You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan

perawatan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: budaya, nilai

sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan terhadap perawatan diri, serta

persepsi terhadap perawatan diri (Aziz, 2009).

Abraham maslow mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan

yang mendasar yang harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan tertinggi.

Kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi lima tingkat kebutuhan yaitu:

kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamtan dan keamanan, kebutuhan cinta dan

mencintai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Salah satu

kebutuhan dasar yang harus diperhatikan dalam asuhan pada klien adalah

personal hygiene pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri (Mubarak,

2007).

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat

penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi

kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh

nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu diantaranya

kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap

kesehatan, serta tingkat perkembangan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah

kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah

kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat

mempengaruhi kesehatan secara umum (Tarwoto, 2006).

1
Pada orang gangguan jiwa biasanya akan terjadi masalah-masalah dalam

pemenuhan kebutuhan diri, diantaranya yaitu kurangnya kebutuhan merawat diri

atau defisit perawatan diri. Menurut Wartonah (2006) personal hygiene berasal

dari Bahasa Yunani yang berarti Personal yang artinya perorangan dan Hygien

berarti sehat kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis sesuai

kondisi kesehatannya.

Keadaan individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi

kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-

masing dari kelima aktivitas perawatan diri (makan, mandi atau higiene,

berpakaian atau berhias, toileting, instrumental) (Lynda Juall, 2007)

Keterbatasan perawatan diri biasa nya diakibatkan karena stressor yang

cukup berat dan sulit ditangani oleh klien, sehingga dirinya tidak mau mengurus

merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, dan berhias.

Keterbatasan tersebut akan terus berlanjut dalam pemenuhan kebutuhan dasar

lain nya. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam, namun pada

hakikatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Salah satu

nya yang mengalami defisit perawatan diri adalah pasien yang memiliki

gangguan jiwa (skizofrenia) (Asmadi, 2008).

Defisit perawatan diri pada pasien skizofrenia tidak boleh dipandang

remeh. Perawat yang terlibat dalam upaya rehabilitasi psikososial perlu

memberikan pelayanan kepada klien skizofrenia dengan masalah defisit

perawatan diri secara profesional. Salah satu cara nya dengan memberikan

asuhan keperawatan berdasarkan kerangka teori yang dikembangkan oleh ahli-

ahli dibidang keperawatan (Susanti, 2013).

2
Penderita Skizofrenia di Indonesia biasanya timbul pada usia sekitar 18-

45 tahun namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita

Skizofrenia. Menurut hasil penelitian di Indonesia, terdapat sekitar 1-2 % atau

sebesar 2-4 juta jiwa menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar

200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita Skizofrenia,

dimana sekitar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah penderita Skizofrenia.

Gejala-gejala Skizofrenia mengalami penurunan fungsi/ketidakmampuan dalam

menjalani hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dan nyaris terputus

relasinya dengan orang lain ( Arif, 2006).

Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data

Departemen Kesehatan tahun 2007 mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan

kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0.46 persen

menderita gangguan jiwa berat (Purba, 2011).

Skizofrenia juga merupakan penyakit gangguan jiwa kronis yang

prevalensinya cukup tinggi. Prevalensi skizofrenia didunia adalah 4,6/1.000,

untuk resiko morbilitas (NCBI, 2012). Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia

berdasarkan Rikesdas 2007 adalah mencapai 0,46 persen atau sekitar 1 juta

orang, sedangkan data dari Balitbangkes (2013) prevalensi gangguan jiwa di

provinsi Jambi adalah 0,9/1.000 jiwa.

Dari data yang didapat di ruang Sigma RSJD Provinsi Jambi pada tanggal

29 November 2017 berjumlah 37 pasien. Berdasarkan data tersebut 5

diantaranya memiliki gangguan defisit perawatan diri. Terlihat dari kurangnya

kebersihan mulut dan kulit serta cara berpakaian yang buruk.

Peran perawat kesehatan jiwa menurut (Kusumawati, 2010) bahwa peran

perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yaitu mengobservasi perubahan, baik

3
perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada pasien, mendemonstrasikan

penerimaan, respek, memahami pasien dan mempromosikan ketertarikan pasien

dan berpartisipasi dalam interaksi.

Menurut (Mubarak, 2008) dampak dari seseorang yang kurang

memperhatikan kebersihan dirinya akan berdampak gangguan kesehatan.

Beberapa gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering

terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,

infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

Pada pasien dengan skizofrenia diruang sigma memiliki beberapa masalah

pada defisit perawatan dirinya. Diantaranya ada yang tidak mau mandi, tidak

mau gosok gigi, kurang memperhatikan penampilan seperti adanya pasien yang

memakai baju yang lusuh. Berdasarkan latar belakang diatas kelompok sepakat

untuk mengangkat masalah defisit perawatan diri pada Tn. R di RSJD Provinsi

Jambi tahun 2017.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana melakukan asuhan

keperawatan jiwa pada Tn.R dengan defisit perawatan diri di RSJD Provinsi

Jambi.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah kelompok dapat menerapkan

asuhan keperawatan jiwa pada Tn. R dengan Defisit Perawatan Diri di

RSJD Provinsi Jambi

4
2. Tujuan khusus

Pada tujuan khusus ini kelompok mampu :

a. Melakukan pengkakjian langsung pada Tn. R dengan Defisit

Perawatan Diri .

b. Merumuskan masalah dan menegakkan diagnosa keperawatan jiwa

pada Tn. R dengan Defisit Perawatan Diri

c. Menyusun rencana keperawatan jiwa (intervensi) pada Tn.R dengan

Defisit Perawatan Diri.

d. Melakukan tindakan keperawatan jiwa (implementasi) pada Tn.R

dengan Defisit Perawatan Diri.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.R dengan Defisit Perawatan

Diri.

D. Manfaat

a. Bagi RSJD Provinsi Jambi

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam melaksanakan standara

asuhan keperawatan jiwa agar dapat meningkatkan mutu pelayanan

keperawaan khusunya pada pasien dengan Defisit Perawatan Diri.

b. Bagi Institusi Pendidikan Khususnya Ilmu Keperawatan

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk meningkatkan

pengetahuan dan pengembangan ilmu keperawatan jiwa sehingga dapat

meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan jiwa pada pasien

dengan Defisit Perawat Diri.

5
c. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Menambah referensi bagi mahasiswa keperawatan jiwa khususnya

tentang pelaksanaan asuhan kperawatan jiwa pada pasien Defisit

Perawatan Diri ditatanan pelayanan kesehatan.

You might also like