Professional Documents
Culture Documents
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
a. Kelainan Kromosom
i. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. 1 Untuk seorang ibu
usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma
Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah
1
cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien
berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian
kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative
mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada
neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia
umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan,
tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang
menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis
transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek
dan melengkung ke dalam.1
2
iii. Sindrom Prader-Willi
Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15,
biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam
10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang
kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme,
perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak –
anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang
menyimpang.1
3
Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan
retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom
Down.1
4
Gambar 3. Phenylketouria
c. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi
adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga
dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan
herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat
mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik
dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol
selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus
paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti
kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan
meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat
berpotensi menyebabkan retardasi mental.3
d. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan
berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan
neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun
sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda
5
iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan
perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan
intrakranial.1
3. DIAGNOSIS
7
lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan
menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang
penyandang RM harus diklasifikasikan.
1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.
8
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya
dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :3
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah
sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan
verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera
mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara
pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika
memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan
bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai
bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai
pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan
pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses
diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan
9
dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan
pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan
bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat
harus diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan
pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien
(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi,
penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi,
toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan
motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan
peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan,
ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak
diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus
mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam
hal kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang
memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan
pengobatan. 1
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering
ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal.
Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap
berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah
pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat
mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang
hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas
kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang
menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai
bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum
dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan
batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai
contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan
10
pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan
sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan
pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang
ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan
konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada
tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan
involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam
kelambanan dan koordinasi yang buruk.1
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah
pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan
kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya
gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari
ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu,
telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama
Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia
di atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling)
adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini
dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam
waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal,
keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester
pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 1
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman,
adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan
psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik,
linguistik, dan kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan
interpersonal juga penting. 1
4. KLASIFIKASI
11
F70 Retardasi Mental Ringan
13
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena
adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang
perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
5. PENATALAKSANAAN
14
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah
dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit
(pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang
terjadi setelahnya (pencegahan tersier).
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan
hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan control diet atau
dengan terapi penggantian hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan
perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial
yang terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi
psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
15
Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi
mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan
yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
c. Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari
pasien dengan retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan
kompetensi dan harga diri sambil mempertahnkan harapan yang
realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit untuk
menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan
lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental,
yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan
di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang
terus-menerus datau terpai keluarga. Orang tua harus diberikan
kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa,
kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan
tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap
untuk memberikan semua informasi medis dasar dan terakhir tentang
penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan
khusus dan perbaikna defek sensorik).
d. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terpai gangguan mental komorbid
pada pasien retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk
pasien yang tidak mengalami retardasi mental. Semakin banyak data
yang mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk pasien dengan
gangguan mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian
telah memusatkan perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom
perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi mental:
16
o Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah
dilaporkan menurunkan perilaku melukai diri sendiri
pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile.
Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja
terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi
pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan
dengan melukai diri sendiri.
o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid
(Depakene) adalah medikasi yang juga bermanfaat
pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
Gerakan motorik stereotipik
Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan
chlorpromazine (Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi
diri yang berulang pada pasien retardasi mental, terapi
medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.
Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan
retardasi mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive
dyskinesia dengan pemakaian kontinu medikasi antipsikotik.
Perilaku kemarahan eksplosif
Penhambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar),
telah dilaporkan menyebabkan penurunan kemarahan
ekspolasif di antara pasien dengan retardasi mental dan
gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum
obat dapat ditetapkan sebagai manjur.
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental
ringan dengan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah
menunjukkan perbaikan bermakna dalam kemampuan
mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan bukti
adanya perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial
atau belajar.
17
KESIMPULAN
1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.
18
Berdasatkan Panduan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, retardasi
mental diklasifikasikan menjadi retardasi mental ringan, retardasi mental sedang,
retardasi mental berat, retardasi mental sangat berat, retardasi mental lainnya, dan
retardasi mental yang tidak tergolongkan. Untuk penatalaksanaanya dibagi menjadi
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas
Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003
20