You are on page 1of 22

Materi-materi Teknologi Informasi dalam Keperawatan

1. Manfaat Komputer Dalam Keperawatan


Di era teknologi informasi dan era keterbukaan ini, masyarakat mempunyai kebebasan
untuk mengemukakan pendapatnya, sehingga apabila masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang tidak bermutu maka masyarakat berhak menuntut pada pemberi pelayanan
kesehatan. Namun kondisi keterbukaan pada masyarakat saat ini sepertinya belum didukung
dengan kesiapan pelayanan kesehatan, salah satunya dalam memenuhi ketersediaan alat
dokumentasi yang cepat dan modern dipelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini di Indonesia belum secara luas
dimanfaatkan dengan baik oleh perawat khususnya di pelayanan rumah sakit, terutama
pelayanan keperawatan.
Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi
pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus
mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian
sampai dengan evaluasi dan yang sangat penting adalah disertai dengan sistem
pendokumentasian yang baik. Namun pada realitanya dilapangan, asuhan keperawatan yang
dilakukan masih bersifar manual dan konvensional, belum disertai dengan sistem /perangkat
tekhonolgi yang memadai. Contohnya dalam hal pendokumentasian asuhan keperawatan
masih manual, sehingga perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya
kelalaian dalam praktek. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka
sangat dimungkinkan bagi perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian asuhan
keperawatan yang lebih baik dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen. Salah satu
bagian dari perkembangan teknologi dibidang informasi yang sudah mulai dipergunakan oleh
kalangan perawat di dunia internasional adalah teknologi PDA ( personal digital assistance. Di
masa yang akan datang, pelayanan kesehatan akan dipermudah dengan pemanfaatan
personal digital assistance (PDA). Perawat, dokter, bahkan pasien akan lebih mudah
mengakses data pasien serta informasi perawatan terakhir.
Definisi PDA (Personal Digital Assistants) menurut Wikipedia adalah sebuah alat
komputer genggam portable, dan dapat dipegang tangan yang didesain sebagai organizer
individu, namun terus berkembang sepanjang masa. PDA memiliki fungsi antara lain sebagai
kalkulator, jam, kalender, games, internet akses, mengirim dan menerima email, radio,
merekam gambar/video, membuat catatan, sebagai address book, dan juga spreadsheet. PDA
terbaru bahkan memiliki tampilan layar berwarna dan kemampuan audio, dapat berfungsi
sebagai telepon bergerak, HP/ponsel, browser internet dan media players. Saat ini banyak
PDA dapat langsung mengakses internet, intranet dan ekstranet melalui Wi-Fi, atau WWAN
(Wireless Wide-Area Networks). Dan terutama PDA memiliki kelebihan hanya menggunakan
sentuhan layar dengan pulpen/ touch screen.7)
Dokter, mahasiswa kedokteran, perawat, bahkan pasien akan lebih mudah
mengakses data pasien serta informasi perawatan terakhir. “Aplikasi klinis yang banyak
digunakan selama ini adalah referensi tentang obat/drug reference. Bahkan sebuah PDA
dengan pemindai bar code/gelang data, saat ini sudah tersedia. PDA semacam ini
memungkinkan tenaga kesehatan untuk memindai gelang bar code/gelang data pasien guna
mengakses rekam medis mereka, seperti obat yang tengah dikonsumsi, riwayat medis, dan
lain-lain. Selain itu, informasi medis tersebut dapat pula diakses secara virtual di mana pun
kapan pun, dengan bandwidth ponsel yang diperluas atau jaringan institusional internet
nirkabel kecepatan tinggi yang ada di rumah sakit. Di samping itu data pasien atau gambar
kondisi/penyakit pasien dapat didokumentasikan, untuk tujuan pengajaran atau riset, demi
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Meski demikian, PDA tidak akan dapat
menggantikan komputer/dekstop/laptop. Tetapi setidaknya, alat ini akan memberikan
kemudahan tenaga kesehatan untuk mengakses informasi di mana saja.
Fungsi bantuan PDA untuk kita sebagai perawat adalah perawat dapat mengakses
secara cepat informasi tentang obat, penyakit, dan perhitungan kalkulasi obat atau
perhitungan cairan IV fluid/infus; perawat dapat menyimpan data pasien, membuat grafik/table,
mengefisiensikan data dan menyebarluaskannya; perawat dapat mengorganisasikan data,
mendokumentasikan intervensi keperawatan dan membuat rencana asuhan keperawatan;
PDA dapat menyimpan daftar nama, email, alamat website, dan diary/agenda harian; PDA
sangat berguna untuk program pembelajaran keperawatan; meningkatkan keterlibatan dan
hubungan pasien-perawat. Apabila pasien dan perawat memiliki PDA, aplikasi komunikasi
keperawatan tingkat mutahir dapat diterapkan, yang tidak lagi menonjolkan peran tatap muka
hubungan interaksi perawat-pasien (telenursing). PDA dapat menunjang pengumpulan data
base pasien dan RS, yang berguna untuk kepentingan riset dalam bidang keperawatan.
Sudah selayaknya institusi pendidikan keperawatan sebaiknya memberikan penekanan
penting dalam kurikulumnya, untuk mulai mengaplikasikan “touch” over “tech” (sentuhan
tehnologi dalam bidang keperawatan). Sehingga saat si perawat tersebut telah lulus, mereka
dapat mengintegrasikan tehnologi dalam asuhan keperawatan.
Dengan adanya komputer dan PDA di tempat kerja perawat, dapat meningkatkan
produktivitas, mengurangi kesalahan serta kelalaian/negligence, meningkatkan mutu
perawatan kepada pasien, dan meningkatkan juga kepuasan kerja perawat. Sebagian besar
perawat secara umum masih “gaptek” tehnologi, termasuk PDA. Kita bisa memulai bergabung
dengan grup penggermar PDA dan masuk dalam kelompok/komunitas, atau dapat pula belajar
dari para dokter, membuka website tutorial/panduan PDA, mempelajari dari buku dan dari
perawat lain yang telah terbiasa menggunakan PDA. Mulailah mencoba dari hal yang
sederhana seperti agenda harian, organizer, mengambil/upload gambar, games, musik, dsb.
Pemanfaatan PDA dan tehnologi pada akhirnya berpulang kepada perawat itu sendiri. Namun
sudah semestinya diharapkan keterlibatan institusi rumah sakit atau pendidikan keperawatan,
agar mampu merangsang pemanfaatan tehnologi informasi/nursing computer secara luas di
negara kita. Di Indonesia seyogyanya akan lebih baik jika dosen/CI (clinical instructor) dari
institusi pendidikan AKPER/STIKES/FIK mulai mengenal pemanfaatan PDA, dalam interaksi
belajar mengajar. Misalnya saja saat pre/post conference pembahasan kasus praktek
mahasiswa di RS apabila terdapat obat/tindakan keperawatan yang rumit, maka dosen dan
mahasiswa dapat langsung akses browser internet.
Demikian pula halnya di level manajer keperawatan setingkat Kepala bidang
Keperawatan/supervisor keperawatan di RS pun demikian. PDA sebagai organizer, dan smart
phone dapat membantu bidang pekerjaan perawat dalam peran sebagai manajer. Setiap
kegiatan rapat, pengambilan keputusan, penggunaan analisa data dan teori keperawatan
dapat diakses segera melalui PDA. Setiap data yang ada di RS dapat pula bermanfaat untuk
bahan analisa riset keperawatan, masukkan untuk perumusan kebijakan/policy dan penunjang
sistem TI (tehnologi informasi) di RS. Sehingga bukan tidak mungkin akan tercipta nursing
network (jaringan keperawatan online) yang dapat memberikan pertukaran informasi data dan
program kesehatan secara online tanpa mengenal batas geografis.
Akan ada saatnya dimana keperawatan, perawat, klien, asuhan keperawatan akan
bersinggungan dan berjalan seiringan dengan perkembangan percepatan tehnologi. Sentuhan
asuhan keperawatan dimasa mendatang bukan tidak mungkin, akan semakin banyak
berkembang pesat. Aplikasi telemetry (alat monitor jantung pasien) di ruang rawat semisal
medikal pada pasien jantung koroner/MI, yang dimonitor melalui CCU untuk melihat irama dan
patologi, sistem data base pasien, dan bahkan di Singapura telah dikembangkan alat
pengukuran suhu pasien dengan dimonitor melalui komputer – menjadi terobosan baru yang
perawat perlu ketahui. Hingga ada saatnya pula tehnologi informatika dapat membantu
mengurangi beban kerja perawat, dan meningkatkan akurasi hasil asuhan keperawatan yang
diberikan di Indonesia.
Perkembangan pemanfaatan PDA di dunia keperawatan Indonesia nampaknya masih
sangat minim, berbeda dengan di luar negeri yang sudah berkembang pesat. Kemungkinan
faktor penghambatnya yaitu kurang terpaparnya perawat Indonesia dengan teknologi
informatika khususnya PDA, masih bervariasinya tingkat pengetahuan dan pendidikan
perawat, dan belum terintegrasinya sistem infirmasi manajemen berbasis IT dalam parktek
keperawatan di klinik. Mungkin perlu ada terobosan-terobosan dari organisasi profesi perawat
bekerjasama dengan institusi pelyanan kesehatan untuk lebih mengaplikaskan lagi sistem
informasi manajemen berbasis IT dalam memberikan pelayanan ke pasien. Semula memang
terasa menyulitkan dan membutuhkan waktu lebih lama saat menerapkan program tersebut.
Namun setelah terbiasa terasa sangat membantu perawat sehingga mengurangi administrasi
kertas kerja dalam asuhan keperawatan. Seperti contohnya, perawat tidak perlu lagi mengisi
format tanda vital/vital signs pasien (dengan pulpen warna biru, merah, hitam, hijau dsb),
cukup dengan langsung entry ke komputer. Sehingga yang semula ada sekitar 6 lembar kertas
kerja yang perlu diisikan, sekarang cukup 1 saja yaitu nurses notes (catatan keperawatan)

2. Sejarah Perkembangan Komputer dalam Keperawatan


Komunikasi adalah hal yang sangat penting bagi sebuah institusi perawatan kesehatan
karena banyaknya bagian/departemen yang terlibat dalam proses perawatan pasien.
Pelayanan dan manajer keperawatan harus memasukkan banyak data/informasi mengenai
pasien mulai dari saat masuk hingga pasien pulang.
Saat ini komputer secara absolut penting untuk mengatur:
1. Makin kompleksnya masalah keuangan
2. Melaporkan permintaan beberapa bagian/departemen
3. Kebutuhan komunikasi dari tim perawatan kesehatan yang berbeda
4. Pengetahuan yang relevan untuk perawatan pasien
Komputer mempengaruhi praktek, administrasi, pendidikan serta penelitian, dan
dampaknya akan terus meluas. Abad informasi bagi masyarakat yang besar merupakan
sejarah baru dalam perubahan teknologi, dan akan terus berkembang mempengaruhi
kehidupan dan pekerjaan selama beberapa dekade.
A. Perspektif Sejarah
Komputer telah dikenal sekitar lima puluh tahun yang lalu, tetapi rumah sakit lambat
dalam menangkap revolusi komputer. Saat ini hampir setiap rumah sakit menggunakan jasa
komputer, setidaknya untuk manajemen keuangan. Perawat terlambat mendapatkan manfaat
dari komputer, usaha pertama dalam menggunakan komputer oleh perawat pada akhir tahun
1960-an dan 1970-an mencakup:
1. Automatisasi catatan perawat untuk menjelaskan status dan perawatan pasien.
2. Penyimpanan hasil sensus dan gambaran staf keperawatan untuk analisa kecenderungan
masa depan staf.
Pada pertengahan tahun 1970-an, ide dari sistem informasi rumah sakit (SIR)
diterapkan, dan perawat mulai merasakan manfaat dari sistem informasi manajemen. Pada
akhir tahun 1980-an memunculkan mikro-komputer yang berkekuatan besar sekali dan
perangkat lunak untuk pengetahuan keperawatan seperti sistem informasi manajemen
keperawatan (SIMK)
B. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR)
Sistem informasi rumah sakit (SIR) sangat luas, desain sistem komputer yang
komplek untuk menolong komunikasi dan mengatur informasi yang dibutuhkan dari sebuah
rumah sakit. Sebuah SIR akan diaplikasikan untuk perijinan, catatan medis, akuntansi, kantor,
perawatan, laboratorium, radiologi, farmasi, pusat supali, mutrisi/pelayanan makan, personel
dan gaji. Jumlah aplikasi-aplikasi lain dapat dimasukkan bagi beberapa bagian/departemen
dan untuk beberapa tujuan yang praktikal. Manajer-manajer perawat perlu mengenal
komputer, yang mencakup mengenal istilah umum yang digunakan komputer. Pada masa
depan dapat diharapkan bahwa semua pekerjaan perawat akan dipengaruhi oleh komputer,
dan beberapa posisi baru akan dikembangkan bagi perawat-perawat di bidang komputer.
C. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK)
Sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK) merupakan paket perangkat lunak
yang dikembangkan secara khusus untuk divisi pelayanan keperawatan. Paket perangkat
lunak ini mempunyai program-program atau modul-modul yang dapat membentuk berbagai
fungsi manajemen keperawatan. Kebanyakan SIMK mempunyai modul-modul untuk :
 Mengklasifikasikan pasien
 Pambentukan saraf
 Penjadwalan
 Catatan personal
 Laporan bertahap
 Pengembangan anggaran
 Alokasi sumber dan pengendalian biaya
 Analisa kelompok diagnosa yang berhubungan
 Pengendalian mutu
 Catatan pengembangan staf
 Model dan simulasi untuk pengembilan keputusan
 Rencana strategi
 Rencana permintaan jangka pendek dan rencana kerja
 Evolusi program
Modul SIMK untuk klasifikasi pasien, pengaturan staf, catatan personal, dan laporan
bertahap sering berhubungan. Pasien diklasifikasikan menurut kriterianya. Informasi klasifikasi
pasien dihitung berdasarkan formula beban kerja. Juga susunan pegawai yang dibutuhkan
dan susunan pegawai yang sebenarnya dapat dibuat. SIMK dan komputer dapat membuat
perawatan pasien lebih efektif dan ekonomis. Perawat-perawat klinis menggunakannya untuk
mengatur perawatan pasien, termasuk di dalamnya sejarah pasien, rencana perawatan,
pemantauan psikologis dan tidak langsung, catatan kemajuan perawatan dan peta kemajuan.
Hal ini dapat dilakukan di semua kantor/ruang perawat. Perawat-perawat klinis dapat
menggunakan SIMK untuk mengganti sistem manual pada pencatatan data. Hal ini dapat
mengurangi biaya sekaligus memungkinkan peningkatan kualitas dari perawatan. Dengan
sistem informasi usia, manajer perawat dapat merencanakan karier untuk mereka sendiri dan
perawat klinis mereka. Karier baru di SIMK mungkin satu jawaban untuk perawat.
Perkembangan teknologi computer (informasi) yang begitu pesat telah merambah ke
berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan
bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi komputer relatif
tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah
satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru
dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal
sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih
merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan
maupun teknologi informasi komputer, rumah sakit rata-rata hanya menginvestasinya 2%
untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi komputer merupakan salah
satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya
arus informasi. Teknologi informasi dan komunikasi komputer saat ini adalah bagian penting
dalam manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang
begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap
tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte
perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi
informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara
manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-
share secara mudah dan cepat.
Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat.
Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali
lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif
terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan
di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara khusus akan membahas
perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen rekam medis secara lebih
efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi teknologi
informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam medis.

3. Penetapan Teknologi Informasi di bidang Kesehatan dapat diibaratkan sebagai pisau


bermata 2
Penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan dapat diibaratkan sebagai pisau
bermata dua. Di satu sisi, inovasi ini dapat meningkatkan efisiensi, tetapi di sisi lain dapat
menyebabkan pemborosan, memperburuk kinerja organisasi bahkan kegagalan.
Teori mengenai difusi inovasi pertama kali dicetuskan oleh Everett Rogers melalui
publikasinya pada tahun 1960 dengan mendefinisikan sebagai proses dimana inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu pada kurun waktu tertentu kepada anggota sistem
sosial. Sedangkan inovasi diartikan sebagai “ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh
individu, kelompok atau bahkan organisasi”. Proses individu mengadopsi inovasi secara
bertahap meliputi fase pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi.
Pengenalan obat baru juga mengikuti fase tersebut. Dokter akan menggunakan obat baru
setelah menerima berbagai informasi melalui berbagai saluran komersial dan divalidasi oleh
saluran profesional.
Akan tetapi, penerapan konsep inovasi dan difusi bagi adopsi teknologi informasi
tidaklah sederhana. Keputusan mengadopsi teknologi informasi tidak hanya terletak pada
aspek individu, tetapi juga pada tingkatan organisasional. Inovasi penggunaan surat elektronik
(e-mail) lebih tergantung kepada keputusan individu bukan organisasi. Di sisi lain, dalam suatu
organisasi, berbagai jenis perangkat lunak (yang baru dan lama) dapat digunakan secara
bersama-sama.
Di sinilah peran jaringan sosial menentukan perilaku adopsi inovasi di sektor
kesehatan. Kehadiran seorang juara (champion) juga akan menentukan proses adopsi inovasi
tersebut. Champion adalah orang yang memiliki ide kreatif dan menerapkannya di organisasi.
Mereka adalah orang yang membuat kontribusi terhadap proses inovasi dengan secara aktif
dan bersemangat mempromosikan inovasi, membuat dukungan, mengatasi resitensi serta
memastikan bahwa inovasi diterapkan.
Teori tentang perilaku organisasi juga perlu diperhatikan untuk memahami difusi
teknologi informasi. Jika suatu sistem sudah diadopsi pada tingkat organisasi, apa yang harus
dilakukan untuk meyakinkan pengguna potensial untuk mengadopsinya? Mekanisme
penghargaan dapat mendorong tetapi juga dapat menghambat. Pengalaman menunjukkan
bahwa penghargaan tidak harus terkait dengan kompensasi finansial, tetapi juga penghargaan
profesional seperti proses pengembangan karir.
Faktor lain yang mempengaruhi inovasi adalah saluran komunikasi di organisasi yang
memperkuat jaringan sosial. Komunikasi yang mendukung pertukaran wacana (diskusi),
membawa pengetahuan dan informasi dari luar organisasi akan mempercepat proses difusi.
Selain itu, faktor lain yang berpengaruh adalah proses pengambilan keputusan dan komitmen
manajemen puncak. Komitmen pucuk pimpinan dapat ditunjukkan dengan pemberian
kesempatan serta sumber daya. Gaya kepemimpinan juga sangat berpengaruh. Pada fase
identifikasi kebutuhan gaya kepemimpinan partisipatif akan sangat mendukung. Tetapi ketika
sudah fase implementasi, model kepemimpinan yang hirarkis disebut-sebut lebih menentukan
tingkat keberhasilannya. Yang terakhir adalah kesiapan terhadap perubahan. Zaltman et al.
mengatakan bahwa pada fase implementasi, struktur organisasi yang mendukung
pengendalian serta manajemen proyek yang berhati-hari sangat mempengaruhi keberhasilan
proses inovasi. Oleh karena itu, perencanaan merupakan salah satu variabel penting dalam
penerapan inovasi. Atribut organisasi merupakan prediktor penting dalam meluasnya
penggunaan inovasi teknologi informasi. Akan tetapi variabel ini tidak cukup meyakinkan untuk
mempengaruhi tingkat inovasi.
Penelitian Ash menyimpulkan bahwa kesadaran terhadap komunikasi yang akurat dan
tepat waktu, mekanisme reward yang menerapkan prinsip ekspektansi, pengambilan
keputusan yang bersifat partisipatif, serta keberadaan champiorn sangat diperlukan untuk
menjamin bahwa inovasi teknologi informasi berhasil didifusikan. Selain itu, aspek organisasi
juga perlu diperhatikan tidak hanya teknologi saja.
4. Sistem Informasi Keperawatan Di Puskesmas
Puskesmas sebagai salah satu institusi pelayanan umum, dapat dipastikan
membutuhkan keberadaan sistem informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai
untuk meningkatkan pelayanan puskesmas kepada para pengguna (pasien) dan lingkungan
terkait. Dengan lingkup pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan
kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan di puskesmas. Banyaknya variabel di
puskemas turut menentukan kecepatan arus informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dan
lingkungan puskesmas.
Selama ini banyak puskesmas yang masih mengelola data-data kunjungan pasien,
data-data arus obat, dan juga membuat pelaporan dengan menggunakan cara-cara yang
manual. Selain membutuhkan waktu yang lama, keakuratan dari pengelolaan data juga kurang
dapat diterima, karena kemungkinan kesalahan sangat besar. Beberapa puskesmas mungkin
sudah memakai komputer sebagai alat bantu untuk pengelolaan data, hanya saja sampai
sekarang belum banyak program komputer yang secara khusus didesain untuk manajemen
data di puskesmas.
Sistem Informasi Puskesmas (Simpus), sesuai namanya, adalah sebuah sistem
informasi rekam medis yang secara khusus dirancang untuk digunakan di Puskesmas.
Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang unik,
berbeda dengan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Kebutuhan-kebutuhan Puskesmas yang unik tersebut, telah sejak lama dengan tekun
dipelajari dan diikuti perkembangannya oleh seorang teman, Raharjo. Setelah selama
beberapa tahun Mas Jojok, demikian ia biasa dipanggil, mengembangkan dan memasarkan
Simpus yang berupa aplikasi desktop (yang telah digunakan pada hampir 500 Puskesmas
yang tersebar di seluruh Indonesia), pada tahun 2008, ia mengajak kami untuk bersama-sama
mengembangkan Simpus yang berbasis web. Keputusan ini diambilnya setelah melihat fakta
di lapangan bahwa Simpus berbasis web memiliki peluang memberikan dukungan yang lebih
baik pada Puskesmas dalam melayani masyarakat. Dalam waktu kurang lebih setahun
semenjak itu, Simpus berbasis web telah digunakan oleh beberapa Puskesmas.
Simpus merekam data rekam medis pasien-pasien yang berkunjung di Puskesmas.
Tidak hanya itu, Simpus juga membantu Puskesmas dalam menyusun laporan-laporan rutin
bulanan, baik untuk keperluan internal Puskesmas, ataupun untuk pelaporan ke Dinas
Kesehatan.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama kami dalam mengembangkan
Simpus berbasis web ini:

1. Kemudahan dalam pengoperasian. Dari pengalaman sejauh ini, dengan pelatihan dua
hari, yang dilakukan selepas jam kerja Puskesmas, kebanyakan pengguna sudah
memahami alur Simpus dan cara menggunakannya.
2. Kecepatan proses pengisian data. Sudah sejak lama kami menyadari bahwa
pengisian data melalui tampilan berbasis web cenderung lebih lama, bila dibandingkan
dengan pengisian data melalui tampilan aplikasi desktop. Kami berupaya
meminimalkan waktu pengisian data dengan menyederhanakan alur, tanpa
mengurangi kelengkapan data yang diisikan. Pengisian data pada semua titik (ruang
pendaftaran, ruang pelayanan medis, dll) secara rata-rata dilakukan dalam waktu 1-2
menit.
3. Dukungan bantuan kepada pengguna. Kami menyadari bahwa belum banyak petugas
Puskesmas yang terbiasa dengan penggunaan aplikasi berbasis web. Proses
pembiasaan tentu saja akan membutuhkan waktu, dan dalam proses tersebut
mungkin akan ada kendala-kendala yang dijumpai. Dengan dukungan dari petugas
setempat, kami selalu berupaya memberikan bantuan untuk mengatasi kendala-
kendala tersebut.

Saat ini, Puskesmas yang telah menggunakan Simpus kami adalah:


 Kota Magelang: Puskesmas Magelang Selatan, Puskesmas Magelang Utara, Puskesmas
Botton, Puskesmas Jurangombo, Puskesmas Kerkopan
 Kabupaten Demak: Puskesmas Karangawen
 Kabupaten Sukoharjo: Puskesmas Kartasura, Puskesmas Polokarto
 Kabupaten Bangka Barat: Puskesmas Muntok
SIMPUS dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang secara
umum banyak dijumpai di puskesmas. SIMPUS mempunyai tunjuan pengembangan yang
jelas, antara lain :
o Terbangunnya suatu perangkat lunak yang dapat digunakan dengan mudah oleh puskesmas,
dengan persyaratan yang seminimal mungkin dari segi perangkat keras maupun dari segi
sumber daya manusia yang akan menggunakan perangkat lunak tersebut.
o Membantu dalam mengolah data puskesmas dan dalam pembuatan berbagai pelaporan yang
diperlukan.
o Terbangunnya suatu sistem database untuk tingkat kabupaten, dengan memanfaatkan data-
data kiriman dari puskesmas.
o Terjaganya data informasi dari puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga dapat dilakukan
analisa dan evaluasi untuk berbagai macam penelitian.
o Terwujudnya unit informatika di Dinas Kesehatan Kabupaten yang mendukung
terselenggaranya proses administrasi yang dapat meningkatkan kwalitas pelayanan dan
mendukung pengeluaran kebijakan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Berbagai kendala dalam implementasi SIMPUS ataupun program aplikasi yang sudah
pernah dialami di berbagai daerah ikut menjadi masukkan untuk menentukan model
pengembangan SIMPUS. Kendala-kendala yang secara umum sering dijumpai di puskesmas
antara lain :

1. Kendala di bidang Infrastruktur


Banyak puskesmas yang hanya memiliki satu atau dua komputer, dan biasanya untuk
pemakaian sehari-hari di puskesmas sudah kurang mencukupi. Sudah mulai banyak
pelaporan-pelaporan yang harus ditulis dengan komputer. Komputer lebih berfungsi sebagai
pengganti mesin ketik semata. Selain itu kendala dari sisi sumber daya listrik juga sering
menjadi masalah. Puskesmas di daerah-daerah tertentu sudah biasa menjalani pemadaman
listrik rutin sehingga pengoperasian komputer menjadi terganggu. Dari segi keamanan, banyak
gedung puskesmas yang kurang aman, sering terjadi puskesmas kehilangan perangkat
komputer.
2. Kendala di bidang Manajemen
Masih jarang sekali ditemukan satu orang staf atau petugas atau bahkan unit kerja
yang khusus menangani bidang data/komputerisasi. Hal ini dapat dijumpai dari tingkat
puskesmas ataupun tingkat dinas kesehatan di kabupaten/kota. Pada kondisi seperti ini
nantinya akan menjadi masalah untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas data-
data yang akan ada, baik dari segi pengolahan dan pemeliharaan data, maupun dari segi
koordinasi antar bagian.
3. Kendala di bidang Sumber Daya Manusia
Kendala di bidang SDM ini yang paling sering ditemui di puskesmas. Banyak staf
puskesmas yang belum maksimal dalam mengoperasikan komputer. Biasanya kemampuan
operasional komputer didapat secara belajar mandiri, sehingga tidak maksimal. Belum lagi
dengan pemakaian komputer oleh staf yang kadang-kadang tidak pada fungsi yang
sebenarnya.

5. Peran Teknologi Informasi untuk Mendukung Manajemen Informasi Kesehatan di RS


Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor
termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat
information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh,
ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam
dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan
pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat
modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS,
negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya,
rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu
tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus
informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam
manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat
(kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter
akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan
terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI
mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual.
Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share
secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang
sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan
yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai
aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen
informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara
khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen
rekam medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh
aplikasi teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi
komunitas rekam medis.
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat
keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard,
monitor, touch screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun
alat digitasi lain dari bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima
masukan data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat
komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central
procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini berfungsi untuk mengolah serta
mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu,
terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun
portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang
menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD
maupun bentuk respon lainnya.
Meskipun menggunakan pendekatan, jenis aplikasi serta pengalaman yang berbeda-beda,
namun secara umum ada kesamaan faktor yang faktor yang menentukan keberhasilan
mereka dalam menerapkan rekam medis berbasis komputer, yaitu:
Leadership, komitmen dan visi organisasi. Leadership dari pimpinan rumah sakit
merupakan faktor terpenting. Hal ini ditandai dengan komitmen jangka panjang serta visi
sangat jelas. Seringkali klinisi senior yang menjadi leader dalam komputerisasi dan menjalin
kerjasama dengan ahli informatika. Selanjutnya komitmen tersebut direalisasikan secara
finansial maupun sumber daya manusia. Bertujuan untuk meningkatkan proses klinis dan
pelayanan pasien.
Kunci keberhasilan kedua pengembangan sistem merupakan investasi untuk memperbaiki
dan meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien. Saat ini, seiring dengan isyu medical
error dan patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan. Melibatkan
klinisi dalam perancangan dan modifikasi sistem. Di kelima rumah sakit tersebut, berbagai
upaya dilakukan, baik formal maupun non formal untuk melibatkan dokter dan dalam
perancangan dan modifikasi sistem. Dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lain yang
memiliki pengalaman informatik dilibatkan sebagai penghubung antara klinisi dan sistem
informasi. Hal ini terutama sangat penting dalam merancangn sistem pendukung keputusan
klinis. Pengalaman di atas mengungkapkan bahwa penerapan IT untuk rekam medis
merupakan effort yang luar biasa yang tercermin mulai dari leadership pimpinan, komitmen
finansial dan SDM, tujuan organisasi, proses perancangan yang melelahkan, networking
antara tenaga medis, non medis dan informatik hingga menjaga momentum.
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih banyak kendala dalam penerapan
teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit. Jika masih dalam taraf
pengembangan sistem informasi transaksi (misalnya data administratif, keuangan dan
demografis) problem sosiokltural tidak terlalu kentara. Namun demikian, jika sudah sampai
aspek klinis, tantangan akan semakin besar. Di sisi lain, persoalan kesiapan SDM seringkali
menjadi pengganjal. Pemahaman tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap potensi TI
kadang menjadi lemah karena pemahaman yang keliru. Oleh karena itu penguatan pada
aspek pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu kuncinya. Disamping itu, tentu
saja adalah masalah finansial. Tanpa disertai dengan bantuan tenaga ahli yang baik,
terkadang investasi TI hanya akan memberikan pemborosan tanpa ada nilai lebihnya. Yang
terakhir adalah kecurigaan terhadap lemahnya aspek security, konfidensialitas dan privacy
data medis.
Dari konteks teknologi informasi dan komunikasi, dapat dikatakan bahwa pelbagai aplikasi
sangat potensial sekali diterapkan di dunia medis. Akan tetapi kita harus memperhatikan
bahwa hingga saat ini secara kultural, dunia medis, termasuk yang sudah menerapkan
infrastruktur elektronik secara canggih sebagian besar transaksi informasi klinis masih berjalan
secara face to face. Sehingga tidak salah bila ada yang mengatakan bahwa keberhasilan
sistem informasi di rumah sakit 90% merupakan masalah sosial kultural dan hanya 10% saja
yang merupakan masalah informatika. Secara terapan, aplikasi informatika kedokteran
meliputi rekam medik elektronik, sistem pendukung keputusan medik, sistem penarikan
informasi kedokteran, hingga pemanfaatan internet dan intranet untuk sektor kesehatan,
termasuk merangkaikan sistem informasi klinik dengan penelusuran bibliografi berbasis
internet. Dengan demikian, komunitas rekam medis akan memiliki wawasan yang luas
mengenai prospek teknologi informasi serta mampu menjembatani klinisi (pengguna dan
penyedia utama informasi kesehatan) dengan para ahli komputer (informatika) yang bertujuan
merancang desain aplikasi dan sistem agar dapat menghasilkan produk aplikasi manajemen
informasi kesehatan di rumah sakit yang lebih efektif dan efisien.
6. Pemanfaatan Teknologi Informasi pada riset Keperawatan
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan
berperan besar dalam meningkatkan layanan kesehatan warga dunia. Akselerasi penggunaan
TIK dalam dunia kesehatan semakin meningkat dan mudah dengan adanya partisipasi Google
Inc yang mulai menyediakan layanan Medical Record Service.
Proyek percontohan Google itu telah melibatkan puluhan ribu pasien di rumah sakit
Cleveland yang dengan suka rela mentransfer rekam medis mereka. Rekam medis yang
terkumpul itu dipergunakan oleh Google untuk memberikan layanan melalui aplikasi
terbarunya. Perlu dicatat bahwa setiap data pasien dalam rekam medis, seperti resep obat,
jenis alergi, riwayat kesehatan, dan sebagainya semuanya itu dilindungi dengan
mempergunakan password, seperti juga yang disyaratkan dalam layanan Google lainnya.
Layanan Google tersebut semakin membuat pengelola rumah sakit ingin segera memakai dan
mengintegrasikan sistem informasi dan manajemenya dengan Google demi mewujudkan
sistem layanan kesehatan yang lebih efektif dan progresif.
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai
sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang
bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai
contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar
dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap
perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi
yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian
kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi
informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Dalam era informasi seperti sekarang ini, peranan teknologi informasi dapat
diaplikasikan untuk berbagai bidang kehidupan salah satunya adalah pada bidang kesehatan.
Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sedang mendapat
perhatian besar dari pemerintah, karena sektor ini merupakan salah satu sektor pembangunan
yang sangat potensial untuk dapat diintegrasikan dengan kehadiran teknologi informasi. Salah
satu contoh aplikasi teknologi informasi di bidang kesehatan adalah dengan
mengimplementasikan suatu sistem jaringan kesehatan global dalam satu komunitas, yang
dapat berbasis pada LAN (Local Area Network), MAN (Metropolitan Area Network) maupun
WAN (Wide Area Network), yang menghubungkan beberapa pusat pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit.
Pemanfaatan teknologi informasi di bidang kesehatan seperti penyampaian hasil
laboratorium secara online maupun lewat Short Message Service (SMS) dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang lebih efisien dan efektif kepada masyarakat. Sistem informasi hasil
laboratorium online yang dapat dengan mudah diakses lewat website maupun SMS. Pasien
dari rumah tidak harus datang kembali ke laboratorium untuk mengambil hasil pemeriksaan.
Hal ini tentunya akan lebih efisien dari segi waktu, dan memberikan pelayanan yang maksimal
kepada pasien.
Sistem informasi membantu perawat mengerjakan berbagai tugas kaitannya dengan
pengambilan keputusan dengan DSS (Decision Support System). DSS membantu membuat
hubungan antara informasi yang didapatkan dari pasien literature pilihan tindakan berdasarkan
integrasi sistem. Sistem informasi juga meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien.
Informatika dapat mencegah eror dengan melaksanakan fungsi pengambilan keputusan dan
mencegah fungsi yang tidak tepat. Untuk aktivitas fungsional, Teknologi informasi telah
memperlihatkan peran yang sangat signifikan untuk menolong jiwa manusia, dan riset di
bidang kedokteran. Teknologi digunakan untuk mendiagnosis penyakit, menemukan obat yang
tepat, serta menganalisis organ tubuh manusia bagian dalam yang sulit dilihat. Salah satu
contoh pemanfaatannya adalah Teknologi informasi berupa Sistem Computerized Axial
Tomography (CAT) berguna untuk menggambar struktur bagian otak dan mengambil gambar
seluruh organ tubuh yang tidak bergerak dengan menggunakan sinar-X. Sedangkan untuk
yang bergerak menggunakan sistem Dynamic Spatial Reconstructor (DSR) yang dapat
digunakan untuk melihat gambar dari berbagai sudut organ tubuh. Data-data ini kemudian
akan digunakan oleh dokter atau praktisi medis sebagai dasar penegakan diagnosis maupun
aktivitas pemeriksaan.
Untuk hal administratif pada suatu rumah sakit teknologi informasi digunakan untuk
menangani transaksi yang berhubungan dengan karyawan, juru medis, dan pasien. Sebagai
contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar
dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap
perencanaan pengembangan billing system.
Sekarang ini sudah banyak rumah sakit yang menerapkan sistem informasi untuk
memberikan kepuasan pelayanan terhadap masyarakat. Teknologi informasi telah banyak
diaplikasikan misalnya, rekam medis elektronis telah diterapkan untuk mendukung pelayanan
rawat inap, rawat jalan maupun rawat darurat. Berbagai hasil pemeriksaan laboratoris baik
berupa teks, angka maupun gambar (seperti patologi, radiologi, kedokteran nuklir, kardiologi
sampai ke neurologi sudah tersedia dalam format elektronik. Sedangkan pada bagian rawat
intensif teknologi informasi digunakan untuk mengcapture data secara langsung dari berbagai
monitor dan peralatan elektronik. Sistem pendukung keputusan (SPK) juga sudah diterapkan
untuk membantu dokter dan perawat dalam menentukan diagnosis, pemberitahuan riwayat
alergi, pemilihan obat serta mematuhi protokol klinik. Dengan kelengkapan fasilitas elektronik,
dokter secara rutin menggunakan komputer untuk menemukan pasien, mencari data klinis
serta memberikan instruksi klinis. Namun demikian, bukan berarti kertas tidak digunakan.
Dokter masih menggunakannya untuk mencetak ringkasan data klinis pasien rawat inap
sewaktu melakukan visit. Di bagian rawat jalan, ringkasan klinis tersebut dicetak oleh staf
administratif terlebih dahulu.
7. Sistem Informasi Keperawatan berbasis Komputer
Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang. Perkembangan pengetahuan
masyarakat membuat masyarakat lebih menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu dan
dapat dipertanggungjawabkan. Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai
kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya.
Pendokumentasian Keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang
pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990). Selain itu dokumentasi
keperawatan merupakan bukti akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang
perawat kepada pasiennya. Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara
profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan. Masalah yang sering muncul dan
dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang
belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan
asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.( Hariyati, RT., th
1999)
Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan
harus dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi
juga disebabkan karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan,
dan bagaimana cara mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)
Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap
proses terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan
keperawatan pada khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang
benar maka pelayanan yang diberikan kepada pasien akan cenderung kurang baik, dan dapat
merugikan pasien. Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah
sakit di Indonesia umumnya masih menggunakan pendokumentasian tertulis.
Pendokumentasian tertulis ini sering membebani perawat karena perawat harus menuliskan
dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu banyak untuk
mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal
sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia. Pendokumentasian secara tertulis dan
manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang berupa
lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu
pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan
menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut
diperlukan. Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan
perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum,
dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan
hukum.
Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian
tidak lagi menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh
dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah
dimasukkan dalam komputer. Dengan informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan
waktu pengisian form tidak terlalu lama, lebih murah, lebih mudah mencari data yang telah
tersimpan dan resiko hilangnya data dapat dikurangi serta dapat menghemat tempat karena
dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang berukuran 10 cm x 15 cm x 5 cm . Sistem ini
sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen. Sistem informasi merupakan suatu
kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang berhubungan dengan proses
penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen
yaitu proses, prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan,
supplier, dan rekanan. (Eko,I. 2001).
Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan
ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan
informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan
keperawatan (Gravea & Cococran,1989) Sedangkan menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995)
system informasi keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan
menggunakan data, informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi , komunikasi,
mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan mendesiminasikan
pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan keperawaratan dan
memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu
sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada
sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat,
terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.
Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri
sekitar tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada
sistem pelayanan kesehatan Australia khususnya pada pencatatan pasien. (Liaw, T.,1993).
Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional
yaitu Informasi kesehatan andal 2010(Reliable Health Information 2010). (Depkes, 2001).
Pada Informasi kesehatan andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system
informasi di pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di
masyarakat, namun pelaksanaannya belum optimal. Sistem informasi manajemen
keperawatan sampai saat ini juga masih sangat minim di rumah sakit Indonesia. Padahal
sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan mempunyai banyak keuntungan jika dilihat
dari segi efisien, dan produktifitas.
Dengan sistem dokumentasi yang berbasis komputer pengumpulan data dapat
dilaksanakan dengan cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih efektive
dan dapat menjadi sumber dari penelitian, dapat melihat kelanjutan dari edukasi ke pasien,
melihat epidemiologi penyakit serta dapat memperhitungkan biaya dari pelayanan
kesehatan.(Liaw,T. 1993). Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat tersimpan dengan
aman. Akses untuk mendapat data yang telah tersimpan dapat dilaksanakan lebih cepat
dibandingkan bila harus mencari lembaran kertas yang bertumpuk di ruang penyimpanan.
Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil dalam Emilia, 2003: beberapa institusi
kesehatan yang menerapkan system komputer, setiap perawat dalam tugasnya dapat
menghemat sekitar 20-30 menit waktu yang dipakai untuk dokmuntasi keperawatan dan
meningkat keakuratan dalam dokumentasi keperawatan. Dokumentasi keperawatan dengan
menggunakan komputer seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip pendokumentasian, serta
sesuai dengan standar pendokumentasian internasional seperti: ANA, NANDA,NIC (Nursing
Interventions Classification, 2000).
Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung pedoman
bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan di keperawatan/Decision Support System dan
Executive Information System.(Eko,I. 2001) Informasi asuhan keperawatan dalam sistem
informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan dalam menghitung
pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan
dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga
dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan
keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara
khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997).Sistem Informasi
manajemen (SIM) berbasis komputer banyak kegunaannya, namun pemanfaatan Sistem
Informasi Manajemen di Indonesia masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat
komponen-komponen yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan
masih banyak kelemahannya.

You might also like