You are on page 1of 10

Diare Akut et causa Intoleransi Laktosa

Willis

102014010

Willis.2014fk010@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Abstract
Milk or any dairy product contain carbohydrates, which one of them is disaccharide which
is lactose. Lactose will converted into monosaccharide there are glucose and galactose in
the intestine. The conversion between lactose into monosaccharide using enzymes from the
brush border of the villi called lactase. If there is any deficiency of the lactase can cause
unconverted lactose into monosaccharide, then they will flow to the colon then cause an
osmotic effect which absorbs waters into the colon lumen. All the bacteria in colon
fermenting lactose produce lactic acids and fatty acids that will stimulates the colon
movement. Lactase deficiency divided into primary and secondary. But both of them gave
the same manifestasion that is diarrhea. To give a good prognosis, lactase deficiency need
a right treatment.
Keyword: Diarrhea, Lactose, Deficiency, Intolerance
Abstrak
Karbohidrat yang terdapat pada susu adalah salah satunya disakarida yaitu laktosa. Laktosa
kemudian akan dipecah menjadi galaktosa dan glukosa di usus halus pada proses
pencernaan. Pemecahan disakarida tersebut memerlukan enzim yang terdapat pada vili
intestinal yaitu enzim laktase. apabila jumlah enzim laktase yang sedikit atau bahkan tidak
ada, maka akan menyebabkan laktosa yang tidak dipecah, kemudian akan diteruskan ke
kolon dan menimbulkan efek osmotik yang menyebabkan penarikan air ke dalam lumen
kolon. Bakteri kolon juga meragikan laktosa yang menghasilkan asam laktat dan asam
lemak yang merangsang pergerakan kolon. Defisiensi laktase dibagi menjadi primer dan
sekunder. Namun keduanya memberikan manifestasi klinis yang sama yaitu diare.
Penangan pada defisiensi laktase haruslah tepat agar mendapatkan prognosis yang baik.
Kata Kunci: Diare, Defisiensi, Laktosa, Intoleransi
Pendahuluan
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang
dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa
menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar
mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa menyusui, pada manusia, laktase
terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak
dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti
sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.

Anamnesis1
- Identitas pasien: nama, umur, pekerjaan, dan tempat tinggal, jenis kelamin.
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat sosial ekonomi

Pemeriksaan Fisik
Berat badan
Pengukuran berat badan dilakukan untuk penentuan jumlah cairan yang hilang. Berat
badan yang berkurang 1g ekuivalen dengan 1mL air. Apabila tidak terdapat data mengenai
berat badan awal sebelum menderita diare, bisa dilakukan penimbangan 2 kali setiap
harinya untuk menggantikan cairan tubuh1

Dalam menentukan keparahan dehidrasi, bisa dilakukan pemeriksaan dengan melihat


keadaan umum, kering atau tidaknya membrane mukosa mulut, turgor kulit dan fontanella
atau ubun-ubun, perfusi kulit dan denyut nadi dan karakternya.
Pada dehidrasi ringan, tanda fisik berupa bibir yang kering. Pada dehidrasi yang sedang,
anak tampak letragik, dengan kulit yang tidak elastis dan fontanela serta mata yang cekung
dan nadi yang cepat. Ketika kulit yang kurang elastis saat diberi tekanan dengan jari
menunjukkan refilling atau pengisian yang lambat. Turgor mata dengan membandingkan
turgor mata penguji dan pasien. Pada keadaan sedang ataupun berat, bola mata lebih lunak.
Pada dehidrasi berat, anak terlihat setengah sadar. Dan pada pemeriksaan turgor kulit,
kembalinya kulit setelah diberi tekanan sangat lambat. Fontanela dan mata yang cekung
lebih kedalam dan turgor mata yang buruk. Serta nadi yang cepat dan lemah.1

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematocrit, leukosit, hitung jenis leukosit),
kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin.2
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang
normal, atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang
ivnasi ke mukosa, memiliki leukositosis. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis.2

Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan
mineral tubuh. 2

Analisa Tinja
Pemeriksaan tinja rutin untuk menyingkirkan diagnosis banding berupa idare yang
disebabkan oleh karena infeksi yaitu terdapatnya mukus, darah dan leukosit. Leukosit pada
tinja menandakan adanya koloni bakteri pada mukosa usus. Serta menganalisis adanya
telur cacing dan parasit dewasa.2

Pengukuran gula pereduksi di dalam tinja (Clinitest) dan pH tinja merupakan metode
penapisan yang bermanfaat dan dapat dilakukan di tempat. Uji memerlukan keberadaan
karbohidrat penyebab di dalam makanan pasien saat pengambilan sampel dan bahwa
sampel diambil dari tinja yang cair. Gula biasanya terdapat di bagian cair tinja. Namun,
bagian ini dapat merembes ke dalam popok dan fermentasi yang terus berlangsung akan
merusak karbohidrat sehingga diperoleh hasil negatif-palsu. Tinja segar, sebaiknya
diperoleh langsung dari rectum, merupakan sampel yang paling dapat diandalkan.
Sayangnya, uji tapis ini kurang sensitive dan tidak dapat menyingkirkan diagnosis
malabsorpsi karbohidrat.2,3

Hidrogen Breath Test


Uji hydrogen napas (breath hydrogen test) adalah metode diagnostik dengan prinsip apabila
terjadi malabsorpsi karbohidrat, bakteri yang dalam keadaan normal ada di lumen kolon
akan menghasilkan gas hydrogen, yang diserap melalui mukosa kolon untuk masuk ke
dalam darah dan dikeluarkan melalui udara ekspirasi. Sampel napas diambil secara
sekuensial setelah pasien menelan sejumlah tertentu karbohidrat yang diperiksa.
Peningkatan hydrogen lebih dari 10 sampai 20 ppm dalam udara ekspirasi menunjukkan
bahwa terjadi malabsorpsi karbohidrat. 3

Pemeriksaan Kadar Enzim


Pemeriksaan definitive untuk aktivitas disakaridase dilakukan melalui biopsi disertai
pengukuran konsentrasi enzim mukosa. Tersedia angka normal untuk berbagai rentang
usia.3

Diagnosa Kerja
Defisisensi laktase dibedakan menjadi 2, primer dan sekunder. Pada defisiensi laktase
primer, adalah tidak adanya laktase secara genetic sedangkan enzim pencernaan yang
berasal dari brush border normal. Sedangkan defisiensi laktase sekunder terjadi karena
adanya kelainan struktur dari usus halus dan brush bordernya ataupun karena suatu
penyakit. Defisisensi laktase dibedakan menjadi 2, primer dan sekunder. Pada defisiensi
laktase primer, adalah tidak adanya laktase secara genetic sedangkan enzim pencernaan
yang berasal dari brush border normal. Sedangkan defisiensi laktase sekunder terjadi
karena adanya kelainan struktur dari usus halus dan brush bordernya ataupun karena suatu
penyakit.4

Diagnosa Banding
Diare et causa alergi protein susu sapi4

Pada alergi protein susus api, gejala saluran cerna biasanya mendominasi, tetapi pada
banyak bayi dan anak, juga terdapat gejala lain, terutama di kulit.
Gejala akut biasanya meliputi diare dan muntah yang mirip dengan gastroenteritis
infeksiosa. Syok anafilaktik sebagai penyebab yang paling berbahaya meskipun jarang
terjadi. Gambaran kulit misalnya urtikaria, angioedema, dan pembengkakan sirkumoral
akut paling sering dijumpai pada reaksi tipe cepat.
Tanda utama gejala kronik yaitu reaksi hipersensitivitas tipe lambat adalah diare kronik.
Terjadi kerusakan pada mukosa usus halus dengan derajat bervariasi, sehingga terjadi
malabsorbsi dan kegagalan pertumbuhan pada kasus yang parah. Peradangan usus yang
luas juga dapat menyebabkan gastritis, pengeluaran protein melalui tinja atau hematokezia
akibat kolitis alergika. Colitis alergika tampaknya hamper secara eksklusif timbul dalam 6
bulan pertama setelah lahir, dan biasanya tidak berkaitan dengan kegagalan pertumbuhan.
Walaupun jarang, hipersensitivitas susu dapat menimbulkan enterokolitis nekrotikans pada
neonatus.
Alergi susu sapi ataupun terhadap makanan lain memiliki gejala klinis berupa diare,
terutama masa bayi. Eosinophilic Gastroenteritis sebagai bentuk khasnya, yaitu
ditemukannya infiltrasi eosinophil pada dinding usus halus. Alergi susu sapi ataupun
terhadap makanan lain memiliki gejala klinis berupa diare, terutama masa bayi.
Eosinophilic Gastroenteritis sebagai bentuk khasnya, yaitu ditemukannya infiltrasi
eosinophil pada dinding usus halus.

Malabsorbsi4
Malabsorpsi laktosa tidak dapat diperkirakan secara akurat hanya berdasarkan riwayat
makanan dan gejala pasien. Diagnosis sulit dilakukan karena 1. Gula yang keberadaannya
luas di berbagai produk makanan komersial dan 2. Karena eliminasi berkepanjangan
makanan (khususnya produk susu) dapat menimbulkan konsekuensi gizi yang serius.

Diare et causa infeksi bakteri / virus


Makanan tambahan yang diberikan seperti susu formula atau makanan lainnya yang
terkontaminasi bakteri, virus ataupun parasit lain juga akan menyebabkan diare. Namun
bisa dibedakan apabila tinja tersebut dianalisa4

Etiologi
Intoleransi laktosa
Aktivitas lactase merupakan ttahap penentu kecepatan dalam pencernaan laktosa di
sebagian besar orang dewasa di belahan dunia lain. Jika defisiensi lactase terjadi, laktosa
yang tidak tercerna tidak akan diserap. Laktosa yang tidak diserap menahan air di lumen
untuk mempertahankan osmolaritas kimus yang ekuivalen dengan osmolaritas plasma.
Retensi cairan ini menyebabkan nyeri abdomen (keram), mual dan diare. Fermentasi
laktosa oleh bakteri di usus halus distal dan kolon semakin memperparah gejala-gejala ini.
Pada sebagian pasien, mutasi di gen yang menyandi SGLT1 menganggu penyerapan
glukosa dan galaktosa. Pasien yang bersangkutan mengalami diare jika mengonsumsi gula
yang normalnya diserap oleh gen SGLT1 akibat defek pada absorbsi Na+, monosakarida,
dan air. Sebaliknya, fruktosa yang diserap oleh GLUT-5, tidak menyebabkan diare.5

Laktosa adalah disakarida yang terdapat pada susu. Laktosa dicerna melalui lactase yang
berasal dari brush border dari usus halus yang memecah laktosa menjadi galaktosa dan
glukosa. Lactase umumnya ada pada manusia sejak lahir, namun akan berkurang seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang paling banyak ditemukan karena defisiensi laktase
sekunder adalah pada celiac sprue.5

Epidemiologi
Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semuanya itu,
penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika
memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Di Amerika terdapat lebih dari 50
juta orang menderita intoleransi laktosa. Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus
intoleransi laktosa.4
Sejak lahir dan selama masa bayi, mikrovili akan membentuk laktase sebagai akibat
rangsangan laktosa yang terdapat dalam ASI atau susu formula. Namun selanjutnya sesudah anak
disapih terjadi perbedaan antara anak di negeri berkembang dengan anak di negeri maju, yaitu
karena pada anak di negeri berkembang biasanya tidak diberikan susu terus menerus lagi, sehingga
rangsangan terhadap mikrovili untuk membentuk laktase juga berkurang.4

Intoleransi laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi enzim
laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak menutup
kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa (khususnya bayi-bayi
prematur).5

Patofisiologi

Diare disebabkan oleh ketidakseimbangan antara sekresi cairan dari saluran cerna dan
absorbsi saluran cerna. Dalam keadaan normal, absorbs cairan lebih besar dari ekskresinya,
sehingga hanya 100-200 cc cairan saja yang dikeluarkan bersama tinja. Mekanisme
tersebut dibagi menjadi 2 yaitu:3
 Diare osmotic adalah diare yang disebabkan oleh malabsorbsi terhadap nutrien ataupun
elektrolit yang sulit diserap yang menyebabkan retain water in the lumen. Malabsorbsi
sendiri terjadi karena tidak mampu mencerna ataupun menyerap nutrien yang disebabkan
oleh proses pencampurannya (gangguan motilitas), insufisiensi pancreas (gangguan
digesti), ataupun kerusakan pada permukaan penyerapan (fungsi absorbs). Diare tipe ini
akan berhenti apabila pasien dipuasakan.
 Diare sekretori adalah diare yang disebabkan oleh peningkatan ekskresi cairan dan
elektrolit dari sel epitel ke lumen saluran gastrointestinal. Diare tipe ini tidak akan berhenti
dengan hanya dipuasakan.

Manifestasi Klinis

Aktivitas lactase merupakan ttahap penentu kecepatan dalam pencernaan laktosa di sebagian besar
orang dewasa di belahan dunia lain. Jika defisiensi lactase terjadi, laktosa yang tidak tercerna tidak
akan diserap. Laktosa yang tidak diserap menahan air di lumen untuk mempertahankan osmolaritas
kimus yang ekuivalen dengan osmolaritas plasma. Retensi cairan ini menyebabkan nyeri abdomen
(keram), mual dan diare.5
Komplikasi

Tanpa rehidrasi yang tepat, banyak anak dengan diare akut yang akan berkembang menuju
dehidrasi. Tanpa terapi yang tepat akan menambah frekuensi diare dan menyebabkan malnutrisi
dan komplikasi seperti infeksi sekjunder, defisiensi mineral seperti besi, seng.6

Tatalaksana

Terapi rehidrasi oral murah, efektif, dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara
lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam
tergantung kebutuhan dan status hidrasi6
Menghindari asupan laktosa dengan cara:6

 Menghindari susu yang mengandung laktosa dan produk susu lainnya termasuk susu
kambing, dengan solusinya dengan susu bebas laktosa (milk prehydrolyzed with lactase).
 Menggunakan sumber nutrien yang lain pengganti susu seperti susu kedelai, nasi dan
sebagainya.
 Suplemen laktase oral
 Intake kalsium dan vitamin D dari produk makanan lain
 Individu dengan defisiensi laktase primer masih bisa mengkonsumsi produk susu dalam
jumlah kecil atau bisa juga dengan mengkonsumsi makanan jenis lain.

Prognosis

Laktosa yang tidak terabsorbsi hanya menimbulkan gejala, namun tidak menyebabkan kerusakan
usus. Densitas massa tulang yang berkurang disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang
tidak adekuat. Apabila kasus intoleransi laktosa namun terjadi kesalahan diagnose terdapat
prognosa yang buruk.7

Pencegahan

Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif (asupan hanya ASI selama 6 bulan pertama) tidak terlalu sering terlihat,
terutama di Negara berkembang. ASI eksklusif dapat melindungi bayi dari diare dengan adanya
sistem imun yang diberikan secara pasif serta dapat menghindari bayi dari diare karena infeksi
yang berasal dari makanan dan minuman yang terkontaminasi. ASI mengandung semua nutrien
yang diperlukan bayi, dan ketika anak diare dan diberikan ASI akan memperbaiki keadaan gizi
anak tersebut. ASI eksklusif pada 6 bulan awal merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
menghindari kematian bayi hingga 13% dari seluruh kematian bayi dibawah umur 5 tahun.7

Kebersihan Air dan Lingkungan

Dengan meningkatnya standar kebersihan, sanitasi dan sumber air akan mengurangi prevalensi
diare di Negara berkembang. 88% kematian akibat diare disebabkan oleh air yang tidak aman,
sanitasi yang tidak adekuat dan kebersihan yang buruk. Peningkatan kebersihan terhadap
penurunan insiden diare mencapai 36%.8

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka dapat disimpulkan bahwa
diare disebabkan oleh intoleransi laktosa. Penatalaksanaan intoleransi laktosa dengan tetap
memberikan ASI dan mengganti nutrien yang ada dalam susu seperti intake vitamin D dan kalsium
yang terpisah untuk menjaga densitas massa tulang. Dengan penanganan yang benar maka tidak
akan memberikan prognosa yang buruk

Daftar Pustaka

1. Welsby PD.Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis.Jakarta:EGC;2010.h.80-1


2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5, jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.25-45,477,534-47.
3. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FK UI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Edisi ke-11.
Jakarta: Info medika; 2007. h. 298-9.
4. Pizzorno JE, Murray MT.Textbook of natural medicine.Philadelphia:Elsevier;2013.h.186-8
5. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Behrman RE.Nelson textbook of Pediatrics.nineteenth
edition international edition.Philadelphia:Elsevier;2011.h.1330-46
6. McPhee SJ, Ganong WF.Patofisiologi penyakit.edisi 5.Jakarta:EGC;2007.h.404-10
7. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR.Current diagnosis & treatment
pediatrics.nineteenth edition international edition.USA:McGraw Hill;2010.h.602-4
8. Burns CE, Dunn AM, Brady MA,Starr NB, Blosser CG,Garzon DL.Pediatric primary care.6th
edition;2013.h.1169-70
9. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD.Buku ajar pediatric Rudolph volume 2. Edisi
20.Jakarta:EGC;202007.h.1191-3

You might also like