You are on page 1of 29

REFERAT

PREEKLAMPSIA

Pembimbing :

dr. Christofel Panggabean, Sp.OG (K)


FM

Disusun oleh :
Tria Utaminingsih 030.13. 193

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

PERIODE 2 OKTOBER – 9 DESEMBER 2017

HALAMAN PENGESAHAN

1
Disusun Guna Memenuhi Tugas Program Studi Profesi Kedokteran
Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi

Nama : Tria Utaminingsih


NIM : 030.13.193
Fakultas : Kedokteran Universitas Trisakti
Bagian : Kepaniteraa Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota
Bekasi
Periode : 2 Oktober – 9 Desember 2017
Judul : Preeklampsia

Bekasi, November 2017


Pembimbing Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Kota Bekasi

dr. Christofel Panggabean, SpOG, (K)FM


KATA PENGANTAR

2
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas kesehatan dan
kemudahan yang dilimpahkan karena berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang
berjudul “Preeklampsia”.
Tidak sedikit hambatan yang dihadapi penulis dalam penyusunan referat ini,
namun berkat bantuan berbagai pihak referat ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Christofel
Panggabean, Sp.OG (K) FM selaku pembimbing atas dukungan dan pengarahannya
selama penulis belajar dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
Semoga referat ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari karya tulis ini masih perlu banyak perbaikan oleh karena
itu kritik dan saran diharapkan dari para pembaca.

Bekasi, November 2017

Penulis

DAFTAR ISI

3
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................3

KATA PENGANTAR.........................................................................................................3

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................4

BAB I...................................................................................................................................5

Pendahuluan.........................................................................................................................5

BAB II.................................................................................................................................7

Pembahasan..........................................................................................................................7

2.1 Definisi....................................................................................................................7

2.2 Epidemiologi...........................................................................................................7

2.3 Faktor risiko ...........................................................................................................7

2.4 Patogenesis..............................................................................................................8

2.5 Gejala klinis..........................................................................................................14

2.6 Klasifikasi dan Diagnosis.....................................................................................15

2.7 Tatalaksana............................................................................................................20

2.8 Komplikasi............................................................................................................25

2.9 Pencegahan...........................................................................................................28

BAB III..............................................................................................................................29

Kesimpulan........................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................30

BAB I

4
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklampsia adalah kelainan kerusakan endotel vaskular yang meluas dan
vasospasme yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan dapat terjadi sampai 4-6
minggu setelah melahirkan. Hal ini secara klinis didefinisikan oleh hipertensi dan
proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis.1 Trias klasik preeklamspsia adalah
hipertensi, proteinuria, dan edema. Saat ini, edema tidak lagi dianggap sebagai bagian
penting dari kondisi ini, sekitar sepertiga wanita eklmpsia tidak mengalami edema.
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah baru "atipikal preeklamspsia-eklampsia" telah
digunakan untuk menggambarkan bentuk-bentuk gangguan hipertensi non klasik
yang muncul selama kehamilan. Meskipun tidak ada definisi ketat preeklamspsia
eklampsia atipikal, telah mendefinisikan untuk kasus dengan proteinuria minimal atau
tidak ada, namun dengan hipertensi, atau proteinuria tanpa tekanan darah tinggi, atau
tanpa hipertensi atau proteinuria. Usia kehamilan < 20 minggu atau lebih dari 48 jam
postpartum2
Preeklampsia merupakan penyebab utama angka mortalitas dan morbiditas
pada maternal dan perinatal, dengan perkiraan angka kematian 50.000-60.000
pertahun di dunia. Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat meningkat sebanyak
25% pada 2 dekade terakhir. Untuk setiap kematian pada wanita di Amerika Serikat
yang dikarenakan preeklampsia diperkirakan sebanyak 50-100 wanita dikarenakan
“near miss” dan menyebabkan masalah kesehatan dan biaya perawatan yang
meningkat.3
Beberapa faktor risiko yang terkait dengan kejadian preeklampsia adalah usia
ibu yang tua, obesitas, dan penyakit vascular dan beberapa faktor risiko yang lainnya.
Perawatan prenatal yang tidak memadai sebagian menjelaskan prevalensi tinggi yang
terus-menerus di negara berkembang.4 Hipertensi pada kehamilan berkontribusi
dalam terjadinya kelahiran premature. Preeklampsia merupakan salah satu faktor
risiko penyakit kardiovaskular dan kelainan metabolik pada wanita. 2 Preeklampsia

5
mengakibatkan sindrom multi sistem, dengan penatalaksanaan satu-satunya adalah
persalinan.5 Keluhan yang sering muncul pada preeclampsia adalah sakit kepala,
gangguan penglihatan, sesak napas, nyeri perut, mual muntah, dan bengkak pada
kedua tungkai.1 Diperlukan strategi edukasi dan konseling pasien yang lebih baik
untuk menyampaikan bahaya preeklampsia dan hipertensi secara lebih efektif dan
pentingnya deteksi dini terhadap wanita dengan berbagai tingkat kesehatan.3

BAB II
PEMBAHASAN

6
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah kelainan kerusakan endotel vaskular yang meluas dan
vasospasme yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan dapat terjadi sampai 4-6
minggu setelah melahirkan. Hal ini secara klinis didefinisikan oleh hipertensi dan
proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis.1 Dalam beberapa tahun terakhir,
istilah baru "atipikal preeklamspsia-eklampsia" telah digunakan untuk
menggambarkan bentuk-bentuk gangguan hipertensi non klasik yang muncul selama
kehamilan.2

2.2 Epidemiologi
Kejadian preeklampsia di dunia yaitu sebanyak 5-8%. 3 Preeklampsia
merupakan penyebab utama angka mortalitas dan morbiditas pada maternal dan
perinatal, dengan perkiraan angka kematian 50.000-60.000 pertahun di dunia.
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat meningkat sebanyak 25% pada 2 dekade
terakhir. Untuk setiap kematian pada wanita di Amerika Serikat yang dikarenakan
preeklampsia diperkirakan sebanyak 50-100 wanita dikarenakan “near miss” dan
menyebabkan masalah kesehatan dan biaya perawatan yang meningkat.3

2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko dari kejadian preeklampsia adalah: 3,6
1. Nulipara
2. Riwayat preeklampsi pada kehamilan sebelumnya
3. Hipertensi kronis atau penyakit ginjal kronis atau keduanya
4. Riwayat trombofilia
5. Kehamilan gemeli
6. In vitro fertilisasi
7. Riwayat keluarga preeclampsia
8. Diabetes mellitus tipe I atau tipe II
9. Obesitas
10. Systemic lupus erythematosus
11. Hamil pada usia lebih dari 40 tahun

2.4 Patogenesis

7
Patogenesis preeklampsia tidak sepenuhnya dapat dijelaskan namun banyak
kemajuan telah dicapai pada dekade. Plasenta selalu menjadi figur sentral dalam
etiologi preeklampsia. Pemeriksaan patologis plasenta dalam kehamilan dengan
preeklampsia sering memperlihatkan banyak infark pada plasenta dan sklerotik pada
arteriol. Hipotesis bahwa invasi trofoblastik yang rusak dengan hipoperfusi
uteroplasma terkait bisa menyebabkan preeklampsia. Remodeling arteri spiral yang
tidak lengkap di rahim berkontribusi terhadap iskemia plasenta dan pelepasan faktor
antiangiogenik dari plasenta iskemik ke dalam sirkulasi ibu berkontribusi terhadap
kerusakan endotel. Selama implantasi, trofoblas plasenta menginvasi rahim dan
menginduksi arteri spiral untuk remodeling, menembus tunika media arteri spiral
miometrium, untuk meningkatkan aliran arteri dan perubahan vasomotor ibu untuk
memberi nutrisi untuk perkembangan janin. Bagian dari remodeling ini mensyaratkan
bahwa trofoblas mengadopsi fenotipe endotel dan berbagai molekul adhesi. Jika
remodeling ini terganggu, plasenta kemungkinan akan kekurangan oksigen, yang
menyebabkan keadaan iskemia relatif dan meningkatkan stres oksidatif. Kejadian ini
dapat menghambat perkembangan janin di intrauterin.4
1. Faktor angiogenik
Tirosin kinase larut seperti fms (sFlt-1), diregulasi dalam peredaran wanita
preeklampsia. sFlt-1 adalah sambungan varian reseptor faktor endotelial vaskular
vaskular (VEGF) fms-seperti tirosin kinase 1. Tidak mengandung sitoplasma dan
domain membran reseptor, sFlt-1 beredar dan berikatan dengan VEGF dan factor
pertumbuhan plasenta (PlGF), yang pada dasarnya bertentangan dengan
pengikatannya terhadap sel reseptor permukaan fms-seperti tirosin kinase 1 (reseptor
VEGF 1). Ketika sFlt-1 disuntikkan ke tikus menggunakan adenovirus, Mereka
mengalami hipertensi dan albuminuria yang signifikan dan perubahan histologis yang
konsisten dengan preeklamspsia (yaitu, pembesaran glomerulus, endotelium, dan
deposisi fibrin dalam glomeruli). Jadi, sFlt-1 menjadi mediator kunci dalam
perkembangan preeklamspsia. Selanjutnya, protein turunan plasenta kedua, endoglin
terlarut (sEng), juga ditemukan diregulasi dalam preeklamspsia. sEng, sebuah

8
coreceptor beredar dari TGF-b, dapat mengikat TGF-b di plasma. Antagonis TGF-b,
faktor proangiogenik, analog dengan VEGF antagonis sFlt-1. Bahkan, tingkat sEng
yang tinggi dalam sirkulasi dapat menginduksi tanda-tanda preeklamspsia berat pada
tikus hamil. Dalam kelompok perempuan dengan diagnosis klinis preeklampsia,
tingkat peningkatan sFlt- Rasio PlGF (bentuk angiogenik) dikaitkan dengan keadaan
ibu dan janin yang buruk dibandingkan dengan wanita dengan nonangiogenik yang
rendah. 4

2. Heme oxygenase pathway


Studi terbaru berfokus pada proksimal jalur induksi sFlt-1. Salah satu jalur
tersebut diinduksi oleh heme oxygenase (HO). Enzim HO, yang ada dalam dua
bentuk, Hmox1 dan Hmox2, mendegradasi heme menjadi karbon monoksida (CO)
dan produk lainnya. Hmox meregulasi pada daerah yang hipoksia dan iskemia, CO,
sebagai vasodilator dan menyebabkan tekanan perfusi yang berkurang di plasenta.
HO dihasilkan oleh trofoblas, dan mengakibatkan invasi trofoblas yang kurang baik
secara in vitro. Studi menunjukkan bahwa kadar Hmox menurun pada pasien dengan
preeklamspsia. Sebaliknya, Ekspresi gen yang meningkat dari Hmox terbukti
menurun tingkat sirkulasi sFlt-1. Menariknya, kadar CO ditemukan meningkat pada
perokok, yang mungkin bisa menjelaskan Paradoks merokok, karena merokok
sepertinya memberi perlindungan terhadap preeklamspsia.4

3. Hydrogen sulfide pathway


Sistem penguat hidrogen sulfida (H2S) juga telah terlibat dalam patogenesis
preeklamspsia. H2S adalah gas yang diketahui memiliki efek vasodilator,
cytoprotective dan sifat angiogenik yang serupa dengan CO H2S dihasilkan oleh tiga
enzim, cystathionine g-lyase, cystathionine b-synthase, dan 3-mercaptopyruvate
sulfurtransferase, menggunakan substrat cystathionine, homocysteine, sistein, dan

9
mercaptopyruvate. Peningkatan H2S tidak selalu terjadi, terbukti pada preeklamspsia
mengalami penurunan, namun tampaknya terjadi peningkatan pada tingkat sFlt-1 dan
sEng. Mekanisme ini mungkin tergantung pada VEGF. Saat tikus yang disuntikkan
dengan adenovirus overexpressing sFlt-1 diobati dengan H2S donor natrium
hidrosulfida, mereka menunjukkan penurunan kadar serum sFlt-1 dan peningkatan
serum VEGF. Ekspresi gen VEGF di ginjal juga meningkat, menunjukkan bahwa efek
proangiogenik H2S dimediasi oleh VEGF. Secara klinis, tikus menunjukkan
penurunan proteinuria, hipertensi, dan cedera glomerulus. Sebaliknya, penurunan
tingkat molekul prekursor H2S ditemukan pada pasien dengan preeklamspsia.
Pemberian inhibitor gistase cystathionine, DL-propargylglycine, pada tikus hamil
menghasilkan peningkatan berarti tekanan darah, kerusakan hati, dan penurunan
pertumbuhan janin. Namun, selanjutnya dari senyawa penghasil H2S Bagi tikus
hamil ini menghambat peningkatan sFlt-1 dan sEng dan pertumbuhan janin yang
baik. Yang paling dekat Senyawa dengan H2S dalam penggunaan klinis adalah
natrium tiosulfat. Sodium tiosulfat dipelajari dalam angiotensin-induced model tikus
hipertensi dan menunjukkan bahwa hal itu mengurangi hipertensi, proteinuria, stres
oksidatif, dan fungsional dan parameter ginjal struktural. Namun dalam praktiknya,
sodium tiosulfat terutama digunakan untuk pengobatan kalsipilaksis dan
menghasilkan laporan kasus anion berat Asidosis metabolik gap melalui mekanisme
yang tidak diketahui. Meskipun temuan ini mungkin memberi harapan bahwa versi
H2S mungkin menawarkan manfaat pada preeklampsia, profil keamanannya pertama
harus aman pada kehamilan.4

4. Nitric oxide pathway


Sistem oksida nitrat (NO) / nitrat oksida sintase (NOS) juga berkontribusi
pada preeklampsia. NO adalah vasodilator kuat yang bertindak untuk menginduksi
relaksasi pada otot polos vaskular sel melalui jalur siklik guanosin monofosfat.
Penurunan tingkat NO dan peningkatan kadar arginase (yang mendegradasi molekul
prekursor di Jalur NOS) telah dilaporkan pada preeklamspsia. Kekurangan NO telah

10
terbukti berkorelasi dengan metabolisme Kelainan yang terlihat pada preeklampsia,
seperti hipertensi, proteinuria, dan disfungsi platelet. Kekurangan NO menginduksi
karakteristik uteroplasenta preeklamspsia pada tikus hamil, termasuk penurunan
diameter arteri pada uterus, panjang arteri spiral, dan aliran darah uteroplasenta.
Temuan ini menunjukkan bahwa sistem NOS penting untuk remodeling arteri spiral
yang normal dan kehamilan.4

5. Oxidative stress
Dari awal kehamilan, plasenta dalam keadaan stres oksidatif yang timbul dari
peningkatan aktivitas mitokondria plasenta dan produksi spesies oksigen reaktif
(ROS), terutama anion superoksida. Pada preeklampsia, ditemukan peningkatan
tingkat stres oksidatif. Sumber itu dikaitkan dengan plasenta, di mana Sintesis radikal
bebas terjadi, dengan leukosit ibu dan endothelium ibu kemunngkinan sebagai
kontributor. Oksid enzim penghasil enzim oksida NADPH, misalnya, telah terbukti
ada di trofoblas plasenta. Wanita dengan onset awal preeklampsia telah ditemukan
memiliki produksi superoksida yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang
menderita penyakit onset akhir. Namun, uji klinis dari Terapi antioksidan dengan
vitamin C (1000 mg) dan E (400 IU) telah mengecewakan dan dikaitkan dengan
meningkatnya jumlah bayi dengan berat lahir rendah. Tidak sepenuhnya jelas apakah
dosis ini, walaupun superfisiologis, akan cukup tinggi untuk mempengaruhi ROS
sistem. Dosis yang lebih tinggi, meski diizinkan, dihindari pada kehamilan untuk
menghindari efek samping yang tidak diketahui.4

6. Angiotensin receptor 1 autoantibodies


Beralih ke mekanisme kekebalan tubuh, sudah banyak studi untuk menunjukkan
hubungan antara autoantibodi dengan angiotensin reseptor 1 (AT1-AA) dan
preeklampsia. Kehadiran AT1-AA pertama kali dideskripsikan oleh Wallukat et al
pada tahun 1999 pada pasien dengan preeklamspsia. Autoantibodi ini nampaknya
patogen dalam berbagai jalur. Dechend dkk menemukan bahwa AT1-Aas Terisolasi
dari sera preeklamspsia wanita menyebabkan upregulasi komponen ROS dan

11
NADPH oxidase juga NK-kB. Pemblokiran dengan reseptor angiotensin 1 (AT1)
reseptor blocker, seperti losartan, mampu mengurangi perubahan ini. Menariknya,
kelompok yang sama menunjukkan bahwa infus dengan antagonis endotelin dalam
AT1- Tikus hipertensi yang diinfeksi AA mampu menurunkan kadar tekanan
darahnya. Oleh karena itu, kemungkinan jalur lain dari hipertensi induksi AT1-AA
mungkin melalui endothelin. Fenotip ini dicegah oleh coinjection losartan, sebuah
reseptor AT1 antagonis, atau peptida penetral antibodi. Ironisnya, satu-satunya kelas
obat yang tersedia memperbaiki aterosklerosis yang diinduksi AT1-AA adalah
angiotensin penghambat reseptor, yang kebetulan teratogenik. Karenanya, blocker
yang aman dari sistem AT1 perlu dieksplorasi. Bukti dari hubungan antara AT1-AA
dan faktor angiogenik juga ada Pada tikus, adanya AT1-AA dapat menginduksi sFlt-1
dilepaskan via aktivasi faktor kalsineurin / nuklir yang diaktifkan sel t. Selanjutnya,
AT1-AA merangsang sFlt-1 dan sEng dengan mendorong TNF-a dan mengatasi
negatifnya regulator, HO. Dalam hal studi manusia, tidak ditemukan korelasi antara
AT1-AA dan tingkat sFlt-1.4

7. Misfolded protein
Plasenta preeklampsia telah terbukti menumpuk kelompok protein yang
salah melipat, yang mungkin berkontribusi pada patofisiologi penyakit. Kehadiran
dari agregat b-amyloid di plasenta wanita dengan preeklampsia dan pembatasan
pertumbuhan janin lebih lanjut mendukung gagasan bahwa agregat protein semacam
itu mungkin langsung patogenik ke plasenta Urin kongofilia ditemukan meningkat
secara signifikan pada wanita berisiko tinggi dengan preeklamspsia dan dibandingkan
dengan wanita hamil yang sehat dan hipertensi kronis atau gestasional. (Risiko tinggi
didefinisikan sebagai wanita dengan hipertensi kronis, riwayat preeklamspsia berat,
kehamilan kembar, diabetes, nefropati diabetes, nefrolitiasis, nefropati membran,
penyakit autoimun, atau sabit penyakit sel dengan sejarah krisis.) Selanjutnya, secara
longitudinal bagian dari penelitian ini dimana 56 wanita berisiko tinggi diikuti, 78%
wanita yang mengalami preeklampsia memiliki tingkat congophilia yang tinggi

12
(didefinisikan oleh retensi merah Kongo sebesar 15%), 10 minggu sebelum
manifestasi klinis penyakit ini. Namun, untuk wanita berisiko rendah dan berisiko
tinggi yang tidak mengalami preeklampsia, Tidak ada perbedaan signifikan dalam
kongofilia mereka tingkat di studi temuan ini menunjukkan congophilia memainkan
peran patofisiologis di awal penyakit dan dapat digunakan sebagai penanda prediktif.4

Gambar 2.1 Patogenesi preeklampsia5


2.5 Gejala Klinis
Beberapa gejala dari Preeklampsia adalah:3,7
1. Sakit kepala yang berat

13
2. Gangguan penglihatan
3. Nyeri epigastrium
4. Mual dan muntah
5. Sesak napas
6. Bengkak yang tiba tiba pada wajah, tangan, dan kaki

2.6 Klasifikasi dan Diagnosis


1. Hipertensi kronis
Hipertensi kronis pada kehamilan didefinisikan sebagai riwayat hipertensi
sebelum kehamilan atau tekanan darah ≥140 / 90 sebelum usia kehamilan 20
minggu. Hipertensi kronis pada kehamilan berat didefinisikan sebagai
Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥110 mmHg.
Pada dewasa yang sedang tidak hamil, tekanan darah <120/80 mmHg adalah
normal, tekanan darah 120-139 / 80-89 mmHg adalah prehipertensi, tekanan
darah 140-159 / 90-99 adalah hipertensi stadium 1, dan tekanan darah ≥160 /
100 mmHg adalah stadium 2 hipertensi.8
2. Hipertensi gestasional
Gestational hipertension (GHTN), sebelumnya dikenal sebagai hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan, didefinisikan sebagai hipertensi yang
berkelanjutan (setidaknya dua kali pemeriksaan, dalam waktu 6 jam secara
terpisah) TD ≥140 / 90 setelah kehamilan 20 minggu, tanpa proteinuria, tanda
atau gejala preeklampsia lainnya, atau riwayat hipertensi sebelumnya.
Gestasional hipertensi yang berat didefinisikan TD ≥160/110 mmHg.8
3. Preeklampsia tanpa tanda bahaya
Kriteria diagnosis Preeklampsia3

14
Table 2.1 kriteria diagnosis preeklampsia3
Beberapa gejala juga dapat muncul pada ibu untuk mengkonfirmasi preeklamsi yang
terjadi pada ibu diantaranya:
 Nyeri kepala
 Gangguan penglihatan
 Nyeri perut
 Nyeri epigastrik dan perut kanan atas
4. Preeklampsia dengan tanda bahaya3

15
Table 2.2 preeklampsia dengan tanda bahaya3
Jika ditemukan tanda Preeklampsia dan beberapa gejala diantaranya:
 Tekanan darah sistolik 140-160 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic
90-110 mmHg atau lebih
 Trombositopenia
 Gangguan hati
 Gangguan ginjal
 Edema pulmo
 Gangguan penglihatan dan gangguan pada otak
Dapat ditetapkan sebagai Preeklampsia dengan tanda bahaya
5. Atypical preeklampsia
Trias klasik preeklamspsia adalah hipertensi, proteinuria, dan edema. Saat ini,
edema tidak lagi dianggap sebagai bagian penting dari kondisi ini, sekitar sepertiga
wanita eklmpsia tidak mengalami edema. Dalam beberapa tahun terakhir, istilah baru
"atipikal preeklamspsia-eklampsia" telah digunakan untuk menggambarkan bentuk-

16
bentuk gangguan hipertensi non klasik yang muncul selama kehamilan. Meskipun
tidak ada definisi ketat preeklamspsia eklampsia atipikal, telah mendefinisikan untuk
kasus dengan proteinuria minimal atau tidak ada, namun dengan hipertensi, atau
proteinuria tanpa tekanan darah tinggi, atau tanpa hipertensi atau proteinuria. Usia
kehamilan < 20 minggu atau lebih dari 48 jam postpartum, yang resisten terhadap
terapi MgSO4, dan anemia hemolitik, enzim hati yang meningkat, dan sindroma
platelet rendah (HELLP) dan variannya juga termasuk dalam kategori atipikal
Eklampsia atipikal merupakan sekitar 8% kasus eklmapsia. Masalah dengan bentuk
atipikal adalah onset yang tidak dapat diprediksi dan dengan demikian kesulitan
dalam membuat diagnosis tepat waktu untuk memulai pengobatan, yang penting
dalam menghindari komplikasi.2

Table 2.3 atypical preeklampsia2

Deteksi Dini Preeklampsia dengan PIGF


Rekomendasi berikut adalah panduan diagnostik dari NICE untuk pengujian
berbasis PlGF membantu mendiagnosis preeklampsia.

17
Uji Triase PIGF dan rasio Elfsys immunoassay sFIt-1 / PIGF, digunakan
dengan standar penilaian klinis dan follow-up berikutnya, direkomendasikan untuk
membantu menyingkirkan preeklampsia pada wanita yang mengalami preeklampsia
antara 20 minggu dan 34 minggu ditambah 6 hari masa gestasi.7
 Bila preeklampsia tidak dapat disingkirkan dengan menggunakan hasil tes
berbasis PIGF, hasilnya seharusnya tidak digunakan untuk mendiagnosa pre-
eklampsia
Uji Triase PIGF dan rasio Elfsys immunoassay sFIt-1 / PIGF, digunakan
dengan standar penilaian klinis dan follow-up berikutnya, untuk membantu diagnosis
preeklampsia pada wanita yang mengalami preeklampsia antara 20 minggu dan 34
minggu ditambah gestasi 6 hari. Namun, saat ini belum cukup bukti bahwa dapat
diagnosis rutin preeklampsia di NHS. Penelitian lebih lanjut dianjurkan untuk
menggunakan tes ini pada wanita dengan preeklampsia yang dicurigai preeklampsia.
Uji DELFIA Xpress PIGF 1-2-3 dan BRAHMS sFIt-1 Kryptor / BRAHMS PIGF plus
Kryptor Rasio PE tidak disarankan untuk digunakan secara rutin di NHS.7
Panduan ini hanya mempertimbangkan penggunaan pengujian berbasis PIGF
untuk membantu mendiagnosis yang dicurigai preeklampsia. NICE sadar akan
penelitian yang sedang berlangsung yang menghubungkan level PIGF rendah dan
high sFIt-1 / PIGF rasio (hasil tes positif) dengan gangguan pada plasenta, namun
gangguan pada plasenta tidak dapat dilihat pada panduan ini,7

2.7 Tatalaksana
 Preeklampsia tanpa tanda bahaya

18
Gambar 2.2 Penatalaksanaan preeklampsia tanpa tanda bahaya3

 Preeklampsia dengan tanda bahaya

 Observasi dan lahirkan dalam waktu 24-


48 jam
 Kortikosteroid, MgSO4, obat
antihipertensi
 USG, monitor DJJ, gejala, dan
laboratorium

Kontraindikasi untuk melanjutkan observasi:

 Eklampsia
 Edema pulmonal
YES  DIC
Lahirkan janin saat ibu stabil
 Hipertensi yang tidak terkontrol
 Nonviable fetus
 Gawat janin
 Abrupsio plasenta 19
 Kematian janin intrapartum
Apakah terdapat kontraindikasi?
Berikan kortikosteroid untuk YES
 ≥ 33 5/7 minggu
pematangan paru  Gejala yang menetap
 HELLP atau portal HELLP syndrome
Lahirkan dalam 48 jam
 IUGR
 Oligohidramnion yang parah
 Reversed end-diastolic flow
 Tanda persalinan dan pecahnya
ketuban
 Gangguan ginjal

 Persiapkan MICU dan PICU


 Lahirkan bayi pada usia 33 6/7
mingggu
 Rawat inap dan stop pemberian
MgSO4
 Pantau kesejahteraan janin setiap
hari
 Periksa tanda vital, gejala, dan
periksa lab darah
 Berikan obat antihipertensi oral

20
YES  Usia kehamilan 34 0/7 minggu
 Perburukan pada ibu dan janin
LAHIRKAN
 Tanda persalinan dan pecahnya
ketuban

Gambar 2.3 Penatalaksanaan Preeklampsia dengan tanda bahaya3

Indikasi ibu untuk persalinan:


1. Hipertensi yang berulang
2. Gejala yang berulang dari Preeklampsia dengan tanda bahaya
3. Gangguan ginjal
4. Trombositopeni yang menetap atau HELLP syndrome
5. Edema pulmonal
6. Eklampsia
7. Dugaan abrupsio plasenta
8. Tanda persalinan dan pecahnya ketuban
Indikasi janin untuk persalinan:
1. Usia kehamilan 34 minggu
2. IUGR
3. Oligohidramnion yang menetap
4. Reversed on diastolic flow
5. IUFD

 Alur penggunaan obat anti hipertensi

21
Gambar 2.4 alur obat antihipertensi8
 Perawatan pasca persalinan
Tekanan darah
Pada wanita dengan preeklampsia yang tidak memakai pengobatan antihipertensi dan
telah melahirkan, diperlukan pengukuran tekanan darah:
 Paling sedikit empat kali sehari dan pasien dirawat inap
 setidaknya sekali antara hari ke 3 dan hari ke 5 setelah kelahiran
 pada hari alternatif sampai normal jika tekanan darah tidak normal pada hari
3-5.
Tanyakan kepada wanita dengan preeklampsia yang telah melahirkan tentang sakit
kepala parah dan nyeri epigastrik setiap kali tekanan darah diukur.
Pada wanita dengan preeklampsia yang tidak memakai pengobatan antihipertensi dan
telah melahirkan, mulai pengobatan antihipertensi jika tekanan darahnya 150/100
mmHg atau lebih tinggi.7

22
Pada wanita dengan preeklampsia yang memakai pengobatan antihipertensi dan telah
melahirkan, mengukur tekanan darah:
 Paling sedikit empat kali sehari dan pasien rawat inap
 setiap 1-2 hari sampai 2 minggu selama perawatan ICU
 pengobatan dan tidak memiliki hipertensi.
Pengobatan antihipertensi
Bagi wanita dengan preeklampsia yang telah memakai pengobatan antihipertensi dan
telah melahirkan:
 lanjutkan pengobatan antihipertensi antenatal
 pertimbangkan untuk mengurangi pengobatan antihipertensi jika tekanan
darah turun di bawah 140/90 mmHg
 kurangi pengobatan antihipertensi jika tekanan darah mereka turun di bawah
130/80 mmHg.
Jika seorang wanita telah menggunakan methyldopa untuk mengobati preeklampsia,
berhentilah dalam 2 hari setelah kelahiran.7
Rawat jalan
Tawarkan wanita dengan preeklampsia yang telah melahirkan untuk melakukan rawat
jalan jika semua kriteria berikut telah dipenuhi:
 Tidak ada gejala preeclampsia
 Tekanan darah, dengan atau tanpa pengobatan, adalah 149/99 mmHg atau
lebih rendah
 Hasil tes darah stabil atau membaik.
Tuliskan rencana perawatan untuk wanita dengan preeklampsia yang telah
melahirkan dan sedang dipindahkan untuk rawat jalan yang mencakup semua hal
berikut:7
 siapa yang akan memberikan perawatan lanjutan, termasuk ulasan medis jika
diperlukan
 frekuensi pemantauan tekanan darah
 ambang batas untuk mengurangi atau menghentikan pengobatan
 indikasi untuk rujukan ke perawatan primer untuk tinjauan tekanan darah
 pemantauan diri untuk gejala.

23
2.8 Komplikasi
1. Eklampsia
Eklampsia menggambarkan sejenis kejang (kontraksi otot secara tidak
disengaja) yang dapat dialami wanita hamil, biasanya dari minggu ke 20
kehamilan atau segera setelah kelahiran. Eklampsia cukup jarang terjadi di
Inggris, dengan perkiraan 1 kasus untuk setiap 4.000 kehamilan.
Selama eklampsia, lengan, kaki, leher, atau rahang ibu akan berkedut tanpa
sadar dalam gerakan berulang dan tersentak. Ibu dapat kehilangan kesadaran.
Kejang biasanya berlangsung kurang dari satu menit.
Sementara kebanyakan wanita akan pulih penuh setelah mengalami
eklampsia, ada sedikit risiko cacat permanen atau kerusakan otak jika sangat
parah. Dari mereka yang mengalami eklampsia, sekitar 1 dari 50 orang akan
mengalami kematian. Bisa terjadi kematian janin dalam kandungan saat
kejang terjadi kejang.
Magnesium sulfat dapat mengurangi risiko terjadinya eklampsia dan
kematian pada ibu, dan risiko terjadinya kejang berulang pada ibu dengan
eklampsia atau kejang sebelumnya.9
2. HELLP syndrome
Sindrom HELLP adalah kelainan hati dan penggumpalan darah yang langka
yang dapat mempengaruhi ibu hamil. Kemungkinan besar terjadi segera
setelah bayi lahir, tapi bisa muncul kapanpun setelah 20 minggu kehamilan,
dan dalam kasus yang jarang terjadi sebelum 20 minggu.
Huruf-huruf pada nama HELLP berdiri untuk setiap bagian dari kondisi
tersebut:
"H" adalah untuk hemolisis - ini adalah tempat sel darah merah dalam darah
rusak
"EL" adalah untuk enzim hati yang meningkat (protein) - sejumlah besar
enzim di hati merupakan tanda kerusakan hati.

24
"LP" adalah untuk trombosit rendah - trombosit adalah zat dalam darah yang
membantu menggumpalkan darah.
Sindrom HELLP berpotensi berbahaya seperti eklampsia, dan sedikit lebih
umum. Satu-satunya cara untuk merawat kondisinya adalah mengantarkan
bayi sesegera mungkin. Begitu ibu berada di rumah sakit dan menerima
perawatan, mungkin dia sembuh total.9
3. Stroke
Pasokan darah ke otak bisa terganggu akibat tekanan darah tinggi. Ini dikenal
sebagai perdarahan serebral, atau stroke. Jika otak tidak mendapatkan cukup
oksigen dan nutrisi dari darah, sel otak akan mulai mati, menyebabkan
kerusakan otak dan kemungkinan kematian.9
4. Oedem pulmo
Adanya cairan dalam paru dan sekitar paru menyebabkan terhambatnya kerja
paru, dan terganggunya distribusi oksigen.9
5. Gangguan pada ginjal
Bila ginjal tidak bisa menyaring produk limbah dari darah. Hal ini
menyebabkan racun dan cairan terbentuk di dalam tubuh.9
6. Gangguan pada hati
Gangguan pada fungsi hati. Hati memiliki banyak fungsi, termasuk mencerna
protein dan lemak, menghasilkan empedu dan mengeluarkan racun. Setiap
kerusakan yang mengganggu fungsi ini bisa berakibat fatal.9
7. Gangguan pembekuan darah
Sistem pembekuan darah ibu bisa rusak. Ini dikenal secara medis sebagai
"koagulasi intravaskular diseminata". Hal ini dapat mengakibatkan terlalu
banyak perdarahan karena tidak cukup protein dalam darah untuk
membuatnya menggumpal, atau dalam pembekuan darah yang berkembang di
seluruh tubuh karena protein yang mengendalikan penggumpalan darah
menjadi tidak normal. Bekuan darah ini bisa mengurangi atau menghalangi
aliran darah melalui pembuluh darah dan mungkin merusak organ tubuh.9

25
8. Gangguan pada bayi
Bayi beberapa wanita dengan preeklampsia bisa tumbuh lebih lambat
di rahim daripada biasanya, karena kondisinya mengurangi jumlah nutrisi dan
oksigen yang berpindah dari ibu ke bayinya. Bayi-bayi ini seringkali lebih
kecil dari biasanya, terutama jika pre-eklampsia terjadi sebelum 37 minggu.
Jika preeklampsia parah, segera lahirkan bayi untuk mengcegah komplikasi
lebih lanjut. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti kesulitan
bernapas yang disebabkan oleh paru-paru yang belum berkembang
sepenuhnya (sindrom gangguan pernafasan neonatal). Dalam kasus ini, bayi
biasanya harus tinggal di unit perawatan intensif neonatal sehingga mereka
dapat dipantau dan diobati. Beberapa bayi wanita dengan pre-eklampsia
bahkan bisa mati di rahim dan lahir mati. Diperkirakan sekitar 1.000 bayi
meninggal setiap tahun karena preeklampsia. Sebagian besar bayi ini mati
karena komplikasi yang berkaitan dengan persalinan dini.9

2.9 Pencegahan
1. Agent antiplatelet
Aspirin dosis rendah (60-81mg) sebagai agent anti inflamasi untuk
menghambat produksi tromboksan. Aspirin dosis rendah terbukti aman dan
tidak memiliki efek meningkatkan perdarahan atau abrupsio plasenta.3,1
2. Calcium
3. Obat antihipertensi
4. MgSO4 sebagai anti kejang
5. Diet rendah garam
6. Modifikasi gaya hidup

26
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Secara klinis Preeklampsia didefinisikan oleh hipertensi dan proteinuria atau
hipertensi tanpa proteinuria atau proteinuria minimal atau tanpa proteinuria dengan
hipertensi, dengan atau tanpa edema patologis. Preeklampsia merupakan penyebab
utama angka mortalitas dan morbiditas pada maternal dan perinatal, dengan perkiraan
angka kematian 50.000-60.000 pertahun di dunia. Menurut hopotesis Preeklampsia
disebabkan karena gagalnya invasi trofoblas yang menyebabkan iskemi pembuluh
darah keplasenta dan hipoperfusi ke janin, hal ini dapat berakibat buruk pada ibu dan
janin, salah satunya kelahiran premature, IUGR bahkan kematian janin dan pada ibu
dapat mengakibatkan kerusaakan multi organ. Preeklampsia dibagi menjadi
Preeklampsia tanpa tanda bahaya, preeklampsia dengan tanda bahaya dan atypical

27
preeclampsia. Salah satu cara untuk menangani Preeklampsia adalah lahirkan janin
dengan mempertibangkan indikasi dan kontraindikasi pada ibu dan janin. Pentingnya
edukasi dan konseling pada setiap ibu hamil dan deteksi dini untuk penanganan lebih
cepat dan mencegah komplikasi pada ibu dan janin pada Preeklampsia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lim KH, Steinberg G. Preeclamsia. Harvard Medical School: Emedicine


Medscape. Nov 7 2017.
2. Sibai BM, Stella CL. Diagnosis and management of atypical preeclampsia-
eclampsia. Am J Obstet Gynecol. 2009;200:481–3.
3. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in
Pregnancy. America: 2013.
4. Phipps E, Prasanna D, Brima W, Jim W. Preeclampsia: Updates in
Pathogenesis, Definitions, and Guidelines. New York: CJASN ePress. April
19 2016.
5. Gathiram P, Moodley J. Pre-eclampsia: its pathogenesis and pathophysiology.
Africa: CVJ Africa. April 2 2016.
6. Bartsch E, Medcalf KE, Park AL, Ray JG. Clinical risk factors for pre-
eclampsia determined in early pregnancy: systematic review and meta-
analysis of large cohort studies. Canada: BMJ. March 15 2016

28
7. NICE. Pre-eclampsia. UK: June 8 2017
8. American College of Obsteritician and Gynecologist. Committee opinion No.
623. Obstet Gynecol 2015;125:521-5
9. NHS Choice (internet). Preeclampsia. NHS Choice. United Kingdom: 2 june
2015. Accesed at: https://www.nhs.uk/conditions/pre-
eclampsia/complications/. (cited: 16 nov 2017)

29

You might also like