You are on page 1of 20

RETARDASI MENTAL

1. DEFINISI

Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah


suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah
intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo =
kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.3
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III
(PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah
suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik
dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam
keterampilan konseptual, social dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama
dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.2

2. ETIOLOGI

a. Kelainan Kromosom
i. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. 1 Untuk seorang ibu
usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma
Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah

1
cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien
berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian
kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative
mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada
neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia
umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan,
tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang
menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis
transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek
dan melengkung ke dalam.1

Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down

ii. Sindrom Fragile X


Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang
diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. 1
Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000
kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan
sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan
pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa
adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan
dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.1

2
iii. Sindrom Prader-Willi
Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15,
biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam
10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang
kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme,
perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak –
anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang
menyimpang.1

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi

iv. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)


Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian
dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan
menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan
penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya
rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia.
Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring)
yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan
menghilang dengan bertambahnya usia.1

v. Kelainan kromosom lain

3
Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan
retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom
Down.1

b. Faktor Genetik Lain


Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat
metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila
pola makan amat dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel
autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi
adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup.
Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki
anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan
selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan
untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin
karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang
mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat,
tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal.
Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan
menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang
menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan
seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas
dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang
meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal
biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah
buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual.1

4
Gambar 3. Phenylketouria

c. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi
adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga
dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan
herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat
mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik
dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol
selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus
paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti
kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan
meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat
berpotensi menyebabkan retardasi mental.3

d. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan
berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan
neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun
sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda
5
iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan
perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan
intrakranial.1

e. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak


Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah
secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif,
kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan
anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada
perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa
penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain :1
 Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah
ensefalitis dan meningitis.
 Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag
menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan
kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang
disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari
tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.
 Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu
penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang
berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang
dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan
keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan
asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak

f. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural


Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan
sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah
6
atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual,
penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau
memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak. 3
TIdak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut.
Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara
sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara
potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis
yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering disertai
dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah.
Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat
toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi.
Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti
tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut
sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai
bagi anak-anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental
parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan
stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian
menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua
dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam resiko
mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan. Penelitian
terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan keterampialan motorik
dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai retardasi
mental.1

3. DIAGNOSIS

Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan


karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar
ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua
ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi
ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang
yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu
(misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang

7
lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan
menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang
penyandang RM harus diklasifikasikan.

Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,


termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar
belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.

Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang


meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan
sosial biasa sehari – hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental
mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua
keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan
penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu hendaya atau ketrampilan khusus.
Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak
ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas budaya.2

Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut :

1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.

2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan


individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari
lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,
kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana
komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan,
waktu senggang, kesehatan dan keamanan

3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut :4


317 Retardasi mental ringan, IQ 50 – 55 sampai 70
318 Retardasi mental sedang, IQ 35 – 40 sampai 50 – 55
318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 – 25 sampai 35 – 40
318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25

8
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya
dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :3

IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir

Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan


intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku
anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis
sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik
adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan fungsi
anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat
digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.1
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau
pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan
kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada
orangtua, dan gangguan herediter. Juga dapat menilai latar belakang
sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.1

b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah
sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan
verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera
mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara
pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika
memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan
bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai
bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai
pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan
pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses
diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan

9
dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan
pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan
bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat
harus diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan
pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien
(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi,
penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi,
toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan
motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan
peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan,
ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak
diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus
mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam
hal kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang
memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan
pengobatan. 1

c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering
ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal.
Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap
berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah
pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat
mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang
hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas
kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang
menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai
bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum
dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan
batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1

d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai
contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan

10
pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan
sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan
pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang
ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan
konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada
tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan
involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam
kelambanan dan koordinasi yang buruk.1

e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah
pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan
kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya
gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari
ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu,
telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama
Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia
di atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling)
adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini
dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam
waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal,
keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester
pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 1

f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman,
adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan
psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik,
linguistik, dan kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan
interpersonal juga penting. 1

4. KLASIFIKASI

Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :4

11
F70 Retardasi Mental Ringan

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 – 69


menunjukkan retardasi mental ringan.

Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai


tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan
kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan
dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara
untuk keperluan sehari – hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat
diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga,
walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal.

Kesulitan utama biassanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat


akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis.

Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita.


Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi,
gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai
proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis
tersendiri.

F71 Retardasi Mental Sedang

IQ biasanya berada dalam rentang 35 – 49. Umumnya ada profil kesenjangan


dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam
ketrampilan visuo-spasial daripada tugas – tugas yang tergantung pada bahasa,
sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial
dan percakapan sederhana.

Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti


percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya
untuk kebutuhan dasar mereka.

Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang


retardasi mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif
lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada
gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas
12
neurologik dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang
retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan.

Kadang – kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat


perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan
harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya.
Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.

F72 Retardasi Mental Berat

IQ biasanya berada dalam rentang 20 – 34. Pada umumnya mirip dengan


retardasi mental sedang dalam hal :
- Gambaran klinis
- Terdapatnya etiologi organik
- Kondisi yang menyertainya
- Tingkat prestasi yang rendah
- Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik
yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya
kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis
dari susunan saraf pusat.
F73 Retardasi Mental Sangat Berat

IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya


mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan
visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan
mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita
mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.

Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus.


Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi
mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada
gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang
tidak khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak.

F78 Retardasi Mental Lainnya

13
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena
adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang
perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.

F79 Retardasi Mental YTT

Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.

5. PENATALAKSANAAN

Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan


berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.1
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan
gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
 Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat umum tentang retardasi mental.
 Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk
menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
 Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak
yang optimal.
 Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system
saraf pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi
retardasi mental dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang
berhubungan dengan retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan
sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan
berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat menolong
menekan komplikasi medis dan psikososial.

B. Pencegahan Sekunder dan Tersier

14
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah
dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit
(pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang
terjadi setelahnya (pencegahan tersier).
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan
hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan control diet atau
dengan terapi penggantian hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan
perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial
yang terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi
psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.

a. Pendidikan untuk anak


Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi
mental harus termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan
keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan latihan
kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan
usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok seringkali
merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan retardasi
mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan
mendapatkan umpan balik yang mendukung.

b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika


Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental
adalah luas dan sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri
atau dalam kombinasi mungkin berguna.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk
mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien.
Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai
hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak
diinginkan telah banyak menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan
latihan relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah
dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti
instruksi pasien.

15
Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi
mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan
yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.

c. Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari
pasien dengan retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan
kompetensi dan harga diri sambil mempertahnkan harapan yang
realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit untuk
menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan
lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental,
yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan
di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang
terus-menerus datau terpai keluarga. Orang tua harus diberikan
kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa,
kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan
tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap
untuk memberikan semua informasi medis dasar dan terakhir tentang
penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan
khusus dan perbaikna defek sensorik).

d. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terpai gangguan mental komorbid
pada pasien retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk
pasien yang tidak mengalami retardasi mental. Semakin banyak data
yang mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk pasien dengan
gangguan mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian
telah memusatkan perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom
perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi mental:

 Agresi dan perilaku melukai diri sendiri


o Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa
lithium (Eskalith) berguna dalam menurunkan agresi
dan perilaku melukai diri sendiri.

16
o Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah
dilaporkan menurunkan perilaku melukai diri sendiri
pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile.
Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja
terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi
pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan
dengan melukai diri sendiri.
o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid
(Depakene) adalah medikasi yang juga bermanfaat
pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
 Gerakan motorik stereotipik
Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan
chlorpromazine (Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi
diri yang berulang pada pasien retardasi mental, terapi
medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.
Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan
retardasi mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive
dyskinesia dengan pemakaian kontinu medikasi antipsikotik.
 Perilaku kemarahan eksplosif
Penhambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar),
telah dilaporkan menyebabkan penurunan kemarahan
ekspolasif di antara pasien dengan retardasi mental dan
gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum
obat dapat ditetapkan sebagai manjur.
 Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental
ringan dengan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah
menunjukkan perbaikan bermakna dalam kemampuan
mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan bukti
adanya perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial
atau belajar.

17
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dalam referat ini disimpulkan bahwa retardasi


mental merupakan suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan social yang dapat didiagnosis
berdasarkan :

1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.

2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan


individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari
lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,
kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana
komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional,
pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan

3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

18
Berdasatkan Panduan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, retardasi
mental diklasifikasikan menjadi retardasi mental ringan, retardasi mental sedang,
retardasi mental berat, retardasi mental sangat berat, retardasi mental lainnya, dan
retardasi mental yang tidak tergolongkan. Untuk penatalaksanaanya dibagi menjadi
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas
Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003

20

You might also like