Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Orde Lama
2.1.1 kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama
1. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan
pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini
presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur
pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden
tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana
menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi, Pni dan PKI mempunyai
partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung
jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai
besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dukungan mayoritas dalam parlemen (DPR
pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus
mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk
mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan
sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan
pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir.
Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai
politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis
besar sebagai berikut ;
a) Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b) Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c) Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
d) Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
e) Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari
tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih
berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet tersebut.
Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan kedekatan antara presiden
dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya,
bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara
berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal,
presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan
pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20
Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang pembuat
UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD baru. Dalam
badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi partai-partai besar
seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa
lembaga tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya
ditengah konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah
melawan pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.
Adapun bentuk-bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara
lain:
1. Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara
otoriter
2. Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan
pemerintah (presiden)
3. Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan
kekuasaan presiden, sehingga presiden terus menerus dipilih kembali
4. Terjadi monopol penafsiran Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk
membenarkan tindakan – tindakannya.
5. Pembatasan hak hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat
6. Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak
merdeka
7. Pembentukan lembaga lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu Kopkamtib yang
kemudian menjadi Bakorstanas
8. Terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek
kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi
9. monopoli, oligopoli, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
2. Kronologi Reformasi
Pada awal bulan Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali
menjadi Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII.
Namun pada saat itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami kemerosotan
dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan siutasi seperti ini mengundang keprihatinan
rakyat. Mamasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak
menggelar demostrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi
kepresidenannya. Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas
Trisakti, terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat
mahasiswa hingga tewas. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal
itu pula di Yogyakarta terjadi peristiwa bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul
di alun-alun utara kraton Yogyakarta untuk mndengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku
Bowono X dan Sri Paku Alam VII. Inti isi dari maklumat itu adalah menganjurkan kepada
seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Pada tanggal 20 Mei
1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai
pertimbangannya membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto,
namun mengalami kegagalan. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana
Negara, Presiden Soeharti meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan
beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk
menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah
Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J.
Habibie sebagai presiden yang ke-3.
Pada masa orde lama, pancasila ditafsirkan berdasarkan dinamika politik yang berkembang
pada sistem internasional yang didominasi isu pergolakan ideologi. Di lain hal, sistem politik dan
kondisi domestik Indonesia dihadapkan pada situasi transisi masa terjajah menuju masa merdeka.
Dapat dikatakan bahwa, masa orde lama merupakan masa pencarian bentuk implementasi nilai-
nilai pancasila. Dalam orde lama, penafsiran pancasila dapat dibagi ke dalam 3 periode yang
berbeda yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.
Periode 1945-1950
Penafsiran pancasila di periode ini lebih terlihat dalam hal membangun nasionalisme
bangsa dalam melawan penjajahan Belanda. Akan tetapi dalam perkembangannya, implementasi
pancasila belum menemukan bentuk yang stabil akibat pergolakan politik dan gelombang
pertarungan ideologi. Terdapat upaya-upaya untuk mengganti pancasila sebagai ideologi dengan
faham komunisme oleh PKI di tahun 1948 dan DI/TII yang akan mendirikan negara dengan
dasar islam. Diterapkannya demokrasi parlementer dalam periode ini, menimbulkan instabilitas
pemerintahan dimana walaupun konstitusi yang digunakan adalah pancasila dan UUD 1945 yang
presidensil, akan tetapi praktek kenegaraan presidensil tak dapat terwujudkan. Dalam hal
kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah tidak dapat dilaksanakan.
Periode 1950-1959
Pada periode ini, pancasila ditafsirkan sebagai ideologi liberal. Walaupun pancasila
sebagai dasar negara, sila keempat tidak berjiwakan musyawarah melainkan suara terbanyak atau
voting. Hal ini disebabkan karena sistem pemerintahan liberal yang menekankan hak-hak
individual. Para peridoe ini, stabilitas keamanan dihadapkan pada munculnya pemberontakan
RMS, PRRI dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik,
terlaksananya pemilu 1955 menjadi bukti keberhasilan demokrasi pada saat itu. Akan tetapi,
keberhasilan pemilu tersebut tidak disertai dengan keberhasilan anggota Konstituante dalam
menyusun UUD sehingga terjadi tarik ulur kekuasaan presiden dan parlemen.
Periode 1959-1966
Periode ini dikenal dengan periode demokrasi terpimpin. Penafsiran pancasila tidak
diarahkan pada kekuasaan rakyat yang berlandaskan demokrasi, akan tetapi kekuasaan penuh
seorang pribadi Soekarno. Konsekuensinya, terjadi banyak penyimpangan terhadap penafsiran
pancasila di parlemen. Pemerintahan Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden
seumur hidup dan penerapan politik konfrontasi. Hal ini menimbulkan distrust dan kemerosotan
moral pancasila di masyarakat. Pada periode ini, Soekarno menafsirkan pancasila dengan
paradigma USDEK yang memegang teguh UUD 1945, Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi
terpimpin, Ekonomi terpimpin dan Ketuhanan yang maha esa. Di masa demokrasi terpimpin,
Soekarno berhasil menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki bargaining position di
mata internasional dan mampu menjaga integritas wilayah dan semangat kebangsaan. Dapat
disimpulkan bahwa dalam periode ini, pancasila ditafsirkan sebagai ideologi otoriter yang tidak
memberikan ruang demokrasi bagi rakyat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orde lama merupakan konsep yang di pergunakan untuk menyebut suatu periode
pemerintahan yang ditandai dengan berbagai penyimpangan terhadap pancasila dan UUD 1945.
Orde ini juga ditandai dengan dua bentuk demokrasi, yaitu Demokrasi Liberal dan Demokrasi
Terpimpin.
Demokrasi liberal di mulai pada tahun 1950-1959 dalam sistem demokrasi ini, partai-partai
besar seperti Masyumi, PNI dan PKI mempunyai partisipasi yang besar dalam pemerintahan.
Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan
Rakyat) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai besar berdasarkan UUDS 1950. Kemudian
dilanjutkan dengan demokrasi yang baru yang dilatar belakangi banyak Kekacauan terus
menerus dalam kesatuan Negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh begitu banyaknya
pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya sistem demokrasi liberal.
Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam kurun waktu tersebut memaksa untuk
dilakukannya revisi terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan
konsep kepemimpinan baru yang dinamakan Demokrasi Terpimpin. Tonggak bersejarah di
berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal
pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin adalah
kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang terbesar
terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi
Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan. Dalam Demokrasi
Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu Nasionalis, Agama dan
Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan kekuasaannya.
Pada akhirnya kekuasaan Soekaro itu mulai runtuh semenjak PKI melakukan
pemberontakan dengan melakukan pembunuhan kepada enam jendral dan satu orang yang
berpangkat lettu, dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, PKI telah dua kali menghianati negara
(1948 dan 1965), bangsa dan dasa negara Pancasila. Atas dasar itulah rakyat menghendaki agar
PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang dan kemudian munculah wacana yang
disebut Tritura yang intinya pembubaran PKI dan menurunkan harga pangan.
Akhirnya pada tanggal 11 meret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah
yang dikenal dengan SUPERSEMAR yang menjadi toggak sejarah lahirnya Orde Baru.
Orde baru merupakan konsep yang dipergunakan untuk menyebut suatu kurun waktu
pemerintahan yang ditandai dengan keinginan untuk melaksanakan pancasila secara murni dan
konsekuen. pemerintah Orde Baru pada saat pembentukannya memperlihatkan adanya
kesejajaran. Dalam artian, mengenai kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran
politis dan ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar empirik
sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan
politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada Era Orde Lama kita tahu bahwa pusat
kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran
pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Banyak pula
krisis yang terjadi disana-sini yang terjadi dalam pemerintahan orde baru mulai dari krisis
politik, krisis moneter, krisis hukum dan krisis kepercayaan serta krisis sosial dan karena terjadi
banyak krisis ini mengantarkan Pemerintahan Orde Baru ke runtuhan yang pada akhirnya di
gulingkan oleh rakyat.
Setelah itu munculah Orde reformasi, yaitu Reformasi merupakan suatu perubahan
tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju
ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk
mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial,
ekonomi, dan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo Miriam. 2010. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Joeniarto, S.H. 2001. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta. Bumi Aksara
M.C Ricklefs. 1989. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta. Gadjah Mada Universiti Press.
Soegito AT dkk. 2012. Pendidikan Pancasila. Semarang. Unnes Press.