Professional Documents
Culture Documents
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh :
Dian Fithria Hidayaty
NIM :109103000031
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur disampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif terhadap Kejadian
Demensia Pada Lansia di Kelurahan Sukabumi Selatan Tahun 2012” walaupun
dalam bentuk yang sederhana.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw, yang telah mewarnai cakrawala baru pada peradaban umat
manusia sehingga dengan itu penulis memperoleh nuansa untuk membedakan
antara yang haq dan yang bathil.
Dengan terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua
pihak yang telah membantu demi terselesaikannya penelitian ini, khususnya
kepada :
v
pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis
selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggungjawab riset
Program Studi Pendidikan Dokter 2009, yang telah banyak
“menyadarkan” saya dengan mem-follow-up di setiap akhir modul untuk
mempercepat penyelesaiaan penelitian ini.
5. dr. Erike Anggraini S, M.Pd dan dr. Isa Multazam Noor, Sp.KJ selaku
penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi penguji
pada sidang skripsi ini dan memberikan koreksi dan saran yang telah
memperkaya diri ini dengan banyak ilmu.
6. Untuk Bapak Ibnu Sofa selaku Lurah beserta staff Kelurahan Sukabumi
Selatan, kader-kader puskesmas, ketua-ketua RW dan ketua-ketua RT
serta lansia-lansia di Kelurahan Sukabumi Selatan yang telah bersedia
menjadi responden. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada
saya sehingga terealisasilah penelitian ini. Terima kasih untuk kerjasama,
bantuan, dan do’anya.
7. Drs. H. Abdul Muhit, MM sebagai ayah penulis dan Hj. Susanti sebagai
ibu penulis, terima kasih atas dukungan dan do’a dari kalian, betapa
bersyukurnya saya menjadi buah hati kalian. Adik-adikku yang bawel tapi
baik, terima kasih atas keramaian yang kalian ciptakan.
8. Sahabat-sahabatku tersayang Adinda, Angelia, Ayesha, Eka, Lia,
Rahmatul, Resti, serta teman-teman seperjuangan Adelita, Reani, Ibnu
dan Wildan terima kasih untuk semuanya.
9. Seluruh staff di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif
Hidayatullah, terutama mba pipit yang bersedia untuk direpotkan oleh
kami para mahasiwa. Terima kasih banyak atas jasa-jasanya.
Penulis
vi
ABSTRAK
Dian Fithria Hidayaty. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Aktivitas
Fisik Dan Aktivitas Kognitif Terhadap Kejadian Demensia Pada Lansia Di
Kelurahan Sukabumi Selatan. 2012
Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia di perkirakan mencapai 500 juta dan pada
tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Seiring meningkatnya usia, risiko
terjadinya demensia juga mengalami peningkatan. Salah satu faktor risiko yang
berkaitan dengan demensia adalah aktivitas fisik, dan aktivitas kognitif. Lansia
yang melakukan aktivitas baik fisik maupun kognitif dapat menurunkan risiko
demensia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik,
kognitif dan karakteristik responden terhadap kejadian demensia pada lansia di
Kelurahan Sukabumi Selatan. Penelitian ini menggunakan kuesioner dari
Verghese untuk aktivitas fisik dan kognitif, serta menggunakan kuesioner Mini
Mental State Examination untuk diagnosis demensia. Desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional selama bulan Juli-Agustus 2012. Pengambilan
sampel menggunakan cluster random sampling dengan responden 101 lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang menderita demensia adalah
kelompok dengan aktivitas fisik rendah (64,8%) dengan p = 0,024 (OR = 2,715)
dan aktivitas kognitif rendah (46,3%), dengan p = 0,008 (OR = 3,640). Dengan
demikian, aktivitas fisik dan aktivitas kognitif yang cukup dapat menurunkan
risiko demensia.
ABSTRACT
Dian Fithria Hidayaty. Medicine Study Programe. Correlation between physical
and cognitive activities with dementia of the elderly in the South Sukabumi
Village. 2012
Today, the number of elderly in the world reach 500 million, and in 2025 will
reach 1.2 billion. With increasing age, the risk of dementia also increased. One of
the risk factors associated with dementia is a physical and cognitive activity.
Elderly who involve physical and cognitive activities may decrease the risk of
dementia. This research’s aim to know the correlation between physical and
cognitive activities and characteristic of subject with dementia of the elderly in the
South Sukabumi Village. This research use Verghese’s questionaires for the
physical and cognitive activities and use Mini Mental State Examination for
diagnostic dementia. This research use cross sectional design during July until
August 2012. The method of sampling is cluster random sampling with total of
responden is 101. The result showed that the elderly who suffer from dementia is
group with low physical activity (64,8%) with p value = 0,024 (OR = 2,175) and
low cognitive activity (46,3%) with p value = 0,008 (OR = 3,640). So, physical
activity and cognitive activity can reduce the risk of dementia.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………… ii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………... iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………… v
ABSTRAK…………………………………………………………………... vii
ABSTRCT…………………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI……………………………………………………….............. viii
DAFTAR TABEL………………………………………………….............. x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….......... xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...... xii
BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………... 3
1.3. Hipotesis……………………………………………….. 3
1.4. Tujuan Penelitian……………………………………..... 3
1.5. Manfaat Penelitian……………………………………... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 5
2.1. Lanjut usia……………………………………………... 5
2.1.1. Definisi Lanjut Usia…..………………………. 5
2.1.2. Proses Menua………………………………..... 5
2.1.3. Perubahan yang Terjadi pada Berbagai Sistem
Tubuh pada Proses Menua…………................. 6
2.2. Demensia………………………………………………. 9
2.2.1. Definisi…………………………….………….. 9
2.2.2. Epidemiologi…………………….……………. 10
2.2.3. Klasifikasi Demensia…………...…………….. 10
2.2.4. Patobiologi dan Patogenesis..………………... 12
2.2.5. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Demensia……………………………………... 14
2.2.6. Diagnosis……………………………………... 18
2.3. Kerangka Konsep…………………………………….... 22
2.4. Definisi Operasional………………………………….... 24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………….. 25
3.1. Jenis dan Desain Penelitian………………………........ 25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………...... 25
3.3. Populasi dan Sampel……...…………………………… 25
3.4. Cara Kerja Penelitian…………..…………………........ 26
viii
3.5. Managemen Data… ..............................................................27
3.6. Etik Penelitian… ...................................................................28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................29
4.1. Gambaran Karakteristik Responden… .................................29
4.2. Gambaran Kejadian Demensia… .........................................30
4.3. Gambaran Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif…….. 31
4.4. Hubungan Umur dengan Demensia….……………...... 33
4.5. Hubungan Jenis Kelamin dengan Demensia………...... 33
4.6 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Demensia……. 34
4.7. Hubungan Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif
dengan Demensia……………………………………... 35
4.8. Keterbatasan Penelitian.........................................................36
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................37
5.1. Kesimpulan… .......................................................................37
5.2. Saran… .................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................39
LAMPIRAN ..........................................................................................................41
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
mereka yang semula hanya duduk saja, ternyata meningkatkan daya ingat dan
daya pikir lebih tajam.6
Demensia juga berkaitan dengan umur dan jenis kelamin. Sekitar 5 % usia
lanjut 65-70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun
mencapai lebih 45 % pada usia di atas 85 tahun. Penyakit ini adalah penyebab
yang paling umum dari gangguan intelektual yang berat pada orang lanjut usia.2
Penelitian di Jakarta Barat rata-rata umur lansia dengan demensia adalah 70,03
tahun, sedangkan lansia yang tidak demensia memiliki rata-rata umur 66,08
tahun.7 Pengaruh umur dengan kejadian demensia adalah semakin meningkatnya
umur, semakin tinggi pula risiko demensia.8 Demensia terjadi lebih tinggi pada
wanita dibanding pria. Penderita demensia pada usia 65 dan 69 tahun sekitar 1,4%
pria dan 1,5% wanita, pada usia 70 dan 74 tahun sekitar 3,1% pria dan 2,2%
wanita, pada usia antara 75 dan 79 sekitar 5,6% pria dan 7,1% wanita , pada usia
antara 80 dan 84 sekitar 10,2% pria dan 14,1% wanita, dan pada usia 85 atau lebih
sekitar 19,6% pria dan 27,5% wanita.9 Kejadian demensia pada pria dibandingkan
wanita ternyata wanita lebih banyak mengalami demensia, akan tetapi tidak ada
perbedaan signifikan antara jenis kelamin dengan demensia.7 Tingkat pendidikan
memiliki hubungan dengan kejadian demensia pada lansia. Lansia dengan
pendidikan rendah lebih berpeluang mengalami demensia dibanding lansia dengan
pendidikan tinggi.7
Pada penderita demensia terjadi penurunan daya ingat terutama memori
jangka pendek, perubahan kepribadian yang bermanifestasi menjadi perilaku yang
tidak sopan, berkurangnya interaksi sosial, depresi, paranoid dan lain sebagainya.
Selain itu terdapat pula perubahan dalam cara mempertimbangkan dan
mempersepsikan sesuatu, kemampuan berbahasa dan perilaku motorik. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan lansia.
Jumlah lansia di Kelurahan Sukabumi Selatan tercatat sebanyak 538
orang, namun belum pernah ada penelitian yang melihat berapa prevalensi
demensia di daerah ini. Demensia pada lansia bila dideteksi dan dicegah sejak dini
dapat membuat golongan usia lanjut tersebut tetap bisa menjalani hidup dengan
optimal dengan produktivitas yang relatif baik di usianya.
3
1.3 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang di atas, hipotesis pada penelitian ini adalah:
Ada hubungan antara aktivitas fisik dan kognitif dengan kejadian demensia pada
lansia di Kelurahan Sukabumi Selatan Tahun 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat
digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan, keterbatasan fungsional,
ketidakmampuan, dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses
kemunduran.12
2.1.3 Perubahan yang Terjadi pada Sistem Tubuh pada Proses Menua
Proses menua pada berbagai organ seperti sistem endokrin, kardiovaskular,
respirasi, gastrointestinal, penginderaan, muskuloskeletal, komposisi tubuh, otak,
ginjal dan saluran kemih pada lansia dijelaskan sebagai berikut :
a. Sistem Endokrin
Toleransi glukosa terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade;
gula darah post prandial meningkat 10 mg/dl/dekade), insulin serum
meningkat, HbA1c meningkat, IGF-1 berkurang, penurunan yang bermakna
pada dehidroepiandrosteron (DHEA), penurunan terstosteron bebas maupun
yang bioavailable, penurunan hormon T3, peningkatan hormon paratiroid,
penurunan produksi vitamin D oleh kulit, ovarian failure disertai menurunnya
hormon ovarium, serta peningkatan kadar homosistein serum.13
b. Kardiovaskular
Tidak ada perubahan frekuensi jantung saat istirahat, penurunan frekuensi
jantung maksimum, berkurangnya pengisian ventrikel kiri, berkurangnya sel
pacu jantung (pacemaker) di nodus SA, hipertrofi atrium kiri, kontraksi dan
relaksasi ventrikel kiri bertambah lama, menurunnya respon inotropik,
kronotropik, lusitropik, terhadap stimulasi beta adrenergik, menurunnya curah
jantung maksimal, menurunnya hipertrofi sebagai respon terhadap
peningkatan volume dan tekanan, peningkatan atrial natriuretic peptide
(ANP) serum, lapisan subendotel menebal dengan jaringan ikat, ukuran dan
bentuk yang irregular pada sel-sel endotel, fragmentasi elastin pada lapisan
media dinding arteri, serta peningkatan resistensi vaskular perifer.13
c. Tekanan Darah
Peningkatan tekanan darah sistolik, tanpa diikuti perubahan pada tekanan
darah diastolik, berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi beta adrenergik,
akan tetapi vasokonstriksi yang dimediasi alfa adrenergik tidak berubah, serta
terganggunya perfusi autoregulasi ke otak.10
7
d. Paru – Paru
Meningkatnya volume residual, berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi
silia, peningkatan diameter trakea dan saluran pernafasan atas, penurunan
massa jaringan paru, penurunan tekanan maksimum ekspirasi dan inspirasi,
berkurangnya kekuatan otot-otot pernapasan, serta kekakuan dinding dada.13
e. Hematologi
Berkurangnya cadangan sumsum tulang akibat kebutuhan yang meningkat,
attenuated retikulosis terhadap pemberian eritropoietin.13
f. Ginjal
Penurunan massa ginjal sebanyak 25%, menurunnya kapasitas konsentrasi dan
dilusi, berkurangnya sekresi akibat pembebanan asam, meningkatnya
ketergantungan prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi, serta
menurunnya aktivasi vitamin D.13
g. Regulasi suhu tubuh
Berkurangnya vasokonstriksi dan vasodilatasi pembuluh darah kutaneus,
berkurangnya produksi keringat, dan meningkatnya suhu inti untuk mulai
berkeringat.12
h. Otot
Massa otot berkurang secara bermakna karena berkurangnya serat otot,
infiltrasi lemak ke berkas otot, peningkatan kelemahan, dan berkurangnya laju
metabolisme basal.12
i. Tulang
Melambatnya penyembuhan fraktur, berkurangnya massa tulang, dan
berkurangnya formasi osteoblast tulang.12
j. Sistem Saraf Perifer
Hilangnya neuron motor spinal, berkurangnya sensasi getar terutama di kaki,
berkurangnya sensitivitas terhadap suhu.13
k. Sistem Saraf Pusat
Berkurangnya massa otak, berkurangnya aliran darah otak dan terganggunya
perfusi, berkurangnya myelin dan total lemak di otak, berubahnya
neurotransmitter termasuk dopamin dan serotonin, meningkatnya aktivitas
monoamine oksidase, melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.13
8
l. Gastrointestinal
Berkurangnya ukuran dan aliran darah hati, terganggunya klirens obat oleh
hati, terganggunya respon cedera pada mukosa lambung, berkurangnya
kontraksi kolon yang efektif, dan berkurangnya absorbsi kalsium.13
m. Penginderaan
Terganggunya adaptasi gelap, pengeruhan pada lensa, ketidakmampuan untuk
fokus pada benda-benda jarak dekat (presbyopia), berkurangnya sensitivitas
terhadap kontras, berkurangnya lakrimasi, deteksi penghidu berkurang 50%,
berkurangnya rasa haus dan terganggunya kontrol haus oleh endorpin,
meningkatnya respon ambang vestibuler dan berkurangnya jumlah sel rambut
pada organ korti, hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara bilateral, defisit
pada proses sentral, kesulitan untuk membedakan sumber bunyi, dan
terganggunya kemampuan membedakan target dari sumber bunyi.13
n. Jaringan Adiposa
Meningkatnya aktivitas aromatase dan peningkatan kemungkinan lipolisis.12
o. Sistem Imun
Berkurangnya imunitas yang dimediasi sel, rendahnya afinitas produksi
antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe
lambat, terganggunnya fungsi makrofag, atrofi organ timus dan hilangnya
hormon timus, serta berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang.12
p. Fungsi Kognitif
Kemampuan meningkatkan fungsi intelektual berkurang, berkurangnya
efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi melambat
dan banyak informasi hilang selama proses transmisi, berkurangnya
kemampuan untuk mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi
dari memori, kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik
dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.12
Akibat perubahan fisiologis lansia mengalami beberapa kemunduran dan
kelemahan, serta implikasi klinik berupa penyakit kronik dan infeksi. Hal ini
digambarkan pada Tabel 2.1.
9
2.2 Demensia
2.2.1 Definisi
Beberapa definisi demensia dikemukakan sebagai berikut:
2.2.2. Epidemiologi
Demensia cukup sering dijumpai pada lansia, menimpa sekitar 10 % kelompok
usia di atas 65 tahun dan 47% kelompok usia di atas 85 tahun. Pada sekitar 10-20
% kasus demensia bersifat reversibel atau dapat diobati.12 Secara keseluruhan
prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6 %.3
Data dari pemeriksaan otopsi menunjukkan bahwa demensia Alzheimer,
jenis multi-infark serta jenis campuran (Alzheimer+multi-infark) merupakan
penyebab yang paling sering dijumpai. Prevalensi Alzheimer lebih tinggi pada
wanita dan demensia multi-infark lebih banyak dijumpai pada pria.12 Penyebab
tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer,
sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering
demensia. Demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy body,
demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit Parkinson.3
a. Penyakit Alzheimer
Demensia Alzheimer adalah jenis yang paling umum dari demensia, dan
disebabkan oleh berkurangnya sel otak. Demensia Alzheimer merupakan
penyakit keturunan, oleh sebab itu cenderung muncul pada keluarga.
Walaupun bersifat genetik, tidak berarti semua keluarga akan mendapatkan
11
penyakit ini. Pada penyakit ini, sel di dalam area otak yang mengendalikan
fungsi mental dan memori dihancurkan oleh protein abnormal yang tersimpan
di dalam otak. Orang dengan penyakit Alzheimer juga mempunyai tingkat
bahan kimia otak yang kurang dari normal disebut neurotransmitter sebagai
pengendali fungsi penting otak. Penyakit Alzheimer tidak tetap dan tidak
diketahui perawatannya, akan tetapi, pengobatan dapat memperlambat
progresivitas penyakit.
b. Demensia Vaskular
Demensia vaskular merupakan jenis demensia yang paling umum dan
disebabkan oleh peredaran darah yang lemah ke otak. Pada multi infark
demensia, beberapa stroke ringan atau infark muncul di tempat aliran darah
beredar minimal ke bagian otak. Peningkatan demensia vaskular dapat terjadi
pada langkah langkah yang tidak diketahui. Dengan demensia jenis ini,
pengendalian tekanan darah yang baik, tidak mengkonsumsi rokok,
pengendalian penyakit yang dapat menyebabkan gangguan vaskular dapat
membantu menghambat kemajuan penyakit ini.
c. Penyakit Parkinson
Penderita penyakit ini secara khas mengalami kekauan otot, bermasalah pada
saat berbicara, dan tremor. Demensia dapat berkembang secara lambat pada
penyakit ini, tetapi tidak semua orang dengan penyakit parkinson mempunyai
demensia. Pemikiran, memori, perkataan, dan pengambilan keputusan paling
mungkin berpengaruh.
d. Lewy Body Dementia
Penyakit demensia jenis ini disebabkan cadangan protein mikroskopik
abnormal di dalam sel saraf, disebut lewy body, cadangan protein ini
menghancurkan sel dari waktu ke waktu. Cadangan ini dapat menyebabkan
gejala khas dari penyakit Parkinson, seperti kekakuan otot dan tremor, seperti
halnya demensia serupa dengan penyakit Alzheimer. Lewy body dementia
lebih mempengaruhi pemikiran, perhatian dan konsentrasi dibandingkan
bahasa dan memori. Seperti penyakit Alzheimer, lewy body dementia tidak
tetap dan tidak diketahui tatalaksananya. Penggunaan obat-obatan pada
12
Dalam tubuh manusia, adanya satu sistem hormon yang berfungsi sebagai
morfin disebut “endogenous opioids”. Reseptornya terdapat di dalam
hipotalamus dan sistem limbik otak, daerah yang berhubungan dengan
emosi dan tingkah laku manusia. Sistem hormon ini, salah satunya adalah
beta-endorfin, bukan hanya mengurangi rasa nyeri dan memberikan
kekuatan, tetapi juga menambah daya ingat, menormalkan selera seks,
tekanan darah, dan ventilasi. Saat berolahraga, kelenjar pituitari
menambah produksi beta-endorfin dan sebagai hasilnya beta-endorfin naik
di dalam darah kemudian dialirkan juga ke otak, sehingga mengurangi
nyeri, cemas, depresi, dan perasaan letih.
2. Gelombang Otak Alfa
Penelitian Dr. James Wiese melaporkan bahwa selama olahraga, ada
penambahan gelombang alfa di otak. Gelombang alfa di otak ini sudah
lama diketahui berhubungan dengan rileks dan keadaan santai seperti pada
waktu bermeditasi. Gelombang alfa ini terlihat pada seseorang yang
jogging dari 20-30 menit, dan tetap dapat diukur setelah olahraga tersebut
berakhir. Para peneliti mengemukakan bahwa bertambahnya kekuatan
gelombang alfa memberikan kontribusi kepada kejiwaan, termasuk
berkurangnya kecemasan dan depresi.
3. Penyalur Saraf otak
Olahraga akan memperlancar transmisi saraf di dalam otak manusia. Dr.
Charles Ransford menyampaikan dalam penelitiannya, bahwa olahraga
dapat meningkatkan tingkat norepinefrin, dopamin, dan serotonin di dalam
otak, dengan demikian mengurangi depresi. Telah terbukti bahwa
neurotransmitter seperti norepinefrin dan serotonin terlibat dalam depresi
dan skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa stress dan depresi
berhubungan dengan berkurangnya norepinefrin di dalam otak atau
tergangguanya norepinefrin dan serotonin terjadi pada seseorang yang
depresi. Penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga manambah
norepinefrin dan serotonin dalam otak. Dengan dasar ini maka
disimpulkan bahwa berkurangnya depresi pada mereka yang berolahraga
disebabkan meningkatnya kadar norepinefrin atau serotonin di delam otak.
16
b. Tingkat pendidikan
Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa tingkat pendidkan berhubungan
signifikan dengan kejadian demensia. Menurut The Canadian Study of Health
and Aging Tahun 1994 dalam Purnakarya tahun 2008 dijelaskan bahwa lansia
dengan tingkat pendidikan yang rendah berpeluang 4 kali mengalami
demensia dibandingkan lansia berpendidikan tinggi.7
c. Umur
Umur merupakan faktor risiko utama terhadap kejadian demensia. Hubungan
ini berbanding lurus yaitu semakin meningkatnya umur semakin tinggi pula
risiko kejadian demensia. Satu dari 50 orang pada kelompok umur 65-70
tahun berisiko demensia, sedangkan satu dari lima orang pada kelompok umur
lebih dari 80 tahun berisiko demesia.4
d. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian
demensia, hal ini menunjukkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki
peluang yang sama untuk berkembangnya demensia.4
e. Genetik
Beberapa pasien demensia memiliki gen demensia. Namun, sebagian orang
yang memiliki gen demensia hanya sedikit yang berkembang gen nya menjadi
demensia.4
f. Riwayat penyakit
Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak ditangani serta diabaikan dapat
memicu terjadinya demensia. Penyebab demensia dibagi menjadi 3 kelompok
meliputi demensia idiopatik, demensia vaskular, dan demensia sekunder.
Penyakit penyebab demensia dikemukakan pada table 2.2
17
g. Kebiasaan merokok
Satu batang rokok yang dibakar mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida,
amonia, dan lain-lain. Secara singkat, bahan-bahan ini dibagi menjadi dua
golongan besar yaitu komponen gas dan komponen padat. Komponen padat
dibagi menjadi nikotin dan tar. Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan
ribuan bahan kimia dalam komponen padat asap rokok setelah dikurangi
nikotin dan air. Tar ini mengandung bahan-bahan karsinogen yang dapat
menyebabkan kanker. Tar pada rokok juga dikaitkan dengan kerusakan
kromosom pada manusia. Penelitian pada binatang percobaan menemukan
bahwa asap rokok menyebabkan perubahan genetik, gangguan kromosom,
menghambat perbaikan DNA yang rusak serta mengganggu sistem enzimatik.
18
Selain itu dampak rokok terhadap jantung, paru-paru, dan sistem vascular
dapat meningkatkan risiko demensia.4
h. Riwayat benturan di kepala
Seseorang yang mengalami cedera berulang pada kepala atau kecelakaan
mobil meningkatkan risiko demensia.16 Luka pada kepala yang parah atau
berulang-ulang berada pada risiko lebih tinggi dari perkembangan demensia.
Hal ini karena benturan atau cedera kepala menyebabkan proses penyakit pada
individu yang peka. Orang yang sudah menderita luka kepala serius karena
tinju cenderung akan menderita satu jenis demensia, dikenal sebagai demensia
pugilistica, hal ini serupa dengan demensia disebabkan timbul beserta luka di
kepala.16
i. Asupan zat gizi
Gizi dilihat sebagai salah satu faktor untuk mencegah penyakit Alzheimer atau
jenis demensia lain. Bayak penelitian menunjukkan bahwa stress oksidatif dan
akumulasi radikal bebas terlibat dalam patofisiologi penyakit. Radikal bebas
yang melampaui batas bertanggung jawab terhadap peroksidasi lemak
berlebihan, hal ini dapat mempercepat proses degenerasi saraf. Harapan hidup
meningkat terutama berhubungan dengan menurunnya patologi penyakit
degeneratif, terutama memperlambat munculnya penyakit degeneratif otak.17
2.2.6. Diagnosis
Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari
berbagai segi, karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau
tidak, juga harus ditentukan berat ringannya penyakit, serta tipe demensianya. Hal
ini berpengaruh pada penatalaksanaan dan prognosisnya.3 Kriteria diagnosis
demensia mencakup :
up, banyak dari pasien ini kemudian ternyata menderita demensia yang
progresif.
a. Anamnesis
Waktu mengambil anamnesis, banyak segi kemampuan mental atau fungsi
luhur yang dapat dinilai. Waktu menanyakan alamat, pekerjaan, riwayat
pendidikan, keadaan keluarga, telah dapat diperoleh kesan mengenai memori,
kelancaran berbicara, kooperasi, dan cara mengucapkan kata.
Dari keluarga dan orang yang dekat dengan pasien, dapat diperoleh
data mengenai mulainya serta cepatnya perburukan gejala, gangguan
kepribadian, tingkah laku, serta adanya depresi. Perlu ditelusuri melalui
anamnesis dan aloanamnesis mengenai kesulitan dalam pekerjaan, dan
kesulitan dalam pergaulan. Apakah pasien menjadi tidak suka berkonversasi,
meninggalkan hobinya atau minatnya, suka tersesat di lingkungan yang sudah
dikenal, perubahan kepribadian, menjadi mudah kesal, humor berkurang.
Telusuri perjalanan demensianya, apakah mendadak, lambat laun, gradual,
seperti anak tangga/step-wise, progresif, stasioner. Telusuri apakah ada
keluhan lain atau gejala lain dan bagaimana perjalanannya, misalnya:
hemiparesis, afasia dan nyeri kepala.
b. Pemeriksaan Keadaan Mental
Dari bentuk gangguan mental tidak jarang kita dapat menduga diagnosis
etiologi. Tes mental harus mencakup penilaian atensi, orientasi, memori
jangka pendek dan jangka panjang, berbahasa, praksis, hubungan visuospasial,
berhitung dan pertimbangan.
Instrumen untuk menyaring keadaan mental yang cukup digemari oleh
neurologi adalah Mini Mental State Examination (MMSE), oleh Folstein dkk,
1975.18
20
Data ini diperoleh dari jawaban responden pada kuesioner Mini Mental
State Examination dengan total nilai 30, kemudian akan dihitung nilainya dan
diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu demensia dengan nilai 0 – 24 dan tidak
demensia dengan nilai 25 – 30.
c. Pemeriksaan Fisik Dan Neurologis
Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan
untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin
dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit
Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap
lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis,
parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya
timbul pada demensia frontotemporal, lewy body dementia, atau demensia
multi-infark. Penyebab sistemik seperti defisiensi vitamin B12, intoksikasi
logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala yang khas. Yang
21
Riwayat Menimbulkan
benturan proses
di kepala penyakit
Endogenous
Daya
opioids (B-
ingat ↓
endorfin)↓
Demensia dapat diperngaruhi oleh asupan zat gizi yang kurang, riwayat penyakit,
genetik, riwayat benturan di kepala, kebiasaan merokok, tingkat pendidikan,
umur, jenis kelamin, serta aktivitas fisik dan aktivitas kognitif. Asupan gizi seperi
karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin yang kurang akan menimbulkan stress
oksidatif, yang akan menimbulkan peroksida lemak berlebih, dan akibatnya akan
mempercepat proses degenerasi saraf, hal ini merupakan risiko untuk demensia.
Seseorang yang mempunyai gen demensia juga berrisiko mengalami demensia.
Riwayat benturan di kepala yang akan menimbulkan proses penyakit juga
merupakan faktor risiko demensia. Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak
ditangani serta diabaikan dapat memicu terjadinya demensia. Penyebab demensia
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
N=
Keterangan :
N = jumlah sample
Q2 = 1- P2 =1 – 0,24 = 0,76
25
26
Q1 = 1- P1 = 1- 0,44 = 0,56
N=
N = 62
Analisis
BAB IV
Jumlah lansia paling banyak pada kelompok umur 60-69 tahun yaitu
sebanyak 56 orang (55,4%), diikuti dengan pada kelompok umur ≥ 70 tahun
sebanyak 45 lansia (44,6). Hasil ini tidak jauh beda dengan penelitian Purnakarya
di Jakarta Barat bahwa lansia pada kelompok umur 60-69 tahun sebanyak 59,6%
6
, demikian juga penelitian Handjani di Jakarta bahwa lansia pada kelompok umur
29
30
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif
Pada Lansia Di Kelurahan Sukabumi Selatan Tahun 2012
Variabel Independen Jumlah (101) Presentase (%)
Aktivitas Fisik
1. Rendah 54 53,5
2. Tinggi 47 46,5
Aktivitas Kognitif
1. Rendah 34 33,7
2. Tinggi 67 66,3
Tabel 4.7 Distribusi Umur Responden dengan Kejadian Demensia pada Lansia di
Kelurahan Sukabumi Selatan Tahun 2012
4.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif dengan Kejadian
Demensia
rasio odds yaitu sebesar 3,640, berarti lansia dengan aktivitas kognitif memiliki
kemungkinan 4 kali untuk mengalami demensia dibandingkan lansia dengan
aktivitas kognitif tinggi.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada lansia di Kelurahan Sukabumi Selatan pada tahun 2012
dapat disimpulkan bahwa :
37
38
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Dinas Kesehatan atau puskesmas di Kelurahan Sukabumi Selatan
agar memberi perhatian terhadap aktivitas fisik dan aktivitas kognitif.
Perhatian tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan penyuluhan
mengenai aktivitas fisik dan aktivitas kognitif yang baik untuk
menurunkan kejadian demensia.
5.2.2 Bagi Dinas Kesehatan di Kelurahan Sukabumi Selatan perlu
mengembangkan program kegiatan lansia yang mencakup aktivitas fisik
dan aktivitas kognitif lansia seperti senam lansia rutin, pengajian lansia
dan pengadaan posbindu
5.2.3 Kepada pihak yang berminat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut
dengan penggunaan sampel yang lebih besar, dengan studi case control
atau cohort maupun eksperimen untuk melihat pengaruh aktifitas fisik,
aktivitas kognitif, maupun faktor faktor lain yang berkaitan dengan
demensia.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Neurology : Age and Dementia [Online] 2005 [Cited 2012 Feb 10].
Available from:URL http://who.int/en
2. Departemen Kesehatan RI.. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut
bagi Petugas Kesehatan. Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan Keluarga;
2001
3. Setiati S, Harimurti K, Govinda A. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya
dalam Sudoyo, Aru W. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006
4. Alzheimer‟s Association. 2007. Alzheimer‟s Facts and Figures 2007.
Diunduh dari : www.dementia-in-europe. 21 Januari 2012.
5. Verghese J, Lipton RB, Katz MJ at al. Leisure Activities and the Risk of
Dementia in the Elderly. The New England Journal of Medicine [Serial
Online] 2003 June 19 [Cited 2012 Jan 20]; . Available from:URL:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa022252
6. Kuantara KL, Jonathan K.. Olahraga Sumber kesehatan. Bandung:
Percetakan Advent Indonesia; 1996
7. Purnakarya I. Analisa Pola Makan dan Faktor Lainnya yang Berhubungan
dengan Kejadian Demensia Pada Lansia di Wilayah Jakarta Barat,
(Tesis). Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI,
Depok; 2008
8. Alzheimer‟s Association. Alzheimer‟s Facts and Figures. Diunduh dari :
http://www.alznyc.org/news/March/2007/alzFS.asp. 20/1/2012
9. McNamara, Patrick. Dementia : History and Incidence Volume
1.California: Praeger; 2011
10. Hardywinoto, S. Panduan Gerontologi : Tinjauan Dari Berbagai Aspek.
Jakarta : PT Gramedia; 2005
11. Mubarak, WI, dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika; 2009
40
Lampiran 1 Kuesioner
Tujuan dan tahapan penelitian ini telah dijelaskan kepada saya. Saya memahami
bahwa penelitian ini dibuat untuk perkembangan pengetahuan ilmiah dan semua
prosedur tidak menyalahi kode etik.
Saya telah membaca dan memahami isi lembar informasi dan persetujuan ini.
Saya mengerti bahwa saya tidak terpaksa untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Saya mengerti bahwa semua informasi yang saya berikan terjamin
kerahasiaannya.
Nama :………………………………………………
A. DATA RESPONDEN
1. Kode responden :………………………………………
2. Nama :………………………………………
3. Alamat : ……………………………………
4. Nomor Telepon/Hp : ……………………………………
5. Jenis Kelamin : 1. Laki – laki
2. Perempuan
7. Umur :…………………….tahun
9. Status pernikahan :
2. Wiraswasta
3. Pegawai swasta
No Jenis Y/ Frekuensi
1 Senam
2 Bersepeda
3 Aktivitas
dengan
Kelompok
4 Badminton/te
nis meja
5 Berenang
6 Berjalan kaki
7 Menaiki
tangga/mena
njak
8 Mengerjakan
pekerjaan
rumah
9 Mengasuh
bayi / balita
44
seminggu kadang
/ tidak
pernah
1 Bermain catur
2 Membacabuku/kor
an/majalah
3 Menulis
4 Mengisi tts
5 Bermain music
6 Berpartisipasi
dalam kelompok
diskusi
45
KUESIONER 2
Skor Skor
Maks Lansia
1. Orientasi
(musim) apa?
2. Registrasi
(u – t – r – a – k)
4. Mengingat
yang benar
5. Bahasa
JUMLAH SKOR
47
umur_baru
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
pendidikan_2
Total
101 100.0 100.0
50
Skor Demensia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
Skor Demensia
umur_baru 60 - 69 Count 11 45 56
70 - 79 Count 43 2 45
Chi-Square Tests
Linear-by-Linear
57.219 1 .000
Association
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.94.
53
Risk Estimate
Cases
Skor Demensia
Laki-laki Count 26 25 51
Chi-Square Tests
Linear-by-Linear
.253 1 .615
Association
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.27.
Risk Estimate
Cases
pendidikan_2 * Skor
101 100.0% 0 .0% 101 100.0%
Demensia
55
Skor Demensia
tinggi Count 13 27 40
Chi-Square Tests
Linear-by-Linear
11.585 1 .001
Association
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.61.
56
Cases
Crosstab
Skor Demensia
tidak
demensia demensia Total
Tinggi Count 19 28 47
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.87.
Risk Estimate
Cases
Skor Demensia
tidak
demensia demensia Total
Expected
18.2 15.8 34.0
Count
Tinggi Count 29 38 67
Expected
35.8 31.2 67.0
Count
Expected
54.0 47.0 101.0
Count
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.82.
Risk Estimate
1. Identitas :
Agama : Islam
E-mail : dr_dianfithria@yahoo.com
2. Riwayat Pendidikan :
1997 – 2003 : Sekolah Dasar Islam Al-Falah II pagi
2003 – 2006 : Madrasah Tsanawiyyah Al-Falah
2006 – 2009 : Sekolah Menengah Atas Negeri 78 Jakarta
2009– Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.