutkan dengan Uji Perbandingan Berganda sehingga diketahui bahwa
perbedaan daya oles terlihat pada margarin dengan penambahan 0 mg aspartam (A0)
dengan margarin yang ditambah 150 mg aspartam (Al). Namun demikian tidak
terdapat perbedaan antara Al, A2 dengan A3.
Daya oles sangat Brat kaitannya dengan proses yang terjadi selama pembuatan
margarin, utamanya selama proses kristalisasi/chilling_ Dan proses kristalisasi
(chilling) akan terbentuk kristal-kristal halus yang mengikat minyak yang masih
berbentuk cair sehingga membentuk ikatan yang stabil dan sulit berpisah (Potter &
Hotchkiss, 1995). Proses kristalisasi dilakukan dengan cara memodifikasi
homogenizer dengan menambahkan pecahan-pecahan es di sekelilingnya. Proses
kristalisasi ini berlangsung cepat, segera setelah tiga puluh menit proses homogenasi
berlangsung. Margarin dengan tingkat daya oles yang relatif sama dapat dihasilkan
37
jika dicapai ketepatan yang sama dalam hal suhu, kecepatan dan ketepatan waktu.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan perbedaan dalam hal suhu,
kecepatan dan waktu dengan tetap menggunakan alat modifikasi ini adalah dengan
memanfaatkan crush ice atau dengan menggunakan es parut sebagai pengganti
pecahan-pecahan es.
Emulsi yang sudah terbentuk selama proses homogenasi akan kembali ke
wujud semula jika tidak segera didinginkan (Kataren, 1986). Kecepatan memberikan
pendinginan akan mempengaruhi basil margarin yang terbentuk, terutama sifat plastis
margarin yang dihasilkan. Sifat plastis ini akan mempengaruhi daya oles margarin.
Jika tingkat keplastisan margarin yang dihasilkan rendah (cair pada suhu ruang) maka
akan sulit untuk mengoleskan margarin tersebut, akibatnya sifat days olesnya pun
kurang diterima. Begitu juga bila sifat plastis margarin terlalu tinggi (sangat padat)
akan membuat margarin sulit di oleskan karena padat, akibatnya daya terimanya pun
rendah. Kataren (1986) menyebutkan bahwa sifat margarin yang plastis adalah tidak
padat, tahan terhadap tekanan tertentu, tidak mengalir tetapi mudah dicampur dan
dioleskan.
Tabel. 9. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Daya Oles Margarin Manis.
A2 4 76,67
A3 4 60,00
Titik leleh dari fase minyak adalah 40 °C dan titik leleh margarin manis
berkisar antara 44,5 - 45,5 °C. Titik Ieleh margarin dengan perlakuan AO adalah
44,50 °C, Al sebesar 44,75 °C, A2 sebesar 45,00 °C dan A3 sebesar 45,25 °C. Titik
leleh ini lebih tinggi dari titik leleh margarin yang dianjurkan (41 °C), sehingga
kemungkinan hat ini dapat mempengaruhi penerimaan terhadap margarin manis yang
dihasilkan dilihat dari adanya after taste her "film" dimulut karena saat dimakan
margarin belum meleleh. Syarat mutu margarin yang diijinkan beredar di Indonesia
tidak menyebutkan standar titik leleh margarin. Artinya bahwa titik leleh margarin
masing-masing produk margarin boleh berbeda-beda sesuai tingkat penerimaannya.
Hasil sidik ragam pada taraf 5 % (u = 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang nyata dari pengaruh penambahan aspartam sampai konsentrasi 300 mg ke
dalam 100 g margarin terhadap titik leleh margarin manis yang dihasilkan.
tersebut berarti bahwa kadar asam lemak bebas margarin manis masih dibawah batas
ambang normal (SNI, 1994).
Perlakuan
Kadar asam lemak bebas
(gr aspartam)
Kontrol (0) 0,06
150 0,14
200 0,13
300 0,15
Fat Blend 0,02
Hasil sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antar
berbagai taraf perlakuan penambahan aspartam terhadap total asam lemak bebas
margarin manis pada taraf uji 5 % (a = 0,05). Hal ini berarti bahwa kadar asam lemak
bebas margarin manis yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh penambahan aspartam
sampai konsentrasi 300 mg ke dalam 100 g margarin.
Bilangan Peroksida. Bilangan peroksida merupakan indikator tingkat
kerusakan suatu produk, semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula
tingkat kerusakan suatu produk. Bilangan peroksida erat kaitannya dengan reaksi
autooksidasi. Reaksi autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas
yang dipercepat oleh faktor cahaya, panas, peroksida lemak atau hdroperoksida,
logam-logam berat dan enzim lipoksidase (Winarno, 1997). Bilangan peroksida
margarin selama penyimpanan satu bulan adalah 1,88 megfkg berat bahan (SII,
1972).
Dilihat dari hasil analisis kimia margarin, bilangan peroksida dari produk
margarin manis ini berkisar antara 1,27 - 2,02 megtkg bahan (Tabel 11). Bilangan
peroksida suatu bahan sangat rentan terhadap waktu, suhu dan oksigen (Kataren
1986). Usaha yang dapat dilakukan untuk melindungi margarin dari tingkat
kerusakan yang tinggi memerlukan metode penyimpanan yang tepat seperti
40
penyimpanan margarin pada umumnya. Penyimpanan yang tepat adalah pada wadah
yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu lemari es.
Jika dilihat dari basil analisis bahwa bilangan peroksida tertinggi adalah pada
margarin tanpa penambahan aspartam (A0) hat ini menunjukkan bahwa penambahan
aspartam tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan peroksida margarin manis
yang dihasilkan. Hal ini pun didukung oleh basil sidik ragam pada taraf 5 % (a =
0,05) bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan penambahan aspartam
terhadap bilangan peroksida margain manis yang dihasilkan.
®A0 = 0 mg
0,90
A1= 150 mg
A2 = 200 mg
A3 = 300 mg
A0 Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam
Gambar 12. Kadar Protein Margarin Manis
Hasil sidik ragam pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang nyata dari pengaruh penambahan aspartam terhadap kadar protein
margarin manis. Jadi sampai taraf penambahan aspartam 300 mg tidak terdapat
perbedaan yang nyata terhadap kandungan protein. Namun jika dilihat dari
kecenderungan yang ada dapat dilihat bahwa dengan semakin meningkatnya kadar
aspartam yang ditambahkan maka kandungan protein dalam margarin manispun
semakin meningkat pula. Rata-rata peningkatan jumlah protein dalam margarin manis
meningkat sesuai tingkat konsentrasi penambahan aspartam. SNI 01 3541-1994 tidak
menyebutkan ketentuan mengenai kadar protein margarin. Hal ini dapat dipahami
karena margarin bukan merupakan produk pangan sumber protein.
Kadar Air. SNI 01 3541-1994 menyebutkan bahwa standar mutu pembuatan
margarin adalah mengandung air maksimal 18 %. Hasil analisis kadar air dari
margarin manis yang dibuat telah memenuhi standar mutu margarin (SNI 01 3541-
1994) yaitu berkisar antara 10,91 - 12,81 % (Gambar 13). Pada saat pembuatan
margarin manis, jumlah fase air yang ditambahkan sebanyak 16 %. Kadar air hasil
analisis iebih rendah dibandingkan kadar air yang ditambahkan selama proses
42
pembuatan margarin. Hal ini diduga diakibatkan oleh adanya panas sehingga
menimbulkan penguapan selama proses pembuatan margarin tersebut.
AO Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam
Hasil sidik ragam pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang nyata dari pengaruh penambahan aspartam terhadap kadar air
margarin manis. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air margarin manis tidak
dipengaruhi oleh penambahan aspartam sampai konsentrasi 300 mg dalam 100 g
margarin.
Kadar Lemak. Margarin merupakan suatu produk berbentuk emulsi baik padat
maupun cair yang mengandung minyak tidak kurang dari 80 % dan 15000 N vitamin A
per ponnya (FDA dalam Hasenhuettl & Hartel, 1997). Hasil analisis kadar lemak
margarin manis berkisar antara 80,08 - 84,83 % (Gambar 14). Berdasarkan standar
mutu margarin (SNI 01 3541-1994), berarti bahwa margarin manis yang dihasilkan
telah memenuhi standar kadar lemak yaitu minimal 80 %.
43
120-1
M A0=0mg
84, 83 82,29 81,87 80 82
90 A1- 150 mg
A2 = 200 mg
A3=300 mg
f i
AO Al A2 A3
Ko nse ntra si Aspa rta m
Kesimpulan
1. Diketahui bahwa dalam proses pembuatan margarin dapat ditambahkan aspartam
sebagai pemanis yang dipadukan dengan penambahan aroma strawberi dan
pewarna makanan untuk membuat produk margarin manis.
2. Fase air dipilih sebagai tahapan penambahan aspartam dalam proses pembuatan
margarin yang menghasilkan keoptimalan margarin manis.
3. Semua taraf penambahan aspartam dapat diterima oleh panelis dalam hal warna,
aroma, rasa dan daya olesnya, kecuali rasa margarin pada perlakuan A0ltanpa
penambahan aspartam.
4. Berdasarkan syarat mutu margarin (SNI 01 3541-1994), variabel-variabel hasil
analisa sifat fisik dan kimia yang dilakukan terhadap margarin manis telah
memenuhi standar mutu margarin.
5. Tingkat penerimaan dan syarat mutu margarin yang dihasilkan relatif sama,
sehingga dapat dipilih konsentrasi aspartarn yang paling rendah untuk efisiensi
secara ekonomi. Kecenderungan dosis penambahan aspartam yang terbaik adalah
200 mg dalam 100 g margarin.
6. Produk margarin manis dengan pemanis aspartam dapat diklaim reduced
calorie
jika dibandingkan dengan penggunaan gula sebagai pemanis.
Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk membuat margarin manis
dengan aroma dan warns yang berbeda sebagai alternatif yang beragam untuk pilihan
konsumen. Tingkat konsentrasi penambahan aspartam dapat dipilih pada konsentrasi
terendah untuk efisiensi secara ekonomi. Disamping itu konsentrasi penambahan
aspartam pada margarin dapat dibuat dengan tingkatan yang berbeda-beda yang
masih tetap dapat diterima konsumen (biasa,manis dan sangat manis).
46
Adrian, M., Trenggono & Pitoyo. 1991. Kandungan Tokoferol Minyak Sawit dan
Cara Isolasinya. Prosiding Seminar Nilai Tambah Minyak Kelapa Sawit
Untuk Peningkatan Derajat Kesehatan. Jakarta
Bender, A.E. 1978. Food Procesing and Nutrition. Academic Press. London.
Buckle, K.A., &A. Edward., G.H. Fleet & M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Budiman. 1987. Usaha Meningkatkan Daya Saing Industri Minyak Kelapa Sawit.
Lokakarya Managemen Industri Kelapa Sawit. Medan.
De Man, J. M. & Leny de Man. 1994. Speciality Fats Based on Palm Oil and Palm
Kernel Oil. Malaysian Palm Oil Promotion Council. Selangor, Malaysia.
Grenby, T.H. 1989. Progress in Sweeteners. Elsevier Science Publishing Co, Inc.
London.
Hasenhuettl, G.L. & R.W. Hartel. 1997. Food Emulsifier and Their Aplications.
Chapman & Hall. International Thompson Publishing. New York.
Homier, B.A.K. & W.R. Shazer. 1987. FDA Approves for How Aspartame Uses.
Food Technology 7, him. 41-44.
48
MPOPC. 2000. Non-food Uses of Palm Oil and Palm Kernel Oil. Malaysian Palm
Oil Promotion Council. Selangor, Malaysia.
Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc. Westport.
Connecticut.
Muchtadi, T.R. 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit (Elaise
guinensis jacq) dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan
Pemanfaatan Provitamin A. Desertasi Doktor Program Pasca Sarjana, IPB.
Bogor.
Nabors, L.O. & RC Geraldi. 1986. Alternative Sweeteners. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Potter, N.N. & J. Hotchkiss. 1995. Food Science (Fifth Edition). Chapman & Hall.
International Thompson Publishing. New York.
STY. 1972. Mutu dan Cara Uji Margarin. Departemen Perindustrian. Jakarta.
Smith, J. 1991. .Food Aditive User's Hand Book. Blackie and Son Ltd. New York.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. PT Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Sukardji, K. 1996. Manfaat dan Keamanan Pemanis Untuk Diet. Majalah Femina
No. 46. (XXIV).
49
Sulaeman, A., Faisal A., Rimbawan & Sri Anna, M. 1995. Metode Analisis Zat Gizi
dan Komponen Kimia Lainnya dalam Makanan. Diktat Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 2001. Kelapa Sawit, Budidaya, Pemanfaatan dan
Pemasarannya. Penebar Swadaya. Jakarta
Weiss, T.J. 1983. Food Oils and Their Uses. Hun Wesson Foods, Inc. Fullerton,
California.
Whidiana, E. 2000. Ekstraksi Bit Sebagai Alternatif Pewarna Alami Pangan, Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumebrdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
50
Keterangan : produk pangan yang dinyatakan dalam satuan per saji, harus dapat dinyakan pula
dalam satuan per 100 g (padatan) atau per 100 ml (cairan).
' jumlah pangan yang dianjurkan untuk dikonsumsi harus >_ 300 Kai per hari
b
suatu pernyataan hares disertakan untuk membandingkan kandungan energi dari pangan
tertentu terhadap pangan rujukan.
51
Diketahui :
o metabolisme aspartam dalam tubuh menghasilkan 4 Kal/gram (Lindsay, 1985) o
metabolisme gula/sukrosa dalam tubuh juga menghasilkan 4 KaVgram
o pada perlakuan A3, 60 g gula dalam 100 g margarin setara dengan tingkat
kemanisan 300 mg aspartam dalam 100 margarin
60ggula =60gx4Kai
240 Kai, artinya gula yang digunakan dalam 100 g margarin
menghasilkan 240 Kai
300 mgAPM =0,3gx4Kai
= 1,2 Kai, artinya aspartam yang digunakan dalam 100 g margarin
menghasilkan 1,2 Kai
Jadi dalam 100 gram margarin yang ditambahkan gula mengandung energi
sebeear 960 Kai (720 Kai + 240 Kai) dan jika gula digantikan dengan aspartam maka
energi yang terdapat dalam 100 gram margarin sebesar 721,2 Kai (720 Kai + 1,2
Kai). Pengurangan energi yang dihasilkan adalah
1 - 721,2 x 100% = 25 %
960
Jadi penggunaan aspartam sebagai pemanis dalam margarin dapat diklaim reduced
calorie jika dirujuk/dibandingkan dengan penggunaan gula sebagai pemanis dalam
margarin (penurunan Mori _> 25 %).
52
Harga resmi - asp rtam di pasaran bebas adalah Rp 500.000,- per kg.
Sedangkan harga resmi gula di pasaran adalah Rp 4000,- per kg. Penggunaan satu
kilogram gula sebagai pernanis dapat digantikan oleh penggunaan 5 gram aspartam.
Penggunaan aspartam yang lebih kecil jumlahnya dikarenakan aspartam mempunyai
tingkat kemanisan yang lebih tinggi dari kemanisan gula yaitu sebesar 200 kali
(Homler & Shazer, 1987). Jika dikonfersikan ke dalam rupiah maka harga 5 gram
aspartam adalah Rp. 2.500,-. Jadi penggunaan aspartam sebagai pemanis dapat
menurunkan pengeluaran sebesar 37,5 % (Rp 1500,-) per satu kilogram jika
dibandingkan dengan penggunaan gula sebagai pemanis.
53
Lampiran 4. Metode Uji Oragoleptik, Analisis Sifat Fisik dan Analisis Kimia
Margarin Manis
dititer dengan KOH 0,1 N hingga warna merah jambu tetap (tidak berubah selama
15 detik). Asam lemak bebas dihitung berdasarkan rumus :
m xax b
Asam Lemak Bebas = x 100 °/O
G
Keterangan :
a = KOH yang diperlukan untuk peniteran (ml) b
= normalitas KOH
c = berat contoh (g)
m = bobot molekul asam lemak (sebagai asam oleat = 282)
Nama
Tanggal
Produk : Margarin Manis
Tabel Penilaian :
Kode Mutu Oranole tik
Sam el Warna Aroma Rasa
623316
Daya OlesKomentar
621153
621164
623938
Saran
Lampiran 7. Hasil Uji Friedmen terhadap Daya Terima Warna Margarin Manis
Ranking
Perlakuan 0 mg 1 150 m 200 ma 1 300 m
R' 66,S] 84 75 70,5 9
Tes Statistik
r W t db� X�0 OS) X2 001
30 3,79* 3 7,82 11234
Keterangan : *tidak berbeda nyata (a = 0,05)
Lampiran 8. Hasil Uji Friedmen terhadap Daya Terima Aroma Margarin Manis
Rankine
Perlakuan 0 mg 1 150 m 200 m 300 m
R� 70 77 81 72
Tes Statistik
N X2 hit Db 0X f l 1
30 1,48* 3 7,82 11,34
Keterangan : *tidak berbeda nyata (a = 0, 05)
Lampiran 9. Hasii Uji Friedmen terhadap Daya Terima Rasa Margarin Manis
Rankin
Perlakuan 0 ml 150 mg 200 mg 300 mg
Rj 52 88 87,5 72,5
Tes Statistik
N X hit db 0,05 X2 flol
30 16,92* 3 7,82 11,34
Keterangan : *Berbeda nyata (a = 0,05)
Hasii Uji Lanjut Perbandingan Berganda terhadap Penerimaan Rasa Margarin Manis
0mg 300 mg 200 mg 150 Mg
52 72,5 87,5 88
Keterangan : perlakuan yang berada pads satu garis tidak berbeda nyata pada a = 0, 05.
59
Lampiran 10. Basil Uji Friedmen terhadap Penerimaan Daya Oles Margarin
Manis
Ranking
Perlakuan 0mi 200 m 300 m
- 56 86,5 79,5 _ 78
Tes Statistik
X hit X 2Z Q,QS10,051 V Q al
i0 45 7,82 11,34
P1 1 j
Keterangan:*Ber bedanyata (a = 0,05)
Basil Uji Lanjut Perbandingan Berganda terhadap Penerimaan Daya Oies Margarin
Manis
0 mg 300 mg 200 mg l50 mg
56 78 79,5 86,5
Keerangan perlakuan yw g berada pads satu garis tidak berbeda nyata pads a = 0,05.
F tabe!
Sumber Variasi db 3K KT F hit
l f Q5 Qfll
Perlakuan 3 0,38 0.13
076* , 9 ,2 8 28 , 46
Galat 3 0 50 0,17
Total 6 0,88
Keterangan : * tidak berpengaruh nyata (a 0,05)
F tabel
Sumber Variasi db JK KT F hit
8,05
Perlakuan 3 0,00549 1 83 x
6, 47* 9 ,28 2 , 84b
Galat 3 0,00085 2 83 x 10
Total 6 0 00634
Keterangan : * ndak berpengaruh nyata (a = 0,
05)
60
F tabel
Sumber Variasi db JK KT F hit
0105 0,01
Perlakuan 3' 0,34 0,11
, 22* 9 , 28 28 , 46
Galat 3 0,14 LO 5
Total 6 0,48
Keterangan : * hdak berpengaruh nyata (a = 0, 05)
F tabel
Sumber Variasi db JK KT F hit
005 001
Perlakuan 3 1,36 0,45
092* , , 928 , 2846
Galat 3 1,48 0149
Total 6 2,84
Keterangan : * tidak berpengaruh nyata (a = 0, 05)
F tabel
Sumber Vari
asi db JK KT F hit 005 001
Perlakuan 3 0 18 0,06 0, 6 8* 9,2 8 28,4 6
Galat 3 0 21 0,07
Total 6 0,39
Keterangan : * tidak berpengaruh nyata (a = 0, 05)
F tabel
Sumber Var i asi db JK KT F hit
0,05 0,01
Perlakuan 3 10,85 3,62
1 , 4* 0 9, 28 28, 46
Ga1at 3 7 75 2,58
Total 6 18,60
Keterangan : * tidak berpengarub nyata (a = 0, 05)