You are on page 1of 25

GANGGUAN SUASANA PERASAAN

A. Definisi

Mood didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat pervasif dan


bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.
Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood yang
patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang merupakan
gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu, gangguan mood dikenal
dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood lebih disukai
karena mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap dari seseorang
sedangkan afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat itu. Gangguan
mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan gejala-gejala
yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang mempengaruhi
fungsi dan pola kehidupan sehari-hari.1 Pemeriksa dapat menilai suasana
perasaan pasien dari pernyataan yang disampaikan oleh pasien, dari ekspresi
wajah, perilaku motorik, atau bila perlu dapat ditanyakan kepada pasien tentang
suasana perasaan yang dialaminya.3

Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) merupakan


sekelompok penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan fundamental dari
kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).3

Mood dapat digambarkan dengan mood yang depresi, berputus asa, iritabel,
cemas, marah, ekspansif, euforia, kosong, bersalah, perasaan terpesona, sia-sia,
merendahkan diri, ketakutan, kebingungan. Mood dapat labil, ber-flukmasi,
atau berubah-ubah dengan cepat dan ekstrim (misalnya tertawa keras pada saat
tertentu kemudian berubah menangis dan berputus asa). Berikut uraian
beberapa mood yang dikenal:
1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan

1
2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya
mood yang tertekan atau melambung.
3. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang
tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap
kepentingan atau makna seseorang.
4. Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat mudah
diganggu atau dibuat marah.
5. Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan depresi atau
dibuat marah.
6. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan kesenangan;
suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy): perasaan kegairahan yang kuat.
9. Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis.
10. Anhedonia: hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas
rutin dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.
11. Duka cita (berkabung): kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang
nyata.
12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau
menyadari emosi atau mood seseorang.

Gangguan mood didefinisikan dalam jangka kejadian-terpisah periode waktu


di mana perilaku seseorang didominasi oleh baik mood depresi atau manic.
Sayangnya, kebanyakan orang dengan pengalaman gangguan mood
mengalaminya lebih dari satu peristiwa/episode.

Dua tipe utama gangguan mood, yaitu :


Unipolar disorder adalah gangguan psikologis dimana seseorang hanya
mengalami kejadian depresi, tidak terdapat episode manic.
Bipolar disorder adalah gangguan psikologi, ditandai dengan perubahan mood
atau perasaan yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan
mania.Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati

2
penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar)
yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang
ekstrim.

Afek merupakan respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat
ekspresi wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuh pasien (bahasa
tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi sesaat, dapat bersesuaian dengan
mood maupun tidak. Penilaian terhadap afek dapat berupa afek normal, terbatas,
tumpul, atau mendatar.2 Gambaran afek normal dapat terlihat dari variasi
ekspresi wajah, intonasi suara, serta penggunaan tangan dan pergerakan tubuh.
Ketika afek menjadi terbatas, maka luas dan intensitas ekspresi pasien
berkurang. Pada gambaran afek vang menumpul, terlihal intensitas ekspresi
emosi berkurang lebih jauh. Afek mendatar ditandai dengan tidak adanya
ekspresi aktif, intonasi bicara monoton, dan ekspresi wajah datar. Tumpul,
datar, dan terbatas digunakan untuk menggambarkan kedalaman emosi,
sedangkan depresi, bangga, marah, ketakutan, cemas, rasa bersalah, euforia, dan
ekspansif digunakan untuk menunjukkan suatu gambaran afek tertentu. Berikut
uraian afek:
1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang
harmonis (sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang
menyertai; digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau
penuh, di mana rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara
sesuai.
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan antara
irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan.
3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang
dimanifestasikan oleh penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan
yang diungkapkan keluar.
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas
irama perasaan yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas
menurun.

3
5. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda
ekspresi afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan
tiba-tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.

B. Etiologi

1. Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting
dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi
yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi
antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat yang normal,
otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan
neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan
depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab
gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania.4

Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering dihubungkan


dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada
beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang
rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresan jangka
panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin. Dopamin
juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data
menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat
pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada
penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai juga
dengan gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti
tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi
jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi
pada depresi.1

4
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan
memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-
dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium channel
blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu regulasi
kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi
glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.5

Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin


dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second
messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium
mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood.1

Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi


abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis, disregulasi
pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam
gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami penurunan sekresi
melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan
LH serta penurunan kadar testosteron pada laki-laki.1

Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah


mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan
gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan
kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.1

Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan


pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel
serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan
gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa
pasien dengan gangguan depresif berat memiliki nukleus kaudatus yang lebih

5
kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan
penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada
pasien depresi berat.1

Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem


limbik, ganglia basalis, dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan
sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat ditemukan
bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus dihubungkan
dengan perubahan pola tidur, nafsu makan, dan perilaku seksual pada pasien
dengan depresi.1

2. Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko
lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya.
Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang
menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi, namun diperlukan
suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh
gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih
berpengaruh pada individu muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian
oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth
University menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor
genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari
depresi berat.4

Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan


petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen reseptor D1
terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase yaitu enzim yang
membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di kromosom 11.1 Sekitar
25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus dekat sentromer
pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada kromosom 21q22.3.
Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan bipolar namun gangguan ini

6
biasanya merupakan hasil dari kombinasi faktor keluarga, biologis, psikologis
dan faktor sosial.7

3. Faktor Psikososial
Dalam mengulas kontribusi genetik terhadap penyebab depresi dapat
dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada
pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik
untuk masing-masing individu.
a. Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-orang
yang dimintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup menganggur,
sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan hubungan, kesulitan ekonomi, dan
lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya gangguan mood
atau kambuhnya sebuah gangguan mood, terutama depresi mayor. Dan pada
orang-orang dengan depresi mayor ini sering kali kurang memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah interpersonal
dengan teman, teman kerja atau supervisor.
b. Teori Humanistic
Menurut teori ini, seseorang menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi
keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan
autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap sebagai
tempat yang menjemukan (Nevid, 2003: 240-243).
c. Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat atribusi
bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam kehidupannya (baik
sesuai kenyataan maupun tidak).
d. Negative Cognitive Styles
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang difokuskan secara
negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian terdekatnya, dan masa
depannya. Di mana menurut Beck, penderita depresi memandang yang terburuk
dari segala hal. Bagi mereka, kemunduran terkevil sekalipun merupakan
bencana besar.

7
C. Gangguan Suasana Perasaan
a. Episode Manik

• Definisi

Mania, sisi lain dari depresi, juga melibatkan gangguan mood yang disertai
dengan gejala tambahan. Episode mania merupakan suatu episode meningkatnya
afek seseorang yang jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania
meliputi cara berbicara yang cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang,
perasaan senang atau bahagia , dan peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu,
tampak sifat mudah marah, mengamuk, sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran.
Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung,
senang bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan.Yang khas adalah bahwa
penderita yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya
sendiri disertai dengan aktivitas yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita
tidak sabar, mengacau, suka mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan
lekas marah dan menyerang. Euphoria, atau suasana hati gembira, berlawanan
keadaan emosional dari suasana hati yang depresi. Hal ini ditandai dengan perasaan
berlebihan dari fisik dan kesejahteraan emosional.
Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania atau, jika
ringan, hypomania . Individu yang mengalami episode manik juga sering
mengalami episode depresi, atau gejala, atau episode campuran dimana kedua fitur
mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan
oleh periode “normal” suasana hati (mood) , tetapi, dalam beberapa depresi,
individu dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat, yang dikenal sebagai
“rapid-cycle”. Manic episode ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan gejala
psikotik seperti delusi dan halusinasi .
• Penyebab Mania
Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania :
1. Efek samping obat-obatan
- Amfetamin
- Obat anti depresi
- Bromokriptin

8
- Kokain
- Kortikoseroid
- Levodopa
- Metilfenidat
2. Infeksi
- Aids
- Ensefalitis
- Influenza
- Sifilis
3. Kelainan hormonal
- Hipertiroidisme
4. Penyakit jaringan ikat
- Lupus eritematosus
5. Kelainan neurologis
- Tumor otak
- Cedera kepala
- Korea huntington
- Sklerosis multiple
- Stroke
- Korea sydenham
- Epilepsi lobus temporalis
• Gejala
Gejala manis berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa hari. Pada
stadiu awal mania, penderita merasa lebih baik dari biasanya dan seringkali tampak
lebih ceria, lebih muda dan lebih bersemangat.Penderita biasanya merasa senang,
tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang bertengkar atau memusuhi secara
terang-terangan. Yang khas adalah bahwa penderita yakin dirinya baik-baik saja.
Kurangnya pengertian akan keadaan diri disertai dengan aktivitas yang
sangat luar biasa bisa menyebabkan penderita menjadi tidak sabar, suka mengacau,
mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan marah dan menyerang orang
lain.Aktivitas mental penderita menjadi semakin cepat. Perhatian penderita mudah
teralihkan dan selalu berpindah dari satu tema ke tema lainnya.Penderita memiliki

9
keyakinan yang salah mengenai kekayaan, kekuasaan, kehalidan dan kecerdasan
seseorang dan kadang menganggap dirinya adalah Tuhan. Penderita yakin bahwa
dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh orang lain atau memiliki halusinasi yaitu
mendendar dan melihat benda-benda yang sesungguhnya tidak ada.
Kebutuhan tidurnya berkurang. Penderita tidak berhenti mengikuti
berbagai kegiatan tanpa memikirkan bahaya sosial yang dapat terjadi. Pada kasus
berat, aktivitas fisik dan mental penderita menjadi sangat tinggi sehingga setiap
kaitan yang jelas antara suasana haati dan perilaku hilang dalam suatu bentuk
agitasi yang tanpa perasaan. Pada keadaan ini diperlukan penanganan segera karena
penderita dapat meninggal akibat kelelahan fisik yang luar biasa.

b. Episode Depresif
• Definisi

Depresi merupakan kelompok gangguan suasana perasaan (mood) yang


ditandai dengan tiga gejala khas, yaitu kehilangan minat, tidak berenergi, dan
perasaan depresi (tertekan). Depresi dapat dijumpai pada segala golongan usia,
mulai dari kanak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia. Tetapi, gambaran gejala
depresi yang ditampilkan dapat berbeda. Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi
oleh faktor usia dari individu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa depresi
merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang tampilannya memiliki banyak
muka.
• Gejala
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
▪ Efek depresif,
▪ Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
▪ Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.4

Gejala lainnya :
▪ Konsentrasi dan perhatian berkurang
▪ Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

10
▪ Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
▪ Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
▪ Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
▪ Gangguan tidur
▪ Nafsu makan berkurang.4
Depresi pada kelompok usia dewasa dapat muncul dalam bentuk tiga gejala
khas yang disebutkan di atas, seperti hilang minat, rasa malas, dan perasaan sedih
yang berkepanjangan. Perasaan sedih dapat berkembang kepada rasa bersalah atau
berdosa. Gambaran ini disebut dengan istilah gejala psikologis sebagai bentuk
depresi eksternalisasi. Selain gejala utama tadi, depresi juga dapat menampilkan
gejala lain yang berbentuk somatik, vegetatif, dan kognitif. Gejala somatik dapat
berupa jantung berdebar, nyeri fisik pada bagian tubuh (nyeri dada, kepala seperti
terasa berat, nyeri otot belakang kepala, nyeri anggota gerak, dan ketegangan otot),
dan rasa mual. Gejala vegetatif dapat berupa gangguan pola tidur, pola makan dan
aktifitas seksual (disfungsi seksual atau gangguan dalam dorongan atau hasrat
seksual). Sedangkan gejala kognitif dapat berupa kehilangan konsentrasi dan
mudah lupa.
Apabila gejala yang tampak pada individu dewasa lebih bernuansa pada
gambaran somatik, vegetatif, atau kognitif maka dokter harus menyingkirkan
dahulu penyebab organik atau fisik yang mungkin mendasarinya seperti penyakit
pada organ dalam atau saraf. Apabila telah dinyatakan tidak terdapat gangguan
fisik, baru di pikirkan suatu gangguan suasana perasaan (mood). Kondisi yang
demikian dikenal dengan istilah depresi terselubung (masked depression) karena
tampilan gejalanya tidak khas tertuju pada tiga gejala utama depresi. Kondisi yang
seperti ini dapat dijumpai pula pada individu di usia kanak akhir dan remaja yang
muatan gejala psikologisnya hanya berupa mudah marah (tersinggung) atau sikap
menentang. Bentuk ini di kenal sebagai depresi internalisasi yang banyak dijumpai
pada usia kanak akhir dan remaja.
Depresi internalisasi pada individu dapat mempengaruhi organ di dalam
tubuh sehingga mencetuskan suatu penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh
individu dan kemudian menjadi kambuh. Beberapa penyakit yang dapat kembali
kambuh oleh cetusan depresi internalisasi adalah sakit maag (gangguan pada asam

11
lambung), dermatitis pada kulit, penyakit asma (gangguan pernafasan), vertigo
(nyeri kepala berputar), hipertensi (tekanan darah tinggi), stroke (penyakit serebro
vaskuler), gangguan irama jantung, dan sindrom metabolik (ketidakseimbangan
gula darah). Klinisi menyebutnya sebagai suatu gangguan psikosomatik.
Pada individu remaja, manifestasi depresinya dapat mengarah pada suatu
gangguan penyalahgunaan zat atau alkohol. Kondisi ini perlu dipertimbangkan,
mengingat kelompok remaja sedang berada pada usia krisis identitas dan lebih
melakukan indetifikasi kepada peer group (kelompok sebaya)-nya. Sedangkan
pada individu lanjut usia, depresi biasanya tampil dalam tampilan gejal seperti:
banyak diam, tidak konsentrasi, dan mudah lupa. Pada kelompok lanjut usia harus
dipastikan apakah depresi yang dialami berdiri sendiri atau merupakan bagian dari
suatu perkembangan dari penyakit kepikunan (demensia). Klinisi mengenalnya
dengan sebutan Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD).
Sebagai tambahan, depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood)
yang dapat berujung kepada suatu percobaan bunuh diri (tentament suicide).
Perilaku bunuh diri tersebut dapat dicetuskan oleh suatu halusinasi pendengaran
yang berupa suara bisikan yang sifatnya mengomentari atau menyuruh. Apabila
terdapat gejala tersebut, tentunya tidak hanya sekedar depresi semata melainkan
terdapat pula warna gejala kejiwaan lain yang dinamakan psikotik (mendengar
bisikan atau bicara sendiri). Tentunya hal tersebut memerlukan penanganan yang
cepat, sehingga apabila terdapat hal itu maka masyarakat yang mengetahui dapat
merujuk ke puskesmas terdekat untuk rujukan ke rumah sakit jiwa atau penanganan
awal terkait gejala kejiwaan. Risiko kemunculan bunuh diri pada individu depresi
di segala usia berdasarkan beberapa penelitian adalah sebagai berikut: anak &
remaja (20,8%), dewasa (46,4%), dan lanjut usia (14,6-25%). Hal ini tentu harus
menjadi suatu perhatian terkait dengan program promosi kesehatan jiwa, khususnya
upaya pencegahan depresi dan bunuh diri.

D. Gangguan Suasana Perasaan PPDGJ III

Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III:3

12
F30 Episode Manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.2 Mania dengan gejala psikotik
F30.8 Episode manik lainnya
F30.9 Episode Manik YTT
F31 Gangguan Afektif Bipolar
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala
psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala
psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau
sedang
.30 Tanpa gejala somatik
.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa
gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan
gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT
F32 Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

13
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan Depresif Berulang
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan
gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap
F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
lainnya
F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya
F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal
lainnya
.00 Episode afektif campuran
F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang
lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya YDT
F39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

14
F. 30 Episode Manik
Kelainan yang terdapat dalam episode manik memiliki kesamaan karakteristik
dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan
aktifitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan.3 Paling sedikit satu
minggu pasien mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien
memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila
hanya mood iritabel) yaitu:7
• grandiositas atau percaya diri berlebihan
• berkurangnya kebutuhan tidur
• cepat dan banyaknya pembicaraan
• lompatan gagasan atau pikiran berlomba
• perhatian mudah teralih
• peningkatan energi dan hiperaktivitas psikomotor
• meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan sekolah)
• tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan
yang matang).

F. 30.0 Hipomania
Hipomania adalah derajat yang lebih ringan daripada mania, yang kelainan
suasana perasaan (mood) dan perilakunya terlalu menetap dan menonjol
sehingga tidak dapat dimasukkan dalam siklotimia, namun tidak disertai
halusinasi atau waham. Yang ada ialah peningkatan ringan dari suasana
perasaan (mood) yang menetap (sekurang-kurangnya selama beberapa hari
berturut-turut), peningkatan enersi dan aktivitas, dan biasanya perasaan
sejahtera yang mencolok dan efisiensi baik fisik maupun mental. Sering ada
peningkatan kemampuan untuk bergaul, bercakap, keakraban yang
berlebihan, peningkatan enersi seksual, dan pengurangan kebutuhan tidur;
namun tidak sampai menjurus kepada kekacauan berat dalam pekerjaan atau
penolakan oleh masyarakat. Lebih sering ini bersifat pergaulan sosial
euforik, meskipun kadang-kadang lekas marah, sombong, dan perilaku yang
tidak sopan serta mengesalkan (bualan dan lawakan murah yang

15
berlebihan). Konsentrasi dan perhatiannya dapat mengalami hendaya,
sehingga kurang bisa duduk dengan tenang untuk bekerja, atau bersantai
dan menikmati hiburan; tetapi ini tidak dapat mencegah timbulnya minat
dalam usaha dan aktivitas baru, atau sifat agak suka menghamburkan uang.8

Pedoman Diagnostik :
• Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-
kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan
yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia, dan tidak
disertai halusinasi/ waham.
• Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau
menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1/ F30.2) harus ditegakkan.

Diagnosis banding :
– Hipertiroid, anoreksia nervosa
– Masa dini dari “depresi agitatif”

F30. 1 Mania tanpa Gejala Psikotik


Pedoman Diagnostik :
• Episode harus berlangsung sekurang – kurangnya 1 minggu, dan cukup
berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan
aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
• Perubahan afek harus disertai dengan energiu yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan
tidur yang berkurang, ide – ide perihal kebesaran/ “grandiose ideas” dan
terlalu optimistik.

F.30.2 Mania dengan Gejala Psikotik


Pedoman Diagnostik :

16
• Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari mania tanpa
gejala psikotik.
• Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan
kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan
halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut (mood-congruent).

Diagnosis banding :
– Skizofrenia
– Skizoafektif tipe manik

F30.8 Episode Manik Lainnya


F30.9 Episode Manik YTT

F31 Gangguan Afektif Bipolar


• Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah
bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan beralngsung antara 2 minggu sampai
4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata
sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia
lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk
penegakan diagnosis).
• Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.
Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

17
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(F30.0); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala


Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa
gejala psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala


Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau


Sedang
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa


Gejala Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

18
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan


Gejala Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik
atau campuran di masa lampau.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran


• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani,
dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/ hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi


• Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran).

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar lainnya


F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

19
F32 Episode Depresif
• Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1. afek depresif,
2. kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas

• Gejala lainnya :
(a) konsentrasi dan perhatian berkurang;
(b) harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
(c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
(d) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
(e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
(f) tidur terganggu;
(g) nafsu makan berkurang
• Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan, biasanya diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya
dan berlangsung cepat.
• Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan
berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah
salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-).

F32.0 Episode Depresif Ringan


• Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut
diatas;
• Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya (a) sampai dengan (g).
• Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.

20
• Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu.
• Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
Karakter kelima :
F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah
tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan
biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi
sama sekali.

F32.1 Episode Depresif Sedang


• Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresi ringan (F30.0);
• Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
• Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima :
F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


• Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada.
• Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan diantaranya harus
berintensitas berat.
• Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.

21
• Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2
minggu.
• Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


• Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di
atas.
• Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Reteardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau
halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek
(mood congruent).

Diagnosis banding : Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia


katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya. Kategori ini
hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan
gejala psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori
gangguan depresif berulang.

F32.8 Episode Depresif lainnya


Episode yang termasuk disini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran
yang diberikan untuk episode depresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan
diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya
termasuk campuran gejala depresif (khususnya jenis somatik) yang
berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan, keresahan
dan penderitaan; dan campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau

22
keletihan menetap yang bukan akibat penyebab organik (seperti yang
kadang-kadang terlihat pada pelayanan rumah sakit umum).

F32.9 Episode Depresif YTT

TATALAKSANA
Depresi
Indikasi Rawat Inap
- Kebutuhan prosedur diagnostic
- Resiko bunuh diri dan melakukan pembunuhan
- Berkurangnya kemampuan pasien secara menyeluruh untuk asupan
makanan dan tempat perlindungan
- Riwayat gejala berulang
- Tidak adanya dukungan terhadap pasien
Psikoterapi
Diberikan untuk membantu pasien mengatasi stressor kehidupan
sehari-hari. Jenis psikoterapi yang diberikan bergantung pada kondisi
pasien dan preferensi dokternya. Jenis psikoterapi yang diberikan :
psikoterapi suportif atau psikoterapi reedukatif, atau psikoterapi
rekonstruktif
Farmakoterapi
- Golongan Trisiklik : Amitriptiline, Imipramine, Clomipramine,
Tianeptine
- Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
- Golongan MAOI Reversible : Moclobemide
- Golongan SSRI : Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Duloxetine, Citalopram
- Golongan Atipikal : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine

Mania
Terapi mania akut : Haloperidol, Carbamazepine, Asam Valproat,
Divalproex Na.

23
Profilaksis Mania : Lithium carbonate

OBAT ANTI DEPRESI

24
OBAT ANTI MANIA

25

You might also like