You are on page 1of 30

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

Pembimbing :
Dr. Muchlas Fahmi, Sp.OG

Disusun Oleh :
Dea Melinda Sabila
1102013072

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIC DAN GYNECOLOGY

RUMAH SAKIT TK II MOH. RIDWAN MEURAKSA


UNIVERSITAS YARSI

2018

1
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani
sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas
referat yang berjudul “Ketuban Pecah Dini”. Penulis mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan
datang penulis dapat membuatnya lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya


kepada Dr. Muchlas Fahmi, Sp.OG serta berbagai pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan refrat ini.
Semoga refrat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Jakarta, 15 Januari 2018

Dea Melinda Sabila

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................ v
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 3
2.1 Definisi ....................................................................... 3
2.2 Epidemiologi .............................................................. 3
2.3 Etiologi ....................................................................... 4
2.4 Klasifikasi .................................................................. 5
2.5 Patofisiologi ............................................................... 7
2.6 Manifestasi Klinik ...................................................... 9
2.7 Diagnosis .................................................................... 11
2.8 Penatalaksanaan .......................................................... 13
2.9 Komplikasi ................................................................ 13
2.10 Pencegahan ................................................................ 13
2.11 Prognosis ................................................................... 17
BAB 3. KESIMPULAN ................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 21

3
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Inkompetensia servix pada awal persalinan dini ............ 4


Gambar 2.2 Cairan amnion ................................................................ 6
Gambar 2.3 Patofisiologi KPD .......................................................... 9
Gambar 2.4 Mekanisme reaksi inflamasi pada selaput ketuban ........ 10
Gambar 2.5 patogenesis KPD ............................................................ 11
Gambar 2.6 Gambaran "ferning" ....................................................... 12
Gambar 2.7 Algoritma Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini ........... 17
Gambar 2.8 Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini
pada kehamilan prematur .............................................. 18
Gambar 2.9 Deformitas Janin ............................................................ 19

4
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jumlah Cairan Amnion ...................................................... 7

5
BAB 1
PENDAHULUAN

Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas (Hakimi, 2009 dan Lukman, 2010).
Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan
insidensi 30-40% (Kacerovsky, 2014).
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini
dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm (The Royal
Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists, 2014).
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan
penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi
ibu (Hakimi, 2009 dan Lukman, 2010).
Faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini masih belum diketahui
penyebabnya dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun terdapat beberapa
faktor predisposisi yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini yaitu :
infeksi, servik yang inkompeten, tekanan intra uterin yang meninggi atau
overdistesi, trauma, kelainan letak, multigravida (Nugroho, 2010).
Dalam menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi
terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau
keduanya (Sujiyatini, 2009).
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap
aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya

6
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif
ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan
tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup (Saifuddin, 2010).

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur (Sarwono, 2014).
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (2000)
mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam
atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009)
ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan,
dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode
laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala
komplikasinya.
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis-premature rupture of the membrane
PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah
selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal
persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut
merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM=preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis) (Clinical Guidelines Obstetric And
Midwifery, 2015: 1).
Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban
pecah spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum

8
pembukaan 3 cm (primigravida) atau sebelum 5 cm (multigravida) (Hilal Ahmar,
2010).

2.2 Epidemiologi
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan.
Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas (Hakimi, 2009 dan Lukman, 2010).
Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan
insidensi 30-40% (Kacerovsky, 2014).

2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi menurut Manuaba
(2009) adalah :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah
dini. Riwayat KPD sebelumnya.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).

9
Gambar 2.1 inkompetensia servix pada awal persalinan dini

3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)


misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau
penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD
karena biasanya disertai infeksi.
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C

10
2.4 Klasifikasi
KPD adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda – tanda
persalinan spontan. Terminologi :
1. Premature Rupture Of The Membrane (PROM) : Pecahnya selaput ketuban
sebelum onset persalinan pada pasien yang umur kehamilannya ≥ 37
minggu.
2. Preterm Premature Rupture Of The Membrane (PPROM) : Pecahnya selaput
ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur kehamilannya <
37 minggu.
3. Prolonged Premature Rupture Of The Membrane : Pecahnya selaput
ketuban selama ≥ 24 jam dan belum terjadi onset persalinan.
4. Periode Laten : Interval waktu antara pecahnya selaput ketuban dengan
persalinan. Bervariasi dari 1 – 12 jam tergantung umur kehamilannya
(semakin kurang bulan, periode laten semakin lama ; 85 % kehamilan
cukup bulan dengan KPD memiliki periode laten < 24 jam sedangkan 57
% kehamilan < 37 minggu dengan KPD memiliki periode laten > 24 jam).

2.5 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut
melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body
stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh
serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai

11
berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025
menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan
amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam
didapatkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml.
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio
tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.

Gambar 2.2 Cairan amnion

Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis,

12
terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam

Minggu Janin Plasenta Cairan amnion Persen Cairan


gestasi
16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17

Fungsi cairan amnion


1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

13
2.6 Manifestasi Klinik
1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau
amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes
2. Janin mudah diraba.
3. Tidak adanya his dalam satu jam
4. Nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan
pervaginam sedikit (jarang terjadi)

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan
lahir.

14
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin
jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan
yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang
dinilai adalah
 Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari
serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari
amnion yang khas juga harus diperhatikan.
 Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis
KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk
untuk memudahkan melihat pooling
 Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina
ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan
warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika
tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar
dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari
forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion

15
Gambar 2.6 Gambaran "ferning"
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan
stretococcus group B
Pemeriksaan Lab
1. Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam
cairan amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin.
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
3. Tes pakis
4. Tes lakmus
Dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas
yang sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan
basa. pH normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan
amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau
spekulum setelah menarik spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah
berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Darah dan
infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit
(Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil
anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis

16
rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi
janin, berat janin, dan usia janin.

2.9 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan
akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan
kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi
RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi
waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang
akan memperjelek prognosis janin (Varney, 2008. h.788-92).
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan
perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru
sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin
merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama
pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten (Varney, 2008. h.788-
92).
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur
kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu (Varney, 2008.
h.788-92).

17
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = "lag" period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan
dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit
ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa
penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

18
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di
rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru,
jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul
tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan
bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin
tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat
janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan

19
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD
telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National
Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m
tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,
dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32
– 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis
betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5
mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio
sesarea. Bila tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor
pelviks > 5 lakukan induksi persalinan

20
Gambar 2.7 Algoritma Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

21
Tabel. Terapi Medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien KPD
(POGI, 2016)

2.10 Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam
24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu
(Nili, 2003).

22
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada
Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten (Nili, 2003).

 Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
 Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.

Gambar 2.8 Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur

23
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.

Sindrom Deformitas Janin


Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan
janin serta hipoplasi pulmonary.

Gambar 2.9 Deformitas Janin

Komplikasi pada ibu


Korioamnionitis
Akibat jalan lahir telah terbuka, apalagi apabila terlalu sering dilakukan
pemeriksaan dalam
Perdarahan postpartum
Atonia uteri
Dry labor

Komplikasi pada bayi


Adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan
kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah
gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan
karena belum masaknya paru.

24
2.11 Pencegahan
Mengkonsumsi Vitamin C telah diketahui berperan penting dalam
mempertahankan keutuhan membran (lapisan) yang menyelimuti janin dan
cairan ketuban. Penelitian telah menghubungkan kadar yang rendah dari
vitamin C pada ibu dengan meningkatnya resiko terjadinya pecahnya
membran secara dini atau yang disebut dengan ketuban pecah dini
(“premature rupture of membranes“, PROM).
Belum ada cara pasti untuk mencegah kebocoran kantung ketuban. Namun,
yang bisa dilakukan untuk menurunkan risikonya :
- Mengurangi aktivitas pada trimester II dan awal trimester III
- Tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama
kehamilan
- Berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok agar tak menjadi
perokok pasif

2.12 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
- Usia kehamilan
- Adanya infeksi / sepsis
- Factor resiko / penyebab
- Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi
yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari
kelahiran premature (Manuaba, 2001).

25
BAB 3

KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik


berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8-10 % dari
semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %,
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm
terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya
infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan

26
untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol
pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan
pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat
menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

DAFTAR PUSTAKA

Clinical Guidelines Obstetric and Midwifery. 2015. Complication of


Pregnancy: Preterm Prelabour Rupture of Membranes (PROM). Perth:
King Edward Memorial Hospital.

Cunningham, F. G., MacDonald, P. C., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap,


L. C., Hankins G. D. V, et al. 2005. William obstetrics 22th ed.

Hacker and mooree. 1992. Essensial Obstetric and Gynaecologi .2/e.


Philadelpia:WB saunders company.

Hakimi, M. 2009. Fisiologi dan Patologi Persalinan (terjemahan). Jakarta :


Yayasan Essensia Medica.

Kacerovsky, M., Ivana, M., Ctirad, A., Helena, H., Lenka, P., Milan, K., Bo.
J. 2014. "Prelabor rupture of membranes between 34 and 37 weeks: the
intraamniotic inflammatory response and neonatal outcomes." American

27
Journal of Obstetric and Gynecology. Volume 210, Issue 4, Pages 325.e1–
325.e10

Kenyon, S., Boulvain, M., & Neilson, J. P. (2013). Antibiotics for preterm
rupture of membranes. The Cochrane Library.

Lukman. 2010. Menurunkan Angka KPD. [Online].


http://www.selatan,jakarta.go.id/pkk/index.php. [25 Maret 2015]

Manuaba.I.B.G. 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta


Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, hal : 221 – 225.

Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G. 2009.


(eds) Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada
Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC.
Pp 456-60.

Mishanina, E., Rogozinska, E., Thatthi, T., Uddin-Khan, R., Khan, K. S., &
Meads, C. (2014). Use of labour induction and risk of cesarean delivery: a
systematic review and meta-analysis. Canadian Medical Association Journal,
186(9), 665-673.

Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri


Patologi. Jakarta : EGC.

Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of


Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.

Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika

28
POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokeran: Ketuban Pecah Dini.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Fetomaternal.

Saifuddin AB. 2002. Ketuban pecah dini, Ekstraksi vakum. Dalam Buku
acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Ed.1. Jakarta:
JNPKKR-POGI. h.218-220

Saifuddin, Abdul B 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Seo, K., McGregor, J. A., French, J. I., 1994. Infection in premature rupture
of the membranes In: Queenan JT, eds. Management og high risk pregnancy.
3th ed. Boston: Blackweel Scientific Publications. 476-482.

Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.


Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir.
Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. hal 677-82.

Suastika, I. M., Dasuki, D., Sofowean, S. 1995. Perbandingan penanganan


ketuban pecah dini secara aktif dengan konservatif. Yogyakarta: Naskah
lengkap POGI.

Sujiyatini., dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan.Yogyakarta: Nuha


Medika

The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and


Gynaecologists. 2014. Term Prelabour Rupture of Membranes (Term
PROM). Third edition.

29
Wojcieszek, A. M., Stock, O. M., & Flenady, V. (2014). Antibiotics for
prelabour rupture of membranes at or near term. The Cochrane Library.

Varney Helen, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gregor. 2008. Buku ajar asuhan
kebidanan. Volume 2. Jakarta: EGC. h.788-92

30

You might also like