You are on page 1of 12

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ANALITIK (FILSAFAT BAHASA)

DAN ASUMSI DASARNYA

A. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan filsafat, abad XX ini ditandai dengan
adanya suatu tema pemikiran tentang bahasa yang disebabkan oleh adanya
situasi politik, ekonomi, dan perkembangan intelektual (Bertens,1991:11). Para
tokoh filsafat memberikan nama pada gerakan filsafat abad XX ini dengan
filsafat analitik atau filsafat bahasa, karena gerakan ini memiliki perhatian penuh
pada bahasa dan usaha- usaha menganalisis ungkapan kebahasaan yang logis.
Menurut Lorens Bagus (1996:249) filsafat analitik merupakan suatu ungkapan
yang menghimpun semua karya filsafati abad XX yang bersandar kuat pada
teknik linguistik dan analisis logis.
Banyak istilah yang digunakan untuk nama gerakan filsafat bahasa abad
XX ini seperti “analisis bahasa ”(linguistic analisis), “analitik logika”(logical
analisis) ”madzhab cambridge”(cambridge schooll),”filsafat oxford (oxford
philoshopy)” dan filsafat bahasa yang biasa (the philoshopy of ordinary
languange). Adapun istilah analitik atau analisis dalam bahasa Ingggris
merujuk kepada alasan Charlesworth yang menganggap bahwa pemilihan
nama analitik adalah yang terbaik karena berdasarkan pada konsep umum dari
sifat dan tujuan filsafat yang sering disebut oleh para filosof yaitu menganalisis.
Charlesworth menganggap bahwa nama”analitik” tidak semestinya
diterima secara sungguh- sungguh seperti “eksistensialisme”, tetapi “analitik”
seharusnya diterima sebagai istilah untuk kedudukan filsafat, misalnya
Heidegger, Gabriel Marcel, Marleu Ponty dan Sartre disebut orang-
orang eksistensialisme ( exsistensialis), begitu juga Moore, Rusell, Witgenstein,
Ayer, Wisdom dan Ryle, bisa disebut orang-orang analitik (analysis).
Timbulnya filsafat analitik, dilatarbelakakngi oleh beberapa kondisi
masyarakat dunia pada waktu itu diantaranya: kondisi politik, ekonomi, dan
perkembangan intelektual. Akibatnya pada perkembangan bahasa ,

1
khususnya bahasa Inggris menjadi bahasa yang paling penting pada abad XX,
peranan ekspansi Amerika Serikat sebagai kekuatan politik dan ekonomi dunia,
telah mendorong bahasa Inggris menjadi bahasa internasional pada abad XX
walaupun sebelumnya bahasa Inggris telah berperan namun peranannya telah
terisolir (Bertens, 1990:11) dengan demikian filsafat analitik sebagai suatu
gerakan filsafat abad XX sangat berperan di Inggris dan Amerika.
Gerakan filsafat analitik tidak dapat dilepaskan dengan gerakan
filsafat sebelumnya , karena sudah menjadi kebiasaan bahwa untuk mengkaji
suatu aliran filsafat tidak lepas dari aliran filsafat sebelumnya. Para filsuf besar
biasanya berdialog dengan masa lampaunya sehingga memahami
pemikiran filsafat tentu senantiasa berhubungan dengan pemikiran atau filsafat-
filsafat sebelumnya.
Di antara para filsuf sendiri, terdapat filsuf yang lebih mengarahkan
perhatiannya kepada masalah sintaktik dan semantik. Kelompok ini
beranggapan bahwa bahasa sehari-hari tidak memadai untuk dipakai sebagai
ungkapan ide-ide kefilsafatan. Bahasa sehari-hari mengandung banyak
kelemahan seperti bermakna ganda, kabur, dan menyesatkan sehingga perlu
disusun jenis bahasa khusus untuk filsafat yang bersifat logis, univok dan
seragam. Sedangkan pada sisi lain, terdapat kelompok filsuf yang lebih
mengarahkan perhatiannya pada aspek pragmatik. Kelompok ini beranggapan
bahwa bahasa sehari-hari dapat digunakan untuk menyampaikan ide-ide
kefilsafatan asalkan diberi penjelasan kalau ada penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi (Mustansyir, 1995:46). Kelompok pertama sering disebut Atomisme
Logik dan Positivisme Logik, sedangkan kelompok kedua disebut Filsafat
Bahasa Biasa.
Dalam pandangan penulis filsafat, Wicoyo (1997:4) dan Mustansyir
(1995:37-38), filsafat' analitik terbagi dalam tiga aliran pemikiran filsafat bahasa
yaitu atomisme logik (logical atomisme), positivisme logik (logical
positivism), dan filsafat bahasa biasa (the ordinary language philosophy).
Mereka membagi aliran filsafat analitik berdasarkan pada penggunaan bahasa
biasa dalam menjelaskan maksud filsafat. Pada satu sisi ada pandangan bahwa

2
bahasa biasa cukup memadai untuk menjelaskan pemikiran filsafat.
Kelemahannya hanya terletak pada penyimpangan terhadap penggunaan bahasa
biasa, tanpa diberikan penjelasan atau pengertian apapun terhadap bahasa
tersebut. Pada sisi lain ada pandangan bahwa bahasa biasa tidak cukup
memadai untuk menjelaskan maksud pemikiran filsafat, karena bahasa biasa
mengandung kekaburan, memiliki arti ganda, tidak dapat mengungkapkan
sesuatu secara jelas (Alston, 1964:5-6).

B. PEMBAHASAN
Aliran dan Tokoh Filsafat Analitik (Filsafat Bahasa)
1. Atomisme Logik
Atomisme logik (logical atomism) sebagai salah satu bagian dari
filsafat analitik mempunyai corak tertentu dalam pemahamannya. Salah satu
tokoh filsafat analitik yakni Bertrand Russell (1872-1970) menjelaskan
tentang pemahaman atomisme logik dalam suatu artikelnya sebagai berikut:
“Tidak ada satupun dalam logika yang mampu membantu memutuskan antara
monisme dan pluralisme, atau antara pandangan adanya suatu fakta rasional
yang menjadi hal pokok dan tidak adanya pandangan tersebut. Keputusan saya
dalam memperlakukan pluralisme dan hubunganhubungannya diterima sebagai
pekerjaan empirik, setelah keyakinan saya yang berdasarkan beberapa argumen
teori yang menentangnya menjadi tidak valid”
Sesuai penjelasan tersebut, Russell berusaha menghubungkan pemahaman
monisme dengan pluralisme atau pandangan rasional dengan empiris.
Sesuatu yang dipikirkan harus sesuai dengan kenyataan, atau sesuatu yang
diungkapkan dengan kata-kata harus logis sesuai dengan akal sehat dan
sesuai dengan faktanya. Monisme, pluralisme, rasionalisme dan empirisme,
merupakan unsur-unsur pemikiran (atomisme) yang dapat membangun suatu
pemikiran yang logis lewat bahasa, sehingga pemahaman atomisme logik
merupakan suatu pemahaman yang dibangun oleh unsur bahasa atau
proposisi atomik dengan analisa bahasa yang logis

3
Untuk memahami jenis pemikiran logis, Russell menjelaskan definisi dari
jenis pemikiran logis sebagai berikut : “A dan B adalah jenis logika yang sama,
jika dan hanya jika diberikan beberapa fakta untuk A sebagai unsur pokok ada
kesesuaian fakta yang dimiliki oleh B sebagai unsur pokok, yang hasilnya
merupakan pergantian B terhadap A atau sebaliknya. Sebagai ilustrasinya,
Socrates dan Aristoteles adalah jenis yang sama karena Socrates adalah filsuf
dan Aristoteles adalah filsuf, keduanya merupakan fakta. Mencintai dan
membunuh adalah jenis yang sama, karena Plato mencintai Socrates dan Plato
tidak membunuh Socrates, keduanya merupakan fakta”. (Charlesworth,
1959:53).
Russell memahami bahwa dalam mengungkapkan pemikiran, terkadang
tidak sesuai dengan faktanya dikarenakan kesalahan bahasanya. Kesalahan
bahasa berkaitan dengan struktur bahasa, bentuk kalimat, atau kosa kata. Suatu
kalimat atau bahasa yang menimbulkan keraguan seharusnya dianalisis untuk
mendapatkan pemahaman yang sempurna. Dalam hal ini Russell menjelaskan
tentang kesalahan bahasa sebagai berikut: “Bahasa menyesatkan kita, baik
dengan kosakatanya maupun dengan susunan kalimatnya. Kita harus menjaga
kedua hal tersebut jika logika kita tidak menunjukkan suatu bentuk
kesalahan.....kosakata mempunyai pengaruh terhadap beberapa hal atau ide
pluralisme platonik. Pengaruh bentuk kalimat dalam kasus bahasa Indo-Eropa
sangat berbeda. Hampir semua posisi dapat menempati dalam suatu bentuk
yang menyatukan subjek dan predikat dengan kata kerja penghubung. Hal itu
merupakan suatu yang wajar untuk menduga bahwa setiap fakta memiliki
bentuk yang sesuai dan terbuat dalam sifat kedudukannya melalui substansi”
(Charlesworth, 1959: 53). .
Berdasarkan penjelasan tersebut tugas utama filsafat adalah untuk
menemukan bentuk logika yang nyata dari proposisi dan ungkapan analitiknya
atau terjemahannya dalam bentuk tata bahasa yang netral. Dengn kata lain
suatu bentuk yang tidak menimbulkan keraguan dari pemikiran kita yang
akibatnya tidak memberikan kesimpulan metafisik yang sesat. Tugas utama
filsuf analitik adalah menyusun bahasa ideal. Seseorang bisa menyusun bahasa

4
ideal yang dapat memberikan keyakinan penuh terhadap struktur logika
pemikiran. Dalam hal ini Russell berusaha membentuk filsafat yang bercirikan
ilmiah yaitu memberikan lebih penekanan pada analisa logis. Analisa logis ini
merupakan dasar logika bagi Russell bahwa fungsi filsafat adalah untuk
menganalisis bahasa.
Tokoh atomisme logik lainnya adalah Ludwig Wittgenstein (1889-1951).
Pembahasan filsafat yang disampaikan oleh Wittgenstein terbagi dua bagian.
Salah satu bagian pembahasannya, menjelaskan atomistme logik, dan di bagian
lainnya menjelasakan filsafat bahasa biasa. Ia menjelaskan bahasa logis sebagai
berikut: “Tidak akan ada metode yang paling baik kecuali apa yang dapat
dikatakan dengan proposisi ilmu pengetahuan alam yaitu sesuatu yang tidak
mesti dilakukan dengan filsafat, kemudian ketika orang lain ingin mengatakan
sesuatu yang bersifat metafisik, dia melakukannya dengan sesuatu yang
tidak diberi makna untuk tanda-tanda tertentu dalam proposisinya. Metode
tersebut tak memuaskan bagi orang lain — dia tidak akan mempunyai
perasaan bahwa kita sedang mengajarkan filsafat kepadanya, namun hal itu
akan menjadi satu-satunya metode yang benar dan yang paling tepat”
(Charlesworth, 1959:80).
Tujuan filsafat analitik ialah menerjemahkan semua pernyataan yang
rumit dan deskriptif ke dalam pernyataan dasar atau elementer. Pernyataan
dasar itu ditempatkan dalam suatu bagian tertentu yang tidak dapat dianalisis
dalam menggambarkan dunia yang sederhana dan tidak dapat melampaui
batasan bahasa. Filsafat tidak dapat melukiskan atau menjelaskan bagaimana
bahasa dihubungkan dengan dunia nyata. Tugas yang tepat dari filsafat
adalah membuat jelas apa yang dapat atau tidak dapat dikatakan secara
baku.

2. Positivisme Logik
Jenis aliran kedua dari filsafat analitik atau filsafat bahasa adalah positivisme
logik. Salah satu. tokoh yang terkenal adalah Alfred Jules Ayer (1910-(…) ). 1a
berasal dari Inggris dan dikenal sebagai filsuf Oxford. Buku- buku yang

5
ditulisnya berjudul; Language, Truth and Logic (1936), The Foundation
of empirical Knowledge (1940), The Origins of Pragmatism (1968),
Russell and Moore —The Analitical Heritage (1971), Russell (1972),
Probability and Evidence 1972, The Central Problems of Philosophy (1973).
Pada karya-karya filsafatnya, ia dipengaruhi oleh penuturan-penuturan
Russell dan Moore. Ia juga dipengaruhi atau ada kaitannya dengan pemikiran
empirismenya David Hume (Bertens, 1990:33). Hubungan pemikiran Ayer
dengan filsafat sebelumnya; yaitu Moore dan Russell adalah suatu upaya
bentuk kritik terhadap filsafat sebelumnya terutama dalam bahasa-
bahasa metafisik. Ada tiga permasalahan pokok dalam pemikiran positivisme
logik yang dikemukakan oleh Ayer yaitu prinsip verifikasi, fakta empiris, dan
kritik terhadap metafisik.
Positivisme logik yang dimaksud Ayer adalah suatu upaya eksperimental
untuk menghubungkan analisa logis Russell dan tradisi pemikiran empiris
Inggris, terutama David Hume. Suatu pemikiran atau analisa dikatakan
memiliki karakter positivisme logis apabila suatu pernyataan bisa dianalisis
dengan prisnsip verifikasi.
Pemikiran positivisme logik ditandai dengan perumusan prinsip
verifikasi. Prinsip verifikasi yang dimaksud adalah: “Kami mengatakan bahwa
suatu kalimat pada kenyataannya bermakna bagi orang tertentu, kalau dan
hanya kalau, ia tahu observasi-observasi mana yang akan membuat dia
dengan syarat-syarat yang tertentu menerima suatu proposisi yang benar atau
menolaknya sebagai salah. Sebaliknya, kalau apa yang dianggap sebagai
proposisi bersifat demikian rupa sehingga menerima kebenaran atau
ketidakbenarannnya dapat dicocokkan dengan pengandaian apapun juga
mengenai pengalamannya dikemudian hari, maka bagi orang bersangkutan apa
yang disebut proposisi itu tidak lain (kecuali kalau merupakan sutau tautology)
dari proposisi semu saja. Mungkin kalimat yang mengungkapkan proposisi itu
mempunyai makna emosional bagi dia, tetapi pasti tidak ada makna harafiah”.
(Bertens, 1990:33)

6
Prinsip verfikasi dapat diketahui dengan: Pertama, verifikasi
mempunyai maksud untuk menentukan makna suatu ucapan, bukan
kebenarannya atau kesalahannya Artinya suatu ucapan akan mempunyai
makna walaupun ucapan itu benar atau salah. Contohnya: "Bandung ibukota
Indonesia." dan "Jakarta adalah ibukota Indonesia." Kedua, kalimat tersebut
mempunyai makna karena adanya ketidakbenaran dan kebenarannya. Pada
kalimat pertama mempunyai makna kalimat yang salah dan kalimat kedua
mempunyai makna kalimat yang benar. Kedua kalimat mempunyai makna.
Suatu kalimat tidak mempunyai makna jika kalimat tersebut tidak
diketahui maksud dan tujuannya. Contoh seperti yang diberikan oleh Bertens
(1990:35), "Hari ini cuaca lebih bagus daripada di luar." Kalimat ini tidak
mempunyai makna, karena tidak diketahui kepada apa atau siapa
ditunjukkannya, sehingga orang tidak dapat menilai kalimat itu benar atau salah.
Menurut Ayer kalimat atau ucapan harus berdasarkan prinsip verifikasi yaitu
ucapan yang bisa di observasi (observation statement). Dengan demikian
prinsip verifikasi berdasarkan pengalaman empiris yang menyangkut realitas
inderawi atau yang berdasarkan observasi. Positivisme logik menganggap suatu
kalimat mempunyai makna jika kalimat itu memuat pengertian benar atau
salah dan pernyataan itu menyangkut realitas inderawi yang berdasarkan
observasi.
Positivisme logik dan prinsip verifikasi Ayer memberikan jenis
ucapan yang dapat dikatakan sebagai positivisme logik yaitu jenis ucapan
matematika dan logika. Setiap ucapan atau kalimat matematika dan logika
mempunyai makna benar dan salah, tetapi belum tentu mempunyai pengalaman
realitas inderawi. Contoh: "Semua bilangan genap habis dibagi dua." "Kubus
adalah suatu bidang yang mempunyai enam sisi." Ucapan-ucapan tersebut
mempunyai nilai kebenaran. dalam menentukan benar dan tidaknya ucapan
atau kalimat matematika seolah-olah tidak lepas dari pengalaman bahasa.
Dengan demikian kalimat matematika tergantung simbol-simbol yang
digunakan khusus untuk ucapan-ucapan kalimat matematika. Ayer dan filsuf
lainnya menamakan tautology.

7
Ada batasan-batasan tertentu untuk prinsip verifikasi, misalnya ucapan-
ucapan masa lampau termasuk prinsip verifikasi, walaupun kita tidak mengalami
peristiwa masa lampau Contoh: "Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945." Kita yang sekarang hidup atau generasi yang akan datang tidak ikut
mengalami atau mengklarifikasi peristiwa kemerdekaan, tetapi menganggap
bahwa kalimat itu benar karena berdasarkan prinsip verifikasi dan
pengalaman orang yang dapat dipercaya kebenarannya, sehingga suatu
ucapan atau kalimat tidak harus dapat diverifikasi sepenuhnya, tetapi cukup
sebagian saja.
Pada sisi yang lain, Ayer mengkritik tentang pemakaian bahasa
metafisik, etika dan estetika. Menurut Ayer, kalimat atau ucapan yang
mengandung metafisik, etika dan estetika tidak memiliki arti positivisme logik,
karena tidak dapat diverifikasi. Contoh: "Tuhan menciptakan dunia". "Kita harus
saling menghorrnati dengan orang lain". "Lagunya indah sekali." Contoh-contoh
seperti ini, menurut Ayer tidak memiliki nilai realitas, namun hanya mempunyai
arti bagi orang bersangkutan secara emosional. Dengan upayanya Ayer
mengkritik metafisik filsafat sebelumnya agar dipandang sebagai suatu
radikalisasi terhadap Russell (Bertens, 1990:37).

3. Filsafat Bahasa Biasa (Ordinary Language Philosophy)


Bagian ketiga dari filsafat analitik adalah filsafat bahasa biasa. Ada tiga
tokoh yang menjadi filsuf dalam pembahasan filsafat bahasa biasa. Ketiga
tokoh yang menjadi filsuf dalam pembahasan filsafat bahasa biasa adalah
Ludwig Wittgeinstein (1889-1951), Gilbert Ryle (1900-1976) dan John
Langshaw Austin (1911-1960).
Pembahasan Wittgeinstein terbagi dalam dua pembahasan. Pada satu
sisi filsafatnya dibahas dalam filsafat atomisme logik, di sisi lain dibahas dalam
filsafat bahasa biasa. Pembahasan filsafat Wittgeinstein kedua ada dalam
filsafat bahasa biasa, karena adanya ketidakpuasan yang diwujudkan dengan
kritikan terhadap filsafat atomisme logik.

8
Pemikiran filsafat Witgeinstein II tertera dalam karyanya yang
berjudul Philosophical Investigation yang dipublikasikan pada tahun 1953.
Perubahan pemikiran filsafat Wittgeistein ini adalah perubahan dari bahasa
logika ke arah penggunaan bahasa biasa dengan berbagai aspeknya Pada
pemikiran filsafat yang kedua, Wittgeinstein menitikberatkan pada
pembahasan tata permainan bahasa (language game). Language game
menempatkan proses menyeluruh penggunaan kata termasuk juga pemakaian
bahasa yang sederhana. sebagai suatu bentuk permainan. Wittgeinstein
mengilustrasikan permainan bahasa dengan permainan sepak bola. Ia yakin
bahwa dalam bahasa apapun ada permainan kata, layaknya dalam permainan
sepak bola. Ada beberapa jenis bentuk dalam permainan bahasa diantaranya;
memberi perintah serta mematuhinya, menggambarkan penampakan suatu
objek, ataupun menentukan perkiraan tentang objek, ataupun menentukan
perkiraan tentang objek tersebut. Menyusun sesuatu objek melalui pemerian,
melaporkan jalannya suatu peristiwa, menyusun dan menguji suatu hipotesa
menyuguhkan hasil suatu percobaan dalam bentuk tabel dan diagram,
mengararang suatu cerita dan menceritakannnya kepada orang lain, bermain
komedi menghayati syair lagu, menjawab teka- teki, bersenda gurau, membuat
lelucon, memecahkan persoalan hitungan praktis, mengalihbahasakan satu
bahasa ke bahasa yang lain, bertanya, berterimakasih, mengucapkan salam,
berdoa dan sebagainya (Mustansyir, 1995:84). Pada intinya pemikiran
Wittgenstein II tidak melibatkan diri dalam corak pandangan yang bersifat
metafisik. Ia lebih menekankan pemikiran filsafat dengan bahasa yang tertulis
agar dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari.
Ryle mengembangkan pemikiran filsafat bahasa yang dikemukakan oleh
Wittgenstein II, dengan berupaya membedakan penggunaan bahasa sehari-hari
dengan penggunaan bahasa biasa yang baku atau standar. Ryle memahami
filsafat bahasa seharusnya diacuhkan pada penggunaan bahasa yang baku atau
standar, bukan penggunaan bahasa menurut kebiasaan sehari-hari, agar
dapat memberikan penjelasan yang memadai bagi penggunaan yang
biasa/standar dan ungkapan atau kalimat.

9
Menurut Ryle penggunaan ungkapan yang standar (ordinarily use expression)
merupakan penggunaan istilah atau ungkapan teknis dalam bidang ilmu
pengetahuan yang mempunyai arti yang tepat. Dalam memahami istilah teknis
sesuai pada tempatnya diperlukan penjelasan (clarification) yang cukup.
Penjelasan tentang istilah teknis itu diperlukan melalui bahasa yang baku,
seperti yang diberikan oleh Mustansyir (1995:94) dengan bahasa sehari-
hari. Contohnya, kita perlu menjelaskan istilah permintaan dan penawaran
(demand and supplay) dalam istilah ilmu ekonomi dengan bahasa baku,
sehingga kita bisa membatasi pengertian istilah "permintaan" dan "penawaran"
dengan lingkupnya dalam bidang ilmu ekonomi. Apabila istilah itu dijelaskan
dengan bahasa sehari-hari, akan menimbulkan kesalalahpahaman terhadap arti
istilah itu yang sebenamya. Contohnya apabila digunakan dalam bahasa sehari-
hari, seorang tetangga memohon 'permintaan" untuk menghadiri acara undangan
di rumahnya. Jika istilah permintaan itu sama artinya dengan permintaan dalam
bahasa baku dalam ilmu ekonomi, maka itu akan berbeda artinya atau
menimbulkan kesalahpahaman. Kesalalahpahaman itu karena kita tidak
menjelaskan batasan istilah permintaan dengan bahasa baku, tetapi dengan
bahasa sehari-hari. Dengan demikian bagi Ryle, para filsuf sebaiknya
menggunakan bahasa baku atau standar dalam menjelaskan pemikiran
filsafatnya untuk menemukan arti yang tepat.

C. Penutup
Gerakan filsafat pada abad ke XX berpuncak pada perkembangan
filsafat bahasa. gerakan ini memiliki perhatian penuh pada bahasa dan usaha-
usaha menganalisis ungkapan kebahasaan yang logis. Timbulnya filsafat analitik
dilatarbelakangi oleh beberapa kondisi masyarakat dunia pada waktu itu
diantaranya: kondisi politik, ekonomi, dan perkembangan intelektual.
Akibatnya pada perkembangan bahasa , khususnya bahasa Inggris menjadi
bahasa yang paling penting pada abad XX, peranan ekspansi Amerika Serikat
sebagai kekuatan politik dan ekonomi dunia. Dengan demikian filsafat analitik
sebagai suatu gerakan filsafat abad XX sangat berperan di Inggris dan Amerika.

10
Filsafat' analitik terbagi dalam tiga aliran pemikiran filsafat bahasa yaitu
atomisme logik (logical atomisme), positivisme logik (logical positivism), dan
filsafat bahasa biasa (the ordinary language philosophy).Atomisme Logic,
salah satu tokoh filsafat ini adalah Bertrand Russell (1872-1970). Menurut
pandangan falsafi ini, sesuatu yang dipikirkan harus sesuai dengan kenyataan,
atau sesuatu yang diungkapkan dengan kata-kata harus logis sesuai dengan
akal sehat dan sesuai dengan faktanya. Atomisme logik merupakan suatu
pemahaman yang dibangun oleh unsur bahasa atau proposisi atomik dengan
analisa bahasa yang logis. Positivisme Logik, jenis aliran kedua dari filsafat
analitik adalah positivisme logik. Salah satu. tokoh yang terkenal adalah
Alfred Jules Ayer. Positivisme logik yang dimaksud Ayer adalah suatu upaya
eksperimental untuk menghubungkan analisa logis Russell dan tradisi pemikiran
empiris Inggris, terutama David Hume. Suatu pemikiran atau analisa
dikatakan memiliki karakter positivisme logis apabila suatu pernyataan bisa
dianalisis dengan prisnsip verifikasi. Ordinary Language Philosophy adalah
bagian ketiga dari filsafat analitik adalah filsafat bahasa biasa. Ada tiga
tokoh yang menjadi filsuf dalam pembahasan filsafat bahasa biasa. Mereka
adalah Ludwig Wittgeinstein (1889-1951), Gilbert Ryle (1900-1976) dan John
Langshaw Austin (1911-1960). Filsafat bahasa biasa, tidak mengungkap
bahasa dari penggunaannya yang teoritis, tapi menganalisis bahasa praktis dalam
kehidupan sehari-hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alston, WT., 1964. Philosophy of Language, Englewood Cliffs, New Jersey


Bagus, L., 1996. Karnus Filsafat, Gramedia, Jakarta.
Bertens, K., 1990. Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman, Gramedia, Jakarta.
Yogyakarta.

Charlesworth, M.J.,1959. Philosophy And Linguistic Analysis, Duquesne


University, Pittburgh.

Mustansyir, R.,1995. Filsafat Analitik; Sejarah, perkembangan, dan


peranan para tokohnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wicoyo, A. Joko., 1997. Filsafat Bahasa Biasa dan Tokohnya, Liberty,


Yogyakarta.

12

You might also like