You are on page 1of 20

KEPERAWATAN DEWASA II

SEVEN JUMP

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Dewasa II

Dosen Pengampu : Ns. Henni Kusuma, S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB.

Kelompok 2_A14.2 :

Hellen Marini (22020114120002)

Tiodora Naoimi Rianauli (22020114120004)

Novicka Dety Aritantia (22020114120008)

Citra Hayuning Kinasih (22020114120025)

Yohana Esti Purwaningsih (22020114120054)

Eka Diana Permatasari (22020114130075)

Uvi Zahra Rachmadian (22020114130083)

Muchamad Nur Triyanto (22020114130112)

Nurul Agustina Wati (22020114130116)

Ikha Nurjihan (22020114130118)

Zulfa Nur Aini (22020114130125)

Ririn Purwaningtyas (22020114130129)

Galuh Ianninda Pramono (22020114140087)


Ira Theresia Putri Panjaitan (22020114140088)
Diah Septi Utami (22020114140094)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2016
SEVEN JUMP

TAHAP 1

Kata Sulit

1. CABG
2. MVR
3. Ictus Cordis
4. Diit jantung
5. Murmur
6. Gallop
7. Sinus costofrenicus
8. SGOT dan SGPT
9. Corakan vascular
10. CTR
11. Opasitas inhomogen
12. Cardiomegali
13. Bronchopneumonia bilateral
14. Aortasklerosis
15. Efusi pleura

TAHAP 2

Membuat Pertanyaan

1. CABG
a. Apa yang dimaksud CABG?
b. Mengapa dilakukan CABG pada pasien PJK?
c. Apa kontraindikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?
2. MVR
a. Apa yang dimaksud MVR?
b. Apa hubungannya tindakan MVR dengan PJK?
c. Apa kontraindikasi dari MVR pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya MVR pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?
3. Ictus Cordis
a. Apa itu ictus cordis?
b. Apakah pada PJK ada kemungkinan ictus cordisnya abnormal?
c. Bagaimana kriteria abnormal ictus cordis pada pasien PJK?
4. Diit jantung
a. Apa itu diit jantung?
b. Apa kegunaan dilakukan diit jantung pada pasien PJK?
5. Murmur
a. Apa definisi murmur?
b. Bagaimana klasifikasi murmur?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala murmur?
6. Gallop
a. Apa definisi gallop?
b. Bagaimana klasifikasi gallop?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala gallop?
7. Sinus costofrenicus
a. Apa yang dimaksud sinus costofrenicus?
b. Apa hubungan dari sinus costofrenicus dengan PJK?
8. SGOT
a. Apa definisi SGOT dan SGPT?
b. Apa guna pemeriksaan SGOT dan SGPT pada pasien PJK?
c. Apa karakteristik abnormal pada pasien PJK?
9. Corakan vascular
a. Apa yang dimaksud corakan vascular?
b. Bagaimana seharusnya kondisi abnormal corakan vascular pada pasien PJK?
c. Apa kaitannya antara corakan vascular yang abnormal dengan PJK?
10. CTR
a. Apa hubungan CTR dengan PJK?
b. Bagaimana rentang normal CTR?
11. Opasitas inhomogen
a. Apa definisi dari hasil pemeriksaan opasitas inhomogen?
b. Apa yang akan terjadi pada ro toraks apabila ditemukan opasitas inhomogen di
kedua pulmo?
c. Mengapa bisa muncul opasitas inhomogen pada paru?
d. Apa hubungannya opasitas inhomogen dengan pasien PJK?
12. Cardiomegali
a. Mengapa cardiomegali terdapat pada pasien yang menderita PJK?
13. Bronchopneumonia bilateral
a. Apa gejala yang terlihat dari bronchopneumonia bilateral pada pasien PJK?
b. Bagaimana bisa muncul kesan bronchopneumonia bilateral pada hasil
pemeriksaan pasien PJK?
14. Aortasklerosis
a. Apa itu aortasklerosis?
b. Apa penyebab dari munculnya aortasklerosis pada pasien PJK?
c. Apakah salah satu penyebab PJK adalah aortasklerosis?
15. Efusi pleura
a. Apa itu efusi pleura?
b. Apa penyebab dari munculnya efusi pleura pada pasien PJK?
c. Apa gejala yang timbul dari efusi pleura pada pasien PJK?
d. Apa faktor risiko dari munculnya efusi pleura pada pasien PJK?

TAHAP 3

Menjawab Pertanyaan

1. CABG
a. Apa yang dimaksud CABG?
b. Mengapa dilakukan CABG pada pasien PJK?
c. Apa kontraindikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?

CABG adalah tindakan operasi untuk mengetahui kondisi jantung klien


sebelum klien masuk rumah sakit. Dilakukannya CABG bertujuan untuk
mengembalikan sistem kerja jantung agar normal kembali. Kontraindikasi
tindakan CABG ketika kondisi pasien tidak memungkinkan. Indikasi dilakukan
CABG pada pasien PJK adanya ketidaknormalan pada jantung seperti
cardiomegali, hipertensi. Efek samping dari CABG terjadinya kekambuhan
kembali.

2. MVR
a. Apa yang dimaksud MVR?
b. Apa hubungannya tindakan MVR dengan PJK?
c. Apa kontraindikasi dari MVR pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya MVR pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?

MVR adalah tindakan yang dilakukan sebagai pendamping tindakan CABG.


MVR merupakan tindakan yang berhubungan dengan jantung. Hubungan
dilakukan MVR pada pasien PJK adalah penanganan mengurangi kondisi buruk
pada pasien PJK. Kontraindikasi tindakan MVR ketika kondisi pasien tidak
memungkinkan. Indikasi dilakukan MVR jika terjadi ketidaknormalan pada
jantung. Efek samping dari MVR, MVR tidak menyembuhkan hanya
meminimalkan, bisa terjadi nyeri dan kekambuhan kembali.

3. Ictus Cordis
a. Apa itu ictus cordis?
b. Apakah pada PJK ada kemungkinan ictus cordisnya abnormal?
c. Bagaimana kriteria abnormal ictus cordis pada pasien PJK?

Ictus cordis adalah sesuatu yang terlihat dan teraba dalam tubuh kita ketika
dilakukan pemeriksaan fisik dada. Dalam keadaan normal seharusnya ictus cordis
tidak terlihat. Ada kemungkinan abnormal ictus cordis pada PJK. Karakteristik
abnormal ictus cordis pada PJK, ictus cordis teraba.

4. Diit jantung
a. Apa itu diit jantung?
b. Apa kegunaan dilakukan diit jantung pada pasien PJK
Diit jantung adalah pengaturan pola makan yang disusun untuk pasien
gangguan jantung. Kegunaan diit jantung pada pasien PJK adalah untuk mengatur
pola hidup sehat pada pasien gangguan jantung sehingga mencegah terjadinya
kondisi jantung yang semakin parah.

5. Murmur
a. Apa definisi murmur?
b. Bagaimana klasifikasi murmur?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala murmur?

Murmur adalah bunyi jantung yang abnormal. Klasifikasi murmur yaitu


ringan, sedang dan berat. Murmur ringan beritme agak tidak beraturan,
murmur sedang beritme tidak beraturan dan murmur berat beritme sangat tidak
beraturan

6. Gallop
a. Apa definisi gallop?
b. Bagaimana klasifikasi gallop?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala gallop?

Gallop adalah bunyi jantung yang abnormal. Klasifikasi gallop yaitu


ringan, sedang dan berat. Gallop ringan beritme agak tidak beraturan, gallop
sedang beritme tidak beraturan dan gallop berat beritme sangat tidak beraturan

7. Sinus costofrenicus
a. Apa yang dimaksud sinus costofrenicus?
b. Apa hubungan dari sinus costofrenicus dengan PJK?

Sinus costofrenicus adalah suatu hasil pemeriksaan pada bagian rongga


toraks. Hubungannya dengan PJK karena ictus costofrenicus merupakan salah
satu hasil pemeriksaan fisik pada rongga toraks untuk mengidentifikasi
penyakit jantung koroner.

8. SGOT dan SGPT


a. Apa definisi SGOT dan SGPT?
b. Apa guna pemeriksaan SGOT dan SGPT pada pasien PJK?
c. Apa karakteristik abnormal pada pasien PJK?

SGOT/ SGPT adalah hasil pemeriksaan untuk mengetahui komponen yang


ada dalam darah. Pemeriksaan SGOT/ SGPT dilakukan untuk mengetahui
kadar kolesterol dalam darah yang merupakan salah satu penyebab penyakit
jantung koroner. Nilai SGOT/ SGPT diluar rentang normal.

9. Corakan vascular
a. Apa yang dimaksud corakan vascular?
b. Bagaimana kondisi abnormal corakan vascular pada pasien PJK?
c. Apa kaitannya antara corakan vascular yang abnormal dengan PJK?

Corakan vascular adalah corak pada pembuluh darah normal. Kondisi


abnormal corakan vascular pada pasien PJK ditandai ketika corakan vascular
meningkat dan mengabur pada pembuluh darah jantung. Jika corakan semakin
kabur maka tingkat keparahan PJK meningkat.

10. CTR
a. Apa hubungan CTR dengan PJK?
b. Bagaimana rentang normal CTR?

Semakin lama pengisian CTR maka kemungkinan terjadinya PJK semakin


tinggi. Rentang normal CTR yaitu kurang dari 0,5 s.

11. Opasitas inhomogen


a. Apa definisi dari hasil pemeriksaan opasitas inhomogen?
b. Apa yang akan terjadi pada ro toraks apabila ditemukan opasitas
inhomogen di kedua pulmo?
c. Mengapa bisa muncul opasitas inhomogen pada paru?
d. Apa hubungannya opasitas inhomogen dengan pasien PJK?
Opasitas inhomogen adalah opasitas paru-paru kanan dan kiri berbeda
sehingga terjadi kelainan pada paru. Akan terjadi ketidakseimbangan
pertukaran oksigen dalam darah pada paru-paru. Karena terjadi efusi pleura.
Karena kurangnya kadar oksigen membuat jantung bekerja kurang maksimal
dan menyebabkan pjk
12. Cardiomegali
a. Mengapa cardiomegali terdapat pada pasien yang menderita PJK?

Karena pada pasien pjk jantung bekerja terlalu keras sehingga


menyebabkan cardiomegali.
13. Bronchopneumonia bilateral
a. Apa gejala yang terlihat dari bronchopneumonia bilateral pada pasien
PJK?
b. Bagaimana bisa muncul kesan bronchopneumonia bilateral pada hasil
pemeriksaan pasien PJK?

Gejala yang terlihat yaitu adanya opasitas inhomogen, dan adanya suara
ronchi pada pasien. Karena munculnya penyempitan pada salah satu bronkus.
Menandakan adanya kelainan pada jantung.

14. Aortasklerosis
a. Apa itu aortasklerosis?
b. Apa penyebab dari munculnya aortasklerosis pada pasien PJK?
c. Apakah salah satu penyebab PJK adalah aortasklerosis?

Aortasklerosis adalah penyumbatan pada aorta. Karena adanya


penumpukan plak yang menyebabkan adanya sumbatan di aorta. Salah satu
penyebab PJK adalah aortasklerosis.

15. Efusi pleura


a. Apa itu efusi pleura?
b. Apa penyebab dari munculnya efusi pleura pada pasien PJK?
c. Apa gejala yang timbul dari efusi pleura pada pasien PJK?
d. Apa faktor risiko dari munculnya efusi pleura pada pasien PJK?
Efusi pleura adalah terjadi penumpukan cairan di rongga pleura. Penyebab
efusi pleura adalah bocornya rongga visceral pada paru-paru. Gejala yang
timbul adalah sesak, pembesaran, nyeri, hasil rontgen paru-paru terlihat buram,
suara paru tidak normal. Efusi pleura menyebabkan :
- Penumpukan cairan pada paru-paru
- Saturasi oksigen menurun
- Kerja jantung tidak efektif
- Terjadi syok pada pasien pjk
TAHAP 4

Skema Kasus Ny.X

Keluhan Faktor Riwayat Riwayat


Lain Keluarga Medis

 Demam  Usia Ayah mempunyai  Pernah dirawat karena


 Batuk berdahak  Pola Makan penyakit jantung gangguan jantung
 Dada sakit  Dilakukan tindakan
 Jantung berdebar CABG dan MVR
 Napas sesak

RS
Pengkajian

Pemeriksaan Pemeriksaan
Fisik Penunjang

 Ictus cordis terasa di ICS V 2 Pemeriksaan Ro. Toraks


 Suara paru ronchi
 Opasitas inhomogen di pulmo
 CTR > 0,5
 Kalsifikasi di arkus aorta
PJK  Cardiomegali, edema pulmo
 Bronchopneumonial bilateral
 Efusi pleura
Diit Jantung
Tindakan Pengobatan  Aorta sklerosis
Keperawatn
TAHAP 5

Sasaran Pembelajaran

1. Mengetahui definisi dari PJK


2. Mengetahui etiologi PJK
3. Mengetahui faktor risiko PJK
4. Mengetahui pemeriksaan PJK
5. Mengetahui manifestasi klinis PJK
6. Mengetahui diagnosa yang mungkin dari PJK
7. Mengetahui intervensi untuk PJK
TAHAP 7

Diskusi Kelompok

Definisi

PJK adalah salah satu akibat utama penyempitan pembuluh darah karena endapan lemak-
lemak (Johan, 2004). Menurut AHA, PJK adalah kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah
koroner di mana terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah disertai adanya plak yang
mengganggu aliran darah ke otot jantung. Menurut WHO, PJK adalah ketidaksanggupan jantung
yang dapat bersifat akut maupun kronik disebabkan karena kekurangan suplai darah pada
miokardium sehubungan dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner. Menurut Napzi
(2010), PJK adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium
atas oksigen dengan penyediaan yang diberikan oleh pembuluh darah koroner.

PJK adalah ketidakmampuan pembuluh nadi koroner dalam memberikan oksigen ke


miokardium karena terjadi penyempitan yang biasanya disebabkan oleh endapan lemak sehingga
otot jantung rusak dan mengganggu fungsi jantung (jantung koroner) dapat bersifat akut atau
kronis.

Etiologi

Penyakit jantung koroner disebabkan oleh aterosklerosis pembuluh darah koroner dan
kelainan pada intima (lapisan yang bersentuhan dengan darah). Aterosklerosis pembuluh darah
koroner adalah penumpukan lipid (lemak jenuh) di lumen arteri koronaria sehingga secara
progresif mempersempit lumen arteri tersebut dan bila hal ini terjadi akan menurunkan
kemampuan darah untuk berdilatasi. Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan
oksigen menjadi tidak stabil. Kelainan pada intima bermula bercak (plak) fibrosa selanjutnya
menyebabkan obstruksi. Obtruksi ini akan menyebabkan pembatasan aliran darah koroner,
karena adanya pembatasan dapat mengakibatkan ruptur yang memicu trombosis vena. Intima
merupakan lapisan aorta dari otot. Jika lapisan ini rusak maka akan mengganggu kinerja otot di
aorta sehingga terjadi kegagalan dalam melindungi rongga-rongga jantung.

Faktor Risiko
Faktor risiko digolongkan menjadi tiga, faktor dapat diubah, faktor tidak dapat diubah,
dan faktor baru. Faktor yang dapat diubah dibagi menjadi dua, faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer, merokok, hipertensi, peningkatan kolesterol plasma, pola makan. Faktor
sekunder, peningkatan trigliserida plasma, obesitas, stress kronik, diabetes mellitus, kurang
aktivitas fisik, pil KB. Faktor yang tidak dapat diubah, usia, jenis kelamin, keturunan, dan
kebudayaan. Faktor baru, inflamasi fibrinogen, homosistein, stress oksidatif.

Pemeriksaan

Pemeriksaan jantung dibagi menjadi :

1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Non Invasif
1) EKG istirahat
2) Treatmill
3) Jasmani Kombinasi pencitraan
- Latihan Jasmani Ekokardiografi
- Uji Latih Scintigrafi perfusi myocard
- Uji Latih Jasmani Farmakologi Kombinasi dengan teknik imaging
4) Ekokardiografi istirahat
5) Monitoring EKG ambulatory
6) Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner
- Computed Tomography
- Magnetic Resonase Arteriography
b. Invasif
1) City scan
2) MRI
3) Angiografi Koroner
4) Ultrasound Intra Vascular
5) CVP
6) Kateterisasi Jantung
c. Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Rutin
2) Pemeriksaan Enzim Jantung
- Creatinin Fosfokinase
- Iso Enzim
- Troponin T
- SGOT
- LDH
- CRP

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tergantung pada derajat arteri koronaria. Jika arteri koronaria sudah tidak bisa
mencukupi kebutuhan jaringan maka akan muncul tanda dan gejala sebagai berikut:

Tanda:

- Kadar Lemak Tinggi


- Demam
- Mual dan Muntah
- Perut bagian atas kembung dan sakit
- Muka pucat pasi
- Kulit basah dan dingin
- Gerakan menjadi lambat
- Sesak nafas
- Cemas dan gelisah
- Kelelahan dan kepenatan

Gejala :

- Nyeri Dada (Angina)


Angina adalah suatu sindrom klinis yang timbul pada waktu melakukan
aktivitas karena adanya iskemik myocard. Keadaan ini bisa berkembang
menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma koroner akut yang dikenal
sebagai serangan jantung mendadak yang menyebabkan kematian.
a. Angina Stabil
Timbul saat melakukan aktivitas dan bersifat kronis terutama di daerah
retrosternal. Nyeri berlangsung 1-5menit dan akan hilang ketika istirahat.
b. Angina Tidak Stabil
Nyeri bersifat progresif dengan frekuensi tidak stabil. Dapat timbul saat
istirahat.
- Jantung Berdebar
- Keringat dingin
- Tekanan darah rendah
- Stroke

Diagnosa

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau
sumbatan pada arteri koronaria.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate,
irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan
darah, hipovolemia.
5. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan
perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.

Intervensi

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau
sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan
adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara
berelaksasi.
Rencana:
a. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
b. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
c. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
d. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
e. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
f. Kolaborasi dalam:
i. Pemberian oksigen.
ii. Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
g. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa
2) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan
kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal)
tidak adanya angina.
Rencana:
a. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah
melakukan aktivitas.
b. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
c. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
d. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh
pasien.
e. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.
3) Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam
rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial
infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
a. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri,
duduk dan tiduran jika memungkinkan).
b. Kaji kualitas nadi.
c. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
d. Auskultasi suara nafas.
e. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
f. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
g. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti
disritmia.
4) Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
a. Kaji adanya perubahan kesadaran.
b. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi
perifer.
c. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
d. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
e. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
f. Monitor intake dan Output
g. Kolaborasi dalam : Pemeriksaan ABG, BUN Serum ceratinin dan elektrolit
5) Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan
perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
a. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
b. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
c. Ukur intake dan output (balance cairan).
d. Kaji berat badan setiap hari.
e. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
f. Sajikan makanan dengan Diet Rendah Garam
g. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.

You might also like