You are on page 1of 12

1.

Pengertian
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus
flavi virus merupakam virus dengan diameter 30nm. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu den 1, den 2, den 3, den 4 yang semua dapat menyebabkan DHF. Ke-4
serotipe ditemukan di Indonesia dengan den 3 merupakan serotype
terbanyak (Sudoyo, 2006). Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tanda dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia (Rohim, 2004).

2. Etiologi
Penyebab Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) dinamakan virus dengue tipe
1, tipe 2, tipe 3,tipe 4. Vektor dari DHF adalah Aedes aegypti, aedes albopictus,
aedes aobae, aedes cooki, aedes hakanssoni, aedes polynesis, aedes
pseudoscutellaris, aedes rotumae (Sumarmo, 2005).
Virus dengue termasuk Flavivirus secara serologi terdapat 4 tipe yaitu tipe1, tipe
2, tipe 3, tipe 4. Dikenal 3 macam arbovirus Chikungunyam Onyong-nyong
dari genus Togavirus dan West Nile Fever dari genus Flavivirus, yang
mengakibatkan gejala demam dan ruam yang mirip DB (Widagdo, 2011).

3. Patofisiologi

Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya


permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan
plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke
dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan
(syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Adanya
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura,
dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya
edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang
cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika
renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler,trombositopenia, dan gangguan koagulasi.
4. Manifestasi klinis
1. Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung ,
nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis.
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan
hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

5. Klasifikasi
Menurut Suriadi (2010) derajat penyakit DHF diklasifikasikan menjadi 4
golongan, yaitu :
a. Derajat I : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji
tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : sama dengan derajat I, ditambah gejala peerdarahan spontan.
c. Derajat III : ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 x/mnt) tekanan nadi sempit (< 120 mmHg).
d. Derajat IV : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur

6. Pemeriksaan Diagnostik
 HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal :
- HB = L : 12,0 – 16,8 g/dl.
P : 11,0 – 15,5 g/dl.
- PCV /Hm = L : 35 – 48 %.
P : 34 – 45 %.
 Trombosit menurun  100.000 / mm3.
Nilai normal :
L : 150.000 – 400.000/mm3.
P : 150.000 – 430.000/mm3.
 Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal : L/P : 4.600 – 11.400/mm3.
 Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal : 1 – 5 menit.
 Waktu protombin memanjang.
Nilai normal : 10 – 14 detik.

7. Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting
bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen.
7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan
pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma
atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg BB.Pemberian
cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas,
amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma
biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada
pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian
transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis
dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada
DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam.
Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.

8. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
a. Gagal ginjal.
b. Efusi pleura.
c. Hepatomegali.
d. Gagal jantung

9. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia.
2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

10. Penatalaksanaan Keperawatan


A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama
terjadi pada saat musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan
kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi
pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan
ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.
e. Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

4. Acitvity Daily Life (ADL)


1) Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2) Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3) Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan
nyeri.
4) Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai
anuria.
5) Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan
perawatan diri.

5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :


Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien
(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau
tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan
meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan
stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda –
tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit
tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.

c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi
turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari
tangan
dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B. DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang
dapat timbul pada klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.
Elizabeth, Corwin. 2006. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Grace, Pierce A, Borley, Neil R. 2006. Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Erlangga
Hindra, Satari. 2004. Demam Berdarah. Jakarta : Puspa Swara.
L. Wong, Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
NANDA. 2012. Diagnosa Nanda: Definisi dan klasifikasi. Philadelphia: USA
Ngastiyah. 2005. Keperawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Rohim, Abdul. 2004. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Jakarta : Salemba Medika.
Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Agung
Seto.
Wahidayat, Iskandar. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Info Media
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam.
Jakarta: Sagung Seto.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Pusat
PenerbitaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
LAPORAN KASUS
CLINICAL STUDY 2
DEPARTEMEN MEDICAL
LOW BACK PAIN

OLEH :
KELOMPOK 3A

ALMA AIDHA FITRIA 125070200111001


ASTI SETYA SAWITRI 125070200111015
ELLA ADE YANTIKA 125070200111002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

You might also like