Professional Documents
Culture Documents
SEVEN JUMP
Kelompok 2_A14.2 :
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
SEVEN JUMP
TAHAP 1
Kata Sulit
1. CABG
2. MVR
3. Ictus Cordis
4. Diit jantung
5. Murmur
6. Gallop
7. Sinus costofrenicus
8. SGOT dan SGPT
9. Corakan vascular
10. CTR
11. Opasitas inhomogen
12. Cardiomegali
13. Bronchopneumonia bilateral
14. Aortasklerosis
15. Efusi pleura
TAHAP 2
Membuat Pertanyaan
1. CABG
a. Apa yang dimaksud CABG?
b. Mengapa dilakukan CABG pada pasien PJK?
c. Apa kontraindikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?
2. MVR
a. Apa yang dimaksud MVR?
b. Apa hubungannya tindakan MVR dengan PJK?
c. Apa kontraindikasi dari MVR pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya MVR pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?
3. Ictus Cordis
a. Apa itu ictus cordis?
b. Apakah pada PJK ada kemungkinan ictus cordisnya abnormal?
c. Bagaimana kriteria abnormal ictus cordis pada pasien PJK?
4. Diit jantung
a. Apa itu diit jantung?
b. Apa kegunaan dilakukan diit jantung pada pasien PJK?
5. Murmur
a. Apa definisi murmur?
b. Bagaimana klasifikasi murmur?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala murmur?
6. Gallop
a. Apa definisi gallop?
b. Bagaimana klasifikasi gallop?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala gallop?
7. Sinus costofrenicus
a. Apa yang dimaksud sinus costofrenicus?
b. Apa hubungan dari sinus costofrenicus dengan PJK?
8. SGOT
a. Apa definisi SGOT dan SGPT?
b. Apa guna pemeriksaan SGOT dan SGPT pada pasien PJK?
c. Apa karakteristik abnormal pada pasien PJK?
9. Corakan vascular
a. Apa yang dimaksud corakan vascular?
b. Bagaimana seharusnya kondisi abnormal corakan vascular pada pasien PJK?
c. Apa kaitannya antara corakan vascular yang abnormal dengan PJK?
10. CTR
a. Apa hubungan CTR dengan PJK?
b. Bagaimana rentang normal CTR?
11. Opasitas inhomogen
a. Apa definisi dari hasil pemeriksaan opasitas inhomogen?
b. Apa yang akan terjadi pada ro toraks apabila ditemukan opasitas inhomogen di
kedua pulmo?
c. Mengapa bisa muncul opasitas inhomogen pada paru?
d. Apa hubungannya opasitas inhomogen dengan pasien PJK?
12. Cardiomegali
a. Mengapa cardiomegali terdapat pada pasien yang menderita PJK?
13. Bronchopneumonia bilateral
a. Apa gejala yang terlihat dari bronchopneumonia bilateral pada pasien PJK?
b. Bagaimana bisa muncul kesan bronchopneumonia bilateral pada hasil
pemeriksaan pasien PJK?
14. Aortasklerosis
a. Apa itu aortasklerosis?
b. Apa penyebab dari munculnya aortasklerosis pada pasien PJK?
c. Apakah salah satu penyebab PJK adalah aortasklerosis?
15. Efusi pleura
a. Apa itu efusi pleura?
b. Apa penyebab dari munculnya efusi pleura pada pasien PJK?
c. Apa gejala yang timbul dari efusi pleura pada pasien PJK?
d. Apa faktor risiko dari munculnya efusi pleura pada pasien PJK?
TAHAP 3
Menjawab Pertanyaan
1. CABG
a. Apa yang dimaksud CABG?
b. Mengapa dilakukan CABG pada pasien PJK?
c. Apa kontraindikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya CABG pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?
2. MVR
a. Apa yang dimaksud MVR?
b. Apa hubungannya tindakan MVR dengan PJK?
c. Apa kontraindikasi dari MVR pada pasien PJK?
d. Apa indikasi dari dilakukannya MVR pada pasien PJK?
e. Bagaimana efek sampingnya?
3. Ictus Cordis
a. Apa itu ictus cordis?
b. Apakah pada PJK ada kemungkinan ictus cordisnya abnormal?
c. Bagaimana kriteria abnormal ictus cordis pada pasien PJK?
Ictus cordis adalah sesuatu yang terlihat dan teraba dalam tubuh kita ketika
dilakukan pemeriksaan fisik dada. Dalam keadaan normal seharusnya ictus cordis
tidak terlihat. Ada kemungkinan abnormal ictus cordis pada PJK. Karakteristik
abnormal ictus cordis pada PJK, ictus cordis teraba.
4. Diit jantung
a. Apa itu diit jantung?
b. Apa kegunaan dilakukan diit jantung pada pasien PJK
Diit jantung adalah pengaturan pola makan yang disusun untuk pasien
gangguan jantung. Kegunaan diit jantung pada pasien PJK adalah untuk mengatur
pola hidup sehat pada pasien gangguan jantung sehingga mencegah terjadinya
kondisi jantung yang semakin parah.
5. Murmur
a. Apa definisi murmur?
b. Bagaimana klasifikasi murmur?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala murmur?
6. Gallop
a. Apa definisi gallop?
b. Bagaimana klasifikasi gallop?
c. Bagaimana penjelasan mengenai skala gallop?
7. Sinus costofrenicus
a. Apa yang dimaksud sinus costofrenicus?
b. Apa hubungan dari sinus costofrenicus dengan PJK?
9. Corakan vascular
a. Apa yang dimaksud corakan vascular?
b. Bagaimana kondisi abnormal corakan vascular pada pasien PJK?
c. Apa kaitannya antara corakan vascular yang abnormal dengan PJK?
10. CTR
a. Apa hubungan CTR dengan PJK?
b. Bagaimana rentang normal CTR?
Gejala yang terlihat yaitu adanya opasitas inhomogen, dan adanya suara
ronchi pada pasien. Karena munculnya penyempitan pada salah satu bronkus.
Menandakan adanya kelainan pada jantung.
14. Aortasklerosis
a. Apa itu aortasklerosis?
b. Apa penyebab dari munculnya aortasklerosis pada pasien PJK?
c. Apakah salah satu penyebab PJK adalah aortasklerosis?
RS
Pengkajian
Pemeriksaan Pemeriksaan
Fisik Penunjang
Sasaran Pembelajaran
Diskusi Kelompok
Definisi
PJK adalah salah satu akibat utama penyempitan pembuluh darah karena endapan lemak-
lemak (Johan, 2004). Menurut AHA, PJK adalah kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah
koroner di mana terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah disertai adanya plak yang
mengganggu aliran darah ke otot jantung. Menurut WHO, PJK adalah ketidaksanggupan jantung
yang dapat bersifat akut maupun kronik disebabkan karena kekurangan suplai darah pada
miokardium sehubungan dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner. Menurut Napzi
(2010), PJK adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium
atas oksigen dengan penyediaan yang diberikan oleh pembuluh darah koroner.
Etiologi
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh aterosklerosis pembuluh darah koroner dan
kelainan pada intima (lapisan yang bersentuhan dengan darah). Aterosklerosis pembuluh darah
koroner adalah penumpukan lipid (lemak jenuh) di lumen arteri koronaria sehingga secara
progresif mempersempit lumen arteri tersebut dan bila hal ini terjadi akan menurunkan
kemampuan darah untuk berdilatasi. Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan
oksigen menjadi tidak stabil. Kelainan pada intima bermula bercak (plak) fibrosa selanjutnya
menyebabkan obstruksi. Obtruksi ini akan menyebabkan pembatasan aliran darah koroner,
karena adanya pembatasan dapat mengakibatkan ruptur yang memicu trombosis vena. Intima
merupakan lapisan aorta dari otot. Jika lapisan ini rusak maka akan mengganggu kinerja otot di
aorta sehingga terjadi kegagalan dalam melindungi rongga-rongga jantung.
Faktor Risiko
Faktor risiko digolongkan menjadi tiga, faktor dapat diubah, faktor tidak dapat diubah,
dan faktor baru. Faktor yang dapat diubah dibagi menjadi dua, faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer, merokok, hipertensi, peningkatan kolesterol plasma, pola makan. Faktor
sekunder, peningkatan trigliserida plasma, obesitas, stress kronik, diabetes mellitus, kurang
aktivitas fisik, pil KB. Faktor yang tidak dapat diubah, usia, jenis kelamin, keturunan, dan
kebudayaan. Faktor baru, inflamasi fibrinogen, homosistein, stress oksidatif.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Non Invasif
1) EKG istirahat
2) Treatmill
3) Jasmani Kombinasi pencitraan
- Latihan Jasmani Ekokardiografi
- Uji Latih Scintigrafi perfusi myocard
- Uji Latih Jasmani Farmakologi Kombinasi dengan teknik imaging
4) Ekokardiografi istirahat
5) Monitoring EKG ambulatory
6) Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner
- Computed Tomography
- Magnetic Resonase Arteriography
b. Invasif
1) City scan
2) MRI
3) Angiografi Koroner
4) Ultrasound Intra Vascular
5) CVP
6) Kateterisasi Jantung
c. Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Rutin
2) Pemeriksaan Enzim Jantung
- Creatinin Fosfokinase
- Iso Enzim
- Troponin T
- SGOT
- LDH
- CRP
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung pada derajat arteri koronaria. Jika arteri koronaria sudah tidak bisa
mencukupi kebutuhan jaringan maka akan muncul tanda dan gejala sebagai berikut:
Tanda:
Gejala :
Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau
sumbatan pada arteri koronaria.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate,
irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan
darah, hipovolemia.
5. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan
perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Intervensi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau
sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan
adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara
berelaksasi.
Rencana:
a. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
b. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
c. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
d. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
e. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
f. Kolaborasi dalam:
i. Pemberian oksigen.
ii. Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
g. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa
2) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan
kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal)
tidak adanya angina.
Rencana:
a. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah
melakukan aktivitas.
b. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
c. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
d. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh
pasien.
e. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.
3) Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam
rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial
infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
a. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri,
duduk dan tiduran jika memungkinkan).
b. Kaji kualitas nadi.
c. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
d. Auskultasi suara nafas.
e. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
f. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
g. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti
disritmia.
4) Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
a. Kaji adanya perubahan kesadaran.
b. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi
perifer.
c. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
d. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
e. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
f. Monitor intake dan Output
g. Kolaborasi dalam : Pemeriksaan ABG, BUN Serum ceratinin dan elektrolit
5) Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan
perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
a. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
b. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
c. Ukur intake dan output (balance cairan).
d. Kaji berat badan setiap hari.
e. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
f. Sajikan makanan dengan Diet Rendah Garam
g. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.