You are on page 1of 20

LANDASAN PENDIDIKAN

Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu

mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua tindakan pendidik diarahkan

kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan statusnya,

berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui. Dalam pernyataan di atas tersurat dan tersirat

bahwa pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif, dank arena itu mesti

daapt dipertanggungjawabkan.

Sehubungan dengan hal diatas, praktek pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang,

sebaliknya harus dilaksanakan secara didasari dan terencana. Artinya, praktek pendidikan harus

memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta

efektif cara-cara pelaksanaannya.Implikasinya, dalam rangka pendidikan mesti terdapat momen berpikir

dan momen bertindak, mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.

Sebelum melaksanakan prakterk pendidikan, diantaranya mengenai landasan-landasannya. Sebab,

landasan pendidikan akan menjadi titik tolak praktek pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi

titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara pendidikan.

dst. Dengan demikian praktek pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan

sifatnya, serta betul-betul akan dapat dipertanggungjawabkan.

A. Pengertian Landasan Pendidikan

Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus besar bahasa

Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu pada pengertian tersebut,

dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau

titik tolak dari suatu hal ; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.

Menurut sifat wujudnya dapat dibedakan dua jenis landasan yaitu : (1) landasan yang bersifat material,

dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara lain berupa

landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat

konseptual antara lain berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945;

landasan pendidikan, dsb.

Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip,

pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir

(melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek).

Landasan pendidikan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landaan pendidikan adalah

seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Sebagaimana telah kita pahami,

dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.

B. Jenis-jenis Landasan Pendidikan

Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan dari berbagai sumber, dapat

bersumber dari agama, filsafat, ilmu dan hukum atau yuridis. Jenis landasan pendidikan dapat
diidentifikasi dan dikelompokan menjadi : 1) landasan religious pendidikan, 2) landasan filosofis

pendidikan, 3) landasan ilmiah pendidikan, dan 4) landasan hukum/yuridis pendidikan.

Landasan Religius Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama yang dijadikan

titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: Carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang

lahat/meninggal dunia.”Menuntut ilmu adalah fardhlu bagi setiap muslim.” (hadist). Implikasinya, bagi

setiap muslim bahwa belajar atau melaksanakan pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu

kewajiban.

Landasan filosofis Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik

tolak dalam pendidikan.

Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu tertentu yang

dijadikan titik tolak dalam pendidikan.

Landasan psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah psikologi

yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.”Setiap individu mengalami perkembangan secara

bertahap, dan pada setiap tahap perkembangannya setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan

yang harus diselesaikannya.”Implikasinya, pendidikan mesti dilaksanakan secara bertahap, tujuan dari

isi pendidikan mesti disesuaikan dengan tahapan dan tugas perkembangan individu/peserta didik.

Landasan Sosiologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi

yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.” Di dalam masyarakat yang menganut stratifikasi

social terbuka terdapat peluang besar untuk terjadinya mobilitas social. Adapun fakta yang

memungkinkan terjadinya mobilitas social itu antara lain bakat dan pendidikan.”Implikasinya, para

orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak-anaknya.

landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi

yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai

daerah (misalnya: system mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). mengimplikasikan perlu

diberlakukan kurikulum muatan lokal.

Landasan historis pendidikan adalah asumsi-asumsi pendidikan yang bersumber dari konsep dan

praktek pendidikan masa lampau (sejarah) yang dijadikan titik tolak perkembangan pendidikan masa

kini dan masa datang. Contoh ‘Semboyan “tut wuru handayani”. sebagai salah satu peranan yang harus

dilaksanakan oleh para pendidik, dan dijadikan semboyan pada logi Depdiknas, adalah semboyan dari Ki

Hadjar Dewantara (Pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1992 di Yogyakarta)

yang disetujui hingga masa kini dan untuk masa datang karena dinilai berharga.

Landasan Hukum/Yuridis Pendidikan, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan

perundanganan yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh. Undang-undang

Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dsb.

Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran

pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Landasan deskriptif

pendidikan umumnya bersumber dari hasil riset ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu, sebab itu landasan

pendidikan deskriptif disebut juga sebagai landasan ilmiah atau landasan pendidikan factual pendidikan.
Landasan deskriptif pendidikan antara lain meliputi ; landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologi

pendidikan, landasan antropologi pendidikan, dsb.

C. Fungsi Landasan Pendidikan

Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap,

artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan

yang dipilihnya, dst. Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual

yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai dengan

fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.

MANUSIA DAN PENDIDIKAN

A. Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk Tuhan YME, dalam perjalanan hidupnya manusia mempertanyakan tentang

asal-usul alam semesta dan asal-usul keberadaan dirinya sendiri. Dua aliran filsafat yang memberikan

jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut

Evolusionismme, manusia adalah hasil puncak dari mata rantai evolusi yang terjadi di alam semesta.

Manusia sebgaimana halnya alam semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu sendiri,

tanpa Pencipta. Sebaliknya filsapat Kreasionisme menyatakan bahwa asal-usul manusia, sebagaimana

halnya alam semesta adalah ciptaan suatu Creative Causee atau Personality, yaitu Tuhan YME.

Adapun secara filosofis penolakan tersebut antara lain didasarkan kepada empat argument berikut ini :

1) Argumen ontologism ; Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara itu, bahwa realitas

(kenyataan) lebih sempurna daripada ide manusia. Sebab itu. Tuhan pasti ada dan realitas ada-Nya itu

pasti lebih sempurna daripada ide manusia tentang Tuha.

2) Argumen Kosmologis, Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab. Adanya alam semesta

termasuk manusia adalah sebagai akibat. Di alam semesta terdapat rangkaian sebab akibat, namun

tentunya mesit ada sebab Pertama yang tidak disebabkan oleh yang lainnya.

3) Argumen Teleologis, Segala sesuatu memiliki tujuan (contoh : mata untuk melihat, kaki untuk

berjalan dsb.). Sebab itu, segala sesuatu (realitas) tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan diciptakan

oleh Pengatur tujuan tersebut, yaitu Tuhan.

4) Argumen Moral : Manusia bermoral, ia dapat membedakan perbuatan yang baik dan yang jahat, dsb.

Ini menunjukan adanya dasar, sumber dan tujuan moralitas.Dasar, sumber, dan tujuan moralitas itu

adalah Tuhan.

Dengan demikian dapat Anda simpulkan bahwa manusia adalah individu/pribadi, artinya manusia adalah

satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik,

dan merupakan subjek yang otonom.

Sosialitas. Sekalipun setiap manusia adalah individual/personal, tetap ia tidak hidup sendirian, tak

mungkin hidup sendirian, dan tidak mungkin hidup hanya untuk dirinya sendiri, melainkan ia juga hidup

dalam keterpautan dengan sesamanya.

Keberbudayaan. Kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat,

1985). Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu : 1) sebagai kompleks dari ide-ide, ilmu pengetahuan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dsb. 2) sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari

manusia dalam masyrakat; dan 3) sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Moralitas. Eksistensi manusia memiliki dimensi moralitas. Manusia memiliki dimensi moralitas karena ia

memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik karena ia memiliki kata hati yang dapat

membedakan antara baik dan jahat. Adapun menurut Immanuel Kant disebabkan pada manusia

terdapat rasio praktis yang memberikan perintah mutlak (categorical imperative).

Keberegamaan. Keberegamaan merupakan salah satu karakteristik esensial manusia yang terungkap

dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap

dan perilakunya. Hal ini terdapat pada manusia manapun, baik dalam rentang waktu (dulu, sekarang,

akan datang). Dimanapun manusia berada.

Historisitas. Eksistensi manusia memiliki dimensi historisitas, artinya bahwa keberadaan manusia pada

saat in terpaut kepada masa lalunya, ia belum selesai mewujudkan dirinya sebagai manusia, ia

mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.

Komunikasi/Interaksi. Dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, manusia berinteraksi/berkomunikasi.

Komunikasi ini dilakukan baik secara vertical, yaitu dengan Tuhannya, secara horizontal yaitu dengan

alam dan sesama manusia serta budayanya.

Dinamika. N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika

(manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti, selalu dalam keaktifan, baik dalam

aspek fisiologik maupun spiritualnya.

B. Prinsip-prinsip Antropologis Keharusan Pendidikan ; Manusia sebagai Makhluk yang perlu didik dan

mendidik diri.

Prinsip Historisitas, Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian terdahulu, eksistensi manusia terpaut

dengan masa lalunya sekaligus mengarah kemasa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.

Prinsip Idealistis. Bersamaan dengan hal diatas, dalam eksistensinya manusia mengemban tugas untuk

menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau

yang seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal tersebut belum terwujudkan melainkan harus

diupayakan untuk diwujudkan.

Prinsip Posibilitas/aktualitas. Bagaimana mungkin manusia dapat ? Untuk menjawab pertanyaan ini mari

terlebih dahulu kita bandingkan sifat perkembangan hewan dengan perkembangan manusia.

Perkembangan hewan bersifat terspesialisasi/tertutup. Sebaliknya perkembangan manusia bersifat

terbuka. Manusia memang telah dibekali untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk

dapat berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, dsb. Namun setelah kelahirannya, bahwa berbagai

potensi tersebut mungkin terwujudkan, mungkin kurang terwujudkan, atau mungkin pula kurang

terwujudkan. Manusia mungkin berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Sebaliknya
mungkin pula ia berkembang kea rah yang kurang atau tidak sesuai dengan kodrat dan martabat

kemanusiaannya.

C. Prinsip-prinsip Kemungkinan Pendidikan : Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik

Manusia perlu dididik dan mendidik diri. Permasalahannya : apakah manusia akan dapat dididik ?

prinsip-prinsip Antropologis apakah yang melandasinya ? Untuk menjawab permasalah tersebut, kita

dapat mengacu kepada konsep hakikat manusia sebagaimna telah diuraikan terdahulu (point A).

Berdasarkan hal tersebut dapat ditemukan lima prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan

manusia akan dapat dididik, yaitu : (1) prinsip potensialitas, (2) prinisp dinamika, (3) prinisp

individualitas, (4) prinsip sosilaitas, dan (5) prinsip moralitas.

1. Prinsip Potensialitas.

Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal.

2. Prinsip Dinamika

Pendidikan diupayakan dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar menjadi manusia ideal

3. Prinsip Indivdiulitas

Praktek pendidikan merupakan upaya pendidik memfasilitasi manusia (peserta didik) yang antara lain

diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri (menjadi seseorang/pribadi). Di pihak lain, manusia

(peserta didik) adalah individu yang memiliki ke diri-sendirian (subjektifitas), bebas dan aktif berupaya

untuk menjadi dirinya sendiri, sebab itu, individualitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat

dididik.

4. Prinisp Sosialitas

Pendidikan hakikatnya berlangung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar semasam manusia

(pendidik dan peserta didik).

5. Prinsip Moralitas

Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan system norma dan nilai tertentu.

PENGERTIAN PENDIDIKAN

A. Pengertian Pendidikan berdasarkan Lingkupnya

1. Pendidikan Dalam Arti Luas

Dalam arti luas pendidikan adalah hidup, artinya, pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di

berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan

individu.

Dalam arti luas pendidikan berlangsung bagi siapa pun, kapan pun, dan dimana pun. Pendidikan tidak

terbatas pada penyekolahan (schooling) saja, bahkan pendidikan berlangsung sepanjang hayat.

Dalam arti luas tujuan pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar dan tidak ditentukan

dari luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan, jumlah tujuan pendidikan tidak terbatas. Tujuan

pendidikan sama dengan tujuan hidup (redja Mudyahardjo, 2001).


2. Pendidikan Dalam Arti Sempit

Dalam arti sempit pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah

atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (lembaga pendidikan formal). Pendidikan dilakukan dalam

bentuk pengajaran yang terprogram dan bersifat formal. Pendidikan berlangsung di sekolah atau di

dalam lingkungan tertentu yang diciptakan secara sengaja dalam konteks kurikulum sekolah yang

bersangkutan.

Dalam pengertian sempit tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, tujuan pendidikan adalah

mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup di masayarakat (Redja Mudyahardjo, 2001).

B. Pengertian pendidikan berdasarkan Pendekatan Ilmiah dan Pendekatan Sistem

1. Pengertian Pendidikan berdasarkan Pendekatan Ilmiah

Berdasarkan pendekatan sosiologi, pendidikan dipandang identik dengan sosialisasi yaitu suatu proses

membantu generasi muda agar menjadi anggota masyarakat yang diharapkan. Hal ini sebagaimana

didefinisikan oleh Emile Durkheim (Jeane H. Ballantine, 1985) bahwa : Education is the influence

exercised by adult generations on those that are not yet ready for social life. It is objekct is to arouse

and to develop in the child a certain number of physical society as a whole and the special milieu for

which he is specifically destined. (Pendidikan adalah pengaruh yang dilakukan oleh generasi orang

dewasa kepada mereka yang belum siap untuk melakukan kehidupan social. Sasarannya adalah

membangun dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual, dan moral pada diri anak sesuai

dengan tuntutan masyarakat politis secara keseluruhan dan oleh lingkungan khusus tempat ia akan

hidup dan berada).

Berdasarkan pendekatan antropologi, pendidikan dipandang identik dengan enkulturasi atau

pembudayaan.

Berdasarkan pendekatan ekonomi, pendidikan dipandang sebagai human investment atau usaha

penanaman modal pada diri manusia untuk mempertinggi mutu tenaga kerja, sehingga mempertinggi

produksi barang dan/atau jasa. Sedangkan berdasarkan tinjauan politik, pendidikan didefinisikan

sebagai proses civilisasi, yaitu “Suatu upaya menyiapkan warga Negara yang sesuai dengan aspirasi

bangsa dan negaranya (Odang Muchtar 1976).

2. Pengertian Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem

Berdasarkan pendekatan system, pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri

atas sejumlah komponen yang saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan (mentransformasi input menjadi out put).

Menurut P.H. Coombs (Odang Muchtar, 1976), ada tiga jenis sumber input dari masayarakat bagi

system pendidikan yaitu :

1. Ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang berlaku di dalam masyarakat

2. Penduduk serta tenaga kerja yang berkualitas

3. Ekonomi atau penghasilan masyarakat

C. Pendidikan sebagai Humanisasi


Definisi pendidikan telah kita pahami bahwa manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan daapt

dididik. Di pihak lain telah kita pahami paula bahwa eksistensi manusia tiada lain adalah utnuk menjadi

manusia. Inilah keharusannya sebagaimana dikatakan Karl Japers bahwa :”to be a man is to become a

man” / ada sebagai manusi adalah menjadi manusia (Fuad Hasan, 1973). Adapun manusi akan dapat

menjadi manuia hanya melalui pendidikan. Implikasinya maka pendidikan tiada lain adalah humanisasi

(upaya memanusiakan manusia).

Tujuan dan fungsi pendidikan. Pendidikan diupayakan dengan berawal dari manusia apa adanya

(aktualitas) dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada padanya (potensialitas), dan

diarahkan menuju terwujudnya manusia yang seharusnya /dicita-citakan (idealitas).

Sebagai humanisasi pendidikan seyogyanya meliputi berbagai bentuk kegiatan dalam upaya

mengembangkan berbagai potensi manusia dalam konteks dimensi keberagaman, moralitas,

individualitas/personalitas, sosialitas dan keberbudayaan secara menyeluruh dan terintergrasi.

PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU DAN SENI

A. Studi Pendidikan

Studi pendidikan adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka

memahami pendidikan atau menghasilkan system konsep pendidikan. Studi pendidikan dapat dilakukan

melalui kegiatan membaca buku tentang pendidikan, diskusi tentang pendidikan ,penelitian ilmiah

tentang pendidikan, dan berfilsafat tentang pendidikan. Contoh studi pendidikan : seorang mahasiswa

UPI sedang membaca buku ‘Landasan Pendidikan”, Sekelompok orang sedang berdiskusi atau

melaksanakan seminar dengan tema ‘Peranan sekolah dalam Memebina Integrasi Bangsa”,

Metode kerja dalam studi pendidikan. Studi pendidikan dapat dilakukan orang melalui metode atau cara

kerja tertentu, yaitu : (1) metode kerja awam, (2) metode ilmiah, dan (3) metode filsafiah.

B. Ilmu Pendidikan

Istilah ilmu berasal dari kata alama (bahasa arab) yang artinnya pengetahuan. Dalam bahasa latin

dikenal kata scire (sebagai asal kata science) juga berarti pengetahuan. Jenis pengetahuan

diklasifiksikan orang menjadi : revealed knowledge, intuitif knowledge, rational knowledge, empirical

knowledge, dan authoritative knowledge.

Ilmu pendidikan berdasarkan definisi ilmu sebagaimana dikemukakan diatas, kita dapat mendefinisikan

ilmu pendidikan sebagai system pengetahuan tentang fenomena pendidikan yang dihasilkan melalui

penelitian dengan menggunakan metode.

Karakteristik ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Objek studi; Objek studi ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat dialami manusia. Setiap ilmu

memiliki objek material dan objek formal tertentu.

b. Metode ; Ilmu menggunakan metode ilmiah, demikan pula ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan

menggunakan metode kualitatif dan / atau metode kuantitatif. Penggunaan metode tersebut tergantung

kepada sifat masalah dan objek penelitiannya.

c. Isi: Isi ilmu juga ilmu pendidikan dapat berupa konsep, aksioma, postulat, prinsip, hukum teori, dan
model yang disusun secara sistematis.

d. Fungsi: Ilmu adalah menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol

e. Ilmu pendidikan menggunakan ilmu-ilmu lain dalam mempelajarai pendidikan.

Sistematika ilmu pendidikan, Mengacu kepada sistematika pedagogic dari M.J. Langeveld, Madjid Noor

dan J.M Daniel (1987) mengklasifikasikan ilmu pendidikan menjadi sebagai berikut :

a) Ilmu pendidikan Teoritis

b) Ilmu Pendidikan Praktis

c) Ilmu Pendidikan Luar Biasa /Orthopedagogik.

C. Praktik Pendidikan

Praktik pendidikan adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka

memfasilitasi peserta didik agar peserta didik mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

1. Praktek Pendidikan Sebagai Panduan Ilmu dan Seni

Pendidikan sebagai panduan ilmu dan seni dikemukakan oleh A.S Neil.Menurutnya “Mendidika dan

mengajar bukanlah hanya suatu ilmu, tapi adalah seni. Mendidik yang diartikan sebagai seni ialah

sebagaimana kita dapat hidup dengan anak-anak dan dapat mengerti anak-anak sehingga seolah-olah

kita menjadi seperti anak-anak.Gramophone dapat menyajikan pelajaran dengan baik, tetapi hal seperti

itu tidak dapat menemukan suatu hubungan yang vital dengan anak-anak.

Pandangan bahwa mengajar (mendidik) tidaklah seni semata, tetapi juga ilmu dikemukakan pula oleh

Charles Silberman. Silberman antara lain menyatakan : “yakin mengajar-sepert praktek kedokteran-

banyak merupakan suatu seni, yang memerlukan latihan bakat dan kreativitas. Tetapi seperti

kedokteran, mengajar adalah juga – atau hendaknya menjadi sebuah ilmu, karena berkenaan dengan

suatu perbendaharaan teknik-teknik, prosedur-prosedur, dan kecakapan-kecakapan yang dapat

dipelajari dan diterangkan secara sistematis, dan oleh karena itu ditransmisikan dan dikembangkan”

(Redja Musyahardjo).

Demikianlah, pandangan pendidikan sebagai seni tidak perlu dipertentangkan dengan pandangan

pendidikan sebagai ilmu. Pendidik memerlukan ilmu pendidikan dalam rangka memahami dan

mempersiapkan suatu praktek pendidikan, namun dalam prakteknya pendidik harus kreatif, scenario

atau persiapan mengajar hanya dijadikan rambu-rambu saja, pendidik perlu melakukan improvisasi.

LANDASAN FILOSIFIS PENDIDIKAN

Didalam khasanah teori pendidikan terdapat berbagai aliran filsafat pendidikan antara lain Idelisme,

Realisme, Pragmatisme, Scholatisme, konstruksivisme, dll. Namun demikian kita mempunyai filsafat

pendidikan nasional tersendiri, yaitu Pancasila.

1. Idealisme dan Realisme

a. Konsep Filsafat Umum Idealisme

Para filsuf Idealisme mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual. Hal ini sebagaimana

dikemukakan Plato, bahwa dunia yang kita lihat, kita sentuh dan kita alami melalui indera bukanlah

dunia yang sesungguhnya, melainkan suatu dunia bayangan (a copy world).


b. Implikasi terhadap Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Sebab

itu, sekolah hendaknya menekankan aktifitas-aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral,

pertimbangan-pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggungjawab, dan pengendalian diri

demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pribadi (Callahan and Clark, 1983). Dengan kata lain

pendidikan bertujuan untuk membantu pengembangan karakter serta mengembangkan bakat manusia

dan kebajikan social” (Edward J.Power, 1982).

2. Realisme

a. Konsep Filsafat Umum

Jika filsuf Idealisme menekankan pikiran, jiwa/spirit/roh sebagai hakikat realitas, sebaliknya para filssuf

Realisme bahwa dunia terbuat dari sesuatu yang nyata, substansial dan material yang hadir dengan

sendirinya (entity).

b. Implikasi terhada Pendidikan

Tujuan pendidikan. Pendidikan bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat

alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia.

LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN

Keberhasilan pendidik dalam berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi oleh pemahamannya

tentang perkembangan peserta didik, serta kemampuan mengaplikasikannya dalam praktek pendidikan.

Pernyataan ini mengacu kepada asumsi bahwa :

1) Peranan pendidik adalah membantu peserta didik untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas

perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya.

2) Tahap perkembangan peserta didik mengimplikasikan kemampuan dan kesiapan belajarnya.

3) Keberhasilan peserta didik menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada tahapnya akan

mempengaruhi keberhasilan penyelesaian tugas-tugas perkembangan pada tahap perkembangan

selanjutnya.

4) Pendidikan yang dilaksanakan menyimpang dari tahapan dan tugas-tugas perkembangan peserta

didik memungkinkan akibat negative bagi perkembangan peserta didik selanjutnya.

LANDASAN SOSIOLOGIS DAN ANTROPOLOGIS PENDIDIKAN

A. Individu, Masyarakat, dan Kebuayaan

Individu adalah manusia perseorangan sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan

dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas mengambil keputusan atau tindakan lainnya

sehingga bersifat unik, serta bebas mengambil keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung

jawabnya. (otonom). Adapun masyarakat didefinisikan oleh Ralp Linton sebagai ‘setiap kelompok

manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri

mereka dan menggangp diri mereka sebagai satu kesatuan social dengan batas-batas yang dirumuskan

dengan jelas”.
Dari dua definisi tersebut, dapat diidentifikasi adanya empat unsure di dalam masyarakat yaitu :

1) Manusia (individu-individu) yang hidup bersama

2) Melakukan mempunyai social dalam waktu yang cukup lama

3) Mereka mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan

4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan, sehingga setiap

individu di dalamnya merasa terikat satu dengan yang lainnya.

B. Pendidikan Sosial dan Enkulturasi

Sebagaimana kita maklumi, manusia berbeda dengan hewan yang seluruh perilakunya dikendalikan oleh

naluri yang diperoleh sejak kelahirannya. Saat kelahirannya, manusia dalam keadaan tak berdaya,

karena naluri yang dibawa ketika kelahirannya relative tidak lengkap. Ia belum memiliki sistem nilai,

norma, pengetahuan, adat kebiasaan, serta belum mengetahui dan belum dapat menggunakan dengan

tepat berbagai benda sebagai hasil karya masyarakatnya. Anak manusia harus belajar dalam waktu

yang relative lebih panjang untuk mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai statusnya dan sesuai

kebudayaan masyarakatnya.

C. Pendidikan sebagai Pranata Sosial

Pranata Sosial. Theodorson G.A mendefinisikan pranata social sebagai ‘an interrelated system of social

roles and norms organized about the satisfaction of an important social need or function” (Sudardja

Adiwikarta, 1998). Pranata social adalah suatu sistem peran dan norma social yang saling berhubungan

dan terorganisasi disekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi social yang penting.

Pendidikan Formal (Sekola). Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstrukutr dan berjenjang yang

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Pasal 1 ayat 11 UU RI No.

20 Tahun 2003).

Fungsi pendidikan Sekolah. Pendidikan sekolah dapat dikemukakan fungsi-fungsi sebagai berikut>

1) Fungsi transmisi kebudayaan masayarakat

2) Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social)

3) Fungsi integrasi social

4) Fungsi mengembangkan kepribadian individu/anak

5) Fungsi mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan

6) Fungsi inovasi/men-transformasi masyarakat dan kebudayaan

Pendidikan Informal yaitu pendidikan yang berlangsung/terselenggara secara wajar atau secara alamiah

di dalam lingkungan hidup sehari-hari. Pendidikan informal antara lain berlangsung di dalam keluarga,

pergaulan anak.

 Definisi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan pendidikan di luar pendidikan formal yang

dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003).

 Fungsi. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan

pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian

professional.
 Lingkup. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,

pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaran, pendidikan

keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik.

 Satuan Pendidikan. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok

belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN

Pengaruh bangsa Portugsi dalam bidang pendidikan utamanya berkenan dengan penyebaran agam

Katholik. Demi kepentingan tersebut, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate,

selain itu didirikan pula di Solor. Kurikulum pendidikannya berisi pendidikan agama Katholik, ditambah

pelajaran membaca menulis dan berhitung.

Pendidikan oleh kaum pergerakan Kebangsaan (pergerakan Nasional) sebagai Sarana Perjuangan

Kemerdekaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Nasional.

Bagi bangsa Indonesia berbagai kondisi yang sangat merugikan akibat kebijakan dan praktek-praktek

penjajahan telah menimbulkan rasa senasib sepenanggungan sebagai bangsa yang dijajah sehingga

muncul rasa kebangsaan/nasionalisme.

Sejak Kebangkitan Nasional (1908) sifat perjuangan rakyat Indonesia dilakukan melalui berbagai partai

dan organisasi, baik melalui jalur politik praktis, jalur ekonomi, social budaya, dan khususnya melalui

jalur pendidikan. Sifat perjuangan bangsa kita saat itu tidak lagi hanya menitik beratkan pada

perjuangan fisik. Mengingat cirri-ciri pendidikan yang diselenggarakan pemerintah Kolonial Belanda yang

tidak memungkinkan bangsa Indonesia untuk menjadi cerdas, bebas, bersatu, dan merdeka, maka

kaum pergerakan semakin menyadari bahwa pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukan

ke dalam program perjuangannya.

Implikasi kekuasaan pemerintahan pendudukan militer Jepang dalam bidang pendidikan di Indonesia

yaitu :

1) Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya.

2) Hilangnya Sistem Dualisme dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang bersifat dualistis membedakan

dua jenis sekolah untuk anak-anak bangsa Belanda dan anak-anak Bumi Putera dihapuskan pada zaman

Jepang. Sekolah Desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama. Susunan

jenjenag sekolah menjadi :

a) Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama).

b) Sekolah Menengah 3 tahun

c) Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun

d) Perguruan Tinggi

3) Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat (populis)

Tujuan pendidikan Nasional. Sesuai dengan Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan

dan Kebudayaan, maka dirumuskan bahwa Tujuan Pendidikan adalah untuk membentuk manusia

Pancasila sejati berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Selanjutnya dalam UU No. 2
Tahun 1989 ditegaskan lagi bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa

terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan

jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.

LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN

Apabila Anda mengkaji alinea keempat Pembukaan UUD 1945, disana tersurat dan tersirat cita-cita

nasional dibidang pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini,

Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan atar ‘Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan

satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

undang-undang.

Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional meliputi :

1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia

2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi

3. Prose pembelajaran yang mendidik dan dialogis

4. Evaluasi, akreditas, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan

5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan

6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik

7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan

8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata

9. Pelaksanaan wajib belajar

10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan

11. Pemberdayaan peran masyarakat

12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat, dan

13. Pelaksanaan pengawsan dalam sistem pendidikan nasional

BAB 1
Pendahuluan
Latar belakang
Pada dasarnya diturunkan agama, melalui kitab-kitab suci dan diutusnya para Rosul
ke muka bumi ini adalah bertujuan untuk menyepurnakan manusia. Artinya bahwa agama
merupakan petunjuk Tuhan yang mengarahkan manusia untuk mencapai kesempurnaan
hakiki manusia. Maksudnya adalah memberi petunjuk kepada manusia dalam berbagai
dimensi dan potensi, untuk mengaktualisasikan semua potensinya yang ada dalam dirinya dan
dapat mempertanggung jawabkan ke-haribaan illahi suatu saat nanti.
Dengan pandangan ini tidak akan mungkin kehadiran agama akan menyebabkan
manusia berkorban untuknya, mengorbankan dirinya secara sia-sia atas nama agama. Jika
manusia dengan sia-sia dan semata menghancurkan dirinya atas nama agama, maka
sebaiknya agama seperti ini tidak dihadirkan.
Dalam pandangan islam, agama merupakan jalan dan kesempurnaan dan keselamatan
manusia. Agama adalah pemberi makna bagi kehidupan manusia. Disini, kami tidak
berargumentasi atas pandangan diatas, tapi hanya menjabarkan pandangan islam tentang
substansi agama dan hubungannya dengan manusia.

BAB 2
Pembahasan
A. Pengertian dan Ciri-ciri Agama
Dalam berbicara sehari-hari kita sering sekali menggunakan dan mengucapkan kata atau
istilah “agama”, seperti agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, kehidupan umat beragama,
kerukunan antar agama, konflik agama, dsb. Istilah agama tersebut sudah menyatu dan tak
terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari, dan bahkan dalam kehidupan manusia secara
universal.
1. Pengertian Agama
a. Pengertian Agama Secara Bahasa (Etimologis)
Masyarakat Indonesia pada umumnya mengenal tiga istilah, pertama istilah
Agama,Kedua istilah Religious (Bahasa Inggris)dan ketiga istilah Ad-Diin (Bahasa Arab).
Dari ketiga istilah tersebut menjadi bahan pertimbangan dikalangan para ahli dalam
mendefinisikannya. Dalam arti bahwa ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian dan
konotasi yang sama atau berbeda.
Pertama, agama. Agama berasal dari Kata Sansakerta, yang berasal dari dua suku
kata, yaitu a artinya tidak dan gam artinya pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap
ditempat, diwarisi turun temurun (Harun Nasution, 1979: 9). Sedangkan , Sidi Gazalba (1978:
95), memberikan penjelasan tentang pengertian agama, yang berasal dari kata gam,
mendapatkan awalan dan akhiran a, sehingga menjadi agama,artinya jalan. Dalam arti bahwa
agama adalah jalan hidup, atau jalan yang harus ditempuh oleh manusia sepanjang
kehidupanny, atau jalan yang menghubungkan antara sumber dan tujuan hidup manusia, dan
jalan yang menunjukan dari mana, bagaimana, dan hendak kemana hidup manusia di dunia
ni. Sedangkan dalam Tadjab,dkk., (1994: 37) menyatakan bahwa agama berasal dari
kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Berate agama artinya tidak kacau, tidak kocar-
kacir dan teratur. Maka istilah agama merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan
kesejahteraan dan keselamatan hidup bagi manusia.
Jadi, agama adalah jalan yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya
didunia ini supaya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan serta keselamatan.
Kedua, religi. Religi berasal dari Bahasa Latin, asalnya relegere, artinya
mengupulkan, membaca. Kata religi atau reliji juga berasal dari kata religie (Bahasa
Belanda), atau religious ( Bahasa Inggris). Agama memang kumpulan cara-cara mengabdi
kepada Tuhan dan harus dibaca. Pendapat lain mengatakan asal kata itu berasal dari
kata religare, artinya mengikat. Maksudnya adalah mengikat dari pada kekuatan gaib yang
suci, yakni tuhan. Kekuatan gaib yang suci tersebut diyakini sebagai kekuatan yang
menentukan jalan hidup dan yang mempengaruhi kehidupan manusia.
Dengan demikian , kata religi pada dasarnya mempunyai pengertian sebagai
keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci, yang menentukan jalan hidup dan
mempengaruhi kehidupan manusia.
Ketiga, Ad-Diin. Kata Ad-diin berasal dari Bahasa Arab, dari kata
dasar Daana (‫)دان‬,artinya hutang atau sesuatu yang harus dipenuhi atau ditunaikan. Dalam
bahasa semit, (Induk Bahasa Arab), kata Diin (‫ )دين‬berarti undang-undang atau hukum.
Dengan demikian , bahwa katadaana dan diin menunjukan pengertian sebagai undang-
undang atau hukum yang harus ditunaikan oleh manusia dan mengabaikannya berarti hutang
yang akan dituntut untuk ditunaikan, serta akan mendapatkan hukuman jika tidak
menunaikannya.
Dari ketiga (agama, religious, Ad-diin) dapat diambil suatu pengertian, yaitu:
pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib dan suciyang harus dipenuhi
atau ditunaikan supaya hidupnya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan serta
keselamatan.
Sedangkan menurut Tadjab, dkk., (1994: 39),dari ketiga kata Agama, Religious, Al-
Dindapat diambil suatu kesimpulan bahwa: 1) kekaahan dan penyerahan diri kepada pihak
yang lebih berkuasa, 2) ketaatan dan penghambaan kepada pihak yang gagah perkasa atau
berkuasa, 3) Undang-undang atau Hukum dan peratuanyang berlaku dan harus ditaati, 4)
peradilan, perhitungan,atau pertanggung jawaban atas pembalasan, vonis dsb.
b. Pengertian Agama Secara Istilah (Terminologi)
1. A.M. Saefuddin bahwa agama kebutuhan manusia yang paling esensial yang bersifat
universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang didalamnya ada satu
kenyataandiluar kenyataan yang nampak. Bahwa manusia selalu membutuhkan belas
kasihan-nya, bimbingan-nya. Serta belaian-nya, yang secara ontologistidak bisa
diingkari,walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun.
2. Sultan Takdir Alisyahbana bahwa agama suatu sistem kelakuan dan perhubungan
manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban
yang tidak terhingga luasnya. Dan dengan demikian member arti kepada hidupnya dan
kepada alam semesta yang mengelilinginya.
3. Sidi Gazalba bahwa agama kecenderungan rohani manusia , yang berhubungan
dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakikat dari
semuanya.
Dari ketiga pendapat tersebut kalau diteliti lebih mendalam memiliki persamaan :1)
kebutuhan manusia yag paling esensial, 2) adanya kesadaran diluar diri manusia yang tidak
dapat dijangkau olehnya, 3) adanya kesadaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang
dapat mengarahkan, membimbing, dan mengasihi di luar jangkauan-nya.
Jadi Agama menurut istiah adalah Kebutuhan manusia yang sangat esensial
terhadap yang ada di luar jangkauan-nya untuk membimbing, mengarahkan dan
mengasihinyasupaya medatangkan kesejahteraan dan keselamatan dalam hidup manusia.
2. Ciri-ciri Agama
a. Substansi yang disembah
Subtansi yang disembah menjadi pembeda dalam mengkategorikan agama. Karena
esensi dari keagamaan adalah penyembahan terhadap sesuatu yang dianggap berkuasa, yang
di ada di luar diri manusia.

b. Kitab suci
Kitab suci merupakan salah satu ciri khas dari agama. Jika tanpa kitab suci suatu
agama tidak akan berkembang dan menyebar. Kitab suci yang ada di dunia dikelompokan
menjadi kitab agama samawi dan kitab agama tabi’i.
c. Pembawa ajaran
Pembawa ajaran ini adalah seseorang yang dianggap unggul dan mampu sebagai
pembawa ajaran yakni seorang Nabi dan Rasul, para Nabi dan Rosul meneria amanat atau
ajaran dari Tuhannya berupa Wahyu untuk disampaikan kepada para pengikutnya. Sedangkan
Agama Thobi’i proses ke nabiannya melalui evolusi yang dihasilkan dari sebuah julukan atau
penghormatan.
d. Pokok-pokok ajaran
Setiap agama baik agama Samawi maupun Agama Thabi’i mempunyai prinsip ajaran
yang wajib bagi pemeluknya, prinsip ajaran ini disebut “Dogma” , yaitu setiap ajaran yang
baik percaya atau tidak, bagi pemeluknya wajib untuk mempercayainya.
e. Aliran-aliran
Setiap agama yang ada di dunia memiliki aliran-aliran yang berkembang pada
agamanya masing-masing hal itu diakibatkan karena adanya perbedaan pandangan. Dan
perbedaan pandangan itu engakibatkan timbulnya suatu aliran yang saling mempurkuat dan
memperkokoh pendapat faham kelompoknya.
B. Pengaruh Agama Bagi Manusia
Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari
kehidupan sosial budaya tahap awal manusia. Yakni bahwa agama dan kehidupan beragama
pada manusia merupakan pebawaan (Fitrah) manusia sejak zaman azalinya. Artinya dalam
diri manusia, baik perseorangan maupun secara kelompok sudah terdapat kecenderungan dan
dorongan untuk beragama. Ada tiga alasan, pengaruh agama bagi manusia atau perlunya
manusia terhadap agama, diantaranya :

a. Latar Belakang Fitrah Manusia


Fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri
manusia yang dibawa sejak lahir. Dengan potensi Fitrah ini, manusia hidup, tumbuh, dan
berkembang menjadi berkemampuan unttuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan
kehidupannya dengan potensi fitahnya sistem kehidupan sosial budaya manusia mengalami
proses tumbuh dan berkembang serta mengalami kemajuan – kemajuan.
b. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lainnya adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan,
juga memiliki kekurangan. Manusia memang diciptakan Alloh SWT dalam keadaan yang
paling sempurna dibanding makhluk lain yang diciptakan-Nya, yang berfungsi menampung
serta mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Sebagaimana dalam Q.S
Al-Syams : 7 – 8
c. Tantangan Manusia
Manusia senantiasa mendapatkan berbagai tantangan baik yang datang dari dalam
maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa hawa nafsu dan bisikan syetan (Q.S Yusuf : 5
dan Q.S Al-Isra : 53), sedangkan yang berasal dari luar berupa rekayasa dan upaya – upaya
manusia yang dilakukan secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhannya
(Alloh).
C. Pengaruh Agama bagi Pendidikan
pengaruh agama terhadap dunia pendidikan, secara garis besar dapat diklasifikasikan
pada dua lembaga pendidikan ;
a. Pendidikan Sekolah
Lembaga pendidikan secara khusus tidak ada (masyarakat primitif). Anak – anak
umumnya dididik di lingkungan keluarga dan masyarakat lingkungannya. Jika anak
dilahirkan dilingkungan tani, maka dapat dipastikan dia akan menjadi petani seperti orang tua
dan masyarakat lingkungannya.
Dengan berkembangnya pengetahuan masyarakat, maka sekolah sebagai lembaga
pendidikan suatu keniscayaan sebagai pelanjut dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan
para ornag tua untuk mendidik anak – anak mereka, maka mereka diserahkan ke sekolah –
sekolah. Sebagai contoh, misalnya, anak – anak yang dihsailakn dilembaga pendidikan
keagamaan khusus, seperti ; pesantren, seminar, vihara dll.
Fungsi sekolah dalam kaitannya, dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak,
antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama dilingkungan keluarga atau membentuk jiwa
keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama di keluarganya.
b. Pendidikan Luar Sekolah
 Pendidikan Keluarga
Barangkali sulit untuk mengabaikan peran serta keluarga dalam pendidikan. Anak –
anak sejak balita hingga usia dewasa memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. Maka, tak
engherankan jika Gilbert Higaest (1961) ,menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak –
anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan kelurga.
Dalam konsepsi Islam sangat jelas, bahwa anak yang baru atau bayi yang lahir dalam
keadaan tidak mengtahui apapun, tapi dia diberikan dan dibekali oleh Tuhan berbagai
potensi, seperti pendengaran, penglihatan, dll. (Al-Nahl:78).
Kelurga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam proses
pendidikan. Dan kedua orang tua merupakan pendidikan yang pertama dan utama dalam
proses tersebut.
 Pendidikan Masyarakat
Pendidikan masyarakat termasuk kedalam lembaga pendidikan yang dapat
mempengaruhi terhadap perkembangan keberagamaan seorang peserta didik. Hubungan
masyarakat akan sangat memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan anak. Asuhan
masyarakat bersipat seumur hidup (tidak terbatas usia), tedapat hubungan antara lingkungan
dan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai agama.
Dari ketiga lembaga pendidikan di atas dapat di simpulkan bahwa tanggung
jawab pendidikan, terutama pendidikan agama menjadi tanggung jawab bersama antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
D. Urgensi Agama bagi Landasan Pendidikan
Pendididkan adalah suatu usaha disengaja yang dibutuhkan dalam usaha upaya untuk
mengantarkan peserta didik menuju pada tingkat kematangan atau kedewasaan, baik moral
maupun intelektual. Di Indonesia banyak kita lihat penurunan kualitas akhlak atau moralitas
masyarakat Indonesia ; tawuran antar pelajar, pengeroyokan, pencurian, kekerasan dalam
rumah tangga hingga korupsi di kalangan pejabat negara, baik di tingkat eksekutif, yudikatif
maupun legislatif. Di antara penyebabnya ; moral, politik, pendidikan, kesempatan kerja,
pengaruh budaya asing dan penegak hukum.
Sebenarnya manusia berpotensi melakukan kebaikan, keburukan, kesucian, maksiat,
kelambutan dan kekerasan. Dengan adanya pendidikan setiap potensi – potensi yang ada
dalam diri manusia akan diarahkan kepada hal – hal yang positif sehingga bisa menjadi insan
beragama.
Agama tidak bisa berhenti pada tahap informatif (pengetahuan) tapi juga harus
bersifat aplikatif. Maka bagi seorang pendidik tidak boleh hanya menyuruh muridnya untuk
menghapal segala yang berkaitan dengan agama tanpa mengaplikasikannya, karna akan
sangan membosankan bagi peserta didiknya. Karna bahaya apabila peserta didik merasa
bosan dan segan pada pelajaran agama. Karna pendidikan agama harus bisa menyadarkan
para peserta didik akan fitrahnya sebagai manusia.
Kepentingan pendidikan agama tidak hanya berorientasi pada cita – cita intelektual
saja, namun tidak melupakan nilai – nilai keTuhanan, individual dan sosial dan tingkah laku
kesehariannya. Apalagi apabila pendidikan keagamaan dilaksanakan pada semua jejang dan
jenis pendidikan menjadi suatu kewajiban dan keharusan.
Sebagaimana terdapat dala UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sindiknas pasal 30 ayat 3 :
“ pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non-formal dan
informal”. Pasal ini mengimplikasi bahwa pada setiap jenjang pendidikan harus di adakannya
pendidikan keagamaan.
Oleh karena itu, A. Tafsir (2008: 11-12), menjelaskan bahwa pendidikan agama itu
tidak akan berasil apabila hanya diserahkan pada guru agama saja. Karena inti dari
pendidikan keagamaan itu, selain dari hafal juga mencakup keimanan dan ketakwaan, maka
pendidikan keagamaan juga merupakan tugas bersama antara guru, sekolah, orang tua dan
masyarakat. Dalam artian, harus adanya keterpaduan baik keterpaduan tujuan, materi, proses
dan lembaga.

BAB 3
Penutup
A. Simpulan
Masyarakat Indonesia, disamping mengenal istilah agama, juga mengenal
istilah religious(bahasa Inggris) dan Al-Din (bahasa Arab). Tapi dari ketiga istilah tersebut
memiliki titik persamaan, yaitu : “ pengakuan adanya hubungan manusia dengan kakuatan
gaib dan suci yang harus dipenuhi atau ditunaikan supaya hidupnya lebih teratur dan
mendatangkan kesejahteraan serta keselamatan.
Pertama, agama adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam
kehidupannya di dunia.
Kedua, religi adalah keyakinan akan kekuatan gaib yang suci, yang menentukan jalan
hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia.
Ketiga, al-Din, berasal dari bahasa arab, dari kata dasar ‫( دان‬hutang atau sesuatu yang
harus dipenuhi atau dibayar), dalam bahasa semit (induk bahasa Arab), kata din (‫ )دين‬berarti
undang – undang atau hukum yang harus ditaati oleh manusia dan mengabaikannya berarti
hutang yang akan dituntut untuk ditunaikan, serta akan mendapat balasan jika tidak
menunaikan.
Terdapat beberapa pendapat tentang agama secara etimologi, yaitu :
1) Kebutuhan manusia yang paling esensial.
2) Adanya kesadaran diluar diri manusia yang tidak dapat dijangkau olehnya.
3) Adanya kesadaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing,
mengarahkan dan mengasihi diluar jangkauannya.
Ruang lingkup atau ciri – ciri suatu agama meliputi :
a) Substansi yang disembah
b) Kitab suci
c) Pembawa ajaran
d) Pokok – pokok ajaran dan
e) Aliran – aliran
Ada tiga alasan manusia sangat memerlukan agama, yaitu :
a. Latar belakang fitrah manusia
b. Adanya kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada diri manusia
c. Tantangan manusia
Pendidikan keagamaan tidak hanya berfokus pada hafalan tapi juga pada
pengaplikasinya dkan i kehidupan kesehariannya. Dan yang berperan untuk mengajarkannya
tidak hanya tanggung jawab guru agama tapi juga merupakan tanggung jawab sekolah, orang
tua dan masyarakat. Dan akan lebih baik apabila dilakukan sedini mungkin, maka kelak
mereka akan menjadi seorang cendikiawan yang bermoral dan berakhlak mulia.
B. Saran-saran
Kami menyadari bahwa makalah yang disusun ini,masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu kritik,saran dan masukan yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini kedepannya.
Daftar Pustaka
Uus Rusawandi, dkk, Landasan Pendidikan, Bandung: Insan Mandiri, 2009.
Made Pidarta, Landasan Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta,1997

You might also like