You are on page 1of 68

SIFAT FISIK, KD1+IIA DAN ORGANOLEPTIK MARGAIUN MANIS

DENGAN PENAMBAHAN ASPARTAM

Oleli :
Ekky Setiawan
A05497011

JURUSAN GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTAN[AN BOGOR
2002
RINGKASAN

EKKY SETIAWAN. Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Margarin Manis dengan
Penambahan Aspartam. (Di bawah bimbingan Rimbawan dan Faisal Anwar).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisik, sifat kimia dan days
terima produk margarin yang ditambah dengan aspartam sebagai pengganti gula.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Gizi dan Laboratorium
Percobaan Makanan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK),
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dimulai pada bulan Mei 2001
sampai dengan bulan Oktober 2001.
Perla kuan yang diberikan pada unit percobaan adalah konsentrasi
penambahan aspartam. Konsentrasi penambahan aspartam terdiri dari 4 Waf yaitu 0
(AO), 150 (Al), 200 (A2) dan 300 (A3) mg. Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua kali
ulangan. Hasil dari uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan days ales
margarin dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase penerimaan panelis semi
terlatih dan modus dari masing-masing taraf perlakuan. Kesukaan panelis terhadap
produk margarin manis dianalisis juga dengan uji Friedman, kemudian basil uji
Friedman yang berbeda nyata diuji lebih lanjut menggunakan Uji Perbandingan
Berganda (Multiple Comparison Test). Hasil analisis sifat kimia dan analisis
sifat
fisik produk margarin manis diuji dengan menggunakan sidik ragam untuk melihat
pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap sifat fisik dan sifat kimia produk
margarin manis yang dihasilkan. Hasil analisis ini juga dibandingkan secara
deskriptif dengan hasil analisis kimia dari fase minyak (bahan dasar). Jika terdapat
pengaruh yang nyata pada basil analisis maka dilanjutkan dengan uji Lanjut Duncan.
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa penambahan aspartam
akan optimal pada fase air dibandingkan fase kristalisasi. Penelitian lanjutan dimulai
dengan penambahan aspartam sesuai perlakuan (4 taraf : A0, Al, A2, A3) pada fase
air.
Semua taraf penambahan aspartam dapat diterima oleh panelis dalam hal
warna, aroma, rasa dan daya olesnya, kecuali rasa margarin pada perlakuan AO/tanpa
penambahan aspartam.
Jumlah panelis yang dapat suka terhadap warna margarin mans berkisar
antara 73,34 - 96,67 % dengan modus 4. Secara umum aroma margarin manis yang
dihasilkan dapat diterima oleh panelis ( berkisar antara 83,33 - 93,33 % dari seluruh
panelis) dengan modus adalah 3 (biasa) untuk perlakuan AO - A3 dan 4 (suka) untuk
perlakuan Al - A2. Modus tingkat kesukaan panelis terhadap rasa margarin manis
adalah 2 (tidak suka) untuk perlakuan AO dan 4 (suka) untuk Al, A2 dan A3. Pada
perlakuan AO (0 mg penambahan aspartam) ternyata mempunyai daya terima yang
rendah dari panelis (40 %). Berdasarkan uji Friedman pada taraf uji 5 % (a = 0,05)
terdapat perbedaan nyata antar berbagai perlakuan konsentrasi penambahan aspartam
terhadap rasa margarin mans yang dibuat. Kemudian dilakukan Uji Perbandingan
Berganda dan didapatkan bahwa perbedaan terlihat pada margarin tanpa penambahan
0 g aspartam (A0) dengan A 1 (150 mg), Al (150 mg) dan A2 (200 mg).
Penerimaan daya oles terhadap margarin manis yang dihasilkan berkisar
antara 86,67 - 100,00 % dengan modus 3 (biasa) dan 4 (suka) untuk perlakuan AO
dan 4 (suka) untuk perlakuan Al, A2 dan A3. Berdasarkan uji Friedman diperoleh
perbedaan nyata antar berbagai perlakuan penambahan aspartam terhadap days oles
margarin pada taraf uji 5 % (a = 0,05). Uji ini dilanjutkan dengan Uji Perbandingan
Berganda sehingga diketahui bahwa perbedaan daya oles terlihat pads margarin
dengan penambahan 0 mg (A0) dengan 150 mg aspartam (Al). Namun demikian
tidak terdapat perbedaan antara Al, A2 dengan A3 yang dalam hal ini merupakan
taraf dengan penambahan aspartam.
Hasil analisa sifat fisik dan kimia margarin manis menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh yang nyata dari perlakuan penambahan aspartam terhadap aspek yang
dianalisis (titik leleh, kadar air, kadar lemak, kadar protein, bilangan peroksida dan
total asam lemak bebas). Walaupun tidak ada pengaruh yang nyata (a = 0,05), namun
pada kadar protein dapat dilihat kecenderungan bahwa kadar protein margarin manis
semakin meningkat dengan meningkatnya konssentrasi aspartam yang ditambahkan.
Titik leleh margarin manis berkisar antara 44,5 - 45,5 °C dan titik leleh dari
fase minyak adalah 40 °C. Kadar asam lemak bebas dari margarin manis yang
dihasilkan berkisar antara 0,06 --0,15. Dilihat dari hasil analisis kimia margarin,
bilangan peroksida dari produk margarin manis ini berkisar antara 1,27 - 2,02 meq/kg
bahan. Kadar protein margarin manis cenderung meningkat dengan semakin
meningkatnya konsentrasi penambahan aspartam. Kadar protein margarin manis
berkisar antara 0,45 - 0,90%. Hasil analisis kadar air dari margarin manis yang dibuat
yaitu berkisar antara 10,91 - 12,81 %. Hasil analisis kadar lemak margarin manis
berkisar antara 80,08 - 84,83 %.
Produk margarin manis yang dihasilkan adalah produk margarin yang tinggi
dalam hal kalori. Konsumsi 60 g gula sebagai pemanis dalam 100 g margarin akan
menghasilkan energi sebesar 238,8 Kai lebih besar dibandingkan dengan energi yang
dihasilkan dari 300 mg aspartam dalam 100 g margarin dengan tingkat kemanisan
yang sama. Penurunan kalori (reduced calorie) yang ditimbulkan jika mengganti 60 g
gula dengan 300 mg aspartam sebesar 25%. Jadi penggunaan aspartam sebagai
pemanis dalam margarin dapat diklaim reduced calorie jika dirujuk/dibandingkan
dengan penggunaan gula sebagai pemanis dalam margarin (penurunan kalori z 25 %).
Berdasarkan syarat mutu margarin (SNI 01 3541-1994) bahwa basil analisa
sifat fisik dan kimia yang dilakukan terhadap margarin manis telah memenuhi standar
mutu margarin. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa tingkat penerimaan dan
syarat mutu margarin yang dihasilkan tidak berbeda nyata, sehingga dapat dipilih
konsentrasi aspartam yang paling rendah untuk efisiensi secara ekonomi.
JUDUL SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK MARGARIN
MANIS DENGAN PENAMBAHAN ASPARTAM

Nama Mahasiswa : EKKY SETIAWAN

Nomor Pokok : A05497011

Menyetujui :

Dosen Pembimbing 1, Dosek\Pembimbing 11,

Dr. Rimbawan Ir.Faisay Anwar, M.S.


NIP. 131629744 NIP. 130934378

ajat Martianto, M.S.


131861464

Tanggal Lulus : ; 2002


Z8 JAN
SIFAT FISIK, KIMA DAN ORGANOLEPTIK MARGARIN MANIS
DENGAN PENAMBAHAN ASPARTAM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
EKKY SETIAWAN
A05497011

JURUSAN GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
DAFFAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 15 Oktober 1978.


penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga Syarifunawan dan
Wiwiek Murtianingsih.
Pendidikan formal penulis diawali di Taman Kanak-kanak Bhayangkari
Situbondo selama dua tahun (1983 - 1985). Selanjutnya sekolah dasar ditempuh
selama enam tahun di SD Negeri Patokan IV Situbondo (1985-1991). Penulis
melanjutkan ke Sekolah Menegah Pertama di SMPN I Situbondo dari tahun 1991
hingga 1994. Pada tahun 1994 hingga 1997, penulis melanjutkan sekolahnya di SMU
Negeri I Situbondo dan lulus pada tahun 1997.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1997
melalui jalur USMI. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai
kegiatan ilmiah seperti Lomba Karya Inovatif Produktif, Program Kreatifitas
Mahasiswa, Seminar-seminar dan Lokakarya, Deklarasi Koalisi Bogor Sehat,
Sukarelawan Pemantau Pemilu UNFREL Wilayah Bogor dan berbagai kegiatan
lainnya. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Umum organisasi kedaerahan
(Keluarga Mahasiswa Situbondo) dari tahun 2000-2001, dan pada tahun yang sama
menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian
(HIMAGITA), sebagai Komandan Resimen Mahasiswa (MENWA) Satuan Institut
Pertanian Bogor dari tahun 2001-2002. Penulis juga pernah menjadi asisten luar
biasa pada mata kuliah Biokimia Gizi (2001) dan Kewiraan (2001).
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL iIi


DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN ... I
Latar Belakang ... I
Tujuan Penelitian 2
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Margarin ... 4
Zat Penstabil (Emulsifier) ... 9
Minyak Sawit dan Minyak Intl Sawit ... 10
Zat Pewarna Makanan ... 14
Aspartam ... 15
BAHAN DAN METODE ... 20
Tempat dan Waktu ... 20
Bahan dan Alat ... 20
Metode Penelitian ...............................................................................................21
Rancangan Percobaan ... 26
Pengolahan dan Analisis Data ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
Penelitian Pendahuluan ... 27
Penelitian Lanjutan ... 29
Daya Terima Margarin Manis ... 31
Warna ... 31
Aroma ... 32
Rasa ... 34
Daya Oles ... 26

i
Analisis Sifat Fisik Margarin Manis ... 37
Titik Leleh ... 37
Analisis Kimia Margarin Manis ... 38
Kadar Asam Lemak Bebas ... 38
Bilangan Peroksida ... 39
Kadar Protein ... 40
Kadar Air ... 41
Kadar Lemak ... 42
Kalim Gizi margarin Manis (Pengurangan Energi) ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45


Kesimpulan ... 45
Saran .................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN ... 50

11
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. SNI 01 - 3541 - 1994 untuk Produk Margarin ... 5

2. Bahan-bahan Dasar Pembuatan Margarin ... 8


3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit, Minyak Inti Sawit dan Minyak
Kelapa ... ... :...
4. Daftar Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya... 13
5. Taraf Penambahan Aspartam Dalam Margarin ... 30
6. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Warna Margarin Manis... 32
7. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Aroma Margarin Manis... 33
8. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Rasa Margarin Manis ... 35
9. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Daya Oles Margarin Manis ... 37
10. Kadar Asam Lemak Bebas Margarin Manis ... 39
11. Bilangan Peroksida Margarin Manis ... 40
12. Petunjuk untuk Klaim Gizi ... 50

[it
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Emulsifier dalam Sistem Water in oil (W/O) ... 9


2. Struktur Kelapa Sawit ... II
3. Proses Ekstraksi Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit dari Tandan Buah Segar
(TB S) Kelapa Sawit ... 13
4. Struktur Kimia Aspartam ... 16
5. Bagan Alur Proses Penelitian Pendahuluan Pembuatan Margarin Manis ... 23
6. Bagan Alur Proses Penelitian Lanjutan Pembuatan Margarin Manis ... 25
7. Kelarutan Aspartam dalam Fase Air ... 29
8. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Warna Margarin Manis ... 31
9. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Aroma Margarin Manis ... 33
10. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Rasa Margarin Manis ... 34
11. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Daya Oles Margarin Manis ........36
12. Kadar Protein Margarin Manis ... 41
13. Kadar Air Margarin Manis ... 42
14. Kadar Lemak Margarin Manis ... 43

iv
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lemak/minyak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar. Jika dioksidasi


secara sempurna dalam tubuh maka satu gram lemak akan menghasilkan 9 Kal
(Buckle, Edward, Fleet & Wooton, 1987). Disamping itu lemak/minyak berfungsi
juga sebagai pelarut dan sumber vitamin A, D, E dan K (Winarno, 1997).
Margarin merupakan salah satu produk pangan hash olahan dari minyak.
Produk minyak ini sangat dikenal dalam masyarakat sebagai pengganti mentega yang
harganya relatif mahal. Telah banyak dilakukan penelitian mengenai keunggulan dan
kelemahan dari margarin. Isu terakhir yang menyebabkan konsumsi margarin
menurun yaitu tentang kandungan lemak trans dalam margarin yang dapat
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga akan menimbulkan resiko
kesehatan seperti jantung koroner (Bender, 1978). Kandungan lemak trans dalam
margarin ini banyak disebabkan oleh proses hidrogenasi pads minyak/lemak yang
digunakan sebagai bahan pembuat margarin sehingga minyak/lemak yang tadinya
merupakan lemak tak jenuh dengan ikatan cis berubah menjadi lemak jenuh dengan
ikatan trans tersebut_ Tetapi masalah tersebut telah direspon positif oleh pihak
industri dengan dibuatnya margarin yang rendah akan asam lemak trans
(Neinaber, 1996).
Selain permasalahan di atas, biasanya konsumsi margarin sebagai pengoles
selalu diikuti dengan penambahan bahan pemanis seperti gula, selai, dan misis.
Konsumsi margarin tanpa penambahan pemanis sudah cukup menghasilkan kalori
dalam jumlah yang relatif tinggi. Jika ditambahkan dengan pemanis make kalori yang
dikonsumsi akan semakin meningkat. Penggunaan pemanis tersebut merupakan
masalah besar bagi sebagian orang, terutama bagi mereka yang khawatir akan
kelebihan energi dan kekhawatiran akan menjadi gemuk. Penggunaan pemanis
tersebut dapat menambah jumlah kalori yang dikonsumsi dan kurang praktis dalam
penggunaannya, karena masih harus menambahkan pemanis dalam margarin.
2

Tingginya nilai kalori ini akan menjadi masalah jika orang tersebut mengalami
penyakit diabetes melitus maupun bagi orang yang sedang menjalani terapi diet
makanan berkalori tinggi. Penggunaan aspartam sebagai pemanis yang rendah nilai
kalori dapat dijadikan alternatif dalam membuat margarin tetap manis dan aman
dikonsumsi oleh siapa saja.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dikembangkan produk margarin
manis yang sehat, bergizi dan dapat meminimalkan resiko kesehatan serta lebih
praktis dalam penggunaanya. Penelitian ini ingin melihat perubahan sifat fisik, sifat
kimia dan daya terima konsumen terhadap margarin yang ditambah dengan aspartam
sebagai pemanis alternatif sehingga diperoleh margarin manis. Pemilihan aspartam
sebagai pemanis didasarkan atas tingkat kemanisan aspartam sebesar 200 kali
kemanisan gula. Penambahan sejumlah kecil aspartam diharapkan dapat menjadikan
margarin menjadi manis dengan hanya sedikit penambahan jumlah kalorinya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari sifat fisik, sifat kimia
dan daya terima produk margarin yang ditambah dengan aspartam sebagai pemanis
pengganti gula.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui tahapan penambahan aspartam dalarn proses pembuatan
margarin yang menghasilkan margarin manis dengan tingkat kemanisan
dan kehomogenan aspartam yang optimal.
2. Mempelajari pengaruh penambahan aspartam terhadap mutu
organoleptik dan daya terima margarin manis.
3. Mempelajari pembuatan margarin manis dengan dosis penambahan
aspartam yang terbaik.
4. Mempelajari pengaruh penambahan aspartam terhadap mutu sifat fisik
(titik leleb) dan sifat kimia (kadar air, kadar lemak, bilangan peroksida,
kadar protein dan total asam lemak bebas) margarin manis.
TINJAUAN PUSTAKA

Margarin

Produk margarin pertamakali diperkenalkan dalam sayembara tahun 1887 di


Perancis yang diadakan oleh Kaisar Napoleon III. Margarin tersebut dibuat oleh
Mege Mouries sebagai salah satu peserta lomba. Mege Mouries mencoba membuat
produk menyerupai mentega dalam hal penampakan, bau, konsistensi, rasa dan nilai
gizi namun berasal dari bahan lain yang lebih murah dan mudah didapatkan
(Hasenhuettl & Hartel, 1997).
Penes
Margarin merupakan suatu produk berbentuk emulsi baik padat maupun cair
yang mengandung minyak tidak kurang dari 80 % dan 15000 IU vitamin A per
ponnya (FDA dalam Hasenhuettl & Hartel, 1997). Margarin dapat juga diartikan
sebagai emulsi yang terdiri dari fase internal berupa cairan yang diselubungi oleh fase
eksternal berupa lemak yang bersifat plastis. Komponen yang terkandung dalam
margarin adalah lemak, garam, vitamin A, pengawet, pewarna dan emulsifier untuk
menstabilkan emulsi yang terbentuk (Hasenhuettl & Hartel, 1997). Produk margarin
merupakan bentuk emulsi air dalam lemak (W/O) dan lebih mudah dicerna dalam
tubuh daripada lemak yang tidak teremulsi seperti minyak goreng.
Sifat Fisik dan Kimia
Margarin mempunyai titik beku yang tinggi (diatas suhu kamar) dan titik cair
sekitar suhu badan sehingga jika dimakan maka akan mencair dalam mulut dan
menjadi mudah dicerna. Pada suhu kamar (25)C) margarin mempunyai sifat plastis
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengoles makanan (Kataren, 1986).
Margarin merupakan produk yang menyerupai mentega dalam hal rupa, bau,
konsistensi, rasa dan nilai gizinya serta mengandung minimal 80 % lemak. Lemak
yang digunakan dapat berupa lemak hewani maupun lemak nabati. Lemak hewani
yang sering digunakan adalah lemak babi atau lemak sapi, sedangkan lemak nabati
yang biasa digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai
dan minyak biji kapas (Winarno, 1997).
5

Syarat mutu margarin yang diijinkan beredar di Indonesia adalah harus sesuai
dengan standar nasional Indonesia untuk produk margarin (SNI 01 - 3541 - 1994).
Margarin yang dibuat harus mempunyai bau, rasa dan warns yang normal. Syarat
mutu produk margarin lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Nasional Indonesia untuk Produk Margarin (SNI 01 - 3541 - 1994)

PERSYARATAN
NO KRITERIA UJI SATUAN
MARGARIN DAPUR
1. Keadaan
1.1. Bau - Normal
1.2. Rasa - Normal
1.3. Warna - Normal
2. Air % blb Maks. 18,0
3. Lemak % b/b Min. 80,0
4. Asam Iemak bebas, dihitung sebagai % b/b Maks. 0,3
asamoleat (daii % lemak)
5. Garam dapur (NaCl) % b/b Maks. 4,0
6. Vitamin A 1U/100 g -
7. Vitamin D lu/100 g -
8. Bahan tambahan makanan :
8.1. Anti oksida
8.2. Pewarna tambahan SNI 01-0222-1987
8.3. Stabilizer
9. Cemaran logam .
9.1. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 0,1
9.2. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1
9.3. Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
9.4. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0*
9.5. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
10. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
11. Cemaran mikroba :
11.1. Angka lempeng total koloni/g Maks. 105
11.2. Bakteri bentuk koli APMIg Maks. 10
11.3. E.Coli APM/g <3
11.4. St. Aureus koloni/g maks. 102
11.5. Salmonella koloni/25 g negatif
11.6. Enterococci koloni/g maks. 102
Keterangan : * untuk yang dikemas dalam kaleng

Margarin mengandung pigmen yang menyebabkan warnanya menjadi kuning.


Pigmen ini dikandung oleh tumbuhan kelapa sawit yang menghasilkan minyak untuk
bahan baku pembuatan margarin, pigmen ini disebut dengan karotenoid. Karotenoid
merupakan hidrokarbon dengan banyak ikatan rangkap (tidak jenuh), sangat larut
dalam minyak dan akan terhidrogenasi bersamaan dengan proses hidrogenasi minyak.
Pigmen karotenoid mengandung 0 karoten yang memberikan warna pada margarin
dan sekaligus berperan sebagai provitamin A (Weiss, 1983).
Pembuatan
Kataren (1986) menyebutkan bahwa margarin disiapkan dengan cara
mencampurkan bahan-bahan menjadi suatu bentuk emulsi air dalam minyak (WIO)
kemudian didinginkan (chilling) sehingga membentuk sifat yang plastic, tetapi tidak
padat, tahan terhadap tekanan tertentu, tidak mengalir tetapi mudah dicampur dan
dioleskan. Sifat plastis tersebut dapat terbentuk jika minyak segera didinginkan
setelah mengalami pencampuran. Dari proses pendinginan (chilling) akan terbentuk
kristal-kristal halus yang mengikat minyak yang masih berbentuk cair sehingga
membentuk ikatan yang stabil dan sulit berpisah (Potter & Hotchkiss, 1995).
Mekanisme pembentukan kristal dijelaskan oleh Bender (1978), yaitu jika
lemak cair didinginkan maka panas dari molekul-molekul lemak akan berangsur-
angsur menurun. Jika molekul-molekul tersebut telah mencapai ukuran lima angstrom
(5 A), maka molekul-molekul ini akan tank menarik dengan adanya gaya Van der
Waals. Gaya tank menarik ini akan diikat oleh adanya suatu efek yang disebut
zippering effect. Jika rantai dari molekul cukup panjang maka kekuatan tarik-menarik
akan lebih besar. Hasil yang diperoleh dari tank menarik ini adalah radikal asam
lemak dalam molekul lemak diluruskan dalam keadaan pararel dan molekul-molekul
menjadi bertumpuk dan membentuk kristal. Molekul-molekul yang simetris dan
asam-asam lemak dengan panjang rantai yang serupa dapat meluruskan dirinya
sendiri secara lebih mudah dan membentuk kristal dengan lebih mudah pula.
Suatu emulsi akan memisah kembali ke wujud masing-masing (wujud
semula) jika tidak segera didinginkanlchilling (Kataren, 1986). Untuk menstabilkan
emulsi yang terbentuk pada pembuatan margarin maka umumnya ditambahkan
emulsifying agent seperti pati, gliserin, gelatin, kuning teiur atau lesitin (Hasenhuetti
& Hartel, 1997).
7

Cara lain yang dapat digunakan untuk memperoleh lemak plastis untuk
membuat margarin adalah dengan melalui proses hidrogenisasi. Proses ini merupakan
penjenuhan minyak dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan dengan
nikel sebagai katalisator yang nantinya akan dipisahkan kembali dengan penyaringan
(Potter & Hotchkiss, 1995). Proses hidrogenasi dilakukan bertujuan untuk
memperoleh kestabilan minyak terhadap proses oksidasi, memperbaiki warns dan
terutama untuk mengubah lemak cair menjadi bersifat plastis. Selama proses
hidrogenasi make minyak/lemak disamping menjadai plastis juga akan
kehilangan/berubah aktifitas biologisnya, seperti dari isomer cis-cis menjadi
cistrans, trans-cis atau trans-trails (Bender, 1978).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam lemak trans dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah lebih tinggi daripada asam lemak cis sehingga
dapat membahayakan kesehatan tubuh (de Man & de Man, 1994). Namun telah
diketahui metode yang dapat digunakan untuk menghindari timbulnya masalah
tersebut, sehingga margarin tetap mempunyai asam lemak tak jenuh ganda yang aktif dan
terbebas dari isomer bentuk trans
Salah satu metode yang digunakan untuk menghindari terbentuknya isomer
trans adalah dengan cara mencampurkan (blending) satu jenis minyak dengan jenis
minyak lain sebagai bahan dasar margarin. Misalnya dengan mencampurkan minyak
sawit dengan minyak inti sawit serta dengan penambahan fraksi stearin (de Man & de
Man, 2000). Minyak inti sawit atau minyak sawit berfungsi sebagai sumber kristal
lemak dan fraksi stearin relatif lebih bersifat plastis sehingga mampu membentuk
sifat plastis yang diinginkan. Sifat plastis stearin inilah yang dapat menggantikan
minyak plastis dari. proses hidrogenasi yang digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan margarin_
Ada dua fase yang berbeda yang hares disiapkan dalam tahap persiapan
pembuatan margarin (Weiss, 1983). Fase pertama adalah fase minyak dengan
tambahan bahan-bahan yang larut dalam minyak seperti emulsifier, vitamin larut
lemak, dan R karoten. Fase yang kedua adalah fase air dengan bahan-bahan yang larut
dalam air seperti garam dapur (NaCI), sodium benzoat, dan asam sitrat untuk
8

membuat kondisi pH menjadi 5,5 - 6 (Hasenhuettl & Hartel, 1997). Kedua fase
tersebut kemudiaan dicampurkan (diemulsikan) dengan pengadukan sehingga fase air
akan terdispersi kedalam fase kontinu (fase minyak) dan terbentuk emulsi air dalam
minyak (W/O).

Tabel 2. Bahan-bahan Dasar Pembuatan Margarin (MPOC, 2000)

Mar aria
Ba h an Dasar
Margarin Meja % Mar grin industri
1. Lemak/minyak
Minyak sawit . 38,0 48,0
Olein 32,0 -
Stearin 5,6 8,0
Minyak inti sawit 2,4 24,0
Min yak bunga matahari 4,0 -
2. Air 16,0 16,0
3. Bahan lain
Emulsifier 0,1-0,2 0,5-1,0
Lesitin 0,1-0,5 0,1-0,5
0 karoten/palm carotene 0,003 0,003
Aroma 0,02 0,02
Garam dapur maks. 4 maks. 4

Pen naan
Margarin dapat dibedakan menjadi dua jenis menurut kegunaannya, yaitu
margarin untuk keperluan rumah tangga dan margarin untuk keperluan industri. Salah
satu sifat yang harus dimiliki oleh margarin untuk keperluan rumah tangga adalah
sifat plastis dan mudah meleleh pada suhu tubuh serta memiliki daya oles yang baik.
Menurut Weiss (1983), margarin yang disukai konsumen mempunyai titik cair yang
tidak lebih dari 41°C sehingga mudah larut dan tidak menimbulkan rasa ber"film" di
mulct. Selain itu disebutkan pula oleh Kataren (1986), bahwa margarin seharusnya
bersifat plastis dan dapat dengan mudah dioleskan pada bahan pangan, utamanya roti.
9

Zat PenstabiI

Pen egrtian
Zat penstabil (emulsifier) merupakan bahan yang dapat membentuk lapisan
film disekeliling globula lemak yang mengakibatkan globula-globula lemak tidak
dapat bergabung menjadi globula yang lebih besar, sehingga emulsi yang terbentuk
menjadi stabil (Meyer, 1978). Emulsifrerizat penstabil emulsi adalah semua bahan
atau senyawa yang dapat membantu pembentukan emulsi sekaligus berfungsi
menjaga stabilitas emulsi yang terwujud (Glicksman, 1969 lam Hasenhuettl &
Hartel, 1997). Bahan ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara
kedua fase yang saling terpisah dengan membentuk lapisan pelindung yang melapisi
zatlsenyawa yang tidak larut dalam bentuk butiran-butiran sehingga dapat dengan
mudah terdispersi dalam sistem emulsi (Hasenhuettl & Hartel, 1997). Bahan penstabil
dapat membentuk lapisan "film" yang dapat meningkatkan viskositas sehingga
menghalangi bergabungnya beberapa kristal kecil menjadi kristal yang lebih besar.
Tekstur yang halos juga akan terbentuk karena kemampuan bahan penstabil untuk
mengikat air dalam jumlah besar. Cara kerja emulsifier dapat dilihat dalam Gambar 1.

emulsifier gugus lipofil

Gambar 1. Skema Emulsifier dalam Sistem W/O (Pomeranz, 199 1).


10

minyak (non polar) maka dapat terbentuk emulsi air dalam minyak (W/O) dan
sebaliknya akan terbentuk emulsi minyak dalam air (0/W) jika emulsifier cenderung
lebih larut dalam air (Hasenhuettl & Hartel, 1997).
Struktur emulsifier terdiri atas molekul-molekul yang mempunyai gugus
lipofil (larut lemak) dan gugus hidrofil (larut air), kedua gugus ini bersama-sama akan
membentuk globula-globula emulsi (Winarno, 1997). Bahan-bahan hidrokoloid
sering digunakan sebagai bahan penstabil karena mempunyai tekstur dan struktur
yang khas. Hidrokoloid diklasifikasikan ke dalam golongan gum, berasal dari bahan-
bahan alami maupun bahan lain yang telah mengalami proses kimia untuk
memperoleh sifat yang diinginkan. Untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk pada
proses pembuatan margarin umumnya ditambahkan emulsifying agent seperti
pati, gliserin, gelatin, kuning telur atau lesitin (Hasenhuettl & Hartel, 1997).

Minyak Sawit dan Minyak Intl Sawit

Buah sawit terdiri dari daging buah (mesokrap) yang mengandung daging
buah dan biji sawit (Gambar 2). Biji sawit terdiri dari tempurung dan inti sawit yang
mengandung minyak inti sawit dengan komposisi mirip minyak kelapa (Budiman,
1987). Daging buah mempunyai rendemen minyak sawit yang lebih tinggi
dibandingkan biji sawit (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).

Berbeda dengan pengolahan minyak kelapa yang hanya menghasilkan satu


jenis minyak yang berasal dari daging buah kelapa. Pengolahan buah sawit menjadi
minyak akan menghasilkan dua jenis minyak yaitu minyak sawit (Palm Oil) dan
minyak inti sawit (Kernel Palm Oil). Minyak sawit (Palm Oil) dihasilkan dari
pengolahan daging buah sawit dan minyak inti sawit dihasilkan dari pengolahan biji
sawit (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).
11

Kulit luar (perikarp) Cangkang(endokarp)

Daging buah (mesokarp)

Embrio

Gambar 2. Struktur Kelapa Sawit (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).


Komposisi Minyak Sawit
Komponen utama dalam minyak sawit adalah trigliserida (94 %), asam lemak
(3-5%) dan sisanya (1%) komponen lain meliputi karotenoid, tokoferol, toko trienol,
sterol, triterpen alkohol, fosfolipid dan berbagai komponen trace element
(Adnan,
Trenggono & Pitoyo, 1991). Kandungan karoten dalam minyak kelapa sawit
mengakibatkan warna kuning dan bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan minyak
inti sawit bersifat cair pada suhu kamar. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan
jenis dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak
(Budiman, 1987). Secara umum komponen utama minyak sawit terdiri dari paimitat,
oleat, linoleat dan linolenat (Htldtch & William (1964) dalam Muchtadi, 1992).
Proses fraksinasi digunakan untuk memodifikasi minyak sawit dan minyak
inti sawit yang akan menghasilkan fraksi padat (stearin) dan fraksi lembut (olein) (de
Man & de Man, 1994). Sifat stearin yang padat/plastis inilah yang dimanfaatkan oleh
pihak industri untuk dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan margarin tanpa proses
hidrogenasi.
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit, Minyak Inti Sawit dan
Min yak Kela a
Asani Lemak Minyak Kelapa Minyak Inti Sawt Minyak Kelapa
Sawit °/V) °/Y

Asam kaprilat - 3-4 5,5-9,5


Asam kaproat - 3-7 0,0-0.8
Asam laurat - 46 - 52 44,0-52,0
Asam mnistat 1,1-2,5 14 -17 13,0-19,0
Asam palmitat 4,0-4,6 6,5 - 9 7,5-10,5
Asani stearat 3,6-4,7 1 - 2,5 1,0-3,0
Asam oleat 39 - 45 13 -19 5.0-8,0
Asam linoleat 7-11 0,5-2 1,5-2,5
Sumber : Kararen 1986
12

Ekstraksi Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit


Minyak sawit kaw (Crude Palm OiIICPO) merupakan produk ekstraksi
minyak kelapa sawit dari daging buah sawit dan merupakan minyak yang masih
kasar. Minyak sawit kasar (CPO) sangat kaya akan senyawa karotenoid yang
sebagian besar akan hilang selama proses bleaching dan refining dalam
proses
pembentukan minyak kelapa sawit secara konvensional. Kandungan rx dan 0 karoten

minyak sawit kasar (CPO) tergantung pada umur dan tempat kelapa sawit disimpan
(Tan, 1989). Minyak sawit mentah (Palm Oil) diperoleh setelah minyak sawit kasar
(CPO) mengalami proses bleaching (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).
Minyak inti sawit (Kernel Palm Oil) merupakan minyak hasil ekstraksi dari
biji sawit yang telah dibuang tempurungnya (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001).
Proses ekstraksi minyak ini tidak berbeda jauh dengan proses ekstraksi pads minyak
sawit (Palm Oil). Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) didapatkan dengan
mengekstraksi minyak biji sawit yang sudah dikeringkan.

Tandan Buah Segar Sawit

Direbus dan Dirontokkan

Dilumatkan, Diaduk dan dipisahkan


da inden an bawit

Biji sawit Daging buah


V
Dkkeringkan Ekstraksi minyaknya
(biji dan cangkangnya terpisah)
t Minyak sawit kasar
Cangkang dipecah (Crude Palm Oil/CPO)
V t
Biji dikeringkan (80°C) Minyak sawit mentah
V
Diekstrak minyaknya Minyak sawit mumi

Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil)

Gambar 3. Proses Ekstraksi Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit dari Tandan Buah
Segar (TBS) Kelapa Sawit (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2001)
13

Sifat Fisiko - Kimia Lemak d an Min ak


Secara umum sifat fisik minyak yaitu (Buckle, Edward, Fleet & Wooton,
1987) : 1) Iemak/minyak tidak larut dalam air karena adanya asam lemak berantai
panjang dan tidak adanya gugus polar, 2) viskositas lemak cair dan minyak biasanya
bertambah dengan bertambah panjangnya rantai karbon dan akan menurun dengan
naiknya suhu dan dengan tidak jenuhnya rangkaian karbon, 3) berat jenisnya
menurun dengan bertambahnya suhu, 4) lemak dapat berbentuk padat dan bersifat
plastis dalam suhu ruang, .5) titik cair lemak dan minyak dipengaruhi oleh trigliserida
penyusunnya dan penyebaran letak asam lemaknya, semakin pendek rantai karbon
trigliserida penyusunnya maka semakin rendah titik cair minyak/lemak_
Pen olahan Lemak dan Minyak
Pengolahan lemak dan minyak lebih lanjut seperti pembuatan mentega,
margarin, shortening, mayonnaise dan lainya hares melewati tahapan
pemurnian,
pemutihan (bleaching), penghilangan bau (deodorisation) dan pendinginan
(winterisation) (Kataren, 1986). Tahapan-tahapan tersebut dilakukan untuk
menghasilkan lemak/ minyak yang telah diisolasi dari sumbernya menjadi lebih
bermutu dan berkualitas tinggi.
Tujuan dilakukannya pemurnian adalah untuk menghilangkan asam lemak
bebas, fosfatida, bahan-bahan resin dan protein dari lemak/minyak hasil isolasi
(Buckle, Edward, Fleet & Wooton, 1987). Lemak atau minyak kasar (crude) sering
diberi asam terlebih dahulu untuk menghilangkan bahan getah (gums) dan protein.
Minyak tersebut kemudian diaduk dengan dengan larutan soda kaustik pada suhu
kira-kira 25°C, meskipun dapat digunakan suhu yang lebih tinggi. Campuran itu
kemudian didiamkan dan fase yang berbentuk cair atau bahan sabun yang ada
dikeluarkan.
Pemutihan (bleaching) dilakukan adalah untuk menghilangkan warna-warna
yang terdapat dalam minyak hasil isolasi tadi sehingga minyak akan berwarna cerah
(Buckle, Edward, Fleet & Wooton, 1987). Zat warna yang biasanya ada dalam
minyak/lemak yaita karotenoid, khlorofil dan lainnya dihilangkan dengan
menggunakan tanah pemucat (fuller's earth) dan arang (charcoal). Pemutihan
dengan
14

menggunakan bahan kimia yang bersifat mengoksidasi atau hidrogenasi juga dapat
digunakan mengurangi warna tetapi dapat menyebabkan perubahan pads lemak atau
minyak tersebut.
Penghilangan bau (deodorisation) juga dilakukan dalam proses
menghilangkan bau dan city rasa yang ada dalam minyak/lemak hasil isolasi
sehinggga dihasilkan minyak/lemak yang bebas dari bau dan cita rasa aslinya
(Buckle, Edward, Fleet & Wooton, 1987). Proses ini menggunakan uap sehingga
bahan-bahan pembentuk cita rasa dan bau dari lemak/minyak akan menguap
bersamaan dengan proses penguapan tersebut. Kadang-kadang trigliserida yang
bertitik cair tinggi perlu dikeluarkan dari minyak. Hal ini dapat dilakukan dengan
membiarkan minyak itu pads suhu rendah (winterisation) yang bertahap. Bagian yang
berbentuk kristal yang mengandung bagian dengan berat molekul tinggi akan
terkumpul di dasar dan dapat disaring keluar.

Zat Pewarna Makanan

Warna bahan makanan selalu dihubungkan dengan kualitas dan sifat-sifat


organoleptiknya. Meskipun nilai gizi makanan merupakan faktor yang amat penting,
dalam kenyataannya daya tank suatu makanan juga dipengaruhi oleh penampakan,
bau dan rasanya. Pewarna makanan dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu pewarna
alami, pewarna yang identik dengan pewarna alami dan pewarna sintetis (Tjahjadi,
1987). Pada umumnya penambahan pewarna makanan digunakan untuk memperbaiki
penampakan produk tersebut agar lebih menarik.
Warna sebagai salah satu sifat penampakan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan manusia. Sejak kecil manusia tumbuh dan berkembang
dengan mengenal warna dan terpola untuk mengasosiasikan makanan tertentu dengan
suatu warna yang khas ataupun mengasosiasikan rasa tertentu dengan warna tertentu,
bahkan tak jarang warna diasosiasikan dengan kualitas dan sifat-sifat organoleptik.
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa warna makanan besar sekali pengaruhnya
terhadap kesan/persepsi konsumen terhadap bau, flavor maupun tekstur (Tjahjadi,
1987).
15

Penggunaan bahan pewarna makanan di Indonesia diatur berdasarkan


peraturan Menkes RI tanggal 19 Juni 1979 No.235/Menkes/per/VI/79 dan diperbarui
lagi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia.
No.239/Menkes/Per/V/85. Permenkes RI terbaru menyebutkan daftar zat pewarna
makanan yang dilar ang beredar di Indonesia. Zat pewarna makanan tersebut
dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya bagi kesehatan (Tabel 4).

Tabel 4. Daftar Zat Pewarna Makanan yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya
(Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.239/Menkes/Per1V/85)

No. Nama Nomor IndeksNo. Nama Nomor Indeks


I Auramine 41000 16 Oil Oran e g SS12100
2 Alkanet 75520 17 Oil Orange XO 12140
3 Butter Yellow 11020 18 Oil Yellow AB 11380
4 Black 7984 27755 19 Oil Yellow OB 11390
5 Bum Umber 77491 20 Orange B 16230
6 Chrvsoidine 14270 21 Orange GGN 15980
7 Cryosine 14270 22 Orange RN 15970
8 Cutrus Red No2 12156 23 Orchid & Orcein -
9 Chocolate Brown - 24 Ponceau 3R 16155
10 Fast Red E 16045 25 Ponceau SX 14700
11 Fast Yellow AB 13015 26 Ponceau 6R 16290
12 Guinea Green B 42085 27 Rodhamin B 45170
13 Indantene Blue 69800 28 Sudan 1 12055
14 Magenta 142510 29 Scarlen GN 14815
15 Metanil Yellow 13065 30 Violet 6B 42640

Aspartam

Aspartam, pemanis yang terdiri dari N - L - x aspartil - L - fenilalanin - 1 -


metil ester (APM) ini sudah ditemukan sejak Desember 1965 oleh G.D. Searle
bersama asistennya James Schlatter. Penemuan ini tidak sengaja dilakukan bersamaan
dengan proses penelitian yang menggunakan peptida, Searle merasakan bahwa ester
dipeptida yang dipegangnya mempunyai rasa mirip gula yang kemudian dikenal
sebagai aspartam (Nabors & Geraldi, 1986). Beberapa alasan yang membuat Searle
memilih aspartam sebagai pemanis sintetis yaitu : 1) analog yang dibuat ini lebih
ekonomis, 2) potensi penggunaan pemanis aspartam lebih memuaskan dan dengan
16

rasa yang prima, 3) komponen aspartam (L fenilalanin dan metil ester) merupakan
komponen alamiah yang terdapat dalam makanan yang akan dimetabolisme secara
alamiah pula.
Sifat Fisik dan Kimia
Dilihat dari sifat fisiknya, aspartam adalah senyawa yang beraroma, berbentuk
bubuk kristal yang putih bersih, mempunyai rasa manis mirip gula, larut dalam air
(sekitar 38 % dalam suhu 25°C) dan sebagian (0,4 %) larut dalam alkohol serta tidak
larut dalam lemak dan minyak (Grenby, 1989). Karena tergolong dipeptida (BM =
294) maka aspartam bersifat amphoter. Sisi negatif dari ikatan ini stabil pada pH 3,1
dan 7,9 dalam suhu 25°C dan titik isoelektriknya adalah 5,2 (Mazur dan Ripper,
1979). Struktur kimia asam aspartam adalah seperti pada Gambar 4.

o of
II ' II I
NH3+-CH-C-NH-CH-C1 OCH3
I I
CH2 CH2

c=o c
0- I HC CH
I I II I
HC CH

CH

ASP PHE Met-OH


Gambar 4. Struktur Kimia Aspartam (Nabors & Geraldi, 1986).

Kestabilan aspartam kering sangatlah baik dan akan berubah jika dipanaskan
pada suhu yang sangat tinggi. Aspartam akan terhidrolisis menjadi diketon piperazine
(DKP) atau menjadi asam amino penyusunnya jika digunakan dalam produk yang
dibakar, digoreng atau dalam produk yang menggunakan suhu tinggi (Nabors &
Geraldi, 1986). Hal ini menyebabkan diperlukannya kehati-hatian dalam
17

menggunakan aspartam pada produk yang menggunakan proses pangs namun masih
mungkin dilakukan, misalnya dalam produk HTST (High Temperature Short
Time)
(Grenby, 1989, Nabors & Geraldi, 1986). Pada pH 4,3 kestabilan aspartam akan
maksimum dan masih tetap stabil pada rentangan pH 3 - 5 (Mazur dan Ripper, 1979).
Aspartam merupakan sumber pemanis barn yang memiliki rasa manis seperti
gula dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai jenis makanan dan minuman. Karena
tergolong dalam dipeptida maka metabolisme aspartam dapat menghasilkan energi
sebesar 4 Kal/gram seperti pada protein umumnya. Aspartam hanya berfungsi sebagai
pemanis dalam makanan ataupun minuman, tetapi tidak akan mempengaruhi sifat
fisik/tekstur makanan seperti yang ditimbulkan oleh penambahan pemanis gula
(Nabors & Geraldi, 1986).

Aspartam mempunyai tingkat kemanisan 160 -- 220 kali lebih manis daripada
sukrosa (Nabors & Geraldi, 1986). Homier dan Shazer (1987) menyebutkan bahwa
tingkat kemanisan aspartam adalah 200 kali dari kemanisan gula/sukrosa pada
umumnya. Aspartam sangat balk digunakan sebagai pengganti gula, disamping
rasanya yang manis, aspartam juga tidak menimbulkan rasa pahit dan "after taste"
yang tidak enak seperti yang ditimbulkan oleh pemanis buatan iainnya (Lindsay,
1985). Aspartam biasanya digunakan dalam produk minuman, makanan kering, dan
makanan/minuman yang tidak dibakar/dipanggang.
Homier dan Shazer, (1987) mengatakan bahwa penggunaan aspartam sebagai
pengganti gula dalam makanan dan minuman dapat menurunkan kalori sebesar 95%
dan campuran aspartam dengan penambah aroma lain sangat balk dilakukan karena
dapat meningkatkan aroma (terutama aroma buah-buahan). Tetapi menurut Smith
(1991), interaksi yang akan dihasilkan dari campuran tersebut berbeda hasilnya jika
penambah aroma dikombinasikan dengan gula (sukrosa), jadi sebaiknya tidak
digunakan substitusi secara sederhana sebagai pengganti sukrosa dalam suatu
formulasi.
Hasil studi evaluasi aroma menunjukkan bahwa peningkatan aroma buah-
buahan ini mirip dengan aroma alami yang lebih balk dibandingkan dengan aroma
sintesis (Baldwin dan Korschgen (1979) dalam Nabors & Geraldi, 1986 ).
i8

Kemampuan meningkatkan aroma ini telah dimanfaatkan oleh industri makanan


seperti pada pembuatan permen karet yang menghasilkan aroma buah bertahan empat
kali lebih lama dibandingkan jika menggunakan pemanis gula.
Keamanan
Pada percobaan yang dilakukan dengan menggunakan tikus, hamster, anjing
dan kera sebagai subyek penelitian diperoleh data bahwa tidak ada indikasi keracunan
ataupun sifat karsinogenik yang ditimbulkan oleh aspartam (Nabors & Geraldi,
1986). Aspartam tidak merusak gigi dan dapat digunakan pada diet penderita diabetes
melitus karena kandungan kalorinya yang rendah namun tetap menghasilkan rasa
manis yang disukai seperti sukrosa (Homier & Shazer, 1987). Berdasarkan penelitian
Sukardji (1996) dinyatakan bahwa aspartam aman digunakan oleh orang dewasa
sehat, anak-anak dan remaja, bumil dan menyusui serta pasien diabetus melitus.
Penggunaan aspartam pads manusia sesuai terbitan FDA bahwa batas aman
aspartam adalah 50 mg/kg BB (Berat Badan). Homier (1987) menyebutkan bahwa
pamakaian aspartam umumnya berkisar antara 0,05-0,1%. Menurut Frey (1976)
dalam Naborrs dan Geraldi (1986), penggunaan aspartam yang aman untuk
dikonsumsi manusia sebanyak 1,8 g/hari.
Penggunaan aspartam tidak disarankan untuk penderita phenil ketonuria/PKU
yaitu penyakit yang disebabkan kelainan genetik pada metabolisme phenilalanin yang
jika dipaksakan mengkonsumsi fenilalanin akan menghasilkan racun. Hal ini pun
sesuai dengan UU Pangan Indonesia pasal 43 ayat 2 yang mengharuskannya
pemasangan label peringatan pads produk yang menggunakan aspartam bagi
penderita phenil ketonuria.
Aspartam tidak bersifat karsinogenik (tidak menyebabkan kanker), hal ini
telah dikonfirmasikan oleh American Cancer Society (Nabors & Geraldi, 1986).
Secara lisiologis tidaklah mungkin bagi aspartam untuk bersifat karsinogenik karena
aspartam tidak pernah memasuki aliran darah. Aspartam merupakan metil ester dari
suatu dipeptida yang merupakan turunan dari asam amino yang mengandung asam
aspartat dan phenilalanin yang mudah dicerna menjadi sejumlah kecil komponen
asam amino dan metanol (de Man, 1985). Tubuh akan mencerna asam amino tersebut
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Gizi dan Laboratorium


Percobaan Makanan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK),
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian dimulai pada bulan Mei
2001 sampai dengan bulan Oktober 2001.

Bahan dan Alat

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan dasar
pembuatan margarin yaitu berupa fase minyak, terdiri dari campuran minyak sawit,
minyak kelapa dan fraksi stearin, emulsifier, 0 karoten dan fase air yang terdiri dari
garam dapur, asam sitrat, air, natrium benzoat, aroma strawberi, pewarna makanan
dan ditambahkan aspartam. Bahan lain yang digunakan untuk membuat margarin
manis ini •adalah pecahan es dan air. Alat-alat yang digunakan dalam proses
pembuatan margarin manis ini meliputi : timbangan, wadah/baskom, pengaduk,
panci, termometer, homogenizer dan lemari pendingin.
Analisis sifat fisik (titik leleh) produk margarin manis menggunakan
bahanbahan berupa contoh produk dan akuades dengan menggunakan peralatan
pemanas, gelas piala, termometer dan pipa kapiler.
Analisis sifat kimia margarin manis meliputi analisis kadar air, kadar lemak,
kadar protein, total asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Masing-masing
analisis kimia tersebut menggunakan contoh produk margarin manis dan peralatan
timbangan untuk menghitung berat contoh produk yang akan dianalisis. Analisis
kadar air margarin manis menggunakan bahan akuades dengan peralatan berupa oven,
cawan dan desikator. Analisis kadar lemak margarin manis menggunakan HCI 1: 4
dan pelarut heksan dengan peralatan berupa pemanas, labu lemak dan seperangkat
alat ekstraksi lemak. Analisis kadar protein menggunakan bahan-bahan berupa
selenium mix, asam sulfat (pekat), asam borat (3%), HCl dan indikator metil merah
21

dengan menggunakan peralatan sebagai berikut : pemanas, tabu destilasi, tabu kjeldal
dan erlemeyer. Analisis total asam lemak bebas menggunakan bahan alkohol 95 %
dan KOH dengan peralatan erlenmeyer dan stirer. Analisis bilangan peroksida
margarin manis menggunakan bahan berupa kloroform asetat, ICI, larutan kanji dan
larutan natrium tiosulfat dengan menggunakan peralatan pipet dan erlemeyer.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui tahapan
penambahan aspartarn dalam proses pembuatan margarin manis. Setelah diketahui
tahapan yang terpilih maka dilanjutkan dengan penelitian lanjutan berupa uji
kesukaan dengan menggunakan uji organoleptik, analisis sifat fisik berupa titik leleh,
dan analisis sifat kimia margarin manis meliputi kadar air, kadar lemak, kadar
protein, total asam lemak bebas dan bilangan peroksida.
Penelitian Pendahuluan
Tahap penelitian pendahuluan ini dimulai dengan membuat formulasi
margarin tanpa penambahan aspartam, selanjutnya dilakukan juga pembuatan
margarin sesuai formulasi tersebut dengan menambahkan aspartam pada dosis 200
mg ke dalam 100 g margarin (Gambar 5). Pemilihan dosis penambahan aspartam ini
mempertimbangkan tingkat kemanisan aspartam 200 kali sukrosa. Penambahan
tersebut dilakukan pada tahap fase air (suhu 50-60°C) dan pads tahap
kristalisasi/chilling (suhu 17-22°C) dalam proses pembuatan margarin manis. Dua
tahap tersebut dipilih untuk menentukan tahapan penambahan pemanas aspartam
dalam proses pembuatan margarin manis yang menghasilkan tingkat kemanisan dan
kelarutan (kehomogenan) aspartam yang optimal. Penentuan tingkat kemanisan
didasarkan pada hasil uji organoleptik oleh sepuluh panelis semi terlatih_ Uji
organoleptik yang digunakan adalah uji pembedaan dengan metode uji pasangan
paired comparism (Damayanti, Marliyati, Syarief & Sukandar, 1997).
Proses pembuatan margarin standar diawali dengan menghomogenasikan
campuran minyak (minyak sawit, minyak kelapa dan stearin) dengan fraksi-fraksi

1P
22

terlarut dalam minyak (emulsifier dan betakaroten) dalam homogenizer selama


15
menit. Disamping itu dilakukan pula homogenasi terhadap fase air dan fraksi-fraksi
terlarut dalam air (garam dapur, asam sitrat, air, natrium benzoat, aroma strawberi,
pewarna makanan) dengan menggunakan homogenizer selama 15 menit jugs.
Penambahan aspartam (sebanyak 200 mg ke dalam 100 g margarin) dalam margarin
formulasi pertama dilakukan pada face air. Penambahan dilakukan bersamaan dengan
proses homogenasi fase air tersebut sehingga aspartam akan terlarut ke dalam air.
Kedua fase yang sudah homogen tersebut (fase minyak dan fase air)
dicampurkan menggunakan homogenizer selama 30 menit dengan suhu 50 - 60°C.

Proses homogenasi ini membuat teremulsinya fase air dalam fase minyak (W/O).
Emulsi yang terbentuk ini hares segera didinginkan dalam waktu yang singkat. Suatu
emulsi akan memisah kembali ke wujud masing-masing (wujud semula) jika tidak
segera didinginkanlchilling (Kataren, 1986). Untuk itulah homogenizer yang
digunakan kemudian dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai
chiller/pendingin (17-22°C).
Proses selanjutnya adalah proses kristalisasi (chilling) campuran kedua fase
(fase air dan fase minyak) yang sudah homogen. Proses kristalisasi dilakukan dengan
menyelimuti homogenizer menggunakan pecahan-pecahan es (17-22°C). Dan proses

pendinginan (chilling) akan terbentuk kristal-kristal halus yang mengikat minyak


yang masih berbentuk cair sehingga membentuk ikatan yang stabil dan sulit berpisah
(Potter & Hotchkiss, 1995). Setelah dikristalisasi maka campuran/emulsi yang semula
bersifat cair berubah sifatnya menjadi plastis. Tahapan penambahan aspartam
(sebanyak 200 mg ke dalam 100 g margarin) pada formulasi kedua adalah dengan
menambahkannya bersamaan dengan proses kristalisasi. Selanjutnya dilakukan
plastikator.

Emulsi yang telah bersifat plastis tersebut dinamakan margarin. Margarin


yang sudah terbentuk siap dikemas dan disimpan (tempering) selama 3 X 24 jam
dalarn suhu 5 - 7°C. Bagan alur penelitian pendahuiuan pembuatan margarin manis
dapat dilihat dalarn Gambar 5.
23

Fase Minyak Fase Air


Campuran minyak minimal 80 % Fase air (maksimal 18 %) + zat
(minyak sawit, minyak kelapa terlarut dalam air ( aroma stawberi +
dan fraksi stearin) pewarna makanan + asam sitrat +
pengawet + garam secukupnya)
bahan larut lemak pada suhu 50-60°C
(0 karoten dan emulsifier) diaduk sampai homogen
pada suhu 50-60°C diaduk
sampai homogen

Homogenisasi (50°-60°C) Ditambahkan aspartam


(200 mg ke dalam 100 g
formulasi)
4
Kristali sasilchilling (17°-22°C)

Plastikator

Pengemasan (penyimpanan)

Tempering (didiamkan) pada suhu 5-7°C selama 3 X 24 jam

Margarin Manis

Uji Organoleptik

Keterangan : "'"'-► tahapan penambahan aspartam {200 mg ke dalam margarin)

Gambar 5. Bagan Alur Proses Penelitian Pendahuluan Pembuatan Margarin Manis


(Sesuai Alur Pembuatan Margarin PT. Bina Karya Prima yang Dimodifikasi)
24

Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan dilakukan dengan memberikan perlakuan pembedaan dosis
penambahan aspartam pads tahapan terpilih dalam proses pembuatan margarin
(berdasarkan penelitian pendahuluan). Taraf perlakuan penambahan aspartam yaitu
sebanyak 0 mg, 150 mg, 200 mg dan 300 mg ke dalam 100 g margarin. FDA
menyebutkan bahwa batas aman penggunaan aspartam adalah 50 mgtkg Berat Badan.
Pembedaan pemberian dosis penambahan aspartam menghasilkan produk margarin
manis yang daya terimanya diketahui dengan melakukan uji organoleptik/uji daya
terima dengan metode uji kesukaan (hedonik). Uji kesukaan ini dilakukan oleh 30
panelis semi terlatih (Damayanti, Marliyati, Syarief & Sukandar, 1997).
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tingkat kemanisan margarin
manis yang dihasilkan, maka penambahan aspartam pada fase airlah yang
menghasilkan margarin manis yang optimal. Hal ini disebabkan pada tahap
kristalisasi, aspartam yang ditambahkan tidak larut dalam adonantemulsi air dalam
minyak (W/O) secara homogen sehingga pada bagian tertentu terasa manis dan pada
bagian lainnya tidak manis. Grenby (1989) menyebutkan bahwa aspartam tidak larut
dalam lemak. Penambahan aspartam pada fase air menghasilkan margarin manis
dengan tingkat kemanisan yang optimal (lebih manis) dibandingkan pada
penambahan aspartam tahap kristalisasi. Tingkat kemanisan yang lebih optimal ini
disebabkan terhomogenisasinya aspartam dalam fase air.
Produk margarin manis yang dihasilkan selanjutnya dianalisis sifat kimianya
yaitu meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, bilangan peroksida dan total
asam lemak bebas. Analisis sifat fisik margarin manis dilakukan untuk mengetahui
titik cair/titik leleh margarin manis. Uji inderawi terhadap warna, rasa, aroma, dan
daya oles margarin dilakukan dengan uji organoleptik. Analisis kimia dan analisis
sifat fisik dilakukan juga terhadap fase minyaktfat blend (bahan dasar)
dilakukan
sebagai pembanding. Prosedur uji organoleptik, prosedur analisis sifat fisik dan
analisis sifat kimia dapat dilihat dalam lampiran 4.
25

Fase Minyak Fase Air


Campuran minyak minimal 80 % Fase air (maksimal 18 %) + zat
(minyak sawit, minyak kelapa terlarut dalam air (aroma strawberi +
dan fraksi stearin) pewarna makanan + asam sitrat +
pengawet + garam secukupnya)
Mahan larut lemak pada suhu 50-60°C
(R karoten dan emulsifier) diaduk sampai homogen
pada suhu 50-60°C diaduk
sampai homogen

Homogenisasi (50°-60°C) Ditambahkan


aspartam
(ke dalam 100 g
formulasi)
- 0 mg
Kristalisasi/chilling (17°-22°C) - 150 mg
- 200 mg
,4 300 mg

Plastikator

Pengemasan (penyimpanan)

l
Tempering (didiamkan) pada suhu 5-7°C selama 3 X 24 jam

4,
Margarin Manis

Uji Organoleptik Analisis Sifat Fisik Analisis Sifat Kimia

Gambar 6. Bagan Alur Proses Penelitian Lanjutan Pembuatan Margarin Manis


(Sesuai Alur Pembuatan Margarin PT. Bina Karya Prima yang Dimodifikasi)
26

Rancangan Percobaan

Unit percobaan yang diamati adalah margarin, beberapa perlakuan yang


diberikan pada unit percobaan adalah konsentrasi penambahan aspartam. Konsentrasi
penambahan aspartam terdiri dari 4 taraf yaitu 0, 150, 200 dan 300 mg. Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak
Lengkap) dengan dua kali ulangan (Sudjana, 1995).

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil dari uji organoleptik terhadap wama, aroma, rasa dan days oles
margarin dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase penerimaan panelis semi
terlatih dan modus dari masing-masing taraf perlakuan. Penerimaan/kesukaan panelis
terhadap produk margarin manis dinyatakan dengan pilihan biasa (3), suka(4) dan
sangat suka (5), sedangkan pilihan tidak suka (2) dan sangat tidak suka (1)
menyatakan penolakan panelis terhadap produk tersebut. Data tersebut kemudian
dianalisis juga dengan uji Friedman, kemudian hasil uji Friedman yang
berbeda
nyata diuji lebih lanjut menggunakan Uji Perbandingan Berganda (Multiple
Comparison Test) (Daniel, 1989).
Hasil analisis sifat kimia dan analisis sifat fisik produk margarin manis diuji
dengan menggunakan sidik ragam untuk melihat pengaruh perlakuan yang diberikan
terhadap kandungan produk margarin manis yang dihasilkan. Hasil analisis ini juga
dibandingkan secara deskriptif dengan hasil analisis kimia dari fase minyak (bahan
dasar). ]ika terdapat perbedaan yang nyata pada hasil analisis maka dilanjutkan
dengan uji Lanjut Duncan (Sudjana, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan
Bahan dasar pembuatan margarin terdiri dari dua fase utama yaitu fase air dan
fase minyak. Fase minyak yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan margarin
terdiri dari campuran minyak (minyak kelapa, minyak sawit dan fraksi stearin),
emulsifier, dan ¢-karoten.- Fase air yang digunakan terdiri atas campuran asam sitrat,
pengawet, garam dapur dan ditambah aspartam sebagai perlakuan. Untuk
meningkatkan daya terima terhadap produk margarin manis yang dihasilkan maka
pada fase air ditambahkan zat pewama makanan (merah) dengan aroma strawberi.
Pewarna makanan dengan flavor strawberry yang ditambahkan bermerk Cap
Kupu-kupu. Label yang tercantum di dalamnya menyebutkan bahwa komposisi
pewarna ini adalah carmoisine Cl 14720 yang aman dikonsumsi sesuai dengan kode
pendaftaran Depkes RI.MD. No.263110058450. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI. No.239/Menkes/per/V/85, carmoisine Cl 14720 tidak termasuk ke dalam
golongan zat pewarna sintetis yang berbahaya (label 4). Berdasarkan basil penelitian
Whidiana (2000), telah diidentifikasi jenis-jenis pewarna sintetis makanan yang
beredar, diantaranya merk Cap Kupu-kupu dengan label warna merah tua adalah
benar terbuat dari carmoisine CI 14720.
Penambahan zat warna ini tidak dikategorikan sebagai perlakuan karena
masing-masing formulasi mendapatkan perlakuan penambahan aroma dan zat warna
makanan yang sama jumlahnya, sehingga dalam penelitian ini tidak ingin dilihat
pengaruh dari bahan tambahan tersebut.
Proses pembuatan margarin dapat dilihat pada Gambar 5. Pada penelitian
pendahuluan ini ingin diketahui tahapan penambahan aspartam ke dalam proses
pembuatan margarin_ Penambahan aspartam dalam jumlah 200 mg ke dalam 100 g
margarin dilakukan pada dua tahap yaitu pada fase air dan tahap kristalisasi
(Chilling).
Penambahan aspartam pada kedua fase dimaksudkan untuk melihat
optimalisasi penambahan aspartam, sehingga dihasilkan produk margarin manis yang
28

optimal dalam hat tingkat kemanisan dan homogenisasi/pemerataan penyebaran


aspartam. Dua tahap/fase diatas dipilih berdasarkan pertimbangan sifat fisiko kimia
aspartam yaitu larut dalam air dan sebagian (0,4 %) larut dalam alkohol serta tidak
larut dalam lemak dan minyak (Grenby, 1989 ). Disamping itu aspartam menjadi
tidak stabil ketika terkena panas yang berlebihan (Naborrs dan Geraldi, 1986), namun
dapat digunakan cara HTST (High Temperate Short Time) untuk
menghindari terjadinya keefektifan aspartam.
Atas dasar sifat fisiko kimia aspartam tersebut maka dipilih fase air sebagai
salah satu tahap penambahan aspartam dalam pembuatan margarin. Aspartam akan
larut dalam air dan terhomogenisasi dalam margarin walaupun dalam suhu yang
relatif tinggi (50-60°C). Tahap chilling/kristalisasi dipilih karena pada tahapan ini
tidak lagi mengalami pemanasan yang diduga dapat menurunkan tingkat kemanisan
aspartam.
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tingkat kemanisan margarin
manic yang dihasilkan, maka penambahan aspartam pada fase airlah yang
menghasilkan margarin manis yang optimal. Hal ini disebabkan pada tahap
kristalisasi, aspartam yang dihasilkan tidak larut dalam adonan/emulsi air dalam
minyak (W/O) secara homogen. Grenby (1989) menyebutkan bahwa aspartam tidak
larut dalam lemak. Emulsi sudah terbentuk saat memasuki tahapan kristalisasi ini
sehingga aspartam yang ditambahkan tidak akan teremulsi dengan sempurna.
Akibatnya margarin yang dihasilkan terasa manis pads bagian tertentu dan pada
bagian lainnya tidak manis.
Penambahan aspartam pada fase air menghasilkan margarin manis dengan
tingkat kemanisan yang optimal. Berdasarkan hasil organoleptik terhadap tingkat
kemanisan kedua margarin manis yang dihasilkan, diperoleh sejumlah panelis (90 %)
memilih margarin dengan penambahan aspartam pada fase air lebih manis jika
dibandingkan dengan penambahan aspartam pada tahap kristalisasi. Tingkat
kemanisan yang lebib optimal ini dikarenakan terhomogenisasinya aspartam dalam
fase air yang kemudian terhomogenasi pula dalam margarin (Gambar 7). Walaupun
pada fase air masih harus melalui tahapan lain dengan suhu yang relatif tinggi (50-
29

60°C), ternyata tingkat kemanisannya lebih optimal dibandingkan pada tahap


kristalisasi. Pada suhu tersebut aspartam yang ditambahkan telah teremulsi ke dalam
fase minyak bersamaan dengan teremulsinya fase air, sehingga penurunan tingkat
kemanisan aspartam yang diakibatkan pemanasan dapat dikurangi.

Fase air
El Do) -
Fase minyak rat terlarut dalam air
aspartam

��R �
Gambar 7. Kelarutan Aspartam dalam Fase Air

Hasil penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa penambahan aspartam


dalam proses pembuatan margarin sebaiknya dilakukan pada fase air. Hasil penelitian
pendahuluan inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar penambahan aspartam
dalam proses pembuatan margarin pada penelitian lanjutan.

Penelitian Lanjutan

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diperoleh bahwa tahap penambahan


aspartam yang dipilih yaitu pada fase air (aspartam terlarut bersama zat terlarut
lainnya dalam air). Kemudian dilakukan penelitian lanjutan dengan memberikan
perlakuan penambahan aspartam dengan empat taraf. Konsentrasi/taraf penambahan
aspartam tersebut adalah 0 (A0), 150 (Al), 200 (A2) dan 300 (A3) mg aspartam
dalam 100 g margarin (Tabel 5). Konsentrasi penambahan aspartam ini didasarkan pada
tingkat kemanisan aspartam sebesar 200 kali lebih manis daripada gula (Homier dan
Shazer, 1987). Diharapkan pada konsentrasi 150, 200 dan 300 inilah penambahan
aspartam menghasilkan tingkat kemanisan yang diterima konsumen. Penambahan 200
mg aspartam dalam 100 g margarin adalah setara tingkat kemanisannya dengan
penambahan satu sendok gula dalam sekali olesan (25 g margarin).
K emarnsau yang uinasllxau uieu1 guia yang uuauWau Kaii paua lisalgal in uics. Lvl(ugal w

yang dioleskan pada roti dalam sekali makan biasanya sebanyak 50 g dengan
ditambahkan 20 g gula. Penambahan 200 mg aspartam dalam 100 g margarin menjadi
setara dengan penambahan gula 40 g dalam 100 g margarin. Penyetaraan tersebut
berdasarkan pada tingkat kemanisan aspartam 200 kali dari kemanisan sukrosa.
Homier dan Shazer (1987) menyebutkan bahwa tingkat kemanisan aspartam adalah
200 kali dari kemanisan gula/sukrosa pada umumnya. Hal ini berarti 200 mg
aspartam akan menghasilkan kemanisan yang setara dengan kemanisan 40 g gula.
Empat taraf perlakuan yang diberikan pada penelitian lanjutan ini diharapkan
dapat diketahui daya terima masing-masing margarin manis yang dihasilkan. Daya
terima margarin manis yang dihasilkan dilihat melalui uji organoleptik oleh panelis
semi terlatih. Untuk mendukung penerimaan margarin manis ini maka dilakukan
analisis sifat fisik margarin yaitu titik leleh. Menurut Weiss (1983), margarin yang
disukai konsumen mempunyai titik cair yang tidak lebih dari 41°C sehingga mudah
larut dan tidak menimbulkan rasa ber"film" di mulut. Disamping itu dilakukan juga
analisis sifat kimia margarin manis yang dihasilkan, meliputi kadar air, kadar lernak,
kadar protein, bilangan peroksida dan total asam lemak bebasnya. Hasil uji sifat fisik
dan sifat kimia, ini kemudian dibandingkan dengan standar mutu margarin yang
diijinkan di Indonesia (SNI 01 - 3541 - 1994).

Tabel 5. Taraf Penambahan Aspartam dalam margarin

Konsentrasi Aspartam
Perlakuan
(mg dalam 100 g margarin)
A0 0
Al 150
A2 200
A3 300
31

Daya Terima Margarin Manis


Penilaian mutu bahan makanan pads umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor antara lain rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya (Winarno, 1997).
Empat formulasi margarin manis yang dihasilkan kemudian diuji secara organoleptik
terhadap penerimaan warna, aroma, rasa dan Jaya oles oleh panelis semi terlatih.
Warna. Warna bahan makanan selalu dihubungkan dengan kualitas dan sifat-
sifat organoleptiknya. Meskipun nilai gizi makanan merupakan faktor yang amat
penting, dalam kenyataannya daya tank suatu makanan juga dipengaruhi oleh
penampakan, bau dan rasanya (Tjahjadi, 1987).
Pembuatan margarin manis disini menggunakan pewarna makanan berwarna
merah, sehingga semua produk yang dihasilkan berwarna merah. Masing-masing
perlakuan (A0, Al, A2 dan A3) memperoleh penambahan pewarna makanan yang
sama jumlahnya.Tingkat penerimaan warna produk margarin manis dengan berbagai
konsentrasi penambahan aspartam dapat dilihat dalam Gambar 8.

90,00 96,67
83,33 A0 = 0 mg
Al=150mg
A2 200 mg
A3 300 mg

AO Al A2 A3
Konsentrasi aspartam

Gambar 8. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Warna Margarin Manis

Dari hasil uji organoleptik, penerimaan terhadap warna margarin manis dapat
dikatakan bahwa secara umum wama margarin manis tersebut diterima oleh panelis.
Jumlah panelis yang dapat menerimalsuka terhadap wama margarin manis berkisar
antara 83,33 - 96,67 %. Empat formulasi margarin terlihat bahwa modus tingkat
32

kesukaan margarin adalah 4 (suka). Tabel 6 menunjukkan modus tingkat kesukaan


terhadap warna dari masing-masing perlakuan. Penerimaan terhadap warna ini diduga
karena warna yang dihasilkan tidak terlalu mencolok perbedaannya dengan margarin
umumnya dan sesuai dengan warna makanan beraroma strawberi pada umumnya.
Syarat mute warna margarin yang diijinkan di Indonesia adalah berwarna normal
(SNI 01 - 3541 - 1994).

Tabel 6. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Warna Margarin Manis

Perlakuan Modus kesukaan Persentase panelis (%)


AO 4 43,33

Al 4 66,67
A2 4 60,00
A3 4 56,67

Hasil uji Friedman pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata dari konsentrasi penambahan aspartam terhadap penerimaan
warna produk margarin manis yang dihasilkan. Hal ini berarti bahwa pada tingkat
penambahan aspartam hingga 300 mg/100 g margarin tidak mempengaruhi daya
terima panelis terhadap warns margarin manis yang dihasilkan.
Aroma Aroma yang dihasilkan selain berasal dari aroma khas margarin juga
terdapat aroma strawberi yang sengaja ditambahkan dengan jumlah yang sama pada
masing-masing taraf perlakuan (A0, Al, A2 dan A3).
Penerimaan panelis terhadap aroma margarin manis yang dihasilkan
ditunjukkan pada Gambar 9. Secara umum aroma margarin manis yang dihasilkan
dapat diterima oleh panelis (berkisar antara 83,33 - 93,33 % dari seluruh panelis) .
33

Tingkat ketajaman aroma yang dihasilkan dipengaruhi juga oleh tingkat


konsentrasi penambahan aspartam. Semakin tinggi jumlah aspartam yang
ditambahkan maka semakin tajam aroma yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
aspartam dapat meningkatkan aroma terutama aroma buah-buahan (Homler dan
Shazer, 1987).

m A0=O mg
Al = 150 mg
93,33 90,00 A2 = 200 mg
A3 = 300 mg

AO Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam

Gambar 9. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Aroma Margarin Manis

Modus tingkat kesukaan panelis (label 7) terhadap aroma margarin manis


adalah 3 (biasa) untuk perlakuan AO - A3 dan 4 (suka) untuk perlakuan Al - A2,

Tabel 7. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Aroma Margarin Manis

Perlakuan Modus kesukaan Persentase panelis (%)


AO 3 63,33
Al 4 56,67
A2 4 46,67
A3 3 53,33

Berdasarkan uji Friedman pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukan bahwa tidak


ada perbedaan yang nyata dari konsentrasi penambahan aspartam terhadap
34

penerimaan aroma produk margarin manis yang dihasilkan. Jadi walaupun


peningkatan jumlah aspartam dapat meningkatkan aroma produk, namun diduga pada
konsentrasi penambahan aspartam hingga 300 mg dalam 100 g margarin tidak
menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan aroma margarin manis.
Rasa. Rasa yang dihasilkan adalah rasa manis yang berasal dari aspartam
dengan dipadukan aroma strawberi dan rasa khas dari margarin. Tingkat penambahan
aspartam ini didasarkan pada tingkat kemanisan aspartam yang dapat diterima oleh
panelis. Homier dan Shazer (1987) menyebutkan bahwa tingkat kemanisan aspartam
adalah 200 kali dari kemanisan gula pada umumnya. Sehingga konsentrasi aspartam
yang ditambahkan diperoleh dari perbandingan penambahan gula dalam margarin
pada umumnya. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa margarin manis ditunjukkan
pada Gambar 10.

120
96,67 96,67 ■ AO=0mg
Al = 150 mg
A2 = 200 mg
A3 = 300 mg
40,00

AO Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam

Gambar 10. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Rasa Margarin Manis

Modus tingkat kesukaan panelis terhadap rasa margarin manis adalah 2 (tidak
suka) untuk perlakuan AO dan 4 (suka) untuk Al, A2 dan A3 (Tabel 8). Pada
perlakuan AO (0 mg penambahan aspartam) ternyata mempunyai days terima yang
rendah dari panelis (40 %). Perlakuan AO adalah margarin yang dibuat berwarna
merah dengan aroma strawberi tetapi tanpa penambahan aspartam (tetap terasa asin).
35

Sebanyak 40% panelis menyatakan penerimaannya terhadap rasa margarin


manis perlakuan A0. Hal ini berarti bahwa sebanyak 60% panelis lainnya menyatakan
penolakannya terhadap rasa margarin manis perlakuan A0. Modus dari perlakuan AO
adalah tidak suka (2) yaitu sebanyak 56,67% menyatakan tidak suka dan 3,37%
lainnya menyatakan sangat tidak suka terhadap rasa margarin manis dengan
perlakuan AO tersebut.

label 8. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Rasa Margarin Manis

PerlakuanModus ksukaan Persentase panelis (%)

AO 2 56,67
Al 4 53,33
A2 4 60,00
A3 3 36,67

Berdasarkan uji Friedman pada taraf uji 5 % (a = 0,05) terdapat perbedaan


nyata antar berbagai periakuan konsentrasi penambahan aspartam terhadap rasa
margarin manis yang dibuat. Kemudian dilakukan Uji Perbandingan Berganda dan
didapatkan bahwa perbedaan terlihat pada margarin dengan penambahan Og aspartam
(A0) dengan perlakuan Al (150 mg), A2 (200 mg) dan A3 (300 mg). Dapat dilihat
bahwa penerimaan panelis terhadap rasa margarin manis perlakuan Al, A2 dan A3
adalah lebih baik dibandingkan dengan perlakuan A0 (tanpa penambahan aspartam).
n Da a Oles, Daya oles merupakan hal yang utama dalam penerimaan margarin.
Jika margarin yang dihasilkan tidak memililki daya oles yang sama dengan margarin
pada umumnya (terlalu encer atau terlalu padat) maka produk tersebut akan kurang
diterima konsumen. Pada suhu kamar (25°C) margarin mempunyai sifat plastis
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengoles makanan (Kataren, 1986).
Penerimaan daya ales terhadap margarin manis yang dihasilkan berkisar
antara 86,67 - 100 % (Gambar 11). Hal ini dapat diartikan bahwa penerimaan panelis
terhadap days oles margarin manis sangat baik.
36

AO=Omg
Al=150mg
A2 = 200 mg
A3=300 mg

Konsentrasi Aspartam

Gambar 11. Persentase Penerimaan Panelis terhadap Daya Oles Margarin Manis

Modus daya terima panelis terhadap daya oles margarin yaitu 3 (biasa) dan 4
(suka) untuk perlakuan AO dan 4 (suka) untuk perlakuan Al, A2 dan A3 (Tabel 9).
Berdasarkan uji Friedman diperoleh perbedaan nyata antar berbagai perlakuan
penambahan aspartam terhadap daya oles margarin pada taraf uji 5 % (a = 0,05). Uji
ini dilanjutkan dengan Uji Perbandingan Berganda sehingga diketahui bahwa
perbedaan daya oles terlihat pada margarin dengan penambahan 0 mg aspartam (A0)
dengan margarin yang ditambah 150 mg aspartam (Al). Namun demikian tidak
terdapat perbedaan antara Al, A2 dengan A3.
Daya oles sangat Brat kaitannya dengan proses yang terjadi selama pembuatan
margarin, utamanya selama proses kristalisasi/chilling_ Dan proses kristalisasi
(chilling) akan terbentuk kristal-kristal halus yang mengikat minyak yang masih
berbentuk cair sehingga membentuk ikatan yang stabil dan sulit berpisah (Potter &
Hotchkiss, 1995). Proses kristalisasi dilakukan dengan cara memodifikasi
homogenizer dengan menambahkan pecahan-pecahan es di sekelilingnya. Proses

kristalisasi ini berlangsung cepat, segera setelah tiga puluh menit proses homogenasi
berlangsung. Margarin dengan tingkat daya oles yang relatif sama dapat dihasilkan
37

jika dicapai ketepatan yang sama dalam hal suhu, kecepatan dan ketepatan waktu.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan perbedaan dalam hal suhu,
kecepatan dan waktu dengan tetap menggunakan alat modifikasi ini adalah dengan
memanfaatkan crush ice atau dengan menggunakan es parut sebagai pengganti
pecahan-pecahan es.
Emulsi yang sudah terbentuk selama proses homogenasi akan kembali ke
wujud semula jika tidak segera didinginkan (Kataren, 1986). Kecepatan memberikan
pendinginan akan mempengaruhi basil margarin yang terbentuk, terutama sifat plastis
margarin yang dihasilkan. Sifat plastis ini akan mempengaruhi daya oles margarin.
Jika tingkat keplastisan margarin yang dihasilkan rendah (cair pada suhu ruang) maka
akan sulit untuk mengoleskan margarin tersebut, akibatnya sifat days olesnya pun
kurang diterima. Begitu juga bila sifat plastis margarin terlalu tinggi (sangat padat)
akan membuat margarin sulit di oleskan karena padat, akibatnya daya terimanya pun
rendah. Kataren (1986) menyebutkan bahwa sifat margarin yang plastis adalah tidak
padat, tahan terhadap tekanan tertentu, tidak mengalir tetapi mudah dicampur dan
dioleskan.

Tabel. 9. Modus Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Daya Oles Margarin Manis.

Perlakuan Modus kesukaan Persentase panelis (%)


AO 3&4 43,33 & 43,33
Al 4 76,67

A2 4 76,67
A3 4 60,00

Analisis Sifat Fisik.


Titik Leleh. Titik leleh margarin menunjukkan suhu dimana margarin akan
berubah wujudnya dari bentuk plastis menjadi cair kembali. Menurut Weiss (1983),
margarin yang disukai konsumen mempunyai titik cair/leleh yang tidak lebih dari
41°C (menyerupai titik leleh mentega) sehingga mudah larut dan tidak menimbulkan
rasa ber"film" di, mulut.
38

Titik leleh dari fase minyak adalah 40 °C dan titik leleh margarin manis
berkisar antara 44,5 - 45,5 °C. Titik Ieleh margarin dengan perlakuan AO adalah
44,50 °C, Al sebesar 44,75 °C, A2 sebesar 45,00 °C dan A3 sebesar 45,25 °C. Titik
leleh ini lebih tinggi dari titik leleh margarin yang dianjurkan (41 °C), sehingga
kemungkinan hat ini dapat mempengaruhi penerimaan terhadap margarin manis yang
dihasilkan dilihat dari adanya after taste her "film" dimulut karena saat dimakan

margarin belum meleleh. Syarat mutu margarin yang diijinkan beredar di Indonesia
tidak menyebutkan standar titik leleh margarin. Artinya bahwa titik leleh margarin
masing-masing produk margarin boleh berbeda-beda sesuai tingkat penerimaannya.
Hasil sidik ragam pada taraf 5 % (u = 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang nyata dari pengaruh penambahan aspartam sampai konsentrasi 300 mg ke
dalam 100 g margarin terhadap titik leleh margarin manis yang dihasilkan.

Analisis Kimia-Margarin Mani


Kadar Asam Lemak Bebas. Kadar asam lemak bebas adalah angka yang
menunjukkan jumlah asam lemak bebas dalam margarin sebagai asam oleat. Semakin
tinggi total asam berarti semakin tinggi pula asam lemak bebas dalam margarin. Hal
ini dapat dijadikan salah satu indikator tingkat mutu margarin. Menurut SNI 1994,
disebutkan bahwa maksimum kadar asam lemak bebas yang ada dalam margarin
adalah 0,3. Rentangan pH margarin manis yang dihasilkan berkisar antara 5,2 - 5,8
dan bahan dasar yang digunakan (fase minyak) mempunyai pH relatif normal yaitu
6,7. Kestabilan aspartam akan maksimum pada pH 4,3 dan masih tetap stabil pada
rentangan pH 3 - 5 (Mazur dan Ripper, 1979).
Kadar asam lemak yang tinggi mengindikasikan adanya senyawa-senyawa
seperti asam lemak, aldehid, keton dan hidrokarbon (Winarno, 1997). Aktivitas
mikroorganisme•dapat mengahasilkan enzim lipase yang akan menghidrolisis lemak
dan memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak sehingga timbul ketengikan yang
ditandai dengan rasa tidak sedap. Tingkat asam lemak bebas masing-masing
perlakuan dapat dilihat dalam Tabel 10. Jika dilihat dari angka yang dihasilkan
39

tersebut berarti bahwa kadar asam lemak bebas margarin manis masih dibawah batas
ambang normal (SNI, 1994).

Tabel 10. Kadar Asam Lemak Bebas Margarin Manis

Perlakuan
Kadar asam lemak bebas
(gr aspartam)
Kontrol (0) 0,06
150 0,14
200 0,13

300 0,15
Fat Blend 0,02

Hasil sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antar
berbagai taraf perlakuan penambahan aspartam terhadap total asam lemak bebas
margarin manis pada taraf uji 5 % (a = 0,05). Hal ini berarti bahwa kadar asam lemak
bebas margarin manis yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh penambahan aspartam
sampai konsentrasi 300 mg ke dalam 100 g margarin.
Bilangan Peroksida. Bilangan peroksida merupakan indikator tingkat
kerusakan suatu produk, semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula
tingkat kerusakan suatu produk. Bilangan peroksida erat kaitannya dengan reaksi
autooksidasi. Reaksi autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas
yang dipercepat oleh faktor cahaya, panas, peroksida lemak atau hdroperoksida,
logam-logam berat dan enzim lipoksidase (Winarno, 1997). Bilangan peroksida
margarin selama penyimpanan satu bulan adalah 1,88 megfkg berat bahan (SII,
1972).
Dilihat dari hasil analisis kimia margarin, bilangan peroksida dari produk
margarin manis ini berkisar antara 1,27 - 2,02 megtkg bahan (Tabel 11). Bilangan
peroksida suatu bahan sangat rentan terhadap waktu, suhu dan oksigen (Kataren
1986). Usaha yang dapat dilakukan untuk melindungi margarin dari tingkat
kerusakan yang tinggi memerlukan metode penyimpanan yang tepat seperti
40

penyimpanan margarin pada umumnya. Penyimpanan yang tepat adalah pada wadah
yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu lemari es.
Jika dilihat dari basil analisis bahwa bilangan peroksida tertinggi adalah pada
margarin tanpa penambahan aspartam (A0) hat ini menunjukkan bahwa penambahan
aspartam tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan peroksida margarin manis
yang dihasilkan. Hal ini pun didukung oleh basil sidik ragam pada taraf 5 % (a =
0,05) bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan penambahan aspartam
terhadap bilangan peroksida margain manis yang dihasilkan.

Tabel 11. Bilangan Peroksida Margarin Manis

Perlakuan Bilangan Peroksida


(gr aspartam) (megtkg)
Kontrol (0) 2,02
150 1,67
200 1,35
300 1,42
Fat Blend 1,55

Kadar Protein. Kadar protein dari margarin yang dihasilkan mempunyai


kecenderungan meningkat dengan adanya perlakuan konsentrasi penambahan
aspartam (Gambar 12). Aspartam merupakan dipeptida sehingga metabolisme
aspartam akan menghasilkan energi sebesar 4 Kal/gram seperti pada protein lain
(Lindsay, 1985). Dengan kata lain bahwa aspartam merupakan sumber protein bagi
margarin manis yang dihasilkan. Hasil analisis protein metode Semi Mikro Kjeldal
menunjukkan bahwa tanpa penambahan aspartam sekalipun dalam margarin telah
terdapat protein (protein AO = 0,45 %, fase lemak = 0,19 %).
41

®A0 = 0 mg
0,90
A1= 150 mg
A2 = 200 mg
A3 = 300 mg

A0 Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam
Gambar 12. Kadar Protein Margarin Manis

Hasil sidik ragam pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang nyata dari pengaruh penambahan aspartam terhadap kadar protein
margarin manis. Jadi sampai taraf penambahan aspartam 300 mg tidak terdapat
perbedaan yang nyata terhadap kandungan protein. Namun jika dilihat dari
kecenderungan yang ada dapat dilihat bahwa dengan semakin meningkatnya kadar
aspartam yang ditambahkan maka kandungan protein dalam margarin manispun
semakin meningkat pula. Rata-rata peningkatan jumlah protein dalam margarin manis
meningkat sesuai tingkat konsentrasi penambahan aspartam. SNI 01 3541-1994 tidak
menyebutkan ketentuan mengenai kadar protein margarin. Hal ini dapat dipahami
karena margarin bukan merupakan produk pangan sumber protein.
Kadar Air. SNI 01 3541-1994 menyebutkan bahwa standar mutu pembuatan
margarin adalah mengandung air maksimal 18 %. Hasil analisis kadar air dari
margarin manis yang dibuat telah memenuhi standar mutu margarin (SNI 01 3541-
1994) yaitu berkisar antara 10,91 - 12,81 % (Gambar 13). Pada saat pembuatan
margarin manis, jumlah fase air yang ditambahkan sebanyak 16 %. Kadar air hasil
analisis iebih rendah dibandingkan kadar air yang ditambahkan selama proses
42

pembuatan margarin. Hal ini diduga diakibatkan oleh adanya panas sehingga
menimbulkan penguapan selama proses pembuatan margarin tersebut.

AO Al A2 A3
Konsentrasi Aspartam

Gambar 13. Kadar Air Margarin Manis

Hasil sidik ragam pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang nyata dari pengaruh penambahan aspartam terhadap kadar air
margarin manis. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air margarin manis tidak
dipengaruhi oleh penambahan aspartam sampai konsentrasi 300 mg dalam 100 g
margarin.
Kadar Lemak. Margarin merupakan suatu produk berbentuk emulsi baik padat
maupun cair yang mengandung minyak tidak kurang dari 80 % dan 15000 N vitamin A
per ponnya (FDA dalam Hasenhuettl & Hartel, 1997). Hasil analisis kadar lemak
margarin manis berkisar antara 80,08 - 84,83 % (Gambar 14). Berdasarkan standar
mutu margarin (SNI 01 3541-1994), berarti bahwa margarin manis yang dihasilkan
telah memenuhi standar kadar lemak yaitu minimal 80 %.
43

120-1
M A0=0mg
84, 83 82,29 81,87 80 82
90 A1- 150 mg
A2 = 200 mg
A3=300 mg

f i
AO Al A2 A3
Ko nse ntra si Aspa rta m

Gambar 14. Kadar Lemak Margarin Manis

Hasil sidik ragam'pada taraf 5 % (a = 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada


pengaruh yang nyata dari pengaruh penambahan aspartam terhadap kadar lemak
margarin manis. Hal ini menunjukkan bahwa aspartam sampai konsentrasi 300 mg
dalam 100 g margarin yang ditambahkan tidak berpengaruh terhadap kandungan
lemak dari margarin manis yang dihasilkan.

Klaim Gizi Margarin Manis Pen ran an Ener i


Produk margarin manis yang dihasilkan adalah produk margarin yang tetap
tinggi dalam hal kalori. Dilihat dari bahan dasarnya, margarin hares mengandung
minimal 80 % lemak/minyak (Hasenhuettl & Hartel, 1997). Dengan mengabaikan
kecilnya energi dari bahan dasar lainnya, berarti bahwa energi yang terkandung
dalam 100 g margarin adalah 720 Kal (energi minyak adalah 9 Kal/g). Atas dasar
itulah produk margarin manis yang dihasilkan tidak bisa diklaim sebagai margarin
manis yang rendah kalori.
44

Department of Nutrition, Ministry of Health, & Institute of Health (1999)


menyebutkan bahwa klaim reduced calorie diberikan jika substitusi bahan pangan
dapat mengurangi energi sejumlah lebih dari atau sama dengan 25 % (>_ 25 %)
dibandingkan dengan pangan rujukan (Tabel 12).
Penggunaan margarin oles yang diikuti dengan penambahan pemanis gula,
menyebabkan jumiah kalori margarin akan meningkat_ Jika penggunaan gula
dibandingkan dengan penggunaan aspartam sebagai pemanis dalam margarin, maka
penggunaan aspartam dapat menurunkan energi sebesar 95 % dari energi yang
dihasilkan oleh gulalsukrosa (Homier & Shazer, 1987). Dalam hal ini penggunaan
aspartam dapat diklaim dengan reduced calorielenergi yang dikurangi.
Hasil
perhitungan pengurangan energi dari penggunaan aspartam sebagai pemanis dalam
margarin dibandingkan dengan penggunaan gula adalah sebesar 25 % (Lampiran 2).
Metabolisme aspartam dan gula dalam tubuh akan menghasilkan jumlah
kalori yang sama yaitu 4 Kal/gram (Lindsay, 1985). Jika dilihat dari jumlah energi
yang dihasilkan per gramnya, maka tidak terdapat perbedaan antara aspartam dan
gula. Tetapi dengan tingkat kemanisan aspartam sebesar 200 kali tingkat kemanisan gula
maka penggunaan satu sendok makan gula (10 g) daiam sekali olesan margarin (25 g)
dapat digantikan dengan 50 mg aspartam.
Pada perlakuan A3 (penambahan 300 mg aspartam dalam 100 g margarin),
tingkat kemanisan yang sangat tinggi dari aspartam dapat menggantikan 60 g gula
(enam sendok makan gula). Jadi, dengan tingkat kemanisan yang sama dalam
margarin, penggunaan aspartam sebagai pemanis dalam 100 g margarin (satu dosis
perlakuan) mampu menurunkan kalori sebesar 238,8 Kai. Penurunan kalori yang
ditimbuikan jika mengganti gula dengan aspartam dalam margarin sebesar 25 %. Jadi
penggunaan aspartam sebagai pemanis dalam margarin mmanis dapat diklaim
reduced calorie jika dirujuk/dibandingkan dengan penggunaan gula sebagai pemanis
dalam margarin (penurunan kalori > 25%).
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Diketahui bahwa dalam proses pembuatan margarin dapat ditambahkan aspartam
sebagai pemanis yang dipadukan dengan penambahan aroma strawberi dan
pewarna makanan untuk membuat produk margarin manis.
2. Fase air dipilih sebagai tahapan penambahan aspartam dalam proses pembuatan
margarin yang menghasilkan keoptimalan margarin manis.
3. Semua taraf penambahan aspartam dapat diterima oleh panelis dalam hal warna,
aroma, rasa dan daya olesnya, kecuali rasa margarin pada perlakuan A0ltanpa
penambahan aspartam.
4. Berdasarkan syarat mutu margarin (SNI 01 3541-1994), variabel-variabel hasil
analisa sifat fisik dan kimia yang dilakukan terhadap margarin manis telah
memenuhi standar mutu margarin.
5. Tingkat penerimaan dan syarat mutu margarin yang dihasilkan relatif sama,
sehingga dapat dipilih konsentrasi aspartarn yang paling rendah untuk efisiensi
secara ekonomi. Kecenderungan dosis penambahan aspartam yang terbaik adalah
200 mg dalam 100 g margarin.
6. Produk margarin manis dengan pemanis aspartam dapat diklaim reduced
calorie
jika dibandingkan dengan penggunaan gula sebagai pemanis.

Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk membuat margarin manis
dengan aroma dan warns yang berbeda sebagai alternatif yang beragam untuk pilihan
konsumen. Tingkat konsentrasi penambahan aspartam dapat dipilih pada konsentrasi
terendah untuk efisiensi secara ekonomi. Disamping itu konsentrasi penambahan
aspartam pada margarin dapat dibuat dengan tingkatan yang berbeda-beda yang
masih tetap dapat diterima konsumen (biasa,manis dan sangat manis).
46

Sebagai penelitian lanjutan dapat dilihat juga pengaruh penyimpanan terhadap


total kandungan bakteri sehingga dapat diketahui batas kadaluarsa margarin manis
yang dihasilkan. Penyimpanan ini juga dimaksudkan jugs untuk melihat ada tidaknya
penurunan tingkat kemanisan aspartam. Perlu juga dilakukan analisis sifat kimia lain
yang tercantum dalam standar mutu margarin di Indonesia (SNI 01 - 3541 -1994).
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, M., Trenggono & Pitoyo. 1991. Kandungan Tokoferol Minyak Sawit dan
Cara Isolasinya. Prosiding Seminar Nilai Tambah Minyak Kelapa Sawit
Untuk Peningkatan Derajat Kesehatan. Jakarta

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis Association of Official Analytical


Chemist. Washington D.C.

Bender, A.E. 1978. Food Procesing and Nutrition. Academic Press. London.

Buckle, K.A., &A. Edward., G.H. Fleet & M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Budiman. 1987. Usaha Meningkatkan Daya Saing Industri Minyak Kelapa Sawit.
Lokakarya Managemen Industri Kelapa Sawit. Medan.

Daniel, W.W. 1989. Statistika Nonparametrik Terapan. PT Gramedia, Jakarta.

Damayanthi, E., S.A. Marliyati., H. Syarief & D. Sukandar. 1997. Percobaan


Makanan. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.

Departemen of Nutrition, Ministry of Health, & Institute of Health. 1999. Nutrition


Labelling : A Handbook of Nutrient Claims (Singapopre). Department of
Nutrition, Ministry of Health, & Institute of Health, Singapore.

De Man, J. M. 1985. Principles of Food Chemistry. The Avi Publising Company,


Inc. Connecticut.

De Man, J. M. & Leny de Man. 1994. Speciality Fats Based on Palm Oil and Palm
Kernel Oil. Malaysian Palm Oil Promotion Council. Selangor, Malaysia.

2000. Palm Oil/Palm Kernel Oil Applications.


Malaysian Palm Oil Promotion Council. Selangor, Malaysia.

Grenby, T.H. 1989. Progress in Sweeteners. Elsevier Science Publishing Co, Inc.
London.

Hasenhuettl, G.L. & R.W. Hartel. 1997. Food Emulsifier and Their Aplications.
Chapman & Hall. International Thompson Publishing. New York.

Homier, B.A.K. & W.R. Shazer. 1987. FDA Approves for How Aspartame Uses.
Food Technology 7, him. 41-44.
48

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Lindsay, R.C. 1985. Food Chemistry. Mercel Dekker. New York.

MPOPC. 2000. Non-food Uses of Palm Oil and Palm Kernel Oil. Malaysian Palm
Oil Promotion Council. Selangor, Malaysia.

Mazur, R.H. & A.Ripper. 1979. Peptide-based Sweeteners. Applied Science


Pubishers, London.

Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc. Westport.
Connecticut.

Muchtadi, T.R. 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit (Elaise
guinensis jacq) dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan
Pemanfaatan Provitamin A. Desertasi Doktor Program Pasca Sarjana, IPB.
Bogor.

Nabors, L.O. & RC Geraldi. 1986. Alternative Sweeteners. Marcel Dekker, Inc.
New York.

Nienaber, N.P. 1996. Asam Lemak Trans dalam Makanan : Mekanisme


Pembentukan dan Metabolisme dalam Tubuh. Buletin Teknologi dan Industri
Pangan, Vol. VII No.2. Bogor

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Academic Press.


London.

Potter, N.N. & J. Hotchkiss. 1995. Food Science (Fifth Edition). Chapman & Hall.
International Thompson Publishing. New York.

STY. 1972. Mutu dan Cara Uji Margarin. Departemen Perindustrian. Jakarta.

SNI-01-3541-1994. 1994. Margarin. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.

Smith, J. 1991. .Food Aditive User's Hand Book. Blackie and Son Ltd. New York.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. PT Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Sudjana. 1995. Desain dan Analisis Eksperimen. Tarsito, Bandung.

Sukardji, K. 1996. Manfaat dan Keamanan Pemanis Untuk Diet. Majalah Femina
No. 46. (XXIV).
49

Sulaeman, A., Faisal A., Rimbawan & Sri Anna, M. 1995. Metode Analisis Zat Gizi
dan Komponen Kimia Lainnya dalam Makanan. Diktat Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Tan, B. 1989. Palm Carotenoids, Tocopherols and Tocotrienols. JAOCS, 66 (NO.6) :


770-776.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 2001. Kelapa Sawit, Budidaya, Pemanfaatan dan
Pemasarannya. Penebar Swadaya. Jakarta

Tjahjadi, C. 1987. Pewarna Makanan. Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran.


Bandung.

Weiss, T.J. 1983. Food Oils and Their Uses. Hun Wesson Foods, Inc. Fullerton,
California.

Whidiana, E. 2000. Ekstraksi Bit Sebagai Alternatif Pewarna Alami Pangan, Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumebrdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
50

Lampiran 1. Petunjuk untuk Klaim Gizi

Tabel 12. Petunjuk untuk Maim Gizi


Klaim
Petunjuk/pedoman
1. Energi
oTinggi energi (high energy, high in
energy)' ❑ _ > 300 Kai per 100 g'
❑Sumber energi (source of energy) >80 Kal per 100 ml'
oBebas energi (energy free) o > _100 Kai per saji'
a 51 Kai per 100 g atau per 100 ml
oRendah energi (Low energy, low atau _< 5 Kai per saji
calorie, life in energy, light in o _ < 8 Kai per 100 ml untuk minuman
energy, light in calorie) (siap untuk dikonsumsi) dan :920
Kal per 100 ml untuk produk pangan
cairan lain, atau <40 Kai per saji,
aMakan malam/makanan lengkap atau <_40 Kai per 100 g
rendah kalori (light dinner, lightoProduk tipe hidangan
<120 Kai per 100 g
meal, life dinner, life meal) :5300 Kaiper sat
oEnergi yang dikurangi (less energy, ❑Pengurangan energi sebanyak
fewer energy, lower in calorie, _ > 25% dibandingkan dengan pangan
reduced calorie, reduced energy, rujukanb
colorie-reduced)
oDiperkaya energi (more energy,
increased energy, fortified energy,aPenambahan energi sebanyak 225 %,
enriched energy, added energy) dibandingkan dengan pangan
rujukanb
Sumber : Departement ofNutrition. Ministry of Health, & Institute of Health (1999)

Keterangan : produk pangan yang dinyatakan dalam satuan per saji, harus dapat dinyakan pula
dalam satuan per 100 g (padatan) atau per 100 ml (cairan).

' jumlah pangan yang dianjurkan untuk dikonsumsi harus >_ 300 Kai per hari
b
suatu pernyataan hares disertakan untuk membandingkan kandungan energi dari pangan
tertentu terhadap pangan rujukan.
51

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Klaim Pengurangan Energi (Reduced Energy)


Margarin Manis.

Diketahui :
o metabolisme aspartam dalam tubuh menghasilkan 4 Kal/gram (Lindsay, 1985) o
metabolisme gula/sukrosa dalam tubuh juga menghasilkan 4 KaVgram
o pada perlakuan A3, 60 g gula dalam 100 g margarin setara dengan tingkat
kemanisan 300 mg aspartam dalam 100 margarin
60ggula =60gx4Kai
240 Kai, artinya gula yang digunakan dalam 100 g margarin
menghasilkan 240 Kai
300 mgAPM =0,3gx4Kai
= 1,2 Kai, artinya aspartam yang digunakan dalam 100 g margarin
menghasilkan 1,2 Kai
Jadi dalam 100 gram margarin yang ditambahkan gula mengandung energi
sebeear 960 Kai (720 Kai + 240 Kai) dan jika gula digantikan dengan aspartam maka
energi yang terdapat dalam 100 gram margarin sebesar 721,2 Kai (720 Kai + 1,2
Kai). Pengurangan energi yang dihasilkan adalah

1 - 721,2 x 100% = 25 %
960
Jadi penggunaan aspartam sebagai pemanis dalam margarin dapat diklaim reduced
calorie jika dirujuk/dibandingkan dengan penggunaan gula sebagai pemanis dalam
margarin (penurunan Mori _> 25 %).
52

Lampiran 3. Analisis Biaya Aspartam Dibandingkan dengan Gula sebagai


Pemanis

Harga resmi - asp rtam di pasaran bebas adalah Rp 500.000,- per kg.
Sedangkan harga resmi gula di pasaran adalah Rp 4000,- per kg. Penggunaan satu
kilogram gula sebagai pernanis dapat digantikan oleh penggunaan 5 gram aspartam.
Penggunaan aspartam yang lebih kecil jumlahnya dikarenakan aspartam mempunyai
tingkat kemanisan yang lebih tinggi dari kemanisan gula yaitu sebesar 200 kali
(Homler & Shazer, 1987). Jika dikonfersikan ke dalam rupiah maka harga 5 gram
aspartam adalah Rp. 2.500,-. Jadi penggunaan aspartam sebagai pemanis dapat
menurunkan pengeluaran sebesar 37,5 % (Rp 1500,-) per satu kilogram jika
dibandingkan dengan penggunaan gula sebagai pemanis.
53

Lampiran 4. Metode Uji Oragoleptik, Analisis Sifat Fisik dan Analisis Kimia
Margarin Manis

L Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)


Uji yang dilakukan adalah uji hedonik yaitu untuk mengetahui penerimaan
margarin manis oleh panelis semi terlatih yang mewakili konsumen. Uji ini
dilakukan pada formulasi yang terpilih (A0, Al, A2 dan A3). Terdapat lima skala
uji yang digunakan yaitu sangat suka, suka, agak suka, biasa dan tidak suka.
Skala numerik yang digunakan muiai dari 5, 4, 3, 2, dan I. Parameter yang diuji
meliputi warna, aroma, rasa, dan daya oles margarin.
Warna, aroma dan rasa margarin manis yang dihasilkan diujikan dengan
menggunakan sepotong roti kecil (sama besar) yang telah dioleskan margarin
manis. Kemudian panelis diminta untuk mengisi lembar uji yang disediakan.
Setiap akan berpindah aspek pengujian, masing-masing panelis hares memakan
roti tawar (tanpa margarin) dan meminum air tawar. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi bias akibat pengujian sebelumnya. Untuk daya oles, panelis diminta
untuk mengoleskan margarin manis ke dalam roti yang telah disediakan. Penelis
diminta untuk melihat kemampuan daya oles margarin manis yang dihasilkan
kemudian mengisi lembar uji oragnoleptik.

I I Analisis Sifat Fisik

a. Tit k Leleh (AOAC, 1984)


Contoh margarin dihisap ke dalam pipa kapiler. Pipa kapiler dan termometer
digabungkan sehingga ujung tabung yang berisi lemak sejajar dengan ujung
termometer yang berisi air raksa (dengan mengikatnya menjadi satu), kemudian
dimasukkan ke dalam gelas piala 600 ml yang berisi air setengah penuh sehingga
termometer terendam sepanjang 30 ml dan dimasukkan ke dalam lemari es (4-
10°C) dibiarkan selama 30 menit. Gelas piala dipanaskan, sambil diamati dan
dicatat temperatur pada saat contoh yang beku berubah menjadi transparan.
Temperatur tersebut merupakan titik leleh contoh yang diuji.
54

IIL Analisis Kimia


a. Kadar Air (AOAC, 1984)
Cawan logam atau porselin dikeringkan dalam oven pads suhu 105°C selama
30 menit (sampai diperoleh berat tetap). Kemudian cawan didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang. Kemudian sebanyak 5
gram contoh margarin ditimbang dengan teliti dalam wadah aluminium (berat
total wadah kering sudah diketahui). Wadah beserta isinya dipanaskan dalam
oven dengan suhu 105°C. Pemanasan dilakukan hingga diperoleh berat contoh
yang tetap (3 -4 jam) kemudian wadah beserta contoh didinginkan dalam
desikator 30 menit dan ditimbang, kadar air contoh dapat dihitung dengan rumus :
BI -B2
% Kadar Air Basis Basah = X 100 %
B
B - (B l -B2)
% Total Padatan = X 100%
B
Keterangan : B = Berat contoh (g)
B 1 = Berat sampel + cawan sebelum dikeringkan (g)
B2 = Berat sampel + cawan setelah dikeringkan (g)

b. Kadar Lemak (Metode Soxhlet, AOAC 1984)


Sebanyak 5 gram contoh margarin diekstraksi dengan pelarut heksan dalam
alat soxhlet selama kurang lebih 6 jam. Hasil ekstraksi diuapkan pelarutnya
dengan cars destilasi, kemudian labu yang berisi lemak dipanaskan dalam oven
bersuhu 105°C sampai diperoleh berat yang tetap. Berat lemak dihitung
berdasarkan rumus :
Berat lemak (gram)
% Kadar Lemak = X 100 %
Berat contoh (gram)

c. Kadar Asam Lemak Bebas (SNI 01 - 3541 - 1994)


Prinsip yang digunakan adalah dengan pelarutan lemak/minyak dalam pelarut
organik dilanjutkan dengan penitaran dengan KOH. Cara kerja yaitu dengan
menimbang 5 gram contoh margarin dalam erlenmeyer 300 ml. Kemudian
tambahkan 50 ml alkohol 96 % netral dan beberapa tetes indikator pp. selanjutnya
55

dititer dengan KOH 0,1 N hingga warna merah jambu tetap (tidak berubah selama
15 detik). Asam lemak bebas dihitung berdasarkan rumus :
m xax b
Asam Lemak Bebas = x 100 °/O
G
Keterangan :
a = KOH yang diperlukan untuk peniteran (ml) b
= normalitas KOH
c = berat contoh (g)
m = bobot molekul asam lemak (sebagai asam oleat = 282)

d. Kadar Protein Metode Semi Mjkr_q K'eIdal (Sulaeman, et al., 1995)


Bahan ditimbang kira-kira 0,5 - 10 g menurut besarnya kandungan protein.
Bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabu Kjeldal, ditambahkan 0,5 g
selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat. Sampel kemudian didestruksi sampai
diperoleh larutan yang jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. Kemudian
diitambahkan aquades dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilat
ditampung dalam 20 ml larutan asam borat 3 % kemudian dititrasi dengan HCI
standar (indikator metil merah). Perhitungan :
ml titrasi x 0,014 x N HCI x fk
% Kadar Protein = x 100%
g Sampel
Keterangan tic (faktor koreksi) = 6,25

e. BiIangan Peroksida (AOAC, 1984)


Ditimbang 5 gram bahan kemudian dilarutkan dalam 50 ml klorofomasetat
(pekat) dilakukan dalam kondisi gelap (rendah cahaya) sambil diaduk-aduk.
Setelah seluruh bahan larut kemudian diteteskan KI sebanyak 0,5 ml dan
ditambahkan 10 mI iarutan kanji. Campuran ini kemudian dititrasi menggunakan
larutan natrium tiosulfat 0, IN. Perhitungan :
ml do x N do x Berat Standar 02 x 100
PV (Bilangan Peroksida) _ (megfKg)
g sampel
Keterangan : Berat standar 02 = 8 g
56

Lampiran 5. Lembar Uji Kesukaan

Nama
Tanggal
Produk : Margarin Manis

Dihadapan rekan-rekan terdapat beberapa sampel margarin. Rekan-rekan


diminta untuk memberikan penilaian terhadap sampel tersebut dengan mengisi tabel
penilaian. Penilaian meliputi warna, aroma, rasa, dan days oles margarin dengan
memberikan angka dari skala 1 - 5.
Keterangan :
1. = sangat tidak suka
2. = tidak suka
3. = biasa
4. = suka
5. = sangat suka

Tabel Penilaian :
Kode Mutu Oranole tik
Sam el Warna Aroma Rasa
623316
Daya OlesKomentar

621153

621164

623938

Saran

Terimakasih atas partisipasinya.


57

Lampiran 6. Foto Produk Margarin Manis yang Dihasilkan


58

Lampiran 7. Hasil Uji Friedmen terhadap Daya Terima Warna Margarin Manis

Ranking
Perlakuan 0 mg 1 150 m 200 ma 1 300 m
R' 66,S] 84 75 70,5 9

Tes Statistik
r W t db� X�0 OS) X2 001
30 3,79* 3 7,82 11234
Keterangan : *tidak berbeda nyata (a = 0,05)

Lampiran 8. Hasil Uji Friedmen terhadap Daya Terima Aroma Margarin Manis

Rankine
Perlakuan 0 mg 1 150 m 200 m 300 m
R� 70 77 81 72

Tes Statistik
N X2 hit Db 0X f l 1
30 1,48* 3 7,82 11,34
Keterangan : *tidak berbeda nyata (a = 0, 05)

Lampiran 9. Hasii Uji Friedmen terhadap Daya Terima Rasa Margarin Manis

Rankin
Perlakuan 0 ml 150 mg 200 mg 300 mg
Rj 52 88 87,5 72,5

Tes Statistik
N X hit db 0,05 X2 flol
30 16,92* 3 7,82 11,34
Keterangan : *Berbeda nyata (a = 0,05)

Hasii Uji Lanjut Perbandingan Berganda terhadap Penerimaan Rasa Margarin Manis
0mg 300 mg 200 mg 150 Mg
52 72,5 87,5 88

Keterangan : perlakuan yang berada pads satu garis tidak berbeda nyata pada a = 0, 05.
59

Lampiran 10. Basil Uji Friedmen terhadap Penerimaan Daya Oles Margarin
Manis

Ranking
Perlakuan 0mi 200 m 300 m

- 56 86,5 79,5 _ 78
Tes Statistik
X hit X 2Z Q,QS10,051 V Q al
i0 45 7,82 11,34
P1 1 j
Keterangan:*Ber bedanyata (a = 0,05)

Basil Uji Lanjut Perbandingan Berganda terhadap Penerimaan Daya Oies Margarin
Manis
0 mg 300 mg 200 mg l50 mg
56 78 79,5 86,5

Keerangan perlakuan yw g berada pads satu garis tidak berbeda nyata pads a = 0,05.

Lampiran 11. Basil Uji Sidik Ragam Pengaruh Penambahan Aspartam


terhadap Titik Leleh Margarin Manis.

F tabe!
Sumber Variasi db 3K KT F hit
l f Q5 Qfll
Perlakuan 3 0,38 0.13
076* , 9 ,2 8 28 , 46
Galat 3 0 50 0,17
Total 6 0,88
Keterangan : * tidak berpengaruh nyata (a 0,05)

Lampiran 12. Basil Uji Sidik Ragam Pengaruh Penambahan Aspartam


terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Margarin Manis

F tabel
Sumber Variasi db JK KT F hit
8,05
Perlakuan 3 0,00549 1 83 x
6, 47* 9 ,28 2 , 84b
Galat 3 0,00085 2 83 x 10
Total 6 0 00634
Keterangan : * ndak berpengaruh nyata (a = 0,
05)
60

Lampiran 13. Basil Uji Sidik Ragam Pengaruh Penambahan Aspartam


terhadap Bilangan Peroksida Margarin Manis

F tabel
Sumber Variasi db JK KT F hit
0105 0,01
Perlakuan 3' 0,34 0,11
, 22* 9 , 28 28 , 46
Galat 3 0,14 LO 5
Total 6 0,48
Keterangan : * hdak berpengaruh nyata (a = 0, 05)

Lampiran 14. Basil Uji Sidik Ragam Pengaruh Penambahan Aspartam


terhadap Kadar Air Margarin Manis

F tabel
Sumber Variasi db JK KT F hit
005 001
Perlakuan 3 1,36 0,45
092* , , 928 , 2846
Galat 3 1,48 0149
Total 6 2,84
Keterangan : * tidak berpengaruh nyata (a = 0, 05)

Lampiran 15. Hasil Uji Sidik Ragam Pengaruh Penambahan Aspartam


terhadap Kadar Protein Margarin Manis

F tabel
Sumber Vari
asi db JK KT F hit 005 001
Perlakuan 3 0 18 0,06 0, 6 8* 9,2 8 28,4 6
Galat 3 0 21 0,07
Total 6 0,39
Keterangan : * tidak berpengaruh nyata (a = 0, 05)

Lampiran 16. Basil Uji Sidik Ragam Pengaruh Penambahan Aspartam


terhadap Kadar Lemak Margarin Manis

F tabel
Sumber Var i asi db JK KT F hit
0,05 0,01
Perlakuan 3 10,85 3,62
1 , 4* 0 9, 28 28, 46
Ga1at 3 7 75 2,58
Total 6 18,60
Keterangan : * tidak berpengarub nyata (a = 0, 05)

You might also like