Professional Documents
Culture Documents
Mengetahui,
± 1 tahun SMRS, anak sering batuk pilek, hampir tiap bulan sekali. Batuk,
dahak (+), warna putih, darah (-). Kedua hidung buntu, hilang timbul, keluar ingus
kental berwarna putih dari kedua hidung, mimisan (-). Demam (+), kadang tinggi
kadang nglemeng. Kesulitan saat menelan (+), sakit saat menelan (+). Anak jika
tidur sering mengorok. Anak kadang terbangun malam hari karena sesak. Anak
sering bernafas lewat mulut. Telinga gemrebeg (-), kurang pendengaran (-)
Orangtua mengeluh anak sering ngantuk pada siang hari, nafsu makan menurun.
Orang tua juga membawa anak berobat ke Puskesmas, diberi obat, anak membaik,
namun kambuh-kambuhan.
± 3 bulan terakhir, anak sering batuk pilek, dahak (+), warna putih, darah (-),
hidung tersumbat (+) hilang timbul, keluar ingus kental berwarna bening, mimisan
(-), demam (-), sulit menelan saat makan (-), nyeri saat menelan (-), nafsu makan
menurun. Saat tidur anak mendengkur (+), sering terbangun pada mala hari karena
sesak, nafas seperti berhenti. Guru di sekolah mengeluhkan anak sering tidur di
dirujuk ke RSDK.
rate : 20 kali/menit, suhu : afebris. Status generalis : dalam batas normal. Status
tenggorok ditemukan: ukuran tonsil T3-T3, permukaan tidak rata, kripte melebar
(+/+), detritus (+/+). Pemeriksaan telinga ditemukan serumen hampir menutupi
Pemeriksaan gigi, diperoleh karies pada geligi 1.1 1.2 2.1 2.2
hipertrofi dan obstructive sleep apneu syndrome. Rencana terapi yang diusulkan
yang diderita, yaitu nyeri telan dan sulit menelan dikarenakan timbul karena ada
imun pasien. Untuk tidur ngorok dan terbangun di malam hari karena sesak,
terapi, komplikasi dan prognosis penyakit yaitu rencana terapi yang akan
pada pasien ini baik tentang quo ad vitam, quo ad sanam dan quo ad fungsionam
adalah ad bonam.
TINJAUAN PUSTAKA
I. EPIDEMOLOGI
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
maupun saluran napas terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama
yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit THT. Berdasarkan data
kronis 3,8% tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6%. Insiden tonsilitis kronis di
RS Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2007 adalah 23,36% dan 47% diantaranya
bagian dorsal menetap kemudian menjadi epiteltonsil. Pilar tonsil dibentuk dari
arkus brankial ke-2 danke-3. Secara nyata perkembangan tonsil terlihat pada
kriptatonsil terjadi pada usia 12-18 minggu kehamilan. Kapsuldan jaringan ikat
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil
A. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil.Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris,
lateral orofaring.5,6
Dibatasi oleh:
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat
ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau
Pendarahan
arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh
arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara
kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris.Kutub atas tonsil
dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran
balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal.7
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun
teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.Ukuran adenoid
ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi. 5,6
C. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.5,6
IV. HISTOLOGI
terjadinyahipertrofi tonsil.6,9
V. FISIOLOGI DAN IMUNOLOGI TONSIL
mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang
darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri
atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells)
yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi
sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder
2. Tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang bersal dari
diferensiasi limfosit B.
Pada tonsilitis yang berulang dan inflamasi epitel kriptaretikuler terjadi perubahan
epitel squamous stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas sel imun dan
sistem sel B, serta menurunkan produksi antibodi. Kepadatan sel B pada sentrum
VI. TONSILITIS
tunggal masih belum jelas. Diperkirakan akibat obstruksi kripta tonsil, sehingga
infeksi pada tonsil berhubungan erat dengan lokasi maupun fungsi tonsil sebagai
pertahanan tubuh terdepan. Antigen baik inhalan maupun ingestan dengan mudah
masuk kedalam tonsil terjadi perlawanan tubuh dan kemudian terbentuk fokus
infeksi.11,12,13
A. TONSILITIS AKUT
Tonsilitis akut merupakan suatu infeksi pada tonsil yang ditandai nyeri tenggorok,
tonsil, eritema dan eksudat pada permukaan tonsil, kadang ditemukan adanya
1. Tonsilitis Viral
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus.Gejala lebih menyerupai common cold yang
2. Tonsilitis Bakterial
di bawahnya.
B. TONSILITIS KRONIS
Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yang berulang. Tonsilitis Kronis secara umum diartikan
sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap lebih dari 3
fibrinoid dengan obstruksikripta tonsil, namun dapat juga ditemukan tonsil yang
stasis debris maupun antigen di dalam kripta, juga terjadi penurunan integritas
tonsil. Pada tonsil yang normal jarang ditemukan adanya bakteri pada kripta,
namun pada tonsilitis kronis bisa ditemukan bakteri yang berlipat ganda. Bakteri
yang menetap didalam kripta tonsil menjadi sumber infeksi yang
berulangterhadap tonsil.14
Gejala klinis tonsilitis kronis didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri
tenggorok yang tidak hilang sempurna. Halitosis akibat debris yang tertahan di
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tonsil yang membesar dalam berbagai ukuran,
dengan pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan tonsil,arsitektur kripta yang
rusak seperti sikatrik, eksudat pada kripta tonsil dan sikatrik pada pilar.15
B.1 ETIOLOGI
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut
ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil,
atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.
Pada pendería Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
B.3 PATOLOGI
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi
(fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
jaringan disekitar fossa tonsilaris. Tonsilitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang
menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan
adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa
kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan
jaringan tonsil.2
B.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis Tonsilitis Kronis yaitu: 1) nyeri menelan ringan. Dalam penelitian
keluhan utama. 2) Bau mulut (halitosis) yang disebabkan adanya pus pada kripta
tonsil. 3) Sulit menelan dan sengau pada malam hari (bila tonsil membesar dan
menyumbat jalan nafas) 4) Pembesaran kelenjar limfe pada leher. 5) Detritus pada
tonsil.15
teraba
medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri. 15
punyatonsil)
T2: > 25% sampai < 50% tonsil menutupi orofaring, (batas
pilaranterior-uvula)
anterioruvula).
a. Anamnesis
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang
terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, kadang-
b. Pemeriksaan Fisik
membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat
pada kripta. 19
c. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Operatif
Indikasi Tonsilektomi
1. Indikasi absolut
2. Indikasi relatif
Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
pengobatan medic
1) Kontraindikasi relatif
Palatoschizis
Poliomyelitis epidemica
2) Kontraindikasi absolut
sebagainya.
IX. KOMPLIKASI
a) Abses peritonsil. Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai
jaringan sekitarnya.Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan
otot-otot yang mengelilingi faringeal bed.Hal ini paling sering terjadi pada
dan merah.
bila kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris.Garam inorganik kalsium dan
dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari
tonsil.Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak
nyaman lokal atau foreign body sensation.Hal ini didiagnosa dengan mudah
dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada
perabaan.
e) Kista tonsilar. Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai
hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat.Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi
pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi
B. Adenoid Hipetrofi
Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding
posterior nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin
hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil
Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat
sumbatan tuba eustachius serta gejala umum. Akibat sumbatan koana maka pasien
tinggi dan sempit, area dentalis superior lebih sempit dan memanjang daripada
arcus dentalis inferior hingga terjadi malocclusio dan overbite (gigi incisivus atas
b. Muka penderita kelihatannya seperti anak yang bodoh, dan dikenal sebagai
facies adenoidea.
bawah.
d. Pada sumbatan, tuba eustachius akan terjadi otitis media serosa baik rekuren
maupun otitis medis akut residif, otitis media kronik dan terjadi ketulian.
Gejala umum yang ditemukan pada hipertrofi adenoid yaitu gangguan tidur,
dapat menyebabkan sumbatan pada jalan napas bagian atas yang dapat
EPIDEMIOLOGI
Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta tonsilektomi,
Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu dimana pada tahun 1996,
16 tahun atau lebih, angka tonsilektomi meningkat dari 72 per 100.000 pada tahun
1990 (2.919 operasi) menjadi 78 per 100.000 pada tahun 1996 (3.200 operasi).4
jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan
terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit
tonsiloadenoidektomi.
III.ETIOLOGI
kehamilan. Normalnya, pada saat lahir pada nasofaring dan adenoid banyak di
temukan organisme dan terdapat pada bagian atas saluran pernafasan yang mulai
berkembang. Flora normal yang ditemukan pada adenoid antara lain alfa-
micrococcus,stomatococcus.5
pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup
yang mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau
ISPA (2,3,5)
IV.ANATOMI
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk corong yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak
terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke VI. Pada bagian atas,
faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, pada bagian depan
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm. bagian
ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding laring dibentuk
oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
(hipofaring).3
Gambar 4. Anatomi faring dan pembagiannya
Atap nasopharynx sesuai dengan dasar dari corpus ossis sphenoidalis yang
yang merupakan muara dari cavum nasi. Dinding belakangnya sesuai dengan
vertebra sevikalis I dan II. Batas bawahnya dibentuk oleh palatum molle dan
rongga nasofaring terpisah dari orofaring pada waktu menelan oleh kontraksi otot-
otot palatum malle (m.tensor veli palatini dan m.levator veli palatini) bersama
denganm.constrictorfaringissuperior.2,3,4
seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan ressesus
foramen jugulare yeng dilalui oleh n. Glosofaring, n.vagus, dan n.asecorius spinal
saraf cranial dan v. jugularis intema, bagian atas petrosus os temporalis dan
Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur
yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar
FISIOLOGI
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara
merupakan jaringan limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer.
Adenoid memproduksi IgA sebagai bagian penting system pertahanan tubuh garis
depan dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul
asing.10
PATOGENESIS
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak
berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid
peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun
selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian
tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha
yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang
terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal
pada tuba eustachius yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan
dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena
adanya sumbatan.
GEJALAKLINIS
kualitas suara yang berkurang (hiponasal), dan obstruksi nasal berupa pernapasan
lewat mulut yang kronis (chronic mouth breathing), mendengkur, bisa terjadi
sekunder otitis media rekuren atau efusi telinga tengah yang persisten) dan muka
adenoid.1,2,5
PemeriksaanPenunjang:
a.Radiologi
Pengambilan foto polos leher lateral juga bisa membantu dalam mendiagnosis
hipertrofi adenoid jika endoskopi tidak dilakukan karena ruang postnasal kadang
sulit dilihat pada anak-anak, dan dengan pengambilan foto lateral bisa
b.Endoskopi
PENATALAKSANAAN
Indikasi adenoidektomi:
apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan
mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-
langit mulut. Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid
terletak pada rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa
dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan bengkok. Untuk
mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam setelah terlebih dahulu
bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas adenoid kumudian celah
elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut jaringan
adenoid.
Komplikasi adenoidektomi:
adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan
dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan
rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli
konduktif.1,4
Prognosis
Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada kebanyakan
individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna,
kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan obstruksi jalan
OSAS adalah suatu sindrom obstruksi komplit atau parsial jalan napas yang
bervariasi. Adanya OSAS ditandai dengan timbulnya henti napas sewaktu tidur
mendengkur sekitar 31,6% anak usia 5-13 tahun denganrincian habitual snoring
(HS) pada 5.2% dan occasional snoring (OS) sebesar 26,4%. Prevalensi OSAS
pada seluruh anak berkisar antara 0,7-3% dengan persentase tertinggi pada anak
usia pra-sekolah.2,3
Faktor risiko terjadinya OSAS pada anak antara lain hipertrofi adenoid dan
alergi seperti rinitis alergi, asma dan sinusitis juga seringkali dikatakan berkorelasi
dengan OSAS pada anak. Hipertrofi adenoid dan tonsil merupakan keadaan yang
paling sering menyebabkan OSAS pada anak. Pada pasien dewasa obesitas
merupakan faktor risiko utama OSAS sedangkan pada anak obesitas bukan
dengan faktor risiko. Pada anak usia remaja dengan obesitas, prevalens OSAS
OSAS pada anak usia 10-12 tahun dengan obesitas adalah sebesar 8.2%.
Berbahayakan OSAS pada anak? Anak yang menderita OSAS terutama yang
berat akan mengalami gejala siang dan malam hari. Pada malam hari (night-time
symptoms), anak tidur dengan mulut terbuka, mengorok dan seringkali mengalami
henti napas. Akibatnya anak sering terbangun dari tidurnya karena gelagepan dan
Anak dengan OSAS yang berat juga sering mengalami enuresis. Sebagai
akibat dari gejala dan gangguan pada saat tidur malamnya, pada siang hari timbul
gejala yang disebut day-time syndrome, berupa sering tertidur dalam kelas,
kesulitan belajar terutama pada mata pelajaran tertentu seperti matematika dan
akademik. Perubahan perilaku menjadi mudah marah serta adanya gagal tumbuh
berlangsung lama pada anak OSAS dengan AHI (apneu/hypopnea index) yang
objektif mengenai beratnya penyakit dan dapat digunakan sebagai data dasar
dengan menilai frekuensi dan lama mendengkur, henti napas, aktivitas listrik
jantung, saturasi oksigen dan aktivitas listrik otak. Mengingat hipertrofi adenoid
dan tonsil yang merupakan faktor risiko tertinggi timbulnya OSAS pada
masalah OSAS pada anak. Seringkali orangtua atau kalangan awam mempercayai
performa atau prestasi akademik. Kemungkinan ini dapat terjadi pada anak
pada anak OSAS juga mempunyai risiko komplikasi yang cukup banyak, mulai
dari tindakan anestesi, serta komplikasi pasca operasi yang kekerapannya lebih
tinggi pada anak dengan OSAS dibandingkan dengan pada anak tanpa OSAS.
kasus ternyata tindakan operatif tidak bisa mengatasi OSAS. Bila demikian maka
positiveairway pressure).1,9
DAFTAR PUSTAKA
belajar pada siswa kelas II Sekolah Dasar di kota Semarang. Cermin Dunia
Kedokteran 2007;155:87-91
3. Eibling DE. The oral cavity, pharynx, and esophagus. In: Lee KJ editor,
Essential otolaryngology head and neck nurgery, 9th ed. New York : Mc
327-337
8. Snell, R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, bagian 3, edisi 9,
13. Mawson SR. Diseases of the tonsils and adenoids. In:Ballantyne J, Groves J.
Editors. Scowt Brown’s Diseases of the ear, nose and throat 4th ed vol
14. Kornblut AD. Non-neoplastic diseases of the tonsils and adenoids. In:
46.
Dr.M.Djamil Padang
November 5, 2011
BJ. Johnson JT. Head and Neck Surgery. Otolaryngology. 4rd Edition.
19. Gotlieb J. The Future Risk of Childhood Sleep Disorder Breathing, SLEEP,
vol 28 No 7. 2005.
medicine.com.inc. 2010:1-10.
21. Rusmarjono & Kartosoediro, S. Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
22. Valentine MD, Plaut M. Allergic Rhinitis. In: The New England Journal of
August 2008.
23. Pinto JM, Naclerio RM. Allergic Rhinitis. In: Snow JB, Ballenger JJ editors.