You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan

spinal cord (Meningitis Foundation of America). Classic triad dari meningitis

adalah demam, leher kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental (van de

Beek, 2004). Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh

Blood Brain Barrier dan oleh tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada

pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen

(van de Beek, 2010). Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000

orang (Centers for Disease Control and Prevention).1

Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie

(51%) dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004). Vaksinasi berhasil

mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy,

2009). Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural,

sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus,

alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian (Tidy, 2009).1

Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus,

patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic

streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak-

anak, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus

influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus

(Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada

1
orang remaja dan dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering

adalah S. pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli,

Streptococci, dan Listeria monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien

immunocompromised, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah

Pneumococcus, Listeria monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan

Cryptococcus. Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering

antara lain sel-sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat

intratekal, kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus

eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease (Tidy, 2009). 4

Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan terdapat 704.000 kasus

dengan jumlah kematian 100.000 orang. Di antara tahun 1998 dan 2002

dilaporkan adanya 224.000 kasus baru meningococcal meningitis. Tetapi angka

ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang bagusnya sistem pelaporan

penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang meninggal sebelum mencapai pusat

kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien meninggal di catatan resmi (Centers

for Disease Control and Prevention).

B. Epidemiologi

WHO(2005) melaporkan adanya 7.078 kasus meningitis yang disebabkan

oleh bakteri terjadi di Niamey – Nigeria pada tahun 1991 – 1996 dengan

penyebab Neisseria Meningitidis (57,7%) , Streptococcus Pneumoniae

(13,2%) dan Haemophilus influenzae (9,5%).2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Meningen (Selaput Otak)

Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan

sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa

pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil

benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:4

1. Dura mater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang

berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat tertentu

mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak.

2. Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan

dura mater dengan pia mater membentuk sebuah kantong atau balon berisi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Membrana

arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah

dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Cavum

subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang

secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,

namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah

pada dasar otak.

3
3. Pia mater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat

pada permukaan jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan pia mater

disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang.

Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang

belakang. Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis

yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure

dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. 4

4
B. Definisi Meningitis

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang

mengenai piameter(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam

derajat yang lebih ringanmengenai jaringan otak dan medula spinalis yang

superfisial.3

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan

yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis

purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang

meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling

sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis

purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan

menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri

spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis

purulenta yang paling sering terjadi.6

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan

penderita dandroplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,

cairan bersin dan cairantenggorok penderita.1

Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan

penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui

pertukaran udaradari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang

masuk secara hematogen(melalui aliran darah) ke dalam cairan

serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan

peradangan pada selaput otak dan otak.2

5
C. Klasifikasi Meningitis menurut etiologi

1. Meningitis Bakterial

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi

yang menyerang susunan saraf pusat, mempunyai resiko tinggi

dalam menimbulkan ke matian, dan kecacatan. Diagnosis yang

cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis

bakteri.4

Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta. Pada

umumnya meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari

septikemia. Pada meningitis meningokokus, prodomnya ialah

infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan multiplikasi

meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis purulenta dapat

menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman - kuman

tersebut.3

Etiologi dari meningitis bakterial antara lain (Roos, 2005):

1. S. Pneumonie

2. N. Meningitis

3. Group B streptococcus atau S. Agalactiae

4. L. Monocytogenes

5. H. Influenza

6. Staphylococcus aureus

Bacterial meningitis merupakan tipe meningitis yang paling

sering terjadi. Tetapi tidak setiap bakteri mempunyai cara yang

6
sama dalam menyebabkan meningitis. H. Influenza dan N.

Meningitidis biasanya menginvasi dan membentuk koloni di sel-sel

epitel faring. Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis

adalah S. Pneumonie dan N. meningitis. Peristiwa yang penting

dalam patogenesis meningitis bacterial adalah reaksi inflamasi

diinduksi oleh bakteri. Manifestasi-manifestasi neurologis yang

terjadi dan komplikasi akibat meningitis bacterial merupakan hasil

dari respon imun tubuh terhadap zat patogen yang masuk

dibandingkan dengan kerusakan jaringan langsung oleh bakteri.

Sehingga cedera neurologis dapat terus terjadi meskipun bakteri

telah ditangani dengan antibiotik (Roos, 2005)5

2. Meningitis Tuberkulosa

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak

ditemukan diIndonesia karena morbiditas tuberkulosis masih

tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi

penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya

meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak

langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya

sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,

sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah

kedalam rongga arakhnoid (Pradana, 2009). Pada pemeriksaan

histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan

7
meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada

dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan

tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat

menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis (Pradana, 2009).

Etiologi dari meningitis tuberkulosa adalah Mycobacterium

tuberculosis (Pradana, 2009)

3. Meningitis viral

Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai

akibat akhir / sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh

virus seperti campak, mumps, herpes simpleks, dan herpes zooster.

Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada

pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)tidak ditemukan adanya

organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter, dan

lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung

dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan

mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa

menyebabkan gangguan produksi enzim neurotransmiter, dimana

hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi

kerusakan neurologis (Pradana, 2009) Etiologi dari meningitis viral

antara lain :

Meningitis jamur : Meningitis oleh karena jamur merupakan

penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun dengan

meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka kejadian

8
meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh

para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif.

Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab

gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam

cairan serebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena

jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu

pertumbuhannya (Pradana, 2009). Etilogi dari meningitis jamur

antara lain:

1. Cryptococcus neoformans

2. Coccidioides immitris

D. Patofisiologi

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit

di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara

hematogen sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,

Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran

bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ

atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis

Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus danSinusitis. Penyebaran

kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan frakturterbuka atau

komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid

menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan

Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah

9
meningeal yang kecil dan sedang mengalamihiperemi; dalam waktu yang

sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfo nuklear ke

dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa

hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua

sel sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar

mengandung leukosit polimorfo nuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan

dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada

vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak,

edema otak dan degenerasi neuronneuron.Trombosis serta organisasi

eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.

Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak

jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.4

E. Gejala klinis

10
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas

mendadak,letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan

pemeriksaan cairanserebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis

karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa

sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang

disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan

malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjar parotid sebelum

invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan

oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit

tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya

ruammakopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan,

dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus

yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada

tahap lanjut timbul keluhan berupa sakitkepala, muntah, demam, kaku

leher, dan nyeri punggung.2

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat

pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi

secara akut dengangejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan

pernafasan, kejang, nafsu makanberkurang, dehidrasi dan konstipasi,

biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang

dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus

influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %

olehStreptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak

11
dan dewasabiasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian

atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala

hebat, malaise, nyeri otot dannyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak

kabur, keruh atau purulen.4

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I

atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan

nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit

bersifat subakut, sering tanpa demam,muntah-muntah, nafsu makan

berkurang, murung, berat badan turun, cengeng, opstipasi, pola tidur

terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa

terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu

makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.3

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu

dengangejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri

kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan

anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh

dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tandapeningkatan intrakranial, ubun-

ubun menonjol dan muntah lebih hebat.

Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan

gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat

meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat

pengobatan sebagaimana mestinya.5

12
F. Pemeriksaan rangsangan meningitis

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif

berupa fleksi danrotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila

didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala

disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan

ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.

b. Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan

fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada

sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasanyeri. Tanda Kernig positif

(+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135°(kaki tidak

dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya

diikuti rasa nyeri.

c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

13
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan

tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien

kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh

mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada pemeriksaan

terjadi fleksi involunter pada leher.

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral

Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha

pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda

Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter

pada sendi panggul dan lutut kontralateral.4

14
G. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa

jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak

ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

 Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,

cairan jernih, seldarah putih meningkat, glukosa dan protein

normal, kultur (-).

 Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat,

cairan keruh, jumlahsel darah putih dan protein meningkat,

glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

b. Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,

Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit

dan kultur.

 Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit

saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa

didapatkan juga peningkatan LED.

 Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

c. Pemeriksaan Radiologis

15
 Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala,

bila mungkin dilakukan CT Scan.

 Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa

mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

H. Penatalaksanaan

 Antimikroba

16
 Kortikosteroid 5,8
Pengertian terbaru dalam patogenesis meningitis telah menyebabkan
pengujian beberapa terapi. Terutama di antara tindakan ini adalah
penggunaan steroid. Namun pada eksperimen meningitis menggunakan
model binatang penggunaan steroid dikaitkan dengan penurunan penetrasi
antibiotik ke LCS dan aktivitas bakterisid dari beberapa antibiotik seperti
vancomisin. Tetapi data klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid
memberikan manfaat dalam kasus tertentu karena dapat mengurangi tingkat
peradangan. Karena itu kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan
tambahan pada meningitis.

Steroid harus diberikan sebelum atau selama pemberian antibiotik.


Penggunaan steroid telah terbukti meningkatkan outcome pada meningitis
tertentu seperti tuberkulosis, H.influenzae, dan pneumokokus.

Dosis dexamethasone untuk meningoensefalitis adalah 0,15 mg/kgBB tiap


dosis tiap 6 jam selama 4 hari tappering off.

17
 Antikonvulsan7
Anti kejang tidak diberikan secara rutin pada pasien meningoensefalitis,
tetapi diberikan bila terjadi kejang.

- Diazepam : 10 – 20 mg i.v dengan kecepatan pemberian < 2-5 menit atau


per rektal dapat diulang 15 menit kemudian.
- Fenitoin : 15 – 20 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/ menit

I. Prognosis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme

spesifik yangmenimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput

otak, jenis meningitisdan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik.

Penderita usia neonatus, anak-anakdan dewasa tua mempunyai prognosis

yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkancacat berat dan kematian.

J. Pencegahan meningitis

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor

resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko

dengan melaksanakanpola hidup sehat.

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi

meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang

dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib),

Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7),Pneumococcal polysaccaharide

18
vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine(MCV4), dan MMR

(Measles dan Rubella).1

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian

kemoprofilaksis(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup

serumah dengan penderita.2

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak

awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal

dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat

dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga

dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk

mengenali gejala awal meningitis.

Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium

yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .

Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota

keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk

menemukan penderita secara dini.4

19
BAB III

KESIMPULAN

1. Meningitis adalah inflamasi dari meninges ( membran yang mengelilingi otak

dan medula spinalis) dan disebakan oleh organisme bakteri atau jamur.

2. Klasifikasi Meningitis Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan

perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan

meningitis purulenta.

3. Keluhan utama pada penderita meningitis yang sering adalah panas badan

tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.

4. Daignosa yang muncul pada klien meningitis

i. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan

dan edema pada otak dan selaput otak

ii. Risiko peningkatan TiK yang berhubungan dengan peningkatan

volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema screbral.

iii. Ketidakelektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

akumulasi sekret, penurunan kemampuan battik, dan peruhahan tingkat

kesadaran.

iv. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.

v. Risiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan

dengan ketidak mampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL

http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm

2. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL

: http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf

3. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis.

The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

4. Lumbantobing S. M. NEUROLOGI KLINIK Pemeriksaan Fisik dan Mental.

2000. Jakarta : FKUI

5. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503.

URL : http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503

6. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.

Lumbar Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

21

You might also like