You are on page 1of 184

MODUL I

 100 Menit

PENDAHULUAN

Keperawatan maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan profesional keperawatan


yang ditujukan kepada wanita pada masa usia subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi,
kehamilan, melahirkan, nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari,
beserta keluarganya, berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam beradaptasi secara fisik
dan psikososial untuk mencapai kesejahteraan keluarga dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.Setiap individu mempunyai hak untuk lahir sehat maka setiap individu berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Keperawatan ibu menyakini bahwa peristiwa kelahiran merupakan proses fisik dan psikis
yang normal serta membutuhkan adaptasi fisik dan psikososial dari idividu dan keluarga.
Keluarga perlu didukung untuk memandang kehamilannya sebagai pengalaman yang positif dan
menyenangkan. Upaya mempertahankan kesehatan ibu dan bayinya sangat membutuhkan
partisipasi aktif dari keluarganya.
Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, dapat
mengakibatkan krisis situasi selama anggota keluarga tidak merupakan satu keluarga yang utuh.
Proses kelahiran merupakan permulaan bentuk hubungan baru dalam keluarga yang sangat
penting. Pelayanan keperawatan ibu akan mendorong interaksi positif dari orang tua, bayi dan
angggota keluarga lainnya dengan menggunakan sumber-sumber dalam keluarga.. Sikap, nilai
dan perilaku setiap individu dipengaruhi oleh budaya dan social ekonomi dari calon ibu sehingga
ibu serta individu yang dilahirkan akan dipengaruhi oleh budaya yang diwarisi.
Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu menghargai klien dan
keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan perawatan yang
sesuai untuk dirinya. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan advokasi dan mendidik WUS
dan melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah kehamilanpersalinan dan nifas,
membantu dan mendeteksi penyimpangan-penyimpangan secara dini dari keadaan normal
selama kehamilan sampai persalinan dan masa diantara dua kehamilan, memberikan konsultasi
tentang perawatan kehamilan, pengaturan kehamilan, membantu dalam proses persalinan dan
menolong persalinan normal, merawat wanita masa nifas dan bayi baru lahir sampai umur 40
hari menuju kemandirian, merujuk kepada tim kesehatan lain untuk kondisikondisi yang
membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Perawat mengadakan interaksi dengan klien untuk mengkaji masalah kesehatan dan
sumber-sumber yang ada pada klien, keluarga dan masyarakat; merencanakan dan melaksanakan
tindakan untuk mengatasi masalah-maslah klien, keluarga dan masyarakat; serta memberikan
dukungan pada potensi yang dimiliki klien dengan tindakan keperawatan yang tepat.
Keberhasilan penerapan asuhan keperawatan memerlukan kerjasama tim yang terdiri dari pasien,
keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat.
TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu

1. Untuk mengetahui konsep-konsep keperawatan maternitas


2. Menjelaskan peran perawat maternitas
3. Menjellaskan pendekatan pelayanan keperawatan maternitas
4. Menjelaskan model konsep keperawatan maternitas
5. Menjelaskan perspektif keperawatan maternitas
6. Menjelaskan kharakteristik keperawatan maternitas
URAIAN MATERI

A. Konsep Keperawatan Maternitas


1. Pengertian Keperawatan Maternitas
Keperawatan Maternitas merupakan persiapan persalinan serta kwalitas pelayanan kesehatan
yang dilakukan dan difokuskan kepada kebutuhan bio-fisik dan psikososial dari klien, keluarga ,
dan bayi baru lahir. (May & Mahlmeister, 1990).
Keperawatan Maternitas merupakan sub system dari pelayanan kesehatan dimana perawat
berkolaborasi dengan keluarga dan lainnya untuk membantu beradaptasi pada masa prenatal,
intranatal, postnatal, dan masa interpartal. (Auvenshine & Enriquez, 1990)
Keperawatan Maternitas merupakan pelayanan yang sangat luas, dimulai dari konsepsi sampai
dengan enam minggu setelah melahirkan. (Shane,et.al.,1990)
Keperawatan Maternitas merupakan pelayanan professional berkwalitas yang difokuskan pada
kebutuhan adaptasi fisik dan psikososial ibu selama proses konsepsi / kehamilan, melahirkan,
nifas, keluarga, dan bayi baru lahir dengan menekankan pada pendekatan keluarga sebagai sentra
pelayanan. (Reede, 1997)
Keperawatan Maternitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada
wanita usia subur (WUS) yang berkaitan dengan masa diluar kehamilan, masa kehamilan, masa
melahirkan, masa nifas sampai enam minggu, dan bayi yang dilahirkan sampai berusia 40 hari
beserta keluarganya. Pelayanan berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam melakukan
adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
(CHS/KIKI, 1993)
2.Peran Perawat Maternitas
Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Reeder (1997):
a. Pelaksana
b.Pendidik
c. Konselor
d.Role model bagi para ibu
e. Role model bagi teman sejawat
f. Perumus masalah
g.Ahli keperawatan
Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Old(1988), Bobak & Jensen (1993):
a. Member pelayanan
b. Advocate
c. Pendidik
d. Change Agent
e. Political Activist
f. Peneliti
3. Pendekatan Pelayanan Keperawatan Maternitas
Pendekatan pelayanan dalam keperawatan maternitas yaitu:
a. Holistik
b.Penghargaan terhadap pasien
c. Peningkatan kemampuan pasien Kemandirian
d.Pemanfaatan & peningkatan sumber daya yang diperlukan
e. Proses keperawatan
f. Berpusat pada keluarga= FCMC (Family Centered Maternity Care)
g.Caring: Siap dengan klien; Menghargai system nilai; Memenuhi kebutuhan dasar klien;
Penyuluhan/konseling kesehatan.
4.Model Konsep Keperawatan Maternitas
v Tradisional Care
Keperawatan maternitas yang dilakukan secara tradisional. Pada penggunaan konsep ini, proses
kelahiran ditangani oleh tenaga yang tidak terlatih.
Ciri-ciri dari TC adalah,
a. Memisahkan ibu dari keluarga selama proses persalinan.
b.Memindahkan klien: dari ruang penerimaan ke ruang persalinan.
c. Melarang ibu beraktifitas selama proses persalinan.
d. Melakukan tindakan rutin: episitomi, obat-obatan.
e. Tidak ada keluarga ikut dalam proses persalinan & operasi.
f. Kontak orang tua & anak kurang.
g.Pemberian susu bayi dibatasi.
h.Waktu berkunjung dibatasi.
i. Rooming-in dibatasi.
j. Tidak ada Follow-up ke rumah.
k.Kontrol postpartum rutin pada hari minggu ke enam.
Contoh dari TC adalah pemisahan ruang rawat ibu dan bayi. Bayi mempunyai ruangan khusus
yang didalamnya terdapat bayi dari seluruh ibu yang telah melewati proses persalinan. Ibu dan
bayi hanya dipertemukan saat waktu pemberian ASI pada bayi tersebut tiba.
Penggunaan metode ini mengakibatkan kontak batiniah antara ibu dan anak tidak terlalu kuat.
v FCMC (Family Centered Maternity Care)
Proses keperawatan maternitas yang ditangani oleh tenaga terlatih dan mampu melaksanakan
proses keperawatan maternitas mulai dari proses kehamilan calon ibu sampai perawatan bayi dan
masa nifas ibu pasca melahirkan.
a. Melaksanakan kelas untuk pendidikan prenatal orang tua.
b.Mengikut serta keluarga dalam perawatan kehamilan, persalinan, dan nifas.
c. Mengikut sertakan keluarga dalam operasi.
d.Mengatur kamar bersalin sepeti suasana rumah.
e. Menetapkan peraturan yang flexibel.
f. Menjalankan system kunjungan tidak ketat.
g.Mengadakan kontak dini bayi dan orang tua.
h.Menjalankan rooming-in (Ruang rawat gabung untuk ibu hamil).
i. Mengikut sertakan anak-anak dalam proses perawatan.
j. Melibatkan keluarga dalam perawatan NICU.
k.Pemulangan secepat mungkin dengan diikuti Follow-up.
Contoh dari konsep FCMC adalah tindakan Kurtase dan metode kanguru.
Tindakan kurtase adalah tindakan yang dilakukan pada klien abortus yang dikarenakan
keabnormalan dari janin klien tersebut yang dapat membahayakan jiwa klien. Pada masa TC,
abortus hanya dilakukan oleh tenaga tidak terlatih, sehingga proses abortus hanya sebatas
mengeluarkan janin yang ada dalam kandungan tanpa adanya usaha untuk membersihkan seluruh
sisa dari janin yang telah dikeluarkan. Proses kurtase ini baru digunakan dalam konsep FCMC
karena konsep kurtase ini membutuhkan tenaga ahli dan profesional serta harus didukung oleh
peralatan yang memadai.
Sedangkan metode kanguru adalah metode yang diterapkan pada bayi prematur. Metode kanguru
ini merupakan pengganti metode inkubator. Di beberapa negara maju di dunia, lebih memilih
menggunakan metode kanguru dibandingkan dengan metode inkubator. Karena dengan metode
kanguru, kontak batin antara ibu-anak akan lebih terbentuk dibandingkan dengan menggunakan
inkubator yang membuat ibu dan bayinya terpisah.(Penjelasan Metode Kanguru Terlampir)
v Model Konsep “Self Care Orem” :
a. Penekanan pada aktifitas mandiri kemudian mencapai kesejahteraan ibu & bayi.
b.Pada Maternal: mampu mandiri dalam perawatan diri.
c. Melihat dari kemampuan.
d.Berdasarkan kondisi.
v Model Konsep “Adaptasi” :
a. Mempunyai kemampuan adaptasi dalam rangka mencapai kebutuhan.
b.Manusia selalu konstan berinteraksi dengan lingkungan (selalu berubah).
c. Maternal sepanjang proses konsepsi sampai postpartum terjadi perubahan fisik, psikologis, dan
social.
v Model Konsep “I King” :
a. Personal.
b.Interpersonal.
c. Social (Dinamik, interaksi mudah diberikan informasi & memberikan informasi).
B.Perspektif Keperawatan Maternitas
1.Tujuan Keperawatan Maternitas
Tujuan keperawatan maternitas adalah:
a. Membantu wanita usia subur & keluarga dalam masalah produksi & menghadapi kehamilan
b.Membantu PUS untuk memahami kehamilan, persalinan, & nifas adalah normal.
c. Member dukungan agar ibu memandang kehamilan, persalinan, & nifas adalah pengalaman
positif & menyenamgkan.
d.Membantu mendeteksi penyimpangan secara dini.
e. Member informasi tentang kebutuhan calon orang tua.
f. Memahami keadaan social & ekonomi ibu.
2. Karakteristik Keperawatan Maternitas
Karakteristik keperawatan maternitas yaitu:
a. Fokus kebutuhan dasar = Sejahtera
b.Pendekatan keluarga = FCMC
c. Tindakan khusus dengan peran perawat.
d.Terjadi interaksi = Strategi Pelayanan
e. Kerja dalam Tim = Semua yang terkait.
3.Paradigma Keperawatan Maternitas
Paradigma keperawatan merupakan suatu cara pandang dari profesi keperawatan untuk melihat
suatu kondisi dan fenomena yang terkait secara langsung dengan aktifitas yang terjadi dalam
profesi tersebut.
Paradigma keperawatan pada keperawatan maternitas meliputi manusia, lingkungan, sehat dan
keperawatan.
v Manusia
Manusia terdiri dari:
a. WUS
b.PUS
c. Perempuan dan Janin
d.Perempuan masa persalina
e. Perempuan nifas hingga 6 minggu
f. Bayi sampai usia 40 hari
g.Keluarga
h.Masyarakat Unik, Utuh, Tumbang.
v Lingkungan
Sikap, nilai dan prerilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya dan social
disamping pengaruh fisik Proses kehamilan danpersalinan serta nifas akan melibatkan semua
anggota keluarga dan masyarakat. Proses kelahiran merupakan permulaan suatu bentuk
hubungan baru dalam keluarga yang sangat penting, sehingga pelayanan maternitas akan
mendorong interaksi yang positif dari orang tua, bayi dan angota keluarga lainnya dengan
menggunakan sumber-sumber dalam keluarga.\v Sehat
Sehat adalah suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar, bersifat dinamis dimana perubahan-
perubahan fisik dan psikososial mempengaruhi kesehatan seseorang. Setiap individu memiliki
hak untuk lahir sehat sehingga WUS dan ibu memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang berkualitas.
v Keperawatan Ibu
Keperawatan ibu merupakan pelayanan keperawatan professional yang ditujukan kepada wanita
usia subur wanita pada masa usia subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi, kehamilan,
melahirkan, nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari, beserta
keluarganya yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam melakukan adaptasi fisik
dan psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Keperawatan ibu
memberikan asuhan keperawatan holistik dengan selalu menghargai klien dan keluarganya serta
menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan perawatan yang sesuai untuk
dirinya.
4.Tatanan Pelayanan Maternitas
Tatanan pelayanan keperawatan maternitas yaitu:
a. Rumah Sakit
b.Puskesmas
c. Rumah bersalin
d.Komunitas
e. Polindes
5.Standar Praktik Maternitas
v Menurut OGNN :
Area Klinik
a. Keperawatan Antepartum
b. Keperawatan Intrapartum
c. Keperawatan Postpartum
Praktek Keperawatan
a. Perawatan Obstetrik
b.Perawatan Ginekology
c. Perawatan Neonatal
Praktek keperawatan yang komprehensif disediakan untuk individu, keluarga, & masyarakat
dengan kerangka proses keperawatan.
Pendidikan Kesehatan
Penkes untuk individu, keluarga, & masyarakat merupakan bagian integral dari praktek
keperawatan OGN.
v Menurut ANA, 1987:
a. Perawat membantu anak & orang tuanya untuk meningkatkan & mempertahankan kesehatan
yang optimal.
b.Perawat membantu keluarga untuk mencapai & mempertahankan keseimbangan antara
kebutuhan personal dari anggota keluarga & fungsi keluarga yang optimal.
c. Perawat memberikan pelayanan kepada klien yang membutuhkan, dan keluarga yang
mempunyai resiko untuk mencegah masalah aktual & potensial dalam kesehatan.
d.Perawat meningkatkan lingkungan yang tidak membahayakan tumbuh kembang & sistem
reproduksi.
e. Perawat mendeteksi perubahan status kesehatan & deviasi dari perkembangan yang optimum
f. Perawat memberikan intervensi yang tepat & pengobatan untuk meningkatkan kesehatan &
memulihkan penyakit.
g.Perawat membantu klien & keluarganya untuk mengerti & memakai koping yang baik dengan
trauma/benturan dalam perkembangan selama sakit, masa tumbang, & anak-anak.
h.Perawat mempunyai strategi yang aktif & positif untuk menggunakan sumber-sumber dalam
member pelayanan.
i.Perawat meningkatkan praktek keperawatan ibu & anak melalui penilaian praktek, pendidikan,
& penelitian.
rangkuman

Keperawatan maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan keperawatan profesional


yang ditujukan kepada wanita pada masa usia subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi,
kehamilan, melahirkan, nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari,
beserta keluarganya, berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam beradaptasi secara fisik
dan psikososial untuk mencapai kesejahteraan keluarga dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
Setiap individu mempunyai hak untuk lahir sehat maka setiap individu berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keperawatan ibu menyakini bahwa
peristiwa kelahiran merupakan proses fisik dan psikis yang normal serta membutuhkan adaptasi
fisik dan psikososial dari individu dan keluarga. Keluarga perlu didukung untuk memandang
kehamilan sebagai pengalaman yang positif dan menyenangkan. Upaya mempertahankan
kesehatan ibu dan bayinya sangat membutuhkan partisipasi aktif dari keluarganya.
Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, dapat
mengakibatkan krisis situasi selama anggota keluarga tidak merupakan satu keluarga yang utuh.
Proses kelahiran merupakan permulaan bentuk hubungan baru dalam keluarga yang sangat
penting. Pelayanan keperawatan ibu akan mendorong interaksi positif dari orang tua, bayi dan
angggota keluarga lainnya dengan menggunakan sumber-sumber dalam keluarga. Sikap, nilai
dan perilaku setiap individu dipengaruhi oleh budaya dan social ekonomi dari calon ibu sehingga
ibu serta individu yang dilahirkan akan dipengaruhi oleh budaya yang diwarisi.
Dalam memberikan asuhan keperawatan diperlukan kebijakan umum kesehatan
(terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme,
keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Perawat memiliki
komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai
kode etik keperawatan.
Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu menghargai klien dan
keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan perawatan yang
sesuai untuk dirinya. Perawat mengadakan interaksi dengan klien untuk mengkaji masalah
kesehatan dan sumber-sumber yang ada pada klien, keluarga dan masyarakat; merencanakan dan
melaksanakan tindakan untuk mengatasi masalah-maslah klien, keluarga dan masyarakat; serta
memberikan dukungan pada potensi yang dimiliki klien dengan tindakan keperawatan yang
tepat. Keberhasilan penerapan asuhan keperawatan memerlukan kerjasama tim yang terdiri dari
pasien, keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat.
TES FORMATIF

1. Objektif, sistematis, dan metode yang komprehensif merupakan…


a. Manfaat audit lingkungan RS
b. Tujuan audit lingkungan RS
c. Karakteristik audit lingkungan RS
d. Fungsi audit lingkungan RS

1. Yang merupakan jenis audit lingkungan RS adalah…


a. Audit Pentaatan Peraturan Pengelolaan Lingkungan
b. Audit Sistem Manajemen Lingkungan
c. A dan B salah

DAFTAR PUSTAKA
 Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3
 Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University,
Indonesia
 Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
 Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.

MODUL
SASARAN PATIENT SAFETY DAN LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
PATIENT SAFETY

PERTEMUAN II-III

 200 Menit

PENDAHULUAN

Sasaran Keselamatan Pasien, sebagai syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang
diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine
Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission
International (JCI).Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong peningkatan
spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menguraikan tentang solusi atas konsensus berbasis bukti dan keahlian terhadap
permasalahan ini. Dengan pengakuan bahwa desain/rancangan sistem yang baik itu
intrinsik/menyatu dalam pemberian asuhan yang aman dan bermutu tinggi, tujuan sasaran
umumnya difokuskan pada solusi secara sistem, bila memungkinkan. Sasaran juga terstruktur,
sama halnya seperti standar lain, termasuk standar (pernyataan sasaran/goal statement), Maksud
dan Tujuan, atau Elemen Penilaian. Sasaran diberi skor sama seperti standar lain dengan
“memenuhi seluruhnya”, “memenuhi sebagian”, atau “tidak memenuhi”. Peraturan Keputusan
Akreditasi termasuk pemenuhan terhadap Sasaran Keselamatan Pasien sebagai peraturan
keputusan yang terpisah.
Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari harm (cedera) yang termasuk
didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial, penderitaan, cacat, kematian, dan
lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan
pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2007).
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan (Depkes R.I. 2006).

Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) terdiri dari sistem pelaporan insiden,
analisis, belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk
menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan pasien, pengembangan
toksonomi: konsep, klasifikasi, norma, istilah dan sebagainya. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanankan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).

TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mampu
1. Menyebutkan sasaran patient safety
2. Menjelaskan sasaran patient safety
3. Memahami sasaran patient safety
4. Menjelaskan langkah-langkah-langkah patient safety

URAIAN MATERI
Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar &
menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. "Safety is a
fundamental principle of patient care and a critical component of hospital quality management."
(World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO 2004).
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh
tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien adalah
suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta
mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah
sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik
serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain
itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal
dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan
pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis
yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan,
peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan
serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.

A.Sasaran Patient safety

1. Ketepatan dentifikasiI pasien


Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien
Elemen Penilaian Sasaran I :
 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.
 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

2. Peningkatan komunikasi efektif


Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi antar para pemberi pelayanan
Elemen Penilaian Sasaran II :
 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan
secara lengkap oleh penerima perintah.
 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi
lisan atau melalui telepon secara konsisten.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (HIGH ALERT)


Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert)
Elemen Penilaian Sasaran III :
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
 Implementasi kebijakan dan prosedur.
 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
 Kepastian tepat,dan lokasi prosedur,tepat-pasien operasi

Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi,
tepat-prosedur dan tepat-pasien.

Elemen Penilaian Sasaran IV :

 Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.
 Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat pre
operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time out"
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.
 Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur
medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi
 Pengurangan resiko inveksi terkait pelayanan kesehatan

Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian SasaranV :
 Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient Safety)
 Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
 Pengurangan resiko pasien jatuh

Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko
pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
 Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dan lain-lain.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap beresiko jatuh.
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit

B.Langkah-langkah pelaksanaan patient safety

Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action
to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an
aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan
tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi;
tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode
penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak
adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan


mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang
ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak
dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur
untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa
dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit.

Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang


Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan


pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.

2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien
di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

3. TUJUAN PATIENT SAFETY

Tujuan “Patient safety” adalah

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS


b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat;
c. Menurunnya KTD di RS
d. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.
4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY

Pelaksanaan “Patient safety” meliputi Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO


Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:

a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
b. Pastikan identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA,
tahun 2002),yaitu:

1. Hak pasien

Standar nya adalah Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).

Kriterianya adalah

a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan


b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2. Mendidik pasien dan keluarga


Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriterianya adalah:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien


adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme
mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

 Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur


 Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
 Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
 Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
 Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
 Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
 Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar


tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriterianya adalah:

 koordinasi pelayanan secara menyeluruh


 koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
 koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
 komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program


peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.

Kriterianya adalah

 Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
 Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
 Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
 Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah

1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju
KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS
& KP.

Kriterianya adalah

 Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.


 Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden,
 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan
 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
 Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standarnya adalah

1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan
& memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam
pelayanan pasien.

Kriterianya adalah

 memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
 mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
 menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

6. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standarnya adalah
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

Kriterianya adalah

 disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk


memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada

1. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005)


sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil”

Bagi Rumah sakit:

a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada
staf, pasien, keluarga
b. Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c. Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d. Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP

Bagi Tim:

a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat
c. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang
KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:

a. Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP


b. Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP
c. Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dlm semua program latihan staf

Bagi Tim:

a. Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP


b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden

2. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko,
serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah”

Bagi Rumah Sakit:

a. Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c. Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan
kepedulian thdp pasien

Bagi Tim:

a. Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
b. Penilaian risiko pd individu pasien
c. Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil
risiko tsb
d. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”

Bagi Rumah sakit: Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun
ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim: Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap
terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting

3. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang


terbuka dengan pasien”

Bagi Rumah Sakit

a. Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga


b. Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden

4. Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel.
(dlm seluruh proses asuhan pasien

Bagi Tim:

a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
c. Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.

5. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda utk
melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”

Bagi Rumah Sakit:

a. Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab


b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau
Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua
insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko tinggi

Bagi Tim:

a. Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden


b. Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
6. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg
ada ttg kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan”

Bagi Rumah Sakit:

a. Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit
serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden

Bagi Tim:

a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman


b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan

Langkah-langkah kegiatan patient safety

a. Di Rumah Sakit

 Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan
susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi,
perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
 Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan
internal tentang insiden
 Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
 Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
 Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan
hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang
baru dikembangkan.

b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

 Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di


wilayahnya
 Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran
terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
 Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

c. Di Pusat

 Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan


Rumah Sakit Seluruh Indonesia
 Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
 Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas
Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan
dengan jejaring pendidikan.
 Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.Selain itu,
menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini

1. Put the focus back on safety

Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk
pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa
mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau
unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di
Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan
dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient
safety di dalam RS.

2. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-
langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-
langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

3. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang
terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.

4. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan
data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.

5. Use systems-wide approaches

Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya
bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika
pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,
maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.

6. Build implementation knowledge


Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem
berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan,
sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

7. Involve patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh
yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang.
Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah
satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan
untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?

8. Develop top-class patient safety leaders

Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data


berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen
yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus
bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai
peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang
erat.

9. Aspek hokum terhadap patient safety

Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut : UU
Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum


b. Pasal 53 (3) UU No.36/2009, “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan
keselamatan nyawa pasien.”
c. Pasal 32n UU No.44/2009, “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
d. Pasal 58 UU No.36/2009

1) ”Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan,


dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”
2) “tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan
nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”

1. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit

a. Pasal 29b UU No.44/2009, ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,


antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009, “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009, “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

2. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit

Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit, “Rumah Sakit Tidak bertanggung
jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif. “
3. Hak Pasien

a. Pasal 32d UU No.44/2009, “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan


kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009, “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009, “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009, “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau
menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang
tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

4. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien

Pasal 43 UU No.44/2009

1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien


2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien.


Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

5.Manajemen patient safety

Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta
Monitoring dan Evaluasi.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan pada patient safety

a. Di Rumah Sakit

1) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah
sakit.
2) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab
masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
4) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil
solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya
insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite
Keselamatan Rumah Sakit

c. Di Pusat

1) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah
sakit untuk menjaga kerahasiaannya
2) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah
dilakukan oleh rumah sakit
3) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden
bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai
laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
4) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis
dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait
dan rumah sakit lainnya.

8. MONITORING DAN EVALUASI

a. Di Rumah sakit, Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-
unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi, Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat

1) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi


pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
2) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

1.Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Pastient Safety Di Rumah Sakit


1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari
analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.

2.Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Pastient Safety Di Provinsi/Kabupaten/Kota

1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di


wilayahnya
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait
dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit.

3.Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Pastient Safety Di Pusat

1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia
2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring
pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.
a.Budaya Patient Safety
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkanbudayaPatientsafetyini.

1. Put the focus back on safety


Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman
untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf
merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari
rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam
safer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan
pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun
dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do.
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan
langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan
membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan
yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting.
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman
yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang
mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama
pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi
terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua
staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas.
Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat
bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga
harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan
keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan
secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya
akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah
jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum
kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan
terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite
keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien).
Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa
masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh ku kerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-
data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf,
dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai
dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi
dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety.
Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan
kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik,
masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi
dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

TES FORMATIF

1. Ruang lingkup audit lingkungan rumah sakit mencakup aspek manajemen dan aspek
teknis, yang merupakan aspek teknis adalah..
a. Efektivitas Program Lingkungan
b. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
c. Program Distribusi Limbah
d. Pencegahan Pencemaran
2. Limbah padat dapat dimusnahkan dengan menggunakan alat…
a. Autoclave
b. safety box
c. incinerator
d. needle pit

DAFTAR PUSTAKA

 Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum


Kesehatan.
 Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3
 Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University,
Indonesia
 Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
 Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.
 Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National
Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15
November 2006.

MODUL

STANDAR KESELAMATAN PASIEN

PERTEMUAN IV

 100 Menit

PENDAHULUAN
Keselamatan pasien telah menjadi isu global yang sangat penting dilaksanakan oleh
setiap rumah sakit, dan seharusnya menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut
terkait dengan mutu dan citra rumah sakit. Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah
menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu,
yaitu primum non nocere atau first, do no harm . Dengan semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit, sehingga membuat semakin kompleks
prosedur pelayanan kesehatannya dan berpotensi terjadinya KTD (kejadian tidak diharapkan)
atau adverse event ( Depkes, 2008). Mengingat pentingnya masalah keselamatan pasien yang
harus ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan regulasi tentang keselamatan
pasien. Dengan diterbitkannya peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 1691 pada
tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit, mendorong upaya pelayanan kesehatan
yang aman bagi pasien. Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) juga mengembangkan standar
akreditasi rumah sakit yang mengadopsi badan akreditasi internasional JCI (Joint Commission
International) sehingga terbit standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
1. menjelaskan Standar keselamatan pasien
2. memahami standar keselamatan pasien
URAIAN MATERI

Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards”
yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA,
tahun 2002),yaitu:
1. Hak pasienStandarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana &
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2.Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien
adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan
mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga
dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3.Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor &
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD,
& melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah

1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7


Langkah Menuju KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
KP & program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.

Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien
5.Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standarnya adalah

1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan


mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.
6. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

Standarnya adalah

1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk


memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
3) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS
No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil”

Bagi Rumah sakit:

1) Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,


dukungan kepada staf, pasien, keluarga
2) Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
3) Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
4) Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP

Bagi Tim:

1) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
2) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yg tepat
3) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat &
jelas tentang KP di RS anda”

Bagi Rumah Sakit:

1) Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP


2) Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP
3) Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
4) Masukkan KP dlm semua program latihan staf

Bagi Tim:

a. Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP


b.Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
d.Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial
brmasalah”

Bagi Rumah Sakit:

1) Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
2) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
3) Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
1) Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
2) Penilaian risiko pd individu pasien
3) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah
memperkecil risiko tsb
4) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Rumah sakit:
1) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun
ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a. Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
b.Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yg terbuka dg pasien”
Bagi Rumah Sakit
a. Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga
b. Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden
2) Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka
kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:
1) Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
3) Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.
6.Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf
anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
1) Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab
2) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda
analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses
risiko tinggi
Bagi Tim:
1) Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
2) Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman
tersebut
Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan
perubahan pd sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
1) Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko,
kajian insiden, audit serta analisis
2) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf &
kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP
3) Asesmen risiko utk setiap perubahan
4) Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
5) Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
1) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
2) Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
3) Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan

rangkuman

Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam
pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.
Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan antara
lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP
yang telah ditetapkan menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan
memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan menerapkan
kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan menerapkan
komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya,peka,proaktif dan melakukan
penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan,serta mendokumentasikan dengan
benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.

TES FORMATIF

1) Ruang lingkup audit lingkungan rumah sakit mencakup aspek manajemen dan aspek
teknis, yang merupakan aspek manajemen adalah..
a. Efektivitas Program Lingkungan
b. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
c. Program Distribusi Limbah
d. Pencegahan Pencemaran
2) Limbah medis rumah sakit antara lain…
a. Gigi, Veterinary, dan Gizi

b. Laundry, Farmasi, dan Laboratorium

c. Pengobatan, Perawatan, dan Penunjang Medis

d. Veterinary, Farmasi, dan Perawatan

DAFTAR PUSTAKA

 Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif


Hukum Kesehatan.
 Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan
Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
 Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas
University, Indonesia
 Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
 Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.
 Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of
National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara,
Bandung 14-15 November 2006.

MODUL

KRITERIA MONITORING DAN EVALUASI PATIENT SAFETY

PERTEMUAN V

 100 Menit
PENDAHULUAN

Indonesia negeri yang memiliki kepadatan penduduk sangat banyak namun memiliki
akses unit kesehatan yang tidak mampu sampai ke pelosok negeri tercinta ini.Banyaknya
masalah kesehatan yang terjadi hingga banyaknya angka kematian di Indonesia merupaka salah
satu kacamata yang memprihatinkan di negeri ini. Tingginya nagka kematian disebabkan oleh
berbagai factor seperti jauhnya aksese unit kesehatan, terbatasnya saran prasarana, kondisi
ekonomi melihat tingginya biaya kesehatan, dan kesalahan petugas unit kesehatan terkait.
Maraknya mal praktik yang disengaja maupun tidak disengaja baik dari professi kesehatan
apapun membuat pemerintah mengambil kebijakan bahwa perlunya setiapunit kesehatan kecil
ataupun besar mencanangkan program keselamatan pasien atau disebut patient safety. Melihat
tingginya angka kematian dan juga perlunya kesadaran bahwa setiap profesi brtujuan untuk
keselamatan pasien.

Khususnya perawat harus mampu melakukan patient safety. Meskipun belum semua
rumah sakit melakukan hal tersebut. Seperti yang disampaikan oleh M.Natsir,S.Kep.Ns dosen
Akper Pemprov Jateng dalam pembelajaran Management Patient Safety pada Rabu, 4 Maret
2015. Oleh krena itu, penyusun mengambil judul “Monitoring dan Evaluasi Patient Safety” yang
tujuannya agar mampu menambah wawasan pembaca bahwasanya sangatlah penting
mengutamakan keselamatan individu.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah melakukan kegiatan belajar ini mahasiswa mampu


1.Menjelaskan tentang criteria monitoring dan evaluasi patient safety
2.Memahami tentang criteria monitoring dan evaluasi patient safety

URAIAN MATERI

A. Keselamatan Pasien di rumah sakit


Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan yang perlu di tangani segera di rumah
sakit indonesia diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi
rumah sakit di indonesia untuk melaksanakan kegiatan.Keselamatan pasien dirumah sakit
disusun mengacu pada “Hospital Patient Safety Standar” yang di keluarkan oleh Joint commision
on Accreditation of Healt Organization, ilions, USA, tahun 2002 yang di sesuaikan dengan
situasi dan kondisi rumah sakit di indonesia.Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari 7
standar yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepempimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian tujuh standar tersebut di atas sebgai berikut:


Standar I hak pasien
Standar:Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuata rencana pelayanan
c. Dokter penanaggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobata
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinyakejadian tidak di harapkan.

Standar IIMendidik pasien dan keluarga


Standar :Rumahsakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan keperawatan
Kriteria :Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
yang merupakan patner dalam proses pelayanan. Karena itu, dirumah sakit hars ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a. Memeberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui pengetahuan dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. .Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

Standar III Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan


Standar :Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksan, diagnosis, pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar
dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan pada seluruh tahap pelayanan transisi antara unit
pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
menfalisitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi
dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapai proses koordinasi tanpa hambatan aman dan efektif.

Standar IV Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


ptogram peningkatan keslamatan pasien :
Standar :Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data menganalisis secara ntensif
kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik, mengacu pada visi,
misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai
dengan “tujuh langkah menuju keselamatan pasien Rumah sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang anatara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, menegement resiko, ultilisasi, mutu pelayanan, dan
keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua kejadian tidak
diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus rsiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dn keselamatan pasien
terjamin

Standar V Peran Kepemimpinan dalam meningkatkan keslamatan pasien


a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasii program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “tujuh langkah menuju kesehatan pasien
rumah sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program pro aktif untuk identifikasi resiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadiann tidak di harapkan.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi kantor unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber dasar yang adekuat untuk mengukur,mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Terdapat team antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden yang mencakub jens-jenis kejadian yang memerlukan perhatian.
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.

Standar VI Mendidik Staf tentang Keselamatan Pasien


Standar:
a. Rumah sakit memilki proses pendidikan , pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menylenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus memilki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
b. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan kerjasama kelompok dengan
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII:Komunikasi Merupakan Kunci bagi Staf untuk mencapai Kselamatan Pasien
Standar:
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada.

· A.Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petuga pelayanan pasien,kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.Uraian tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit
adalah sebagai berikut:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Langkah penerapan:
A.Bagi rumah sakit:
 Pastikan Rumah sakit memiliki kebijakan yang harus dilakukan staf segera setelah
terjadi insiden.
 Pastikan rumah sakit memilki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bila mana ada insiden
B.Bagi unit atau team:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian
mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan pada team ukuran-ukuran yang dipakai di rumahsakit untuk
memastikan semua laporan dibuat terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta
pelakssnaan tindakan yang tepat.
2.Pimpin dan dukung staf anda
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah
sakit anda,Langkah penerapan :
a. Untuk rumah sakit:
1) Pastikan ada anggota direksi/ pimpinan yang bertanggung jawab atas keselamatan
pasien.
2) Identifikasi ditiap bagian rumah sakit, orang- orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi “ Penggerak” dalam keselamatn pasien.
3) Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi atau pimpinan
maupun rapat- rapat manejemen rumah sakit
4) Memasukkan semua kesalamatan pasien ke dalam semua program latihan staff
rumah sakit dan pastikan ini diikuti dan diukur efektifitasnya.
b.Untuk unit/ tim
1) Nominasikan “ Penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimin gerakan
kesalamatan pasien.
2) Jelaskan kepada tim relefansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan
menjalankan gerkan keselamtan pasien.
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.
3.Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifiksi dan assisment
hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan :
a.Untuk Rumah Sakit
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen resiko klinis,dan
no kilinis serta hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan keselamatan pasien
dan staf
2) kembangkan indikator indikator kinerja bagi sistem pengelolaan resiko yang dapat
di monitor oleh Direksi atau Pimoinan rumah sakit
3) gunakan informasi yang benar dan jelas yang iperoleh dari istem pelaporan insiden
dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap
pasien
b.Untuk Unit/Tim
1) bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu keselamatan
pasien juga memberikan umpan balik kepada managemen yang terkait
2) pastikan ada penilaianb risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
rumah sakit
3) lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptbilitas setiap
risiko dan ambillah langkah-lamngak yang tepautuntuk memeperkecil resiko
tersebut
3.Kembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf ana dengan mudah adapat kejadian atau insiden, serta rumah sakit
mengatur pelapoorankepada komitekeslamatan pasien rumahsakit(KKPRS).
Langkah Penerapan :
a. Untuk rumah sakit :
1) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporamn insiden kedalam maupun
keluar, yangb harus dilaporkan ke KPPRS-PERSI.
2) Untuk Unit/Tim
Berikan semangat kepada rekan kerja untuk secara aktif melaporkan setiap insiden
yang terjadi da insiden yang telah dicegah tetapi tetapterjadi juga, karenamengandung
bahan pelajaran yang penting.

B. Libatkan berkomunikasi dengan pasien Kembangkan cara-cara komunikasi yng terbuka


dengan pasien.
Langkah penerapan :
untuk rumah sakit : pastikan rumah sakit memiliki kebjakan yang sangat jelas menjabarkan cara-
cara komumikasi terbuka tentang insiden dengan apara pasien dan keluargannya
a. Untuk Unit/Tim : Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan
pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden

C. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien,Dorong staf anda untuk
melakukan analisiskan masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
Langkah Penerapan :
a. Untuk Rumh Sakit ; pastikan staf yanmg terkait telah terlatih untuk melakukan kajian
insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
kembangkan kebijakan yang menjabarkan dngan jelas kriteria pelaksanaan analisis akar
masalah (Root cause analysis/RCA) atau failure modes and efects analysis (FMEA) atau
metoda anlisis lain, yang harus menckup semua insiden terjadi dan minimum satu kali per
tahun untuk proses resiko tinggi.
b. Untuk Unit/Tim :
 diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden
 identifikasi unit atau bagaian lain yang mubngkin terkena dampak dimasa depan
dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
 Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien Gunakan informasi
yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem
pelkayanan Langkah Penerapan :
c. Untuk rumah sakit :Gunakan informasi yang benar dan jeklas ytang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untukmnentukan solusi
setempat. Lakukan asesmen resiko untuk setiap perubahan yang direncanakan
sesialisasikan solusi yang dikembanghkan oleh KKPRS-PERSI. Beri umpan balik kepada
staf tentang setiuap tindkan yang diambil atas insioden yang dilaporkan.
d. Unuk Unit/Tim :Libatkan tim and dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat
asuhan pasien menjadi lebih bik dan lebih aman telaah kembali perubahan-perubahan
yang dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya pastikan tim nda menerima umpan
balik atas setiap tindak kanjut tentang insiden yang dilaporkan.
e. KRS:Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong peningkatan spesifik
dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menguraikan tentang solusi atas konsensus berbasis bukti dan keahlian
terhadap permasalahan ini. Dengan pengakuan bahwa desain/rancangan sistem yang baik
itu intrinsik/menyatu dalam pemberian asuhan yang aman dan bermutu tinggi, tujuan
sasaran umumnya difokuskan pada solusi secara sistem, bila memungkinkan.Sasaran juga
terstruktur, sama halnya seperti standar lain, termasuk standar (pernyataan sasaran/goal
statement), Maksud dan Tujuan, atau Elemen Penilaian. Sasaran diberi skor sama seperti
standar lain dengan "memenuhi seluruhnya", "memenuhi sebagian" atau "tidak
memenuhi". Peraturan Keputusan akreditasi termasuk pemenuhin terhadap Sasaran
Keselamatan Pasien sebagai peraturan keputusan yang terpisah.

A. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien


a. Elemen Penilaian SKP.I.
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis
4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan /prosedur
5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi
B. Sasaran II:Peningkatan komunikasi yang efektif
a. Elemen Penilaian SKP.II.
1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah2. Perintah lengkap lisan dan
telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima
perintah
2) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
3) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten

C. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)


a. Elemen Penilaian SKP.III.
1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2) Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
3) Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali
jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4) Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restrict access).

D. Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.


a. Elemen Penilaian SKP.IV.
1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk
identifikasilokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat praoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur "sebelum insisi
/ time-out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di
luar kamar operasi.

E. Sasaran V : Pengurangan Resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


a. Elemen Penilaian SKP.V.
1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient
Safety).
2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Ssasaran VI : Pengurangan Resiko passion jatuh


a. Elemen Penilaian SKP.VI.
1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan
asesmen ulang bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisi.
3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

a) Persi
Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan
utama pelayanan rumah sakit. Namun hal ini tidak mudah dilakukan dewasa ini. Meskipun
rumah sakit telah dilengkapi dengan tenaga medis, perawat, dan sarana penunjang lengkap,masih
sering terdengar ketidak puasan pasien akan pelayanan kesehatan yang mereka terima.
Pelayanan kesehatan dewasa ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan beberapa dasawarsa
sebelumnya. Beberapa faktor yang mendorong kompleksitas pelayanan kesehatan pada masa kini
antara lain:
1. Semakin kuat tuntutan pasien/masyarakat akan pelayanan kesehatan bermutu, efektif,
dan efisien,
2. Standar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran,
3. Latar belakang pasien amat beragam (tingkat pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya),

A.Pelayanan kesehatan melibatkan berbagai disiplin dan institusi.


Situasi pelayanan kesehatan yang kompleks ini seringkali menyulitkan komunikasi antara
pasien dan pihak penyedia layanan kesehatan. Komunikasi yang baik amat membantu
menyelesaikan berbagai masalah sedangkan komunikasi yang buruk akan menambah masalah
dalam pelayanan kesehatan. Di samping komunikasi yang baik, pelayanan kesehatan harus
memenuhi kaidah-kaidah profesionalisme dan etis.Untuk menangkal hal-hal yang berpotensi
merugikan berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit dan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka perlu ditingkatkan kemampuan tenaga kesehatan
menyelesaikan masalah-masalah medis dan non-medis di rumah sakit dan tercipta struktur yang
mendukung pelayanan kesehatan secara profesional dan berkualitas.
Salah satu upaya mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu dan profesional di rumah
sakit adalah dengan memenuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam Kode Etik Rumah Sakit di
Indonesia (KODERSI).Kode Etik Rumah Sakit Indonesia memuat rangkaian nilai-nilai dan
norma-norma moral perumahsakitan Indonesia untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi
setiap insan perumahsakitan yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan rumah sakit
di Indonesia. KODERSI merupakan kewajiban moral yang harus ditaati oleh setiap rumah sakit
di Indonesia agar tercapai pelayanan rumah sakit yang baik, bermutu, profesional dan sesuai
dengan norma dan nilai-nilai luhur profesi kedokteran. KODERSI pertama kali disahkan dalam
Kongres VI PERSI pada tahun 1993 di Jakarta. Dalam perjalannya telah mengalami perbaikan
dan penyempurnaan.
Pada umumnya pedoman yang termuat dalam KODERSI berupa garis besar atau nilai-
nilai pokok yang masih memerlukan penjabaran yang lebih rinci dan teknis. Untuk menjabarkan
KODERSI dan menerapkannya dalam kebijakan rumah sakit maka setiap rumah sakit dianjurkan
membentuk Komite Etik Rumah Sakit (KERS). Sedangkan di tingkat pengurus cabang pusat,
badan etik rumah sakit Indonesia dinamakan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(MAKERSI).
Dalam rangka melengkapi KODERSI maka perlu buat acuan dasar prosedural dalam
bentuk Pedoman Pengorganisasian Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik
Rumah Sakit Indonesia (selanjutnya disingkat Pedoman). Dengan adanya pedoman ini
diharapkan penerapan KODERSI dalam pelayanan perumahsakitan menjadi kenyataan sehingga
rumah sakit di Indonesia mampu mengemban misi luhur dalam meningkatkan derajat kesehatan
dan kesejahteraan rakyat Indonesia
rangkuman

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan yang perlu di tangani segera di rumah
sakit indonesia diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi
rumah sakit di indonesia untuk melaksanakan kegiatan.Keselamatan pasien dirumah sakit
disusun mengacu pada “Hospital Patient Safety Standar” yang di keluarkan oleh Joint commision
on Accreditation of Healt Organization, ilions, USA, tahun 2002 yang di sesuaikan dengan
situasi dan kondisi rumah sakit di indonesia.

TES FORMATIF

1.Definisi sterilisasi adalah…


a. upaya peniadaan semua bentuk mikroorganisme hidup

b. upaya peniadaan semua bentuk mikroorganisme, kecuali spora bakteri

c. upaya peniadaan semua bentuk virus

d. upaya peniadaan semua bentuk bakteri

2.Proses kerja kolam oksidasi dimulai dari…

a. penguraian pematangan stabilisasi

b. penguraian stabilisasi pematangan

c. stabilisasi pematangan penguraian

d. stabilisasi penguraian pematangan

DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3

Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University,
Indonesia

Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005Tim


keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.

MODUL
KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TEAM KESEHATAN
DAN PERAN PERAWAT DALAM PATIENT SAFETY
PERTEMUAN VI

 100 Menit

PENDAHULUAN
Definisi Komunikasi

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan


nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah proses dimana
perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada
klien namun direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry,
2009).Stuart,G.W., & Laraia, 2005 mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik
perawat dan klien menjadi penting dalam mengeksplorasi kebutuhan klien.Komunikasi dalam
kelompok Kozier.,et all (2010) menyampaikan bahwa kelompok adalah dua atau lebih individu
yang berbagi kebutuhan dan tujuan berama, melibatkan satu sama lain ke dalam tindakan yang
mereka lakukan, dan akhirnya bersatu padu serta memisahkan diri dari pihak lain demi kebaikan
interaksi yang mereka lakukan. Kelompok hadir untuk membantu manusia mencapai tujuan yang
tidak dapat dicapai dengan kemampuan individu.

Dinamika kelompok
Komunikasi yang berlangsung antar anggota kelompok dikenal dengan dinamika
kelompok. Tata cara komunikasi ini akan ditentukan oleh sejumlah variabel dan faktor yang
saling terkait. Setiap anggota kelompok akan memberikan pengaruh pada dinamika kelompok,
didasarkan pada motivasi mereka dalam berpartisipasi, kesamaan mereka dengan anggota
kelompok yang lain, kedewasaan anggota kelompok dalam mengespresikan perasaan mereka dan
tujuan kelompok tersebut.

Tipe kelompok layanan kesehatan


Sebagian besar kehidupan perawat dihabiskan dibanyak ragam kelompok, dari dua
hingga organisasi profesional yang besar. Sebagai partisipan kelompok, perawat mungkin
diharuskan menjalani peran yang berbeda baik menjadi anggota atau pemimpin, pemberi saran
atau penerima saran sesuai dengan kapasitasnya. Tipe kelompok layanan kesehatan yang umum
meliputi kelompok kerja, kelompok penyuluhan, kelompok swabantu, kelompok terapi, dan
kelompok pendukung sosial terkait kerja. Kerja profesional dalam kelompok bergantung pada
gaya kepemimpinan, tanggung jawab anggota, tanggung jawab kepemimpinan, dan identifikasi
tugas dalam fase grup berbeda.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa


mampu
a. Untuk Memahami komunikasi antar anggota team kesehatan
b. Mahasiswa mampu menjelaskan peran-peran perawat dalam patient safety

URAIAN MATERI

A.KOMUNIKASI DALAM PATIENT SAFETY


Komunikasi yang efektif antara pasien dan perawat merupakan persyaratan penting di
dalam memberikan perawatan khususnya perawatan berfokus pasien. Petugas kesehatan yang
profesional harus mempunyai keterampilan dan pengetahuan di dalam memberikan pelayanan
Perawatan berpusat pasien,di dalam melakukan kolaborasi interprofessional, pasien safety serta
menggunakan sistem informatika dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien sehingga dapat
meningkatkan kualitas dan keselamatan sistem lingkungan prawatan kesehatan. Seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dunia Keperawatan semakin mudah untuk mewujudkan
profesionalisme dalam pemberian asuhan Keperawatan kepada klien secara cepat, tepat dan
akurat. Tulisan ini berisikan tentang kompetensi keperawatan dalam melakukan komunikasi
yang efektif dalam pemberian pelayanan berfokus pasien guna meningkatkan safety pasien
dengan menggunakan alat komunikasi ( teknologi informasi) dalam melakukan kolaborasi
interprofesionaKeamanan merupakan prinsip yang paling dasar di terapkan dalam pemberian
pelayanan di rumah sakit terutama dalam pemberian pelayanan keperawatan dan merupakan
aspek yang paling diperhatikan karena berkaitan dengan kuantitas dan kualitas yang ada di
rumah sakit.Keselamatan pasien ( patient safety ) merupakan sebuah sistem yang di jumpai di
rumah sakit dimana rumah sakit membuat suatu asuhan yang bertujuan untuk membuat pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak diharapkan
terjadi. Sistem keselamatan pasien meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008)

Adapun Tujuan diterapkannya program keselamatan pasien ( patient safety ) di rumah


sakit adalah guna menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan
akuntabilitas rumah sakit, sertas menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah
sakit, dan terlaksananya program-program dalam melakukan pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.

Oleh karena banyaknya masalah yang berkaitan dengan keselamatan pasien yang di
temukan di rumah sakit, maka di perlukan suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan
rumah sakit di Indonesia dalam menangani keselamatan pasien ( patient safety ). Adapun
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada “Hospital
Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health
Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan juga dengan situasi dan
kondisi yang ada di Indonesia. Penilaian keselamatan yang dipakai di Indonesia pada saat ini
adalah dengan menggunakan instrumen Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Komite
akreditasi RS ( KARS, 2012 Departemen Kesehatan RI telah membuat dan menerbitkan satu
buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) yang di dalamnya
terdapat 7 standar yang membahas tentang keselamatan pasien pada tahun 2008 yakni: Hak
pasien, Mendididik pasien dan keluarga, Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,
Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien, Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien,
Mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan dalam hal ini Komunikasi merupakan kunci bagi
staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional dan merupakan tenaga kesehatan
terbesar yang ada di rumah sakit mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan
keselamatan pasien. Perawat berperan dalam melindungi, melakukan promosi dan mencegah
terjadinya sakit dan injury, mengurangi penderitaan melalui diagnosa dan pengobatan , serta
melindungi dalam perawatan terhadap individu, keluarga, komunitas dan populasi ( ANA,
2003). Dari pengertian tersebut dapat di rumuskan bahwa perawat mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mewujudkan Patient safety di rumah sakit yaitu sebagai pemberi
pelayanan keperawatan, perawat harus mematuhi semua standar pelayanan dan SOP yang telah
dibuat dan ditetapkan oleh rumah sakit serta tidak luput pula dalam menerapkan prinsip-prinsip
etik dalam pemberian pelayanan keperawatan, memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarga tentang asuhan yang diberikan, menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal
dalam pemberian pelayanan kesehatan, peka dan proaktif dalam melakukan penyelesaian
masalah terhadap kejadian yang tidak diharapkan, melakukan pendokumentasian dengan benar
dari semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga serta komunikasi
efektif yang merupakan hal yang sangat berperan terhadap keberhasilan suatu pelayanan yang
diberikan kepada pasien dan keluarganya.Komunikasi efektif yang dilakukan antara pasien dan
perawat merupakan syarat yang penting dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama
pelayanan keperawatan yang berfokus kepada pasien. Komunikasi merupakan salah satu standar
dalam praktek keperawatan profesional terutama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasein begitu pula yang di gambarkan America Nurse Association ( ANA, 2010) kompetensi
profesional dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor dan kemampuan melakukan
diagnosa klinik melainkan kemampuan dalam melakukan komunikasi interpersonal. Diperlukan
pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi di dalam memberikan Pelayanan berpusat pada
pasien ( Patient centered care ), kolaborasi interpersonal dan informatika dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasien, meningkatkan kualitas dan keselamatan dalam sistem lingkungan
perawatan kesehatan.

Dibutuhkan alat komunikasi dan sistem informatika dalam melakukan komunikasi yang
efektif sehingga pelayanan keperawatan berfokus pasien dapat diberikan secara profesional serta
mengurangi kejadian yang tidak dinginkan terjadi. Dengan adanya sistem informasi dan
teknologi informatika, tenaga keperawatan profesional dapat mendiskusikan pelayanan
kesehatan dengan tenaga profesional lain tanpa melakukan tatap muka misalnya melalui e- mail,
maupun telephone Sehingga hal tersebut sangat memudahkan pihak tenaga profesional dalam
memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan.Cronenwett, et all., 2007, Cronenwett.,
2009 mengatakan bahwa Informatika merupakan penggunaan teknologi informasi dalam
melakukan komunikasi, , mengelola pengetahuan, mengurangi kesalahan dan sebagai alat
pendukung dalam pengambilan keputusan, selain itu perawat juga menggunakan teknologi
informasi untuk memberikan pengajaran kesehatan dan promosi kesehatan serta informasi
pencegahan penyakit kepada pasien dengan berbagai cara ( AACN, 2011).yaitu bisa dengan
menggunakan e-Health ataupun IT.

Peran perawat dalam patient safety:Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien
bebas dari harm (cedera) yang termasuk didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis,
sosial, penderitaan, cacat, kematian, dan lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya terjadi atau
cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2007).

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
(Depkes R.I. 2006).
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) terdiri dari sistem pelaporan insiden,
analisis, belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk
menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan pasien, pengembangan
toksonomi: konsep, klasifikasi, norma, istilah dan sebagainya. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanankan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan


mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang
ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak
dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety di rumah sakit
adalah sebgai berikut:

a) Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah diakui sebagai hal penting dalam menentukan arah organisasi,
mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan organisasi yang efektif.
Pemimpin mengubah keadaan dengan terlebih dahulu memeriksa situasi saat ini, melihat ke
depan untuk kemungkinan masa depan dan mengenali area untuk perbaikan. Mereka kemudian
menciptakan sistem baru atau mengubah sistem dalam hal perbaikan. Kebanyakan sistem yang
sistematis membahas masalah keselamatan pasien dan peningkatan kualitas telah
mengidentifikasi peran penting bagi kepemimpinan di bidang keselamatan pasien dan kualitas
pelayanan. Kunci peran kepemimpinan di tingkat nasional untuk keselamatan pasien adalah
pengetahuan, pengembangan dan pembelajaran dan promosi praktek yang baik yang telah
ditugaskan, baik dalam lembaga nasional atau sebuah rumah sakit (The Comission on Patient
Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).Dasar dari perubahan organisasi untuk budaya
patient safety, komitmen pemimpin merupakan elemen yang sangat penting dalam usaha untuk
meningkatkan mutu dan safety. Pemimpin harus mempromosikan patient safety sebagai inti dari
partisipasi pada aktivitas patient safety. Pemimpin harus melakukan perubahan seperti
melakukan perubahan seperti kebijakan melaporkan tindakan kesalahan tanpa hukuman dan
merahasiakan pelapor (Bates, Gandhi & Frankel, 2003).Jajaran direksi, manajer, dan ketua
pelayanan klinis bersama-sama dengan serius, visible dan komitmen tinggi harus membuat
sistem pelayanan yang konsisten bermutu tinggi. Komitmen tersebut dapat dimulai membuat
tujuan dan misi rumah sakit serta strategi yang diterapkan sesuai dengan peningkatan kualitas
dan safety (Kovner dan Neuhauser, 2004).

b) Individu

Ada tiga dimensi penting tenaga kesehatan professional yang harus dinilai dalam organisasi
untuk meningkatkan safety dan mutu. Pertama, pemimpin harus memastikan bahwa
menempatkan pekerja dengan benar agar performa kerja yang dihasilkan sesuai dengan tujuan.
Kedua, pemimpin harus memastikan pekerja yang dimiliki mempunyai keterampilan untuk
menjalankan fungsinya sehingga pelayanan yang diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit
harus dapat mengadakan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan para staf. Ketiga, rumah sakit membutuhkan tim yang dapat bekerja secara efektif.
Kerjasama tim berarti setiap anggota mengetahui bahwa dirinya adalah tim, mengetahui tugas
dan tanggungjawabnya dalam tim, dan dapat saling membantu dalam tim (Kovner dan
Neuhauser, 2004).
1) Pengetahuan Perawat tentang Patient Safety
Menurut Notoatmodjo, (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan tentang patients
safety atau kognitif tentang patients safety mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).Pengetahuan perawat
tentang patient safety sangat penting untuk mendorong pelaksanaan program patient safety.
perawat harus mengetahui pengertian patient safety, unsur-unsur yang ada dalam patient safety,
tujuan patient safety, upaya patient safety serta perlindungan diri selama kerja. Program patient
safety merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Di
dalam sistem tersebut meliputi penilaian risiko seperti risiko jatuh atau infeksi silang, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden atau
kejadian tidak diharapkan, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (DepKes RI, 2006). Program patient
safety tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
dan meningkatkan pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pelayanan yang diberikan kepada
pasien (DepKes RI, 2006).
2) Sikap Perawat tentang Patient Safety
Sikap dapat dianggap suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif
atau negatif terhadap suatu obyek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Dengan kata lain,
sikap perlu penilaian, ada penilaian positif, negatif dan netral tanpa reaksi afektif apapun
(Maramis, 2009).Berkaitan dengan pengertian diatas pada umumnya pendapat yang banyak
diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu
komponen kognitif, yaitu komponen yang berisikan informasi yang dimiliki seseorang tentang
orang lain atau benda (objek dari sikapnya); komponen afektif, yaitu komponen yang berisikan
perasaan-perasaan seseorang terhadap suatu objek; dan komponen perilaku, yaitu komponen
yang berisikan cara yang direncanakan seseorang untuk bertindak atau berperilaku terhadap
objek (Muchlas, 2008).Perawat harus menunjukkan sikap yang positif dalam mendukung
program patient safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan secara aman. Sikap
mendukung pencegahan penularan penyakit. Mencuci tangan adalah salah satu komponen
precaution standard yang efektif dalam mencegah transmisi infeksi. Selain itu penggunaan alat
pelindung diri seperti sarung tangan dan masker untuk mencegah risiko kontak dengan pathogen
(WHO, 2007).
Kerja sama tim sangat dibutuhkan dalam peningkatan keselamatan pasien. Prisip komunikasi
terbuka antar tenaga kesehatan dalam praktik professional. Adanya mekanisme monitor dan
evaluasi terhadap implementasi pelayanan yang diberikan kepada pasien. Prinsip komunikasi
terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien dan keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang
tidak diharapkan. Pasien berhak mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kejadian tidak
diharapkan. Rumah sakit harus memastikan ada program konseling kepada pasien dan juga
keluarganya setelah terjadi kejadian tidak diharapkan (The Comission on Patient Safety and
Quality Assurance of Irlandia, 2008).
3) Budaya
Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety. Tujuan utama dalam
perubahan budaya adalah transparansi sistem, yang didefinisikan sebagai kesediaan penyedia dan
pasien untuk secara terbuka dan nyaman mengekspresikan keprihatinan mereka tentang
pemberian perawatan dengan cara mengidentifikasi kekurangan dan mengarah ke penghapusan
kesalahan, mitigasi, atau manajemen yang tepat. Perubahan budaya, dan peningkatan dalam
identifikasi hal itu penting dalam rangka untuk kemudian dapat mengidentifikasi dan
memperbaiki sistem perawatan (Bates, Gandhi & Frankel, 2003).
Dalam arti negatif masalah budaya merujuk pada profesional dan sikap dan perilaku yang
organisasi biasanya ditandai dengan resistensi terhadap intervensi dengan otonomi klinis dan
kemampuan manajerial, dan antipati terhadap perubahan. Sebaliknya, budaya keselamatan suatu
organisasi dapat digambarkan sebagai produk dari nilai-nilai individu dan kelompok, sikap,
persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang menentukan komitmen untuk, dan gaya dan
kemampuan dari suatu organisasi manajemen kesehatan dan manajemen keselamatan. Organisasi
dengan budaya keselamatan yang positif dicirikan oleh komunikasi saling percaya, oleh persepsi
bersama pentingnya keselamatan, dan oleh kepercayaan dalam keberhasilan langkah-langkah
pencegahan (The Comission on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).
Program patient safety dengan jelas didefinisikan dalam tujuan, personel rumah sakit, dan
anggaran. Yang melatarbelakangi budaya patient safety adalah pembelajaran lingkungan tentang
masalah kualitas dan safety pelayanan. Pembelajaran lingkungan ini harus didukung oleh semua
sumber daya yang ada untuk memonitor dan mengevaluasi error atau ketidaksesuaian dalam
pemberian pelayanan. Hal ini akan memerlukan komunikasi antar staf, termasuk pelaporan error
atau kesalahan, kondisi bahaya, atau kendala lain dalam mutu pelayanan. Hal ini juga akan
memunculkan inovasi dan pembelajaran bersama melalui kolaborasi dan pembandingan (Kovner
dan Neuhauser, 2004).
4) Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain proses pelayanan dan
ketersediaan infrastruktur informasi. Pekerjaan dapat dirancang untuk menghindari
ketergantungan pada memori dengan menggunakan fungsi yang memandu pengguna untuk
tindakan yang tepat atau keputusan berikutnya, penataan tugas penting sehingga kesalahan tidak
dapat dibuat, menyederhanakan proses dan standarisasi proses kerja di seluruh unit yang ada
(Kovner dan Neuhauser, 2004).Informasi berkualitas tinggi harus menjadi inti dari pengambilan
keputusan kesehatan di semua tingkat, dari perawatan pasien individu untuk perencanaan dan
pengelolaan pelayanan di tingkat lokal dan nasional. Namun, akses ke informasi dalam kesehatan
sering terbatas dan terfragmentasi. Catatan pasien di banyak daerah perawatan yang berbasis
kertas atau, jika komputerisasi, yang dalam format yang tidak dapat dibagi dengan mudah antara
penyedia layanan. Informasi manajemen dikumpulkan dalam kesehatan biasanya untuk tujuan
keuangan atau administrasi bukannya diarahkan pada hasil perawatan klinis dan keselamatan dan
kualitas pelayanan (The Comission on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).
5) Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman dan efektif yang
diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi dari lingkungan fisik dan pengaturan
di mana perawatan diberikan. Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan perawatan pasien
harus memenuhi persyaratan aman, perawatan berkualitas tinggi dengan mempertimbangkan hal
berikut (The Comission on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008):
1) Memaksimalkan kenyamanan dan martabat pasien.
2) Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional.
3) Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan pengunjung.
4) Meminimalkan risiko infeksi.
5) Meminimalkan risiko efek samping lain seperti jatuh atau kesalahan pengobatan.
6) Mengelola transportasi pasien.
7) Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu dan
persyaratan perencanaan pelayanan selanjutnya.

A. Langkah-Langkah Patient Safety


Pelaksanaan patient safety meliputi:
a. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS yaitu (Daud, 2007):
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names).
2) Nama obat yang mirip dan membingungkan merupakan salah satu penyebab
terjadinya kesalahan obat. Rekomendasinya adalah memperbaiki penulisan
resep dengan cara memperbaiki tulisan tangan atau membuat resep elektronik.
Obat yang ditulis adalah nama dagang dan nama generik, dosis, kekuatan,
petunjuk pemakaian, dan indikasinya untuk membedakan nama obat yang
terdengar atau terlihat mirip.
3) Pastikan identifikasi pasien.Cek ulang secara detail identifikasi pasien untuk
memastikan pasien yang benar sebelum dilakukan tindakan. Libatkan pasien
dalam proses identifikasi. Pada pasien koma, kembangkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) pendekatan non-verbal biometric.
4) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.Alokasi waktu yang cukup
pada patugas untuk bertanya dan memberi respon. Repeat back dan read back
yaitu penerima informasi membacakan ulang informasi yang telah ditulisnya
untuk memastikan bahwa informasi telah diterima secara benar.
5) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.Verifikasi pada tahap
pre-prosedur untuk pasien yang dimaksud, prosedur, sisi dan jika ada implant
atau protesis. Tugas petugas dalam memberikan tanda agar tidak terjadi salah
persepsi serta harus melibatkan pasien. Melakukan time out pada semua
petugas sebelum memulai prosedur.
6) Kendalikan cairan elektrolit pekat.Memonitor, meresepkan, menyiapkan,
mendistribusi, memverifikasi, dan memberikan cairan pekat seperti Potasium
Chloride (KCL) sesuai rencana agar tidak terjadi KTD. Standarisasi dosis, unit
pengukuran, dan terminology merupakan hal yang penting dalam penggunaan
cairan pekat. Hindari pencampuran antar cairan pekat.
7) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.Kesalahan yang
sering timbul adalah saat peresepan dan pemberian obat. Rekonsiliasi obat
adalah salah suatu proses yang dirancang untuk mencegah kesalahan
pemberian obat saat pengalihan pasien.
8) Hindari salah kateter dan salah sambung slang.Solusi terbaik adalah
mendesain alat yang mencegah salah sambung dan tepat digunakan untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang baik.
9) Gunakan alat injeksi sekali pakai.Salah satu kekhawatiran adalah tersebarnya
virus HIV, virus hepatitis B, virus hepatitis C akibat penggunaan jarum suntik
yang berulang. Kembangkan program pelatihan untuk petugas kesehatan
mengenai prinsip pengendalian infeksi, penyuntikan yang aman, dan
manajemen limbah benda tajam.
10) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.Bukti
nyata bahwa kebersihan tangan dapat menurunkan insiden infeksi nosokomial.
Kebijakan yang mendukung adalah tersedianya air secara terus menerus dan
tersedianya cairan cuci tangan yang mengandung alkohol pada titik-titik
pelayanan pasien.

b. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi staf Rumah
Sakit (DepKes RI, 2006):
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil.
2) Pimpin dan dukung staf RS, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan
jelas tentang keselamatan pasien di RS.
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang potensial
bermasalah.
4) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf dapat dengan mudah melaporkan
kejadian/insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS.
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itu timbul.
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan
rangkuman

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah
rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan
sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat
ini digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Join
Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Penilaian keselamatan yang dipakai
Indonesia saat ini dilakukan dengan menggunakan instrumen Akreditasi Rumah Sakit yang
dikeluarkan oleh KARS. Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) edisi kedua pada tahun2008 yang terdiri dari
dari 7 standar, yakni:
1) Hak pasien
2) Mendididik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien

TES FORMATIF

1. Ruang lingkup audit lingkungan rumah sakit mencakup aspek manajemen dan
aspek teknis, yang merupakan aspek manajemen adalah..
a. Efektivitas Program Lingkungan

b. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


c. Program Distribusi Limbah

d. Pencegahan Pencemaran

2. Urutan struktur yang benar dalam sistem manajemen lingkungan rumah sakit dari
atas ke bawah adalah…

a. Manajemen Lingkungan Lingkungan Sanitasi IPSRS Rumah Tangga

b. Rumah Tangga IPSRS Sanitasi Lingkungan Manajemen


Lingkungan

c. Manajemen Lingkungan Lingkungan Sanitasi Rumah Tangga IPSRS

d.IPSRS Rumah Tangga Sanitasi Lingkungan Manajemen Lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

.
Christian CK, Gustafson ML, and Roth EM, A prospective study of patient safety in the
operating room. . Surgery, 2006. 139: p. 159-173.
Levinson W, et al., Physician-patient communication: the relationship with malpractice
claims among primary care physicians and surgeons. JAMA, 1997. 277: p. 553-559.
Hickson GB, et al., Factors that prompted families to file medical malpractice claims
following perinatal injuries. JAMA, 1992. 267: p. 1359-1363.
Neff KE, Understanding and managing physicians with disruptive behavior, in
Enhancing physicians performance: advance principles of medical management,Depkes
RI. 2008. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Choo, J. Hutchinson, A., & Bucknall, T. 2010. Nurses’ Role in Medication Safety.
Journal of Nursing Management.
Hughes, Ronda. G.(2008). Patient Safety and Quality an Evidence Based Handbook of
Nurses. Rockville MD : Agency for Healthcare Research and Quality Publications,
diakses 20 Oktober 2014, http://www.ahrg.gov/QUAL/nursehdbk.

MODUL

KEBIJAKAN YANG MENDUKUNG KESELAMATAN PASIEN DAN MONITORING


DAN EVALUASI PATIENT SAFETY

PERTEMUAN VII

 200 Menit

PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi yang
sangat komplek karena padat modal, padat tehnologi, padat karya, padat profesi, padat sistem,
dan padat mutu serta padat resiko sehingga tidak mengejutkan bila kejadian tidak
diinginkan/KTD akan sering terjadi dan akan berakibat pada terjadinya injuri atau kematian pada
pasien.Dalam proses pemberian layanan kesehatan dapat terjadi kesalahan berupa kesalahan
diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta kesalahan sistem lainnya. Berbagai kesalahan tersebut
pada akhirnya berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Hal ini berarti bahwa kesalahan
dapat mengakibatkan cedera dan dapat pula tidak mengakibatkan cedera terhadap
pasien.Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan
dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas. Keselamatan pasien (patient
safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.Hampir setiap
tindakan medik menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan
prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine
(1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as
intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of
planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang
telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan)
atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu
kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi,
karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul
reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).Adverse Event atau
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang
tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi;
tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode
penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak
adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain.Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang
ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak
dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa


mampu
1. Menjelaskan tentang Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
2. Mampu memahami Monitorang dan evaluasi patient safety
3. Menjelaskan kebijakan-kebijakan dan pasal-pasal yang mengatur di dalam
kebijakan manajemen patient safety

URAIAN MATERI

A.Kebijakan Yang Mendukung Patient Safety


1) Pasal 43 UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
2) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
3) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
4) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
5) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.Pemerintah
bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan
pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
6) Kebijakan Departemen Kesehatan tentang keselamatan pasien rumah sakit
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.
e. Kebijakan patient safety di rumah sakit antara lain
f. Rumah Sakit wajib melaksanakan sistim keselamatan pasien.
g. Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan pasien
h. Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
i. Evaluasi pelaksanaankeselamatan pasienakandilakukan melalui programakreditasi
rumah sakit.

B. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Patient Safety


Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action
to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an
aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan
tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien.Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic
seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.Dalam kenyataannya masalah medical
error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang
terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar
yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita
semua.Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur
untuk keselamata obat sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa
dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.Mempertimbangkan
betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik
terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai
bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety
yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.

A.PENGERTIAN PATIENT SAFETY


Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien
di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

B.TUJUAN PATIENT SAFETY


Tujuan “Patient safety” adalah
1.Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2.Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;Menurunnya KTD di
RS
3.Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.

C. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY


Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009 “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
b. Pasal 32n UU No.44/2009 “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian
dalam Pelkes yang diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”

D.Tanggung jawab Hukum Rumah sakit


a. Pasal 29b UU No.44/2009 ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.”
b.Pasal 46 UU No.44/2009 “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/200N “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”

E.Bukan tanggung jawab Rumah Sakit Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “

F.Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. .Pasal 32e UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang
efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

G. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien.


Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b.Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d.Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

A.Monitoring dan evaluasi patient safety


Keselamatan Pasien di rumah sakit Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan
yang perlu di tangani segera di rumah sakit indonesia diperlukan standar keselamatan pasien
rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di indonesia untuk melaksanakan
kegiatan.Keselamatan pasien dirumah sakit disusun mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standar” yang di keluarkan oleh Joint commision on Accreditation of Healt Organization, ilions,
USA, tahun 2002 yang di sesuaikan dengan situasi dan kondisi rumah sakit di indonesia.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari 7 standar yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepempimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Uraian tujuh standar tersebut di atas sebgai berikut:
Standar 1 hak pasien
Standar:Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuata rencana pelayanan
c. Dokter penanaggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobata
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinyakejadian tidak di harapkan.
Standar II :Mendidik pasien dan keluarga
Standar :Rumahsakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan keperawatan
Kriteria :Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
yang merupakan patner dalam proses pelayanan. Karena itu, dirumah sakit hars ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a. Memeberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b.Mengetahui pengetahuan dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d.Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g..Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

Standar III Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan Rumah sakit menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksan, diagnosis, pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar
dari rumah sakit.
b.Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan pada seluruh tahap pelayanan transisi antara unit
pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
menfalisitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi
dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainya.
d.Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapai
proses koordinasi tanpa hambatan aman dan efektif.
Standar IV:Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
ptogram peningkatan keslamatan pasien :
Standar :Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data menganalisis secara ntensif
kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik, mengacu pada visi,
misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai
dengan “tujuh langkah menuju keselamatan pasien Rumah sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang anatara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, menegement resiko, ultilisasi, mutu pelayanan, dan
keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua kejadian tidak
diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus rsiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dn keselamatan pasien
terjamin

Standar V Peran Kepemimpinan dalam meningkatkan keslamatan pasien


a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasii program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “tujuh langkah menuju kesehatan pasien
rumah sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program pro aktif untuk identifikasi resiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadiann tidak di harapkan.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi kantor unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber dasar yang adekuat untuk mengukur,mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Terdapat team antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden yang mencakub jens-jenis kejadian yang memerlukan perhatian.
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.

Standar VI Mendidik Staf tentang Keselamatan Pasien


Standar:
a. Rumah sakit memilki proses pendidikan , pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menylenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus memilki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
b. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan kerjasama kelompok dengan
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
Standar VII
Komunikasi Merupakan Kunci bagi Staf untuk mencapai KselamatanPasien
Standar:
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan internal dan eksternal
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada.

B. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petuga pelayanan pasien,kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.Uraian tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit
adalah sebagai berikut:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Langkah penerapan:
a. Bagi rumah sakit:
1) Pastikan Rumah sakit memiliki kebijakan yang harus dilakukan staf
segera setelah terjadi insiden.
2) Pastikan rumah sakit memilki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bila mana ada insiden.
B.Bagi unit atau team:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka
dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan pada team ukuran-ukuran yang dipakai di rumahsakit untuk memastikan
semua laporan dibuat terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelakssnaan tindakan
yang tepat.

C. Pimpin dan dukung staf anda


Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit
anda.Langkah penerapan :
a.Untuk rumah sakit:
1) Pastikan ada anggota direksi/ pimpinan yang bertanggung jawab atas keselamatan pasien.
2) Identifikasi ditiap bagian rumah sakit, orang- orang yang dapat diandalkan untuk menjadi
“ Penggerak” dalam keselamatn pasien.
3) Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi atau pimpinan maupun rapat-
rapat manejemen rumah sakit
4) Memasukkan semua kesalamatan pasien ke dalam semua program latihan staff rumah
sakit dan pastikan ini diikuti dan diukur efektifitasnya.
b.Untuk unit/ tim
1) Nominasikan “ Penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimin gerakan kesalamatan
pasien.
2) Jelaskan kepada tim relefansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan
menjalankan gerkan keselamtan pasien.
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

D. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko


Kembangkan sistem dan proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifiksi dan assisment hal
yang potensial bermasalah.Langkah penerapan :
a. Untuk Rumah Sakit
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen resiko klinis,dan no
kilinis serta hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf
2) kembangkan indikator indikator kinerja bagi sistem pengelolaan resiko yang dapat di
monitor oleh Direksi atau Pimoinan rumah sakit
gunakan informasi yang benar dan jelas yang iperoleh dari istem pelaporan insiden dan
asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien

b. Untuk Unit/Tim
1) bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu keselamatan pasien juga
memberikan umpan balik kepada managemen yang terkait
2) pastikan ada penilaianb risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah
sakit
3) lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptbilitas setiap risiko
dan ambillah langkah-lamngak yang tepautuntuk memeperkecil resiko tersebut.
E. Kembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf ana dengan mudah adapat kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur
pelapoorankepada komitekeslamatan pasien rumahsakit(KKPRS).Langkah Penerapan :
a. Untuk rumah sakit : Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporamn insiden kedalam
maupun keluar, yangb harus dilaporkan ke KPPRS-PERSI.
b. Untuk Unit/Tim, Berikan semangat kepada rekan kerja untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi da insiden yang telah dicegah tetapi tetapterjadi juga,
karenamengandung bahan pelajaran yang penting.

F. Libatkan berkomunikasi dengan pasien


Kembangkan cara-cara komunikasi yng terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
a. untuk rumah sakit : pastikan rumah sakit memiliki kebjakan yang sangat jelas menjabarkan
cara-carakomumikasi terbuka tentang insiden dengan apara pasien dan keluargannya
b. Untuk Unit/Tim : Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjai insiden. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan
pasien

Dorong staf anda untuk melakukan analisiskan masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
Langkah Penerapan :
a. Untuk Rumh Sakit ;
a) pastikan staf yanmg terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat,
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
b) kembangkan kebijakan yang menjabarkan dngan jelas kriteria pelaksanaan analisis akar
masalah (Root cause analysis/RCA) atau failure modes and efects analysis (FMEA) atau
metoda anlisis lain, yang harus menckup semua insiden terjadi dan minimum satu kali per
tahun untuk proses resiko tinggi.
b. Untuk Unit/Tim :
a) adiskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden
b) identifikasi unit atau bagaian lain yang mubngkin terkena dampak dimasa depan dan
bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien


Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelkayanan.
Langkah Penerapan :
a. Untuk rumah sakit :
Gunakan informasi yang benar dan jeklas ytang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko,
kajian insiden, dan audit serta analisis, untukmnentukan solusi setempat. Lakukan asesmen
resiko untuk setiap perubahan yang direncanakan sesialisasikan solusi yang dikembanghkan oleh
KKPRS-PERSI. Beri umpan balik kepada staf tentang setiuap tindkan yang diambil atas insioden
yang dilaporkan.
b. Unuk Unit/Tim :
Libatkan tim and dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi
lebih bik dan lebih aman telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya pastikan tim nda menerima umpan balik atas setiap tindak kanjut tentang insiden
yang dilaporkan.

c. KRS
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong peningkatan spesifik dalam
keselamatan pasien.Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan
menguraikan tentang solusi atas konsensus berbasis bukti dan keahlian terhadap permasalahan
ini. Dengan pengakuan bahwa desain/rancangan sistem yang baik itu intrinsik/menyatu dalam
pemberian asuhan yang aman dan bermutu tinggi,tujuan sasaran umumnya difokuskan pada
solusi secara sistem, bila memungkinkan Sasaran juga terstruktur, sama halnya seperti standar
lain, termasuk standar (pernyataan sasaran/goal statement),Maksud dan Tujuan,atau Elemen
Penilaian. Sasaran diberi skor sama seperti standar lain dengan "memenuhi seluruhnya",
"memenuhi sebagian" atau "tidak memenuhi".Peraturan Keputusan akreditasi termasuk
pemenuhin terhadap Sasaran Keselamatan Pasien sebagai peraturan keputusan yang terpisah.
Sassaran I : Ketetapan identifikasi pasien
a. Elemen Penilaian SKP.I.
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis
4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur
5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi

Sasaran II : peningkatan komunikasi yang efektif


a. Elemen Penilaian SKP.II.
1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perinta
2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah
3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu di waspadai (high-alert)


a. Elemen Penilaian SKP.III.
1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat
2) Kebijakan dan prosedur diimplementasikanElektrolit konsentrat tidak boleh
disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan
tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
3) Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restrict access).

Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi


a. Elemen Penilaian SKP.IV.
1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat praoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur "sebelum insisi /
time-out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan
4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.

Sasaran V : Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


a. Elemen Penilaian SKP.V.
1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Sasaran VI : Pengurangan resiko pasien jatuh


a. Elemen Penilaian SKP.VI.
1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan
asesmen ulang bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko
2) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
d.Persi
Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan
utama pelayanan rumah sakit. Namun hal ini tidak mudah dilakukan dewasa ini. Meskipun
rumah sakit telah dilengkapi dengan tenaga medis, perawat, dan sarana penunjang lengkap,
masih sering terdengar ketidak puasan pasien akan pelayanan kesehatan yang mereka terima.
Pelayanan kesehatan dewasa ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan beberapa dasawarsa
sebelumnya. Beberapa faktor yang mendorong kompleksitas pelayanan kesehatan pada masa kini
antara lain:
1. Semakin kuat tuntutan pasien/masyarakat akan pelayanan kesehatan bermutu, efektif, dan
efisien,
2. Standar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran,
3. Latar belakang pasien amat beragam (tingkat pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya),
4. Pelayanan kesehatan melibatkan berbagai disiplin dan institusi. Situasi pelayanan
kesehatan yang kompleks ini seringkali menyulitkan komunikasi antara pasien dan pihak
penyedia layanan kesehatan. Komunikasi yang baik amat membantu menyelesaikan
berbagai masalah sedangkan komunikasi yang buruk akan menambah masalah dalam
pelayanan kesehatan.

Di samping komunikasi yang baik, pelayanan kesehatan harus memenuhi kaidah-kaidah


profesionalisme dan etis. Untuk menangkal hal-hal yang berpotensi merugikan berbagai pihak
yang terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit dan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan maka perlu ditingkatkan kemampuan tenaga kesehatan menyelesaikan
masalah-masalah medis dan non-medis di rumah sakit dan tercipta struktur yang mendukung
pelayanan kesehatan secara profesional dan berkualitas. Salah satu upaya mencapai pelayanan
kesehatan yang bermutu dan profesional di rumah sakit adalah dengan memenuhi kaidah-kaidah
yang tercantum dalam Kode Etik Rumah Sakit di Indonesia (KODERSI).
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia memuat rangkaian nilai-nilai dan norma-norma moral
perumahsakitan Indonesia untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi setiap insan
perumahsakitan yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan rumah sakit di Indonesia.
KODERSI merupakan kewajiban moral yang harus ditaati oleh setiap rumah sakit di Indonesia
agar tercapai pelayanan rumah sakit yang baik, bermutu, profesional dan sesuai dengan norma
dan nilai-nilai luhur profesi kedokteran. KODERSI pertama kali disahkan dalam Kongres VI
PERSI pada tahun 1993 di Jakarta. Dalam perjalannya telah mengalami perbaikan dan
penyempurnaan.
Pada umumnya pedoman yang termuat dalam KODERSI berupa garis besar atau nilai-nilai
pokok yang masih memerlukan penjabaran yang lebih rinci dan teknis. Untuk menjabarkan
KODERSI dan menerapkannya dalam kebijakan rumah sakit maka setiap rumah sakit dianjurkan
membentuk Komite Etik Rumah Sakit (KERS). Sedangkan di tingkat pengurus cabang pusat,
badan etik rumah sakit Indonesia dinamakan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(MAKERSI). Dalam rangka melengkapi KODERSI maka perlu buat acuan dasar prosedural
dalam bentuk Pedoman Pengorganisasian Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan
Etik Rumah Sakit Indonesia (selanjutnya disingkat Pedoman). Dengan adanya pedoman ini
diharapkan penerapan KODERSI dalam pelayanan perumahsakitan menjadi kenyataan sehingga
rumah sakit di Indonesia mampu mengemban misi luhur dalam meningkatkan derajat kesehatan
dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
rangkuman

1. Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama
dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan
aman.
2. Indonesia salah satu negara yang menerapkan keselamatan pasien sejak tahun 2005
dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh Persatuan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Dalam perkembangannya Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan menyusun Standar Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit.
3. Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian perlindungan hukum
terhadap semua komponen yang terlibat dalam keselamatan pasien, yaitu pasien itu
sendiri, sumber daya manusia di rumah sakit, dan masyarakat. Ketentuan mengenai
keselamatan pasien dalam peraturan perundang-undangan memberikan kejelasan atas
tanggung jawab hukum bagi semuakomponen tersebut.Mengingat masalah keselamatan
pasien merupakan yang perlu di tangani segera di rumah sakit indonesia diperlukan
standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di
indonesia untuk melaksanakan kegiatan.Keselamatan pasien dirumah sakit disusun
mengacu pada “Hospital Patient Safety Standar” yang di keluarkan oleh Joint commision
on Accreditation of Healt Organization, ilions, USA, tahun 2002 yang di sesuaikan
dengan situasi dan kondisi rumah sakit di indonesia.

TES FORMATIF

1. Pernyataan yang Salah mengenai tujuan dari pasien safety :


a. mengukur risiko
b. identifikasi dan pengelola risiko terhadap pasien;
c. pelaporan dan analisis insiden
d. menghambat solusi

2. Standar keselamatan pasien dibawah ini yang benar


a. Hak pasien
b. Kewajiban perawat
c. Tuntutan pemerintah
d. Menambah beban kinerja staf

DAFTAR PUSTAKA
Balsamo RR and Brown MD. Risk Management. Dalam: Sanbar SS, Gibofsky A,
Firestone MH, LeBlang TR, editor. Legal Medicine. Edisi ke-4. St Louis: Mosby;
1998.
Cahyono JBS. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek kedokteran.
Jakarta: Kanisius; 2008.
Departemen Kesehatan RI. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient
safety). Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.

MODUL

SIKLUS HIDUP,HIDUP MIKROORGANISME DAN CARA PENULARAN NYA

PERTEMUAN IX-X
 200 Menit

PENDAHULUAN

Keselamatan patient safety merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit,
komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan
komponen kritis dari menejemen mutu (WHO, 2004).Keselamatan patient safety merupakan
suatu variable untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang
berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Progam keselamatan pasien bertujuan menurunkan
angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat dirumah
sakit sehingga sangat merugikan baik pasien sendiri dan pihak rumah sakit.
Mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopik sehingga tidak
dapat diliat dengan mata telanjang. Mikroorganisme juga merupakan makhluk hidup yang mudah
beranak pinak dan berpotensi untuk menghasilkan berbagai produk bernilai ekonomis tinggi bagi
manusia, misalnya antibiotic,vaksin, dan enzim. Potensi ini dapat termanfaatkan manakala
manusia dapat membuju mikroorganisme ini guna menghasilkan apa yang diharapkan.
Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat, dan mampu membuat penyakit. Maka dari
itu, keselamatan patien safety dirumah sakit sangat diutamakan dalam segala tindakan atau
aktivitas guna menghindari infeksi nasokomial.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
1. Menjelaskan tentang siklus hidup mikroorganisme dan cara penularan nya
terhadap patient safe
2. Menjelaskan langkah-langkah cara penularan nya terhadap patient
safetyMengetahui tentang pengertian mikroorganisme
3. Mengetahui tentang tujuan patient safety
4. Mengetahui tentang ciri-ciri mikroorganisme (Bakteri)
5. Mengetahui tentang perkembangbiakan mikroorganisme (Bakteri)
6. Mengetahui tentang cara penularan mikroorganisme (Bakteri)
7. Mengetahui tentang Faktor Yang Memengaruhi Pertumbuhan Bakteri
8. Mengetahui tentang Implementasi praktek pencegahan infeksi
9. Mengetahui tentang Waktu untuk mencuci tangan

URAIAN MATERI
Mikroorganisme atau mikroba adalah mikroorganisme yang berukuran sangat kecil (
biasanya kurang dari 1 mm ) sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.
Mikroorganisme seringkali bersel tunggal ( uniselular ) meskipun beberapa protista bersel
tunggal masih terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata
telanjang. Ilmu yang mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi. Orang yang bekerja
dibidang ini disebut mikrobiolog ( Anonymousc, 2009 ).

A. Tujuan Patient safety


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyaraka
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.
B. Ciri-ciri Mikroorganisme, Ciri-ciri utama dari suatu Mikroorganisme dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Morfologi, Mikroba pada umumnya sangat kecil, ukurannya dinyatakan dalam
micrometer. Oleh karena ukurannya yang kecil diperlukan mikroskop untuk melihat
mikroba. Mikroskop yang digunakan tergantung pada kecermatan yang diinginkan
oleh peneliti
2. Kimiawi, Sel terdiri dari berbagai bahan kimia. Bila sel mikroba di beri perlauan
kimiawi, maka sel ini memperlihatkan susunan kimiawi yang spesifik.
3. Biakan, Zat hara yang diperlukan oleh setiap mikroorganisme berbeda, ada
mikroorganisme yang hanya dapat hidup dan tubuh bila diberikan zat hara yang
kompleks (serum, darah). Sebaliknya ada pula yang hanya memerlukan bahan
inorganic saja atau bahan organic (asam amino, karbohidrat, purin, pirimidin,
vitamin, koenzim).
4. Metabolisme, Proses kehidupan dalam sel merupakan suatu rentetan reaksi kimiawi
yang disebut metabolism. Berbagai macam reaksi yang terjadi dalam metabolism
dapat digunakan untuk mencirikan mikroorganisme.
5. Antigenik, Bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh, akan terbentuk antibody yang
mengikat antigen. Antigen merupakan bahan kimia tertentu dan sel mikroba.
6. Genetik, Mikroorganisme memiliki bagian yang konstan dan spesifik bagi
mikroorganisme tersebut sehingga dapat digunakan untuk mencirikan
mikroorganisme.
7. Patogenitas, Mikroba dapat menimbulkan penyakit, kemampuannya untuk
menimbulkan penyakit merupakan cirri khas mikroorganisme tersebut selain itu dapat
pula bekteri yang memakan bakteri lainnya (Bdellovibrio) dan virus (bakteriofag)
yang mengifesi dan menghancurkan bakteri.

C. Perkembangbiakan Mikroorganisme (Bakteri)

Proses atau Cara Perkembangbiakan Bakteri Secara Seksual. Bakteri merupakan


mikroorganisme yang sudah berjuta-juta tahun ditemukan pada tiap-tiap lapisan bumi. Tubuh
bakteri tersusun atas satu sel (uniseluler), oleh karena itu bakteri sangat sensitif terhadap
lingkungan. Lingkungan yang baik membuat laju perkembangan bakteri melesat, sedangkan
apabila lingkungan ekstrim (buruk), bakteri cenderung mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Reproduksi Seksual
Ciri khas reproduksi seksual pada bakteri adalah terjadinya penggabungan gen (genetic
recombination) antar bakteri, hal ini akan meningkatkan keanekaragaman jenis bakteri karena
munculnya variasi baru dari penyatuan gen bakteri ini. Mutasi adalah akibat dari reproduksi ini,
bakteri mengalami perubahan genetik. Pada banyak kasus, mutasi menyebabkan bakteri
mengalami kekebalan terhadap antibiotik. Penyatuan genetik pada reproduksi seksual dapat
diperoleh melalui berbagai cara:
a. Transformasi

Pada metode ini, bakteri mengambil fragment DNA bakteri lain dari lingkungan kemudian
merekontruksi dengan DNA yang ia miliki. Bakteri rekombinan yang terbentuk kemudian akan
melakukan reproduksi secara aseksual untuk menghasilkan spesies bakteri yang sama. Teknik ini
pertama kali ditemukan oleh Fred Griffith pada bakteri penyebab pneumonia (Streptococcus
pneumonia). Ditemukan varian baru dari S. pneumonia berkapsul, penelitian Griffith
menunjukkan bahwa varian baru ini terbentuk hasil dari S. pneumonia tak berkapsul yang
mengambil gen kapsul dari fragmen DNA bakteri lain yang ada di lingkungan sekitarnya. Tidak
semua bakteri mampu melakukan metode ini, hal ini dipengaruhi oleh stuktur morfologi bakteri
tersebut untuk mengambil dan menggabungkan DNA donor. Fragment DNA donor ini dikenal
dengan istilah eksogen, sedang DNA asli bakteri penerima disebut endogen, hasil gabungan dari
dua DNA ini akan menghasikan merozigote.

b. Transduksi

Rekombinasi genetik yang diperantarai oleh bakteriofage virus. Virus bakteriofage adalah
kelompok virus yang menyerang bakteri, virus ini meminjam tubuh bakteri untuk melakukan
reproduksi. Virus bakteriofage membawa DNA dari bakteri yang sebelumnya telah diinfeksi ke
dalam tubuh bakteri lain. Fragmen DNA antar bakteri kemudian akan menyatu (merekombinasi)
sehingga terbentuk Bakteri rekombinan. Penemuan Zander dan Lederberg ini membawa
perkembangan dalam dunia rekayasa genetik. Virus bakteriofage sering digunakan untuk
menyisipkan gen-gen yang diinginkan ke dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan
menghasilkan produk untuk kemaslahatan manusia, seperti pembuatan hormon insulin.

c. Konjugasi

Konjugasi melibatkan dua sel bakteri yang akan secara langsung melakukan transfer genetik.
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Lederberg dan Tatum pada bakteri E.coli. Plasmid
adalah DNA ektstra yang dimiliki oleh beberapa bakteri. Pertukaran ini akan melalui jembatan
konjugan yang dibentuk oleh Bakteri F+ . Bakteri F+ akan memperpanjang pili yang berperan
sebagai jembatan konjugan menembus sel bakteri penerima (F-). Pili ini akan ditarik kembali
setelah plasmid selesai ditransfer. Sebelumnya, bakteri donor (F+) akan mengcopy plasmid,
sehingga terbentuk dua plasmid (asli dan replica). Plasmid replica ini yang akan ditransfer ke
bakteri recipient (F-) sehingga bakteri penerima kini bermutasi memiliki kombinasi gen dari
bakteri F+.

D. Cara penularan mikroorganisme (Bakteri)

Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh,baik pada manusia maupun


hewan,dapat melalui berbagai cara,diantara :
1. Kontak tubuh:Kuman masuk kedalam tubuh melalui proses penyebaran secara langsung
maupun tidak langsung,penyebaran secara lamgsung melalui sentuhan dengan
kulit,sedangkan tidak langsung dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman.
2. Makanan dan minuman:Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi,seperti pada penyakit tifus abdominalis,penyakit infeksi cacing
dan lain lain.
3. Serangga : Contoh proses penyebaran kuman melalui serannga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit saluran
pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.
4. Udara:Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran penyakit
system pernapasan ( penyebaran kuman tuberkolosis) atau sejenisnya.

E. Faktor Yang Memengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan bakteri :

1. Suhu
2. pH medium atau lingkungan hidup
3. Ada tidaknya oksigen
4. Nitrogen
5. Mineral
6. Air.

Beberapa hal di atas sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang selanjutnya


mempengaruhi Siklus Hidup mereka. Kondisi hidup optimal berbeda-beda pada setiap bakteri.
Misalnya, Psychrophiles, berkembang dengan optimal pada kondisi lingkungan yang sangat
dingin, sementara Hyperthermophiles hanya dapat berkembang dengan optimal di lingkungan
yang panas, seperti dasar laut. Allaliphiles membutuhkan lingkungan yang sangat asam
sementara Neutrophiles lebih menyukai tempat-tempat yang tidak asam atau basa,dll.

F. Implementasi praktek pencegahan infeksi


a. Kebersihan tangan
b. Penggunaan Alat Pelindung diri
c. Penanganan Limbah dan benda tajam
d. Pengendalian lingkungan
e. Peralatan perawatan pasien
f. Penanganan linen
g. Penyuntikan yang aman
h. Kesehatan karyawan
i. Etikabat
G. Waktu untuk mencuci tangan
1.Sebelum menyentuh pasien
2.Sebelum tindakan aseptik
3.Sesudah terkena cairan tubuh
4.Sesudah kontak dengan pasien
5.Sesudah dari lingkungan pasien

Kasus
Tn.A sudah dirawat di Rumah Sakit Persahabatan selama 7 hari dengan penyakit DHF.
Pada pasca perawatan keadaan Tn.A sudah ada perkembangan dihari ke-7, Perawat B mau
mengambil sample darah untuk pengecekan trombosit. Dan Perawat B lupa mencuci tangan
sebelum melakukan tindakan. Karena sebelumnya Perawat B mengganti spray Pasien C tidak
menggunakan sarung tangan. Dihari ke-8 kondisi Tn.A menurun lagi karena mikroorganisme
yang dibawa oleh perawat B.Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien Tn.A terkena
infeksi mikroorganisme yang ditandakan dengan turunnya imunitas tubuh, karena Perawat B
lupa mencuci tangan sehabis mengganti sprey pasien C ketika ingin mengambil sample darah
untuk pengecekan trombosit.
Manajemen Patient Safety

 Sebelum melakukan tindakan seharusnya perawat B mencuci tangan terlebih dahulu


 APD pasien B seharusnya menggunakan handscoon untuk mencegah infeksi
(kuman,bakteri)

B. Cara penularan
Cara Penularan Mikroorganisme

1. Bakteri

Pada banyak kasus bakteri keluar dari tubuh melalui rute masuk, tetapi terdapat
pengecualian. Bakteri penyebab gastroenteritis memperoleh akses melalui mulut dan keluar dari
tinja sehingga dikatakan menyebar melalui rute fekal-oral. Mikroorganisme disebarkan dari satu
individu ke individu berikutnya melalui kontak langsung dan tidak langsung. Penyebaran juga
dapat terjadi melalui udara, makanan, air yang tercemar, dan melalui serangga
a. Kontak

Kontak adalah rute utama penyebaran kuman di rumah sakit dan juga mungkin di
masyarakat. Di rumah sakit, bakteri disebarkan terutama melalui tangan staf karena mereka
sering menangani pasien dan peralatan, sehingga terjadi peningkatan kemungkinan infeksi-
silang. Hubungan antara mencuci tangan dan penurunan angka infeksi pertama kali dibuktikan
oleh Ignaz Semmelweiss dalam serangkaian studi epidemiologi pada tahun 1940-an (Newson,
1993).
Di masyarakat, terdapat bukti bahwa banyak patogen yang dahulu diperkirakan menyebar
melalui percikan ludah ternyata menyebar melalui kontak (Worsley et al., 1994). Stimulasi
laboratorium membuktikan bahwa individu lebih besar kemungkinannya terjangkit infeksi
saluran nafas setelah berkontak dengan tangan dan benda (fomites) yang tercemar oleh virus
daripada setelah terpajan pada aerosol yang mengandung virus (Gwaltney et al., 1978).
Diperkirakan bahwa batuk dan bersin menyebabkan pengeluaran percikan ludah terinfeksi yang
mengendap ke berbagai permukaan, termasuk busana, di lingkungan sekitar. Bakteri kemudian
dipindahkan oleh tangan ke benda lain (Peralatan makan minum, pegangan pintu, dsb), mencapai
korban baru setelah tangan mereka kemudian tercemar. Virus mencapai hidung dan konjungtiva
saat wajah tersentuh higiene tangan dapat mengurangi insiden infeksi saluran nafas atas. (Leclair
et al1987).
Demikian juga, rotavirus yang menyebabkan muntah dan diare, walaupun keluar melalui
percikan ludah, tampaknya disebarkan melalui kontak tangan. Pada studi insiden eksperimen
yang dilakukan di tempat penitipan anak, dibuktikan bahwa terjadi penurunan angka infeksi saat
mencuci tangan diperkenalkan pada anak dan petugas yang merawatnya (Black et al., 1981).
Perlu diingat bahwa mencuci tangan adalah cara yang mudah dan hemat untuk infeksi (Gould,
1997;May, 1998).

b. Penyebaran melalui udara

Penyebaran melalui udara terjadi hanya dalam jarak yang pendek untuk patogen positif-
gram dan untuk infeksi virus misalnya cacar air. Kajian ekstensif terhadap literatur memastikan
bahwa infeksi silang melalui rute ini tidak lazim diluar lingkungan beresiko tinggi misalnya
ruang operasi dan unit luka bakar (ayliffe dan lowbury., 1982). Diruang operasi, skuama kulit
yang penuh dengan stafilococcus memperoleh akses ke jaringan yang terbuka, sering dengan
mendarat di duk dari udara. Kuman mungkin berasal dari pasien atau petugas yang hadir. Rute
melalui udara juga penting di unit luka bakar. Kulit adalah pertahanan utama terhadap bakteri,
dan apabila kulit tidak lagi utuh maka pasien menjadi sangat rentan terhadap infeksi.

c. Makanan dan air yang tercemar

Makanan yang tercemar cepat berfungsi sebagai kendaraan bagi bakteri. Infeksi seperti
ini terjadi higiene yang buruk di rumah, restoran, tempat penjualan capat saji, toko, dan pabrik
(North, 1989; Hobbs dan Roberts 1993). Pada sebagian besar kasus, pencemaran terjadi melalui
tangan. Salmonella yang mencemari jari tangan dan sumber makanan yang tercemar dapat
bertahan dari pencucian tangan. Dengan demikian penyebarah terjadi melalui rute fekal-oral.
Penyebaran melalui air terjadi di daerah dengan sanitasi yang buruk. Kolera bersifat endemik di
seluruh negara yang sedang berkembang termasuk asia dan kejadian luar biasa di inggris.
Thypoid juga ditularkan melalui air yang tercemar. Penyakit Legionnaire (Disebabkan oleh
Legionella pneumophila) menyebar melalui aerosol yang tercemar (Woo et al., 1986); kejadian
luar biasa penyakit ini pernah terjadi di inggris.

d. Vektor serangga

Vektor serangga menyebarkan infeksi melalui penularan mekanis dan biologis. Penularan
mekanis terjadi apabila patogen di pindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain melalui permukaan
serangga, sering dengan kakinya. Lalat rumah berlaku sebagai vektor mekanis untuk Shigella. Di
rumah sakit, lalat, semut pharaoh, dan artropoda lain mungkin mengangkut bakteri patogenik di
dalam lingkungan klines (Fotedar et al., 1992).
Penularan biologis melibatkan interaksi kompleks antara patogen dan vektor. Plasmodium,
organisme penyebab malaria, berkembang biak di dalam usus nyamuk dan meningkatkan jumlah
protozoa yang tersedia untuk dosis infeksi. Penularan terjadi saat serangga menggigit penjamu
manusia.
e. Resevoar infeksi

Resevoar infeksi terbentuk apabila kondisi yang menguntungkan mendorong


pertumbuhan dan reproduksi sejumlah besar bakteri. Resevoar dapat terbentuk di kulit petugas
atau pasien sehingga terjadi infeksi-silang. Peran resevoar lingkungan terhadap infeksi silang
bergantung pada situasi. Suatu reservoar bakteri yang besar dalam suatu drain kecil
kemungkinannya berperan dalam infeksi nosokomial (infeksi yang diperoleh di rumah sakit)
karena hanya sedikit kesempatan terjadinya pemindahan ke individu lain yang rentan tetapi
apabila reservoar melibatkan benda-benda yang mungkin berkontak dengan pasien atau petugas,
maka resiko akan meningkat. Penelitian epidemiologis telah berperan banyak dalam
meningkatkan pemahaman kita tentang resiko infeksi dan pengembangan petunjuk pengendalian
infeksi untuk mengurangi penyebaran penyakit. Penelitian tersebut memberikan sangat banyak
bukti bahwa apabila pasien mengalami infeksi atau terkolonisasi, maka organisme penyebab
berasal dari orang lain dan bukan dari tempat jauh di lingkungan.

Knight dan Kotschevar (2000 : 277 ) mikroorganisme dibagi menjadi :

1. Bakteri

Bakteri biasanya menyebabkan penyakit pada manusia. Dalam perkembangannya bakteri


membutuhkan makanan, udara yang lembab, dan pada temperatur yang tepat. Contoh : Eccerecia
Coli, Staphylococcus dan Diphtheria bacilus.

2. Virus

Organisme hidup yang paling kecil adalah virus. Ada beberapa virus yang tidak bisa
dilihat, walaupun sudah menggunakan mikroskop. Biasanya virus ini menyebar lewat media air
dan makanan. Sebagai contoh, virus hepatitis. Sedangkan virus polio, menyebar lewat makanan
atau susu.

3. Parasit

Sebagai contoh Endamoeba histolytica adalah parasit yang hidup di air, minyak, buah
atau sayuran dan makanan yang lain.
4. Jamur

Jamur di sini dimaksudkan adalah jamur dengan kategori fungi. Biasanya jamur ini tidak
menyebabkan penyakit, tetapi menyebabkan kerusakan pada makanan. Sebagai contoh, jamur
yang ditemukan pada permukaan daging, bisa dibuang bagian daging tersebut tanpa harus
membuang semua daging.

5. Ragi

Sama dengan jamur, ragi juga tidak menyebabkan penyakit, tetapi menyebabkan
kerusakan pada makanan. Ragi biasanya bereaksi jika ada karbondioksida. Ragi biasanya
digunakan dalam pembuatan minuman alcohol dan pembuatan roti.

C. Jenis Organisme Penyakit

1. Virus

Virus adalah parasit yang bukan merupakan mahluk hidup namun memiliki materi
genetik berupa asam nukleat (DNA/RNA) yang membutuhkan keberadaan
sel prokariot atau eukariot yang hidup untuk melakukan replikasi atau perbanyakan dari asam
nukleat tersebut. Virus dapat menginfeksi binatang, manusia, tanaman, fungi, bakteri, protozoa,
serangga dan hampir semua jenis mahluk hidup. Mikroorganisme pertama yakni virus, dimana
virus sendiri merupakan parasit yang berukuran mikroskopik yang dapat menginfeksi sel
organisme biologis. Virus disebut sebagai parasit karena virus tidak memiliki kemampuan untuk
bereproduksi sendiri sehingga menginvasi dan memanfaatkan sel-sel makhluk hidup untuk
melakukan reproduksi. Sampai dengan saat ini tidak ada makhluk hidup yang mampu bertahan
terhadap serangan virus, termasuk juga manusia. Karena saat virus menyerang tubuh manusia,
maka virus tersebut akan menyusup ke beberapa sel tubuh untuk kemudian menguasainya serta
memaksa sel yang diinvasinya untuk memproduksi bagian-bagian yang dibutuhkannya untuk
melakukan reproduksi, yang akhirnya sel-sel tersebut dibasmi oleh virus tersebut. Contoh virus
yang menyerang bakteri adalah bacteriophage yang menyerang Escherichia coli. Sementara pada
manusia contohnya adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan
penyakiten Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Beberapa jenis penyakit lainnya
yang diakibatkan oleh virus seperti influenza, HIV/AIDS, campak, herpes, rabies, ebola,
polio dan lain sebagainya

2. Bakteri

Bakteri mampu menduplikasikan atau memperbanyak dirinya sendiri dalam waktu kurang
dari 20 detik. Untuk bakteri sendiri ternyata dapat mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan dengan kadar yang ringan maupun berat pada tubuh organisme induknya seperti
manusia, hewan dan tumbuhan. Apabila bakteri masuk ke dalam tubuh manusia
maka bakteri akan terus bertambah dan berpotensi untuk memproduksi zat kimia kuat yang dapat
menghancurkan sel-sel tertentu dalam jaringan tubuh dan tentunya membuat jatuh sakit. Bakteri
yang termasuk dalam organisme prokariot selain memiliki kegunaan, juga bisa menimbulkan
kerugian karena merupakan patogen yang umum pada mahluk hidup seperti manusia. Contohnya
adalah bakteri patogen oportunis Pseudomonas aeruginosa yang dapat menginfeksi paru-paru
sehingga dapat menimbulkan kematian. Selain P. aeruginosa bakteri patogen lain yang populer
adalah Staphylococcus aureus yang adalah Mikroflora normal manusia pada permukaan kulit,
mulut, dan hidung, namun pada saat sistem imun menurun, S. aureus akan bersifat patogen dan
dapat menimbulkan penyakit seperti penggumpalan darah.

3. Fungi

Fungi atau jamur diklasifikasikan terpisah dar tumbuhan dan hewan. Lebih dari 300.000
spesies diketahui tetapi seperti bakteri, sebagian besar adalah saprofit yang tidak berbahaya.
Sekitar 200 spesies menyebabkan penyakit pada manusia. Seperti mikroorganisme lainnya,
seperti jamur (misalnya Candida albicans) dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada orang
yang mengalami gangguan kekebalan atau (immunocompromised). Semua jamur bersifat
eukariotik dan karena kemiripan anatar sel jamur dan mamalia, maka tidak mudah untuk
mengembangkan obat anti jamur. Obat-obat yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur
sering sangat toksik, dan hanya sedikit yang tersedia tanpa resep (White 1991). Sebagian jamur,
misalnya ragi (yeast) mengambil bentuk yang sederhana dan eksis sebagai sel tunggal, tetapi
dapat terbentuk struktur yang lebih kompleks dengan hifa filamentosa bercabang-cabang
membentuk jalinan luas yang disebut miselium. Bentuk ini dapat dilihat dengan mata telanjang,
karena diperlukan pemeriksaan mikroskopik untuk identifikasi, maka diagnosis infeksi jamur
(Mikosis) dibuat di laboratorium mikrobiologi. Terdapat 3 jenis mikosis :

a. Mikosis superfisial terjadi apabila infeksi terletak superfisial atau terbatas dikulit dan
apendiksnya (rambut dan kuku) misalnya kutu air atau selaput lendir, seperti pada kasus
sariawan vagina (Candida albicans).
b. Mikosis subkutis (Misalnya misetoma) mengenai kulit, jaringan subkutis dan tulang.
Terjadi penyebaran yang lokal dan lambat.
c. Mikosis sistemik (Disebabkan misalnya oleh Cryptococcus) terbentuk bila hipa menembus
jaringan yang lebih dalam. Pada lingkungan dengan cuaca sedang, mikosis sistemik
jarang terjadi kecuali pada pasien dengan gangguan kekebalan.

1. Mikosis Manusia

Jamur Mikosis

Candida albicans Sariawan

Trichophyton interdigitale Kutu air

Cryptococcus neoformans Meningitis (pasien dengan gangguan


kekebalan)

Microsporum audouini Kurap

Aspergillus fumigatus Infeksi pernapasan (Pasien dengan gangguan


kekebalan

2. Protozoa

Protozoa adalah hewan mikroskopik unisel. Sebagian besar spesies tidak berbahaya bagi
manusia tetapi sebagian berlaku sebagai patogen manusia, terutama pada cuaca panas.
Protozoa adalah gup organisme bersel satu yang sangat bervariasi dengan lebih dari 50.000
jenis. Banyak yang berukuran kurang dari 1/200 mm tapi beberapa dapat mencapai 3 mm
seperti ''Spirostomun''. Banyak yang hidup secara soliter (sendiri), ada yang secara
berkoloni. Pada manusia, protozoa merupakan salah satu patogen dan dapat menyebabkan
penyakit seperti malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Protozoa ini ditularkan
dari manusia yang satu ke manusia yang lain dengan perantaraan nyamuk betina dari
genus anopheles. Terdapat ratusan juta kasus dari penyakit malaria pertahun dengan tingkat
kematian yang tinggi pada negara-negara miskin.

3. Protozoa patogenik

Protozoa Penyakit

Trichomonas vaginalis Infeksi vagina

Plasmodium spp. Malaria

Trypanosoma rhodesiense Penyakit tidur

Leishmania donovani Kala-azar

Entamoeba histolytica Disentri amuba

Toxoplasma gondil Infeksi laten, kerusakan janin in utero

4. Riketsia dan klamidia

Organisme ini menjembatani celah antara virus dan bakteri. Seperti virus, organisme ini
berukuran kecil dan bergantung pada pejamu untuk tumbuh dan berkembang biak, tetapi mereka
rentan terhadap antibiotik. Thypus yang disebabkan oleh Rickettsia prowazeki, disebarkan
melalui kutu rambut dan badan manusia. Chlamydia trachomtis, penyebab uretritis nonspesifik

5.Mikoplasma

Mikoplasma mirip dengan bakteri tetapi tidak memiliki dinding sel. Tanpa struktur luar
penunjang yang kaku, bentuk mikoplasma mudah berubah selama pertumbuhan, sering menjadi
berbentuk benang (filamentosa). Mikoplasma paling signifikan sebagai patogen manusia adalah
Mycoplasma pneumoniae

5. Cacing

Banyak spesies cacing (helminth) menimbulkan infestasi pada manusia. Sebagian


berukuran besar dan bersifat multisel, sementara yang lain mikroskopik. Terdapat dua kelompok
utama cacing yaitu bulat dan gepeng. Cacing gelang Ascaris lumbricoides diperkirakan
menginfeksi 1.472 juta manusia di seluruh dunia. Walau jarang membahayakan
nyawa, parasit ini merupakan penyebab utama morbiditas pada negara-negara berkembang.
Infeksi berat dapat menyebabkan gangguan usus dan gangguan pertumbuhan. Enterobius
vermicularis atau cacing kremi. Cacing ini tidak ditularkan melalui kucing, anjing, atau hewan
peliharaan lain; manusia adalah satu-satunya pejamu. Telur tertelan, menetas di usus halus, dan
bermigrasi ke usus besar, tempat cacing ini hidup. Dalam 2 minggu cacing menjadi dewasa,
kawin dan bermigrasi ke rektum, keluar pada malam hari untuk meletakkan telurnya di kulit
perianus. Telur melekat ke kulit melalui suatu cairan lengket, yang menimbulkan gatal hebat.

Apabila korban menggaruk, maka sejumlah besar telur akan pindah ke tangan dan kuku.
Telur ini kemudian dipindahkan kembali ke mulut sehingga siklus infeksi kembali terulang.
Individu dari segala usia dapat terjangkit cacing kremi, tetapi anak paling sering terkena. Namun,
seluruh keluarga harus diobati karena telur mudah dipindahkan ke handuk, sabun, dan taplak,
dan dapat tertelan bersama makanan apabila tersentuh oleh tangan yang tidak dicuci dengan baik.
Telur dapat bertahan hidup di lingkungan selama beberapa minggu. Cacing kremi tidak
membahayakan tetapi dapat mengganggu, menimbulkan rasa tidak nyaman, iritabilitas, dan
kesulitan tidur.
6. Cacing yang penting secara medis

Cacing Jenis
Enterobius vermicularis Bulat (cacing kremi)
Ascaris lumbricoides Cacing bulat
Toxocara canis Cacing bulat anjing
Trichinella Spiralis Cacing bulat babi
Necator spp. Bulat (cacing tambang)
Taenia saginata Cacing pita sapi
Taenia solium Cacing pita babi
Schistosoma haematobium Fluke
rangkuman

Perkembangbiakkan pada mikroorganisme terdiri dari dua cara, yakni aseksual yang
meliputi pembelahan biner (binary fission), pembelahan ganda (multiple fission), perkuncupan
(budding), pembelahan tunas dan pembentukkan spora, kemudian perkembangbiakkan secara
seksual yang terdiri atas Oogami, Anisogami, Isogami, dan Rekombinasi genetik dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu Konjugasi, Transduksi dan Transformasi.Cara penularan mikroorganism
terjadi melalui udara, makanan, air yang tercemar, dan melalui vektor serangga, kontak, dan
resevoar infeksi.Jenis organisme penyakit antara lain virus, bakteri, fungi, protozoa, riketsia dan
klamidia, mikoplasma dan cacing.
TES FORMATIF

1. Sasaran keselamatan pasien yaitu


a. Kealpaan identifikasi pasien
b. Kesalahan lokasi pembedahan
c. Pengurangan resiko infeksi
d. Meningkatnya resiko jatuh
2. Kapan saja waktu melakukan hand hygiene
a. Saat bersalaman dengan tema sejawat
b. Berkomunikasi dengan keluarga pasien
c. Besentuhan dengan cairan( urin, darah) pasien
d. Di luar ruangan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Gould & Brooker. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta : EGC
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Patogen (diakses 3 September 2015)
Buckle, et al, 1987,Ilmu pangan Terjemahan Purnomo H. Adiono. UI Pres:
Jakarta
Dwijoseputro, 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan: Jakarta Fardiaz,
1992, Mikrobiologi Pangan, Dirjen Pendidikan Tinggi IPB: Bogor
Winarno, 2002, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia: Jakarta.
MODUL

KEMBANG BIAK ORGANISME DAN CARA PENULARAN PADA MANAJEMEN


PATIENT SAFETY

PERTEMUAN XI-XII

 200 Menit

PENDAHULUAN

Perkembangbiakan terjadi pada semua organisme, yaitu pada mikroorganisme,


tumbuhan, hewan, dan manusia. Perkembangbiakan vegetatif atau aseksual adalah
perkembangbiakan yang terjadi tanpa didahului dengan pertemuan sel kelamin jantan dan betina.
Perkembangbiakan vegetatif atau aseksual terjadi baik pada hewan, tumbuhan, protista, jamur,
dan monera. Perkembangbiakan generatif atau seksual diawali dengan pembuahan, yaitu
pertemuan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Pembuahan menghasilkan zigot. Pada
tahap berikutnya, zigot berkembang menjadi individu baru.
TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
1. Menjelaskan cara berkembang biak nya organisme dan manajemen patient safet
2. Mampu memahami cara penularan nya dan hubungan nya terhadap manajemen
patient safety
URAIAN MATERI

A. Perkembangbiakan Mikroorganisme (Bakteri)

Proses atau Cara Perkembangbiakan Bakteri Secara Seksual. Bakteri merupakan


mikroorganisme yang sudah berjuta-juta tahun ditemukan pada tiap-tiap lapisan bumi. Tubuh
bakteri tersusun atas satu sel (uniseluler), oleh karena itu bakteri sangat sensitif terhadap
lingkungan. Lingkungan yang baik membuat laju perkembangan bakteri melesat, sedangkan
apabila lingkungan ekstrim (buruk), bakteri cenderung mempertahankan kelangsungan hidupnya.

1. Reproduksi Seksual
Ciri khas reproduksi seksual pada bakteri adalah terjadinya penggabungan gen (genetic
recombination) antar bakteri, hal ini akan meningkatkan keanekaragaman jenis bakteri karena
munculnya variasi baru dari penyatuan gen bakteri ini. Mutasi adalah akibat dari reproduksi ini,
bakteri mengalami perubahan genetik. Pada banyak kasus, mutasi menyebabkan bakteri
mengalami kekebalan terhadap antibiotik. Penyatuan genetik pada reproduksi seksual dapat
diperoleh melalui berbagai cara:
a. Transformasi

Pada metode ini, bakteri mengambil fragment DNA bakteri lain dari lingkungan
kemudian merekontruksi dengan DNA yang ia miliki. Bakteri rekombinan yang terbentuk
kemudian akan melakukan reproduksi secara aseksual untuk menghasilkan spesies bakteri yang
sama. Teknik ini pertama kali ditemukan oleh Fred Griffith pada bakteri penyebab pneumonia
(Streptococcus pneumonia). Ditemukan varian baru dari S. pneumonia berkapsul, penelitian
Griffith menunjukkan bahwa varian baru ini terbentuk hasil dari S. pneumonia tak berkapsul
yang mengambil gen kapsul dari fragmen DNA bakteri lain yang ada di lingkungan sekitarnya.
Tidak semua bakteri mampu melakukan metode ini, hal ini dipengaruhi oleh stuktur morfologi
bakteri tersebut untuk mengambil dan menggabungkan DNA donor. Fragment DNA donor ini
dikenal dengan istilah eksogen, sedang DNA asli bakteri penerima disebut endogen, hasil
gabungan dari dua DNA ini akan menghasikan merozigote.

b. Transduksi

Rekombinasi genetik yang diperantarai oleh bakteriofage virus. Virus bakteriofage adalah
kelompok virus yang menyerang bakteri, virus ini meminjam tubuh bakteri untuk melakukan
reproduksi. Virus bakteriofage membawa DNA dari bakteri yang sebelumnya telah diinfeksi ke
dalam tubuh bakteri lain. Fragmen DNA antar bakteri kemudian akan menyatu (merekombinasi)
sehingga terbentuk Bakteri rekombinan. Penemuan Zander dan Lederberg ini membawa
perkembangan dalam dunia rekayasa genetik. Virus bakteriofage sering digunakan untuk
menyisipkan gen-gen yang diinginkan ke dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan
menghasilkan produk untuk kemaslahatan manusia, seperti pembuatan hormon insulin.

c. Konjugasi

Konjugasi melibatkan dua sel bakteri yang akan secara langsung melakukan transfer
genetik. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Lederberg dan Tatum pada bakteri E.coli.
Plasmid adalah DNA ektstra yang dimiliki oleh beberapa bakteri. Pertukaran ini akan melalui
jembatan konjugan yang dibentuk oleh Bakteri F+ . Bakteri F+ akan memperpanjang pili yang
berperan sebagai jembatan konjugan menembus sel bakteri penerima (F-). Pili ini akan ditarik
kembali setelah plasmid selesai ditransfer. Sebelumnya, bakteri donor (F+) akan mengcopy
plasmid, sehingga terbentuk dua plasmid (asli dan replica). Plasmid replica ini yang akan
ditransfer ke bakteri recipient (F-) sehingga bakteri penerima kini bermutasi memiliki kombinasi
gen dari bakteri F+.

d. Cara penularan mikroorganisme (Bakteri)

Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh,baik pada manusia maupun


hewan,dapat melalui berbagai cara,diantara :

1) Kontak tubuh Kuman masuk kedalam tubuh melalui proses penyebaran secara langsung
maupun tidak langsung,penyebaran secara lamgsung melalui sentuhan dengan
kulit,sedangkan tidak langsung dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman
2) Makanan dan minuma Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi,seperti pada penyakit tifus abdominalis,penyakit infeksi cacing dan
lain lain
3) Serangga Contoh proses penyebaran kuman melalui serannga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit saluran
pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.
4) Udara Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran
penyakit sistem pernapasan ( penyebaran kuman tuberkolosis) atau sejenisnya.

e. Faktor Yang Memengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan bakteri :

1.Suhu
2.pH medium atau lingkungan hidup
3.Ada tidaknya oksigen
4.Nitrogen
5.Mineral
6.Air

Beberapa hal di atas sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang selanjutnya


mempengaruhi Siklus Hidup mereka. Kondisi hidup optimal berbeda-beda pada setiap bakteri.
Misalnya, Psychrophiles, berkembang dengan optimal pada kondisi lingkungan yang sangat
dingin, sementara Hyperthermophiles hanya dapat berkembang dengan optimal di lingkungan
yang panas, seperti dasar laut. Allaliphiles membutuhkan lingkungan yang sangat asam
sementara Neutrophiles lebih menyukai tempat-tempat yang tidak asam atau basa,dll.
rangkuman

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga
untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme
mikroskopik. Mikroorganisme sering kali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak
(multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh mata telanjang dan
ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang. Virus juga termasuk ke dalam
mikroorganisme meskipun tidak bersifat seluler.
Perkembangbiakan Mikroorganisme
1. Perkembangbiakan Aseksual
Perkembangbiakan mikroorganisme dapat terjadi secara seksual dan aseksual
yang paling banyak terjadi adalah perkembangbiakan aseksual atau vegetatif. Reproduksi
aseksual tidak melibatkan pertukaran bahan genetik sehingga tidak terjadi variasi genetik, suatu
kerugian karena organisme tersebut menjadi terbatas kemampuannya dalam berespon dan
beradaptasi terhadap tekanan lingkungan. Macam-macam perkembangbiakan aseksual adalah
sebagai berikut Pembelahan biner (binary fission), yakni satu sel induk membelah menjadi dua
sel anak. Kemudian masing-masing sel anak membentuk dua sel anak lagi dan seterusnya.
Pembelahan biner yang terjadi pada bakteri adalah pembelahan biner suatu proses
aseksual sederhana berupa pembelahan suatu sel bakteri menjadi dua sel anak yang secara
genetis identik. Kecepatan pembelahan biner bergantung pada spesies yang bersangkutan dan
keadaan lingkungan. Dalam kondisi ideal (Mis. Bangsal rumah sakit yang hangat dan lembab),
basil negatif-gram tipikal misalnya E.coli akan membelah diri setiap 20 menit. Kuman lain,
misalnya M. tuberculosis, membelah dengan sangat lambat. Hasil uji laboratorium untul E.coli
tersedia dalam 24 jam, tapi diagnosis pasti tuberculosis mungkin belum selesai setelah beberapa
minggu. Namun pengobatan untuk tuberculosis dapat dimulai berdasarkan temuan klinis uji lain,
misalnya uji kulit, radiografi, dan adanya BTA di spesimen sputum.Pembelahan ganda (multiple
fission), yakni satu sel induk membelah menjadi lebih dari dua sel anak.
Perkuncupan (budding), yakni pembentukan kuncup dimana tiap kuncup akan
membesar seperti induknya. Kemudian tumbuh kuncup baru dan seterusnya, sehingga akhirnya
akan membentuk semacam mata rantai.
Pembelahan tunas, yakni kombinasi antara pertunasan dan pembelahan. Biasanya terjadi pada
khamir, misalnya Saccharomyces cerevisiae. Sel induk akan membentuk tunas. Jika ukuran tunas
hampir sama besar dengan inangnya inti sel induk membelah menjadi dua dan terbentuk dinding
penyekat. Sel anak lalu melepaskan diri dari induk atau menempel pada induknya dan
membentuk tunas baru. Pada khamir terdapat berbagai bentuk pertunasan, yakni:
1) Multilateral, tunas muncul di sekitar ujung sel, misal pada sel yang berbentuk silinder dan
oval (Saccharomyces).
2) Pertunasan di setiap tempat pada permukaan sel yakni terjadi pada sel khamir berbentuk
bulat, misal Debaryomyces.
3) Pertunasan polar, dimana tunas muncul hanya pada salah satu atau kedua ujung sel yang
memanjang, misal sel berbentuk lemon seperti Hanseniaspora dan Kloeckre.
4) Pertunasan triangular, yakni pertunasan yang terjadi pada ketiga ujung sel yang
memanjang seperti Trigonopsis.
5) Pseudomiselium apabila tunas tidak lepas dari induknya.Pembentukan spora atau sporulasi
adalah perkembangbiakan dengan pembentukan spora. Spora ini terbagi menjadi dua,
yakni spora aseksual (reproduksi vegetatif) dan spora seksual (reproduksi generatif).
TES FORMATIF

1. Pernyataan yang Salah mengenai tujuan dari pasien safety :


a. mengukur risiko
b.identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien
c. pelaporan dan analisis insiden
d.menghambat solus
2. Peran perawat dalam mengurangi infeksi nosokomial, yaitu
a. Mengecek identitas pasien dari status dan gelang pasie
b.Menjelaskan kepada pasien prosedur mengurangi nyeri
c. Memperhatikan dosis obat yang diberikan
d.Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit.


utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit
Khusus dan Swasta.
Hasting G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety. Health Service
Journal.http://www.goodmanagement-hsj.co.uk/patientsafety
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept, and
prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Salemba Medika. Jakarta.
PERSI – KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit.
Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006
MODUL
KONSEP STERILISASI
PERTEMUAN XIII

 100 Menit

PENDAHULUAN

Banyak penyakit yang menganggu kelangsungan hidup masyarakat banyak. Penyakit-


penyakit ini bukan hanya muncul dikarenakan keteledoran daripada si pengidap itu sendiri.
Melainkan juga dari lingkungan luar yang ada di sekitarnya. Biasanya para pasien yang ada di
rumah sakit paling gampang tertular dengan berbagai macam penyakit yang dapat
membahayakan kehidupannya sendiri.Tahapan penting yang mutlak harus dilakukan selama
bekerja di ruang praktikum mikrobiologi adalah sterilisasi. Bahan atau peralatan yang digunakan
harus dalam keadaan steril. Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup,
dalam hal ini adalah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu benda. Proses ini melibatkan
aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan
mikroorganisme.

Setiap proses baik fisika, kimia dan mekanik yang membunuh semua bentuk kehidupan
terutama mikroorganisme disebut sterilisasi. Adanya pertumbuhan mikroorganisme
menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak sempurnanya
sterilisasi.Sterilisasi didesain untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target
suatu metode inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganisme yaitu tergantung dari
asam nukleat, protein atau membrane mikroorganisme tersebut. Agen kimia untuk sterilisasi
disebut sterilant (Pratiwi,2006). Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik,
kimia dan mekanik. Setiap proses (baik fisika, kimia maupun mekanik) yang membunuh semua
bentuk kehidupan terutama mikrooranisme disebut dengan sterilisasi. Adanya pertumbuhan
mikroorganisme menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak
sempurnanya proses sterilisasi. Jika sterilisasi berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang
merupakan bentuk paling resisten dari kehidupan mikroba, akan diluluhkan (Cappuccino, 1983).

Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi zat hara serta
lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan
pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon,
nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen, serta unsur-unsur lainnya. Dalam bahan dasar medium
dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin, atau nukleotida (Lim,
1998).

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
a. Menjelaskan konsep-konsep sterilisasi
b.Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah sterilisasi
URAIAN MATERI

1. Pengertian Sterilisasi

Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan suatu benda dari semua, baik bentuk
vegetatif maupun bentuk spora. Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk
mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan
aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap
pencemaran oleh mikroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga
penting. Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau
kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara
merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain
sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin H2, O2), dan radiasi ionnisasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam steralisasi di antaranya:

a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi
b.Peralatan yang akan di sterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan
menyebutkan jenis peralatan, jumlah dan tanggal pelaksanaan sterilisasi
c. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril
d.Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai
e. Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus
dilakukan sterilisasi ulang.

1) Prinsip Kerja Autoklaf

Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang
menggunakan tekanan 15 psi (1,02 atm) dan suhu 1210C. Suhu dan tekanan tinggi yang
diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk
membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan media digunakan
suhu 1210C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu
1210C atau 249,8 0F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15
psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu
1000C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15
psi maka air akan mendidih pada suhu 1210C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level,
jika di laboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting
ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan
menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 1210C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan
akan mati jika dididihkan pada suhu 1210C dan tekanan 15 psi selama 15 menit.

Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih
dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam
autoklaf diganti dengan uap air, katup uap atau udara ditutup sehingga tekanan udara dalam
autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai., maka proses sterilisasi dimulai
dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas
dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh
dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.

Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan mikroba
penguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus stearothermophillus,
lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini
dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu ditumbuhkan pada
media. Jika media tetap bening maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik. Beberapa
media atau bahan yang tidak disterilkan dengan autoklaf adalah :

a) Bahan tidak tahan panas seperti serum, vitamin, antibiotik, dan enzim
b) Pelarut organik, seperti fenol
c) Buffer dengan kandungan detergenUntuk mencegah terjadinya presipitasi, pencoklatan
(media menjadi coklat) dan hancurnya substrat dapat dilakukan pencegahan sebagai
berikut :
d) Glukosa disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa fosfat
e) Senyawa fosfat disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa garam
mineral lain
f) Senyawa garam mineral disterilkan terpisah dengan agar
g) Media yang memiliki pH > 7,5 jangan disterilkan dengan autoklaf
h) Jangan mensterilisasi larutan agar dengan pH < 6,0Erlenmeyer hanya boleh diisi media
maksimum ¾ dari total volumenya, sisa ruang dibirkan kosong. Jika mensterilkan media
1 liter yang ditampung pada erlenmeyer 2 liter maka sterilisasi diatur dengan waktu 30
menit.

2) Metode Sterilisasi
a) Sterilisasi secara Fisik:Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama sterilisasi dengan
bahan kimia tidak akan berubah akibat temperatur tinggi dan tekanan tinggi. Cara
membunuh mikroorganisme tersebut adalah dengan panas. Berikut penjelasan
mengenai cara membunuh mikroorganisme :
b) Pemanasan kering:Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami
dehidrasi sampai kering dan selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga
menyebabkan mikrobanya mati. Digunakan pada benda atau bahan yang tidak mudah
menjadi rusak, tidak menyala, tidak hangus atau tidak menguap pada suhu tinggi.
Umumnya digunakan untuk senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap
air, seperti minyak lemak, minyak mineral, gliserin (berbagai jenis minyak),
petrolatum jelly, lilin, wax, dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air. Metode ini
efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah. Contohnya alat ukur dan penutup
karet atau plastik. Selain itu, bahan atau alat harus dibungkus, disumbat atau ditaruh
dalam wadah tertututp untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven.
c) Pemanasan basah:Prinsipnya adalah dengan cara mengkoagulasi atau denaturasi
protein penyusun tubuh mikroba sehingga dapat membunuh mikroba. Sterilisasi uap
dilakukan menggunakan autoklaf dengan prinsipnya memakai uap air dalam tekanan
sebagai pensterilnya. Temperatur sterilisasi biasanya 121℃, tekanan yang biasa
digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi
tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi
media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi
media yang terlalu lama akan menyebabkan :

 Penguraian gula
 Degradasi vitamin dan asam-asam amino
 Inaktifasi sitokinin zeatin riboside
 Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar

Bila ada kelembapan, bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih
rendah dibandingkan jika tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air
panas adalah terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organisme
tersebut.Metode sterilisasi uap umumnya digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi dan bahan-
bahan lain yang tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan tahan terhadap penembusan
uap air, larutan dengan pembawa air, alat-alat gelas, pembalut untuk bedah, penutup karet dan
plastic serta media untuk pekerjaan mikrobiologi. Uap jenuh pada suhu 121oC mampu
membunuh secara cepat semua bentuk vegetatif mikroorganisme dalam 1 atau 2 menit. Uap
jenuh ini dapat menghancurkan spora bakteri yang tahan pemanasan.

1) Pemanasan dengan Bakterisida

Digunakan untuk sterilisasi larutan berair atau suspensi obat yang tidak stabil dalam
autoklaf. Tidak digunakan untuk larutan obat injeksi intravena dosis tunggal lebih dari 15 ml,
injeksi intratekal, atau intrasisternal. Larutan yang ditambahkan bakterisida dipanaskan dalam
wadah bersegel pada suhu 100 oC selama 10 menit di dalam pensteril uap atau penangas air.
Bakterisida yang digunakan 0,5% fenol, 0,5% klorobutanol, 0,002 % fenil merkuri nitrat dan
0,2% klorokresol.

a. Air mendidih:Digunakan untuk sterilisasi alat bedah seperti jarum spoit. Hanya
dilakukan dalam keadaan darurat. Dapat membunuh bentuk vegetatif
mikroorganisme tetapi tidak sporanya.
b. Pemijaran:Dengan cara membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum
inokulum, pinset, batang L, dan sebagainya.
c. Sterilisasi dengan radiasi:Prinsipnya adalah radiasi menembus dinding sel dengan
langsung mengenai DNA dari inti sel sehingga mikroba mengalami
mutasi. Digunakan untuk sterilisasi bahan atau produk yang peka terhadap panas
(termolabil). Ada dua macam radiasi yang digunakan yakni gelombang
elektromagnetik (sinar x, sinar γ) dan arus partikel kecil (sinar α dan β). Sterilisasi
dengan radiasi digunakan untuk bahan atau produk dan alat-alat medis yang peka
terhadap panas (termolabil).
d. Tyndalisasi:Konsep kerja metode ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air dan tidak tahan tekanan atau suhu tinggi lebih tepat disterilkan
dengan metode ini. Misalnya susu yang disterilkan dengan suhu tinggi akan
mengalami koagulasi dan bahan yang berpati disterilkan pada suhu bertekanan
pada kondisi pH asam akan terhidrolisis. Tyndalisai merupakan proses
memanaskan medium atau larutan menggunakan uap selama 1 jam setiap hari
selama 3 hari berturut- turut
e. Pasteurisasi:Proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu (650C selama 30’ atau
720C selama 15’ untuk membunuh pathogen yang berbahaya bagi manusia.
f. Sterilisasi secara Kimia:Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia.
Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu
serta efek yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa
bersifat iritatif, dam kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat di
pakai untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol,
fenol, hydrogen peroksida, zat warna ungu Kristal, derivate akridin, rosalin,
deterjen, logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta-
propilakton (Volk, 1993)
g. Sterilisasi secara Mekanik:Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan
penyaringan. Penyaringan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu
bahan penyaring.
rangkuman

Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk


kehidupan mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Sterilisasi juga dikalatan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau apatogen
beserta spora yang terdapat pada alat kebidanan dengan cara merebus, stoom, panas tinggi, atau
bahan kimia. Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan
lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun
yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari
semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora.

Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah


pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan aseptis, pada
pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh
miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga penting.Sterilisasi banyak
dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Steralisasi juga dikatakan sebagai
tindakan untuk membunuh kuman patogen atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat
pada alat kebidanan dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia.
Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin H2
O2), dan radiasi ionnisasi.
TES FORMATIF

1. Menggunakan jarum suntik sekali pakai.termasuk dalam manjemen safety


a. Komunikasi efektif
b.Tepat lokasi, prosedur pasien operasi
c. Resiko Jatuh
d.Resiko INOS(( InfeksiNosokomial))
2. Alat-alat yang tidak kontak langsung dengan pasien harus dilakukan ?
a. Sterilisasi
b.Desinfeksi
c. Antiseptik
d.Desinfektan
.
DAFTAR PUSTAKA

Denz , Januari 2011,STERILISASI, http://dprayetno.wordpress.com/sterilisasi/, 10 Juni


2011
Pelczar,M.J, E.C.S. Chan. 1988. “Dasar-Dasar Mikrobiologi”. Jilid 2. Jakarta :

Universitas Indonesia (UI- Press)


Anonim, 1995 Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Fardiaz, Srikandi. 1992. ikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Lay, B. W. dan Hastowo. 1982.Mikrobiologi. Rajawali Press Jakarta.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. PT.Gramedia.Jakarta.
Volk, W.A. dan Wheeler, M.F. 1988. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta-
See more at: http://bankmakalah-id.blogspot.co.id/2014/06/makalah-teknik-sterilisasi-
lengkap.html#sthash.6PTmWH1r.dpuf
MODUL
KONSEP DESINFEKSI DAN CARA STERILISASI
PERTEMUAN XIV

 100 Menit

PENDAHULUAN

Lingkup bidang keperawatan memberikan asuhan keperawatan baik pada pasien yang
beresiko terinfeksi atau telah terinfeksi. Pengetahuan mengenai bagaiman terjadinya infeksi
sangat penting dikuasai untuk membatasi dan mencegah terjadi penyebaran infeksi dengan cara
mempelajari ilmu bakteriologi, imunologi, virologi dan parasitologi yang terkandung pada ilmu
mikrobiologi.Selain itu, diperlukan juga cara untuk mengurangi atau bahkan mengatasi infeksi
tersebut secara keseluruhan. Secara lebih spesifik diperlukan pula pengetahuan mendasar akan
kondisi seperti apa yang bisa dijadikan lokasi atau tempat untuk melakukan asuhan keperawatan.
Perkembangan ilmu mikrobiologi telah memberikan sumbangan yang besaar bagi dunia
kesehatan, dengan ditemukannya berbagai macam alat berkat penemuan beberapa ilmuan
besar.Bahwa terbukti untuk mencegah atau mengendalikan infeksi tenaga kesehatan dapat
menggunakan konsep steril ataupun bersih, untuk membantu proses penyembuhan pasiennya dan
lebih spesifik lagi untuk mengendalikan dan mencegah terjadinya infeksi.Maka dari itu, kami
merasa penting untuk menyusun sebuah tulisan yang membahas tentang bagaimana penerapan
sterilisasi dan desinfeksi dalam makalah ini. Juga bagaimana aplikasinya dalam keseharian dunia
keperawatan.
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini


mahasiswa mampu
a. Menjelaskan konsep-konsep desinfeksi
b. Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah desinfeksi
c. Mempelajari pengertian, tujuan maupun macam-macam tekhnik
sterilisasi dan desinfeksi
d. Mengetahui sejauh mana pengetahuan mahasiswa tentang sterilisasi
dan desinfeksi.
e. Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata ajar mikrobiologi dan
parasitologi
URAIAN MATERI

2.1 Pengertian Sterilisasi dan Desinfeksi


A.Pengertian Sterilisasi
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-
lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang
a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua
mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora.Proses sterilisasi dipergunakan
pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk
mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin
keamanan terhadap pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun
sterilisasi ini juga penting.
Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau kuman
apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus,
stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi
cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin H2 O2), dan radiasi ionnisasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam steralisasi di antaranya:
a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi.
b. Peralatan yang akan di steralisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan
menyebutkan jenis pera;latan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan sterilisasi.
c. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril.
d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai.
e. Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus
dilakukan steralisasi ulang.
B.Desinfeksi
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia
atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh
mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat
digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat
atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada
benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari
toksisitasnya.Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari
debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi.
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan
dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, disinfektan
"tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat
membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.Untuk mendesinfeksi permukaan dapat
dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap
desinfektan tersebut memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila permukaan tersebut dibiarkan
basah untuk waktu 10 menit.Kriteria desinfeksi yang ideal:

1) Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar


2) Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan kelembaban
3) Tidak toksik pada hewan dan manusia
4) Tidak bersifat korosif
5) Tidak berwarna dan meninggalkan noda
6) Tidak berbau/ baunya disenangi
7) Bersifat biodegradable/ mudah diurai
8) Larutan stabil
9) Mudah digunakan dan ekonomis
10) Aktivitas berspektrum luas
2.2 Tujuan Sterilisasi dan Desinfeksi

Adapun tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi tersebut adalah

1) Mencegah terjadinya infeksi


2) Mencegah makanan menjadi rusak
3) Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industri
4) Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan biakan
murni.

2.3 Macam-Macam Sterilisasi


Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan
kimiawi:

1) Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil
(0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses
ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan
antibiotic
2) Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinara
3) Pemanasan
1) Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh
alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll. 100 % efektif namun terbatas
penggunaanya.Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi
panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung
reaksi dll. Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam. Kesterilaln tergnatung dengan waktu
dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak sesuai dengan ketentuan
maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna. Uap air panas: konsep
ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan
metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik disinfeksi termurah Waktu 15 menit
setelah air mendidih Beberapa bakteri tidak terbunuh dengan teknik ini:
2) Clostridium perfingens dan Cl. botulinum Uap air panas bertekanan : menggunalkan
autoklaf menggunakan suhu 121 C dan tekanan 15 lbs, apabila sedang bekerja maka
akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui autoklaf berfungsi dengan baik digunakan
Bacillus stearothermophilus Bila media yang telah distrerilkan. diinkubasi selama 7
hari berturut-turut apabila selama 7 hari: Media keruh maka otoklaf rusak Media
jernih maka otoklaf baik, kesterilalnnya, Keterkaitan antara suhu dan tekanan dalam
autoklaf
a. Pasteurisasi: Pertama dilakukan oleh Pasteur, Digunakan pada sterilisasi susu
Membunuh kuman: tbc, brucella, Streptokokus, Staphilokokus, Salmonella,
Shigella dan difteri (kuman yang berasal dari sapi/pemerah) dengan Suhu 65 C/
30 menit
b. Penyinaran dengan sinar UV:Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk
proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada
permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV Sterilisaisi secara
kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.
Beberapa kelebihan sterilisasi dengan cara ini:
 Memiliki daya antimikrobial sangat kuat
 absorbsi as. NukleatDaya kerja
 Panjang gelombang: 220-290 nm paling efektif 253,7 nm
 penetrasi lemah
 Sinar ion bersifat hiperaktif Sering digunakan pada Gamma Daya
kerjanya sterilisasi bahan makanan, terutama bila panas menyebabkan perubahan
rasa, rupa atau penampilan Bahan disposable: alat suntikan cawan petri dpt
distrelkan dengan teknik ini. Sterilisasi dengan sinar gamma disebut juga
“sterilisasi dingin”

1. Sterilisasi dengan Cara Kimia

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada disinfeksi kimia

a. Rongga (space)
b. Sebaiknya bersifat membunuh (germisid)
c. Waktu (lamanya) disinfeksi harus tepat
d. Pengenceran harus sesuai dengan anjuran
e. Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat sangat
mudah menguap
f. Sebaiknya menyediakan hand lation merawat tangan setelah berkontak dengan
disinfekstan

A.Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dengan cara kimia:

a. Jenis bahan yang digunakan


b.Konsentrasi bahan kimia
c. Sifat Kuman
d.Ph
e. Suhu

Beberapa Zat Kimia yang sering digunakan untuk sterilisasi

1.Alkohol :Paling efektif utk sterilisasi dan desinfeksi membran sel rusak-
Mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi & enzim tdk akti
2.Halogen Mengoksidasi protein kuman
3.Yodium Konsentrasi yg tepat tdk mengganggu kulit Efektif terhadap berbagai
protozo Klorin Memiliki warna khas dan bau tajam Desinfeksi ruangan, permukaan
serta alat non bedah
4..Fenol (as. Karbol)
a. Mempresipitasikan protein secara aktif, merusak membran sel menurunkan
tegangan permukaan
b. Standar pembanding untuk menentukan aktivitas suatu desinfektan
c. Peroksida (H2O2)
d. Efektif dan nontoksid
e. Molekulnya tidak stabil
f. Menginaktif enzim mikroba
g. Gas Etilen Oksida
h. Mensterilkan bahan yang terbuat dari plastik
2.4 Macam-macam Desinfeksi

Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia


atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh
mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat
digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada
jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan
sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik
dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi.
Macam-macam desinfektan yang digunakan:
a. Alkohol:Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi unguk
mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol untuk
mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
b.Aldehid:Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran
gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan
yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat
disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang
dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat
mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan
sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif
seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang
spora baru alan mati setelah 10 jam.
c. Biguanid:Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan pada
detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada
larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi
2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri
Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh
absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
d.Senyawa halogen. Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion
halide. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan
cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).
e. FenolLarutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat
yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat
virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh
oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
f. KlorsilenolKlorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan
sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya
terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).

A.Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan
dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, disinfektan
“tingkat tinggi” dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat
membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.Untuk mendesinfeksi permukaan dapat
dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit :
Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik.

Zat ini harus dilarutkan baru setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan,
desinfektan ini tetap efektif namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.Derivat fenol (O-
fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan
tersebut tetap stabil untuk waktu 60 hari.Keuntungannya adalah “efek tinggal” dan kurang
menyebabkan perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.Sodium hipoklorit (bahan
pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah
dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama
untuk aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan
menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya
dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas
“tingkat menengah” bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.
rangkuman

Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupan


mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Sterilisasi juga
dikalatan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau apatogen beserta spora yang
terdapat pada alat kebidanan dengan cara merebus, stoom, panas tinggi, atau bahan
kimia.Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain)
dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang a
patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua
mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora.Proses sterilisasi dipergunakan
pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk
mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin
keamanan terhadap pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun
sterilisasi ini juga penting.
Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau kuman
apatogen beserta spora yang terdapat pada alat kebidanan dengan cara merebus, stoom,
menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi cepat,
sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin H2 O2), dan radiasi ionnisasi.
TES FORMATIF

1.Menggunakan jarum suntik sekali pakai.termasuk dalam manjemen safety


a. Komunikasi efektif
b.Tepat lokasi, prosedur pasien operasi
c. Resiko Jatuh
d. Resiko INOS(( InfeksiNosokomial)
2.Alat-alat yang tidak kontak langsung dengan pasien harus dilakukan ?
a. Sterilisasi
b.Desinfeksi
c. Antiseptik
d. Desinfektan
.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. jan Tambayong; Mikrobiologi untuk keperawatan


Mikrobiologi kedokteran, Bina Rupa Aksara, Jakarta, FKUI 1994
Jawetz, J. Melnick, EA, Adeberg (1986), Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan, EGC,
Jakarta.
Azis, alimul H.2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika
Ester, Monica.2005.Pedoman Perawatan Pasien.Jakarta:EGC
MODUL

MACAM-MACAM DESINFEKSI

PERTEMUAN XIV

 100 Menit

PENDAHULUAN

Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang
tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri.Desinfeksi juga dikatakan suatu
tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan
membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan ataupun kedokteran.Desinfeksi dilakukan
dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara mencuci,mengoles,merendam dan
menjemur dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan
siap pakai.
TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mampu


1) Menjelaskan pengertian desinfeksi
2) menjelaskan macam-macam desinfeksi
URAIAN MATERI

Macam-macam disinfektan
1. Alkohol
Etil alcohol atau propel alcohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol
yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk
mendesinfeksi permukaan.
2. Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang popular pada kedokteran gigi , baik
tunggal maupun dalam bentuk kombinasi . Aldehid merupakan desinfektan yang
kuat.Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat
disterilkan.
3. Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang
kedokteran gigi sebagai antiseptic kontrok plak.
4. Fenol
Larutan jernih tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang
terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organic.Zat ini bersifat virusidal
dan sporosidal yang lemah.Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat
ini , banyak digunakan di Rumah Sakit dan laboratorium.
5. Klorsilenol
Merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptic ,
aktivitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai
desinfektan ( misalnya dettol ).
A.Cara kerja desinfeksa
Menurut prosesnya
1) Denaturasi protein mikroorganisme
2) Perubahan strukturnya hingga sifat-sifat khasnya hilang.
3) Pengendapan protein dalam protoplasma ( zat-zat halogen, fenol, alcohol, dan garam logam)
4) Oksidasi protein( Oksidanasia ).
5) Mengganggu system dan proses enzim ( zat-zat halogen, alcohol ,dan garam logam ).
6) Modifikasi dinding sel dan atau membran sitoplasma ( desinfektasi dengan aktivitas
permukaan).
rangkuman

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga
untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup.
Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan
dan pakaian.

Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan
desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya
batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak
jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga
dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman.
Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam
proses sterilisasi.
TES FORMATIF

1.Pernyataan dibawah ini yang termasuk 7 langkah menuju Pasient


Safety di RS adalah, kecuali :
a.Kembangkan sistem pelaporan
b.Komunikasi dengan pasien
b . Berbagi pengalaman tentang keselamatan tenaga kesehatan
c . Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan
pasiene .
d. Pimpin dan dukung staff

2 . Sterilisasi alat-alat medis berbahan plastik dan karet menggunakan


a. Sinar UV
b. Autoklaf
c. Uap
d. Sinar beta/gamma
DAFTAR PUSTAKA

Dr. jan Tambayong; Mikrobiologi untuk keperawatan


Mikrobiologi kedokteran, Bina Rupa Aksara, Jakarta, FKUI 1994
Jawetz, J. Melnick, EA, Adeberg (1986), Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan, EGC,
Jakarta.
Azis, alimul H.2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika
Ester, Monica.2005.Pedoman Perawatan Pasien.Jakarta:EGC
TINDAKAN DAN PENCEGAHAN DALAM MANAJEMEN SAFETY

PERTEMUAN XV

 100 Menit

PENDAHULUAN

Berbagai jenis organisasi meningkatkan perhatian terhadap pencapaian dan upaya


menunjukkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3) melalui pengendalian risiko K3
yang konsisten dengan kebijakan dan sasaran K3-nya. Hal ini dilakukan dengan pengetatan
peraturan perundang-undangan, pengembangan kebijakan ekonomi dan tindakan lain yang
menumbuhkembangkan praktek K3 yang baik, dan meningkatnya perhatian tentang isu K3
oleh pihak yang berkepentingan.Banyak organisasi telah melakukan "kaji ulang" atau "audit"
K3 untuk menilai kinerja K3-nya, Namun dalam pelaksanaan "kaji ulang" atau "audit" secara
mandiri ini belum tentu memadai untuk menjamin bahwa kinerja organisasi akan secara
berkelanjutan memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan kebijakan. Agar
efektif, kaji ulang dan audit tersebut harus dilaksanakan dalam suatu sistem manajemen
yang terstruktur dan terintegrasi dalam organisasi.
Standar persyaratan SMK3 ini ditujukan untuk menyediakan elemen sistem manajemen
K3 yang efektif yang dapat diintegrasikan dengan persyaratan manajemen lain dan
membantu organisasi dalam mencapai sasaran K3 dan ekonomi.Standar persyaratan SMK3 yang
memungkinkan organisasi mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan
sasaran dengan mempertimbangkan persyaratan legal dan informasi risiko K3. Dasar
pendekatan standar ini diperlihatkan pada Gambar 1. Keberhasilan organisasi dalam
menerapkan SMK3 bergantung pada komitmen dari seluruh tingkatan dan fungsi
organisasi terutama dari manajemen puncak. Sistem ini memungkinkan suatu organisasi
mengembangkan kebijakan K3, menetapkan sasaran dan proses untuk mencapai komitmen
kebijakan, melakukan tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan
menunjukkan kesesuaian sistem yang ada terhadap persyaratan dalam standar ini. Tujuan umum
dari standar ini adalah untuk menunjang dan menumbuhkembangkan pelaksanaan K3 yang
baik, sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi. Keberhasilan penerapan dari standar ini
dapat digunakan oleh organisasi untuk memberi jaminan kepada pihak yang
berkepentingan bahwa SMK3 yang sesuai telah diterapkan.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mampu


1. Menjelaskan contoh-contoh tindakan pencegahan manajemen patient safety
2. menjelaskan macam-macam tindakan dan pencegahan manajemen patient
safety
URAIAN MATERI

Tujuh Standar Patient Safety


Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards”
yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA,
tahun 2002), yaitu:

1. Hak pasien
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana &
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah :
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik pasien dan keluarga

RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah:Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien &
keluarga dapat:

1) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur


2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
8) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar


tenaga dan antar unit pelayanan. Kriterianya adalah :

a. koordinasi pelayanan secara menyeluruh


b. koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c. koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
e. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien

Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP. Kriterianya adalah :

1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisi
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah :

1) Pimpinan dorong dan jamin implementasi program Keselamatan Pasien melalui


penerapan “7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko Keselamatan
Pasien dan program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat utk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan Keselamatan Pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja
RS & Keselamatan Pasien.

Kriterianya adalah :

1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasie


2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

a. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien

Standarnya adalah :

1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan


mencakup keterkaitan jabatan dengan Keselamatan Pasien secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah

1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training
dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
4) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Standarnya adalah

1) RS merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi Keselamatan


Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada
A. Tujuh langkah menuju kesematan pasien
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien: Ciptakan kepemimpinan dan budaya
yang terbuka dan adil
2) Pimpin dan dukung staf anda:Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tetnagn
keselamatan pasien
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko:Kembangkan sistem dan proses pengelolaan
risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial bermasalah
4) Kembangkan sistem pelaporan:Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta rumahsakit mengatur pelaoran kepada KKPRS
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien:Kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien
6) Belajr dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien:Dorong staf untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu
timbul
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien:Gunakan infromasi
yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan sistem pelayanan
B. Enam Goals Patient Safety
Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit
untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:

1) Ketepatan identifikasi pasien;


2) Peningkatan komunikasi yang efektif;
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
6) Pengurangan risiko pasien jatuh

rangkuman
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action
to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an
aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan
tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien.Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic
seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan


mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang
ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak
dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur
untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa
dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit.

TES FORMATIF
1. Di bawah ini benar mengenaiketepatan identifikasi pasien
a. Menggunakan dua identitas\
b.pasien
c. Sebelum pemberian obat, darah atau produk darah
d.Sebelum mengambil darah dan
e. spesimen lain untuk pemeriksaan klinis
2. Peran perawat dalam savety patient resiko jatuh
a. Ada penerangan yang memadai
b. Keamanan tempat tidur
c. Beri tanda jika lantai licin
d.Pada ibu hamil disarankan
e. tidak menggunakan hak tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit.


utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit
Khusus dan Swast
Hasting G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety. Health Service
Journal.http://www.goodmanagement-hsj.co.uk/patientsafety
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept, and
prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Salemba Medika. Jakarta.
PERSI – KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit.
Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006

You might also like