You are on page 1of 16

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS: STUDI KASUS DI

KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

Technical Efficiency Analysis of Pineapple Production: A Case Study in Subang


Regency, West Java

1 1 1 2
Riatania R.B. Lubis , Arief Daryanto , Mangara Tambunan , dan Handewi P.S. Rachman
1
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor,
Jl. Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
2
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161
E-mail: rtrbl@yahoo.com

Naskah diterima: 11 Juni 2014 Naskah direvisi: 28 Agustus 2014 Disetujui terbit: 22 September 2014

ABSTRACT

Low productivity of pineapples in West Java Province is mainly due to the unfavorable climate and
farmers’ inability to adopt the technology fully. Objectives of the study were to analyze of technical efficiency and
to examine the determinants of inefficiency by estimating land productivity, ratio of pineapple farm income to labor
cost, R/C ratio, age, experience, education, total farmers’ household members, membership of farmers’ group,
and intercropping practice. The study used data collected through a survey from 140 rural households in Subang
Regency, West Java Province. Data Envelopment Analysis (DEA) results showed that pineapple production of
farmers are technically inefficient with the mean technical efficiency level of 55.2 percent for CRS-DEA, 78.8
percent for VRS-DEA, and 70.4 percent for SE-DEA, respectively. Land productivity, R/C ratio, and farmers’
group membership influenced negatively and significantly on inefficiencies. Intercropping practice affected
significantly the technical inefficiency of pineapple production. The findings suggested that improving pineapple
production is possible by applying monoculture cultivation and supporting farmers’ group activities. Fully applied
good agricultural practice (GAP) will enhance land productivity and R/C ratio.

Keywords: Data Envelopment Analysis (DEA), technical efficiency, Tobit regression analysis

ABSTRAK

Rendahnya produktivitas produksi nanas di Provinsi Jawa Barat umumnya disebabkan faktor iklim dan
ketidakmampuan petani untuk menggunakan teknologi seutuhnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis tingkat efisiensi teknis dan untuk menguji faktor yang menentukan inefisiensi teknis dengan
mengestimasi produktivitas lahan, rasio pendapatan nanas terhadap biaya tenaga kerja, rasio R/C, umur,
pengalaman, pendidikan, jumlah anggota keluarga, anggota kelompok tani, dan pola tanam tumpangsari.
Penelitian ini menggunakan data yang didapatkan dari survei 140 rumah tangga petani di Kabupaten Subang,
Provinsi Jawa Barat. Hasil Data Envelopment Analysis (DEA) menunjukkan bahwa petani tidak efisien secara
teknis dalam produksi nanas dengan rata-rata tingkat efisiensi teknis masing-masing sebesar 55,2 persen untuk
model CRS-DEA, 78,8 persen untuk model VRS-DEA dan 70,4 persen untuk model SE-DEA. Model regresi Tobit
dalam menghitung faktor yang menentukan inefisiensi teknis mengungkapkan bahwa produktivitas lahan, rasio
R/C, dan keanggotaan kelompok tani memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan, sedangkan aplikasi pola
tanam tumpangsari berpengaruh positif dan signifikan pada inefisiensi teknis produksi nanas. Temuan ini
menyarankan produksi nanas di lokasi penelitian akan meningkat secara signifikan dengan mengaplikasikan pola
tanam monokultur, mendukung kegiatan kelompok tani, serta meningkatkan produktivitas lahan dan rasio R/C
dengan mengaplikasikan GAP sepenuhnya.

Kata kunci: Data Envelopment Analysis (DEA), efisiensi teknis, analisis regresi Tobit

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

91
antarsentra produksi yang tercermin dari
PENDAHULUAN
perbedaan kualitas dan/atau kuantitas
masukan yang digunakan (Adiyoga, 1999).
Dalam lima tahun terakhir terlihat
Nanas (Ananas comosus) berasal dari
kecenderungan meningkatnya provinsi
benua Amerika yang merupakan salah satu
penghasil nanas segar di Indonesia selain
buah tropis paling terkenal dan komersial
Provinsi Lampung, Jawa Barat, Sumatera
(Jacob dan Soman, 2006). Pertumbuhan
Utara, dan Jawa Timur dari 19,42 persen pada
produksi nanas di dunia lima dekade terakhir
tahun 2008 menjadi 30,35 persen pada tahun
meningkat sebesar 505,7 persen dari
2012. Budidaya nanas di Indonesia tersebar
3.852.463 ton pada tahun 1962 menjadi
hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan
23.333.886 ton pada tahun 2012 dengan tren
sentra produksi terbesar di Provinsi Lampung
peningkatan produksi rata-rata sebesar 3,8
(33,47%), Sumatera Utara (14,98%), Jawa
persen per tahun. Negara produsen nanas
Timur (11,23%), dan Jawa Barat (9,97%).
segar terbesar di dunia pada tahun 2012
Kondisi agroklimat, sifat adaptasi yang tinggi,
berasal dari Benua Asia dan Amerika Latin
dan mudahnya tanaman nanas diperbanyak
yaitu Thailand (2.650.000 ton), Costa Rica
menjadi penyebab mudahnya komoditas ini
(2.484.729 ton), Brazil (2.478.178 ton), Filipina
berkembang di Indonesia (Distan Kab.Subang,
(2.397.628 ton), dan Indonesia (1.780.889 ton)
2011).
dengan total pangsa produksi nanas segar dari
lima negara tersebut sebesar 47,69 persen. Provinsi Jawa Barat merupakan salah
Thailand, Filipina, dan Indonesia mampu satu sentra produksi utama nanas di
menghasilkan 27,6 persen dari total produksi Indonesia. Sampai dengan tahun 2006
nanas segar dunia dengan lahan panen seluas Provinsi Jawa Barat merupakan produsen
16,8 persen dari total lahan panen nanas dunia nanas terbesar di Indonesia, namun sejak
pada tahun 2012. Produktivitas nanas di tahun 2007 pangsa produksi nanas Provinsi
Indonesia pada tahun 2012 merupakan yang Jawa Barat menjadi urutan kedua setelah
tertinggi di dunia yaitu sebesar 124,54 ton per Provinsi Lampung dan pada tahun 2010
hektar, hampir lima kali lebih besar sampai tahun 2012 menempati urutan
dibandingkan produktivitas nanas segar di keempat setelah Lampung, Sumatera Utara,
Thailand (25,24 ton/ha) (FAO, 2014). dan Jawa Timur. Budidaya nanas di Provinsi
Jawa Barat umumnya dilakukan oleh petani
Komoditas nanas di Indonesia dengan skala kecil dan untuk pasar lokal
merupakan komoditas buah nomor tiga (domestik). Tantangan yang umumnya
terbesar dari sisi produksi setelah komoditas
dihadapi petani dengan skala kecil di dunia
pisang dan mangga dengan pangsa dan
adalah terbatasnya peralatan mekanis, fasilitas
volume produksi sebesar 9,9 persen dan
kredit dan kepemilikan lahan, harga yang
1.781.899 ton pada tahun 2012 (BPS, 2014).
rendah dan kurangnya komitmen dan
Luas panen, produksi, dan produktivitas nanas kepercayaan antara petani-pembeli,
di Indonesia selama beberapa tahun terakhir terbatasnya modal, penyakit pada tumbuhan,
bervariasi namun mempunyai tren yang
membeli sendiri input produksinya dan menjual
meningkat. Produksi nanas Indonesia memiliki
kepada pembeli mana saja yang berminat
tren meningkat dengan rata-rata peningkatan
(Achaw, 2010; Abbam, 2009).
sebesar 11 persen per tahun pada periode
1962 – 2012 (FAO, 2014). Komoditas nanas Menurunnya produksi dan luas panen
merupakan bahan baku utama dan pendukung komoditas nanas di Provinsi Jawa Barat
dalam berbagai industri pangan diantaranya diduga karena pengaruh iklim dan tingkat
meliputi industri pengolahan dan pengawetan efisiensi yang relatif masih rendah. Bakhsh et
dalam kaleng, roti dan kue, pelumatan buah, al. (2006) menyatakan bahwa ada tiga
manisan buah, pembekuan buah, buah kering kemungkinan cara untuk meningkatkan
dan sejenisnya, minuman ringan dan sirup produksi yaitu menambah luas lahan,
(BPS, 2012). mengembangkan dan mengadopsi teknologi
baru, dan menggunakan sumber daya yang
Walaupun dikembangkan pada
tersedia secara lebih efisien. Peningkatan
agroekosistem yang relatif sama, produktivitas
produksi nanas melalui penambahan luas
yang dicapai oleh setiap provinsi ternyata
lahan sepertinya lebih sulit dilakukan karena
cukup beragam. Hal ini mengindikasikan dengan pertambahan jumlah penduduk telah
adanya perbedaan intensitas pengelolaan

Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

92
meningkatkan konversi lahan pertanian METODE PENELITIAN
menjadi lahan pemukiman dan industri.
Akhirnya, peningkatan produksi nanas hanya
dapat dilakukan melalui dua kemungkinan cara Pengambilan data primer dilaksanakan
yaitu mengembangkan dan mengadopsi pada bulan Juni 2013 di Kecamatan Jalan
teknologi baru dan menggunakan sumber daya Cagak, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
yang tersedia secara lebih efisien. Barat menggunakan kuesioner penelitian.
Peningkatan efisiensi tidak saja meningkatkan Kabupaten Subang menghasilkan 98,53
produksi nanas seperti yang ditemukan oleh persen nanas dari total produksi nanas di
Bakhsh et al. (2006), tetapi juga dapat Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dengan
menekan biaya usahatani sehingga dapat Kecamatan Jalan Cagak sebagai sentra
meningkatkan pendapatan petani (Ogundari produksi terbesar dengan pangsa produksi
dan Ojo, 2007). Peningkatan efisiensi dapat sebesar 83,3 persen sehingga lokasi penelitian
dilakukan dengan memperbaiki kemampuan ini dapat mewakili Provinsi Jawa Barat. Data
manajerial petani. Kemampuan manajerial itu primer terdiri dari karakteristik umum rumah
berasal dari diri petani melalui faktor-faktor tangga petani, kepemilikan aset, keragaan
sosial ekonomi seperti umur, pangalaman pola tanam dominan, produksi dan analisis
usahatani, tingkat pendidikan formal, usaha tani selama satu tahun terakhir, serta
pendidikan informal melalui pelatihan budidaya faktor-faktor yang diduga memengaruhi
dan pengelolaan usahatani, keanggotaan inefisiensi teknis produksi nanas.
dalam kelompok tani, akses kepada Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL), akses kepada Sebanyak 282 petani yang
sumber pembiayaan usahatani, dan lain-lain. membudidayakan nanas di Kecamatan Jalan
Cagak merupakan populasi penelitian. Dari
Secara teoritis terdapat tiga sumber populasi tersebut, diambil sampel penelitian
pertumbuhan produktivitas, yaitu perubahan sebanyak 142 petani dari Desa Bunihayu,
teknologi (Technological Change/TC), Curug Rendeng, Tambakan, dan Tambak
peningkatan efisiensi teknis (Technical Mekar dengan metode sampling fraction,
Efficiency, TE), dan skala usaha ekonomi namun yang dianalisis lebih lanjut sebanyak
(Economies of Scale/ES) (Coelli et al., 1998). 140 petani karena terdapat 2 petani yang
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki data bersifat sebagai outlayer.
tingkat inefisiensi produksi juga dipengaruhi
oleh variabel sosial ekonomi dan demografi, Untuk mendukung dan mempertajam
seperti umur kepala keluarga, jumlah anggota analisis dalam penelitian ini maka diambil data
rumah tangga, tingkat pendidikan kepala sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari
keluarga, keikutsertaan dalam kelompok tani, FAOSTAT, Direktorat Jenderal Hortikultura
keikutsertaan dalam anggota koperasi tani, Kementerian Pertanian Republik Indonesia,
pengetahuan tentang teknologi budidaya, BPS, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
penyuluhan pertanian, pengalaman usahatani Hortikultura Provinsi Jawa Barat, dan dari
dan pendapatan nonpertanian (Ammasuriya et berbagai referensi yang relevan dengan
al., 2007; Murthy et al., 2009; Idris et al., penelitian ini.
2013). Penelitian tentang efisiensi pada Pengukuran tingkat efisiensi teknis
usahatani komoditas hortikultura dapat dapat dilakukan dengan pendekatan
dikatakan sangat terbatas di Indonesia. parametrik dan nonparametrik. Pendekatan
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian parametrik yang banyak digunakan dalam
tentang kajian efisiensi teknis nanas dan penelitian efisiensi adalah Stochastic Frontier
faktor-faktor yang menjadi sumber inefisiensi Analysis (SFA) dengan menggunakan fungsi
teknis usahatani nanas di Kabupaten Subang, produksi frontier Cobb-Douglas atau translog.
Provinsi Jawa Barat perlu diuji secara empiris SFA mengacu kepada pendekatan
di lapang. ekonometrik frontier/batas, dimana
memerlukan bentuk persamaan yang
Berdasarkan permasalahan di atas,
menjelaskan hubungan antara output, input
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)
dan faktor lingkungan serta dimasukkannya
mengidentifikasi dan menganalisis tingkat
gangguan acak (disturbance term), kesalahan
efisiensi teknis petani nanas; dan (2)
pengukuran dan kejutan eksogen yang berada
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
di luar kontrol petani serta memungkinkan
inefisiensi teknis usahatani nanas.
dilakukannya pengujian hipotesis.

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

93
Keterbatasan pendekatan parametrik adalah: lingkungan secara simultan, tanpa
(1) teknologi yang dianalisis harus diformulasi meningkatkan jumlah unit efisien, tidak
oleh struktur yang cukup rumit; (2) distribusi memerlukan diketahuinya orientasi pengaruh
dari simpangan satu sisi harus dispesifikasi dari setiap variabel lingkungan, serta
sebelum melakukan estimasi model; (3) dimungkinkan menggunakan beberapa (atau
struktur tambahan harus dikenakan terhadap keseluruhan) variabel lingkungan bersama
distribusi inefisiensi teknis; dan (4) sulit untuk menjadi bagian dari individual.
diterapkan untuk menganalisis multioutput.
Analisis yang digunakan dalam
Pendekatan lainnya untuk mengukur penelitian ini merupakan Data Envelopment
tingkat efisiensi teknis yaitu nonparametrik Analysis (DEA). DEA digunakan untuk
yang telah banyak digunakan dalam penelitian mengukur tingkat efisiensi teknis, kemudian
efisiensi dalam berbagai sektor ekonomi. DEA nilai inefisiensi teknis (1-TE) tersebut diregresi
(Data Envelopment Analysis) termasuk dengan faktor-faktor yang memengaruhi
pendekatan nonparametrik yang tidak efisiensi menggunakan model regresi Tobit
memerlukan asumsi fungsi untuk melihat (Bremmer, 2008; Mussa, 2012).
hubungan antara input dan output, sehingga
pengujian hipotesis tidak dimungkinkan dan
metode ini tidak mengalami multikolinearitas Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
dan heteroskedasitas, dapat digunakan untuk
input dan output lebih dari satu (multiple), Charnes et al. (1978) mengemukakan
dapat mengidentifikasi kombinasi terbaik dari metode berdasarkan teknis linear
setiap unit pengambil keputusan serta programming yang dinamakan Data
Envelopment Analysis (DEA) untuk
memungkinkan adanya petani dengan nilai
efisiensi teknis sama dengan satu serta dapat mengestimasi efisiensi teknis relatif dari suatu
set Decision Making Units (DMUs). DMU yang
melihat sumber inefisiensi dengan ukuran
peningkatan potensial dari masing-masing berada di sepanjang batas (frontier)
input dan output (Coelli et al., 1998; Endri, merupakan unit yang memiliki nilai efisiensi
2011; dan Headey et al., 2010). Pastor (2002) teknis sama dengan satu (best practice).
mencatat keunggulan DEA adalah mudah Dalam DEA, pengukuran efisiensi teknis
diaplikasikan dan diinterpretasikan, cepat, dengan asumsi Constant Returns to Scale
dapat mempertimbangkan banyak variabel (CRS) disebut Overall Technical Efficiency

Output (Y)
CRS Frontier
Scale
N Inefficiency
VRS Frontier
M E
C
OTE = TECRS = PD/PN
D PTE = TEVRS = PD/PM
B
SE = TECRS/TEVRS = PM/PN
A

O G P Input (X)

Sumber: Kumar dan Arora (2012)


Gambar 1. Dekomposisi dari OTE menjadi PTE dan SE

Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

94
(OTE) yang menggambarkan efisiensi dari GABCE. Misalkan posisi DMU berada di titik D,
dampak manajerial dan skala. Asumsi CRS dengan orientasi output, maka efisiensi teknis
hanya sesuai apabila semua DMUs beroperasi dengan model CRS adalah PD/PN, model
pada skala optimal. Apabila DMUs tidak VRS adalah PD/PM dan efisiensi skala adalah
beroperasi pada skala optimal maka berlaku PM/PN. Pada titik B dimana berada pada garis
Variable Returns to Scale/VRS. OTE dapat batas CRS dan VRS, maka nilai efisiensi
diurai (dekomposisi) menjadi Pure Technical teknisnya adalah sama.
Efficiecy (PTE) dan Scale Efficiency (SE).
Ilustrasi pengurangan input dalam
Pengukuran PTE menyajikan jenis efisiensi
metode DEA dengan teknis CRS dan VRS
manajerial, contohnya kapabilitas manajemen
dilakukan dengan slack dan radial movement.
dalam mengubah input menjadi output,
Gambar 2 menjelaskan pada orientasi input,
sedangkan SE mengukur indikasi apakah
titik A dan B tidak efisien secara teknis, namun
DMU yang dipertanyakan beroperasi pada
yang efisien secara teknis adalah titik C dan D.
skala optimal atau tidak.
Titik A dan B menurunkan masing-masing
Gambar 1 di atas mengilustrasikan input ke titik A’ dan B’ sehingga akan efisien
dekomposisi OTE menjadi PTE dan SE secara teknis. Proses penurunan input dari titik
dengan contoh satu input dan output. Garis A ke A’ dan B ke B’ disebut radial movement.
lurus OBN menggambarkan batas CRS dan Titik A’ walaupun sudah efisien secara teknis
batas VRS digambarkan dengan garis namun dapat bergerak ke titik C dengan

X2/Y S A
Slack Movement

A’

C Radial Movement
B’ S’
O D X1/Y
Sumber: Coelli et al. (1998)
Gambar 2. Konsep Slack dan Radial Movement dengan Orientasi Input

Slack Movement
Y1 P’
R Radial Movement
Q’
P S
Q

O Y2

Sumber: Coelli et al. (1998)


Gambar 3. Konsep Slack dan Radial Movement dengan Orientasi Output

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

95
mengurangi penggunaan input X2 untuk kimia (kg). Output yang akan digunakan pada
menghasilkan output yang sama. Pergerakan penelitian ini adalah jumlah nanas segar yang
dari A’ ke C disebut input slack movement. dipanen oleh petani responden dalam satuan
Slack bermanfaat untuk menurunkan input kilogram.
atau menaikkan output.
Formula program matematika dengan
Gambar 3 menjelaskan pada orientasi orientasi input dan asumsi Constant Returns to
output, output P dan Q dapat ditingkatkan ke Scale (CRS) dapat dirumuskan sebagai
titik P’ dan Q’ dengan menggunakan input berikut:
yang tetap. Proses pergerakan ini disebut
Min θ,λ θ
radial movement. Titik P’ dapat bergerak ke
titik R untuk meningkatkan output Y2 dimana st - yi + Y λ ≥ 0,
pergerakan ini disebut dengan output slack
movement. θ xi - X λ ≥ 0,
λ ≥ 0, (1)
Farrell (1957) menyatakan untuk
orientasi input, efisiensi teknis adalah proporsi
jumlah input yang dapat direduksi untuk
menghasilkan jumlah output yang tetap dalam dimana λ adalah N x 1 vektor konstanta, xi
mencapai penggunaan input yang efisien. adalah DMU ke-i (N x 1) vektor nonnegatif
Input produksi yang digunakan pada penelitian input, yi adalah DMU ke–i (M x 1) vektor
efisiensi terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1. nonnegatif output. Nilai dari θ yang dihasilkan
Douglas (2008), Jha et al. (2000), Mussa et al. merupakan nilai efisiensi dari DMU ke-i yang
(2012), dan Odeck (2007) menganalisis empat berada di interval 0 ≤ θ ≤ 1, dimana nilai 1
input produksi dengan metode DEA yang mengindikasikan titik batas (frontier) dan unit
terdiri dari luas lahan, jumlah tenaga kerja, tersebut telah efisien secara teknik (Farrell,
serta jumlah penggunaan pupuk dan bibit. 1957) .
Beberapa penulis membagi pupuk menjadi Asumsi CRS hanya sesuai bilamana
pupuk kimia dan pupuk kandang, namun ada suatu perusahaan atau petani beroperasi pada
juga yang menggabungkan menjadi satu yaitu skala optimal. Kompetisi yang tidak sempurna,
pupuk saja. Khusus untuk komoditas nanas, kendala keuangan dan lain sebagainya dapat
peneliti terdahulu menambahkan input menyebabkan suatu perusahaan atau petani
produksi berupa ethrel (Dumaria, 2003). Pada tidak beroperasi pada skala optimal (Coelli et
penelitian ini, input produksi yang akan al., 1998). Banker et al. (1984) mengemukakan
diestimasi ada 6 faktor yaitu luas lahan (ha), model Variable Returns to Scale (VRS) yang
jumlah bibit (rumpun), tenaga kerja (HKSP), dapat menghindari dampak skala ini. Adapun
ethrel (liter), pupuk kandang (kg), dan pupuk persamaan model VRS adalah:

Tabel 1. Variabel Input Produksi yang Digunakan pada Penelitian Efisiensi Terdahulu

Variabel Input Produksi


No Penulis (Tahun) Komoditas Metode Tenaga Pupuk Pupuk
Lahan Bibit
Kerja Kimia Kandang
1 Amasuriya et al. (2007) Nanas SFA V V V V -
2 Chiona (2011) Jagung DEA - V V V -
3 Douglas (2008) Jagung DEA V V V V -
4 Ismail et al. (2013) Padi SFA dan DEA V V V V -
5 Jha et al. (2000) Gandum DEA V V V V -
6 Karthick et al. (2013) Kunyit SFA - - V V -
7 Manganga (2012) Kentang SFA V V V V -
8 Minh dan Long (2009) Pertanian SFA dan DEA V V V - -
9 Murthy et al. (2009) Tomat DEA - V V V V
10 Mussa et al. (2012) Pertanian DEA V V V V -
11 Odeck (2007) Gandum DEA V V V V -
12 Rios dan Shively (2005) Kopi DEA - V V - V
13 Theodoridis dan Anwar (2004) Pertanian SFA dan DEA V V - - -
14 Watkins et al. (2013) Padi DEA V - V V -

Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

96
Min θ,λ θ, hubungan antara tingkat inefisiensi teknis
dengan karakteristik petani (Idris et al., 2013).
st - yi + Y λ ≥ 0,
Diasumsikan petani berproduksi dalam
θ xi - X λ ≥ 0,
lingkungan dan kebijakan yang sama dan
N1‘λ=1 menghadapi variabel eksogenus (Zi) dengan
kondisi tersebut akan memengaruhi keputusan
λ ≥ 0, (2)
petani untuk memilih vektor input x dan
menghasilkan vektor output y. Dalam proses
produksi, petani akan efisien secara penuh jika
dimana N1‘λ=1 merupakan kendala berproduksi disepanjang batas (Y*) yang juga
konveksitas (convexity). menggambarkan tingkat teknologi yang
Apabila terdapat perbedaan nilai digunakan. Batas tersebut menggambarkan
efisiensi teknis antara model CRS dan VRS posisi titik output dari petani yang best practice
untuk satu unit tertentu maka hal ini tanpa memungkinkan untuk dapat menambah
mengindikasikan bahwa unit ini mengalami proses produksinya. Output petani yang efisien
inefisiensi skala. Skala Efisiensi (SE) dapat (Yi) terhadap output potensial sepanjang
dihitung dengan persamaan: batas/frontier adalah sama (Y*=Yi). Amemiya
(1985) menjabarkan regresi Tobit dengan
SEi = TEi CRS persamaan sebagai berikut:
TEi VRS (3)

Ui = β0 + βjZij + μi ,
*
Apabila nilai SEi = 1, hal ini
mengindikasikan CRS, dan nilai SEi < 1
Ui = 1, jika Ui ≥ 1
*
mengindikasikan terjadinya inefisiensi skala.
Dengan demikian, untuk dapat menentukan Ui = U , jika 0 ˂ Ui ≤ 1
* *
suatu unit beroperasi pada kondisi decreasing,
Ui = 0, jika Ui ≤ 0
*
increasing atau constant returns to scale (4)
diperlukan penghitungan nilai efisiensi teknis di mana i menggambarkan petani ke-i, Ui
model CRS, VRS, dan efisiensi skalanya merupakan niai inefisiensi teknis petani. Ui*
(Coelli et al., 1998). adalah inefisiensi latent, i β adalah parameter
yang diestimasi dan μi adalah gangguan acak.
Zij adalah variabel sosial ekonomi,
Model Regresi Tobit institusional, dan demografi.
Regresi Tobit mengasumsikan bahwa Berdasarkan berbagai studi terdahulu,
variabel tidak bebas terbatas nilainya terdapat beberapa faktor yang diduga
(censored), hanya variabel bebas yang tidak berpengaruh terhadap tingkat inefisiensi teknis
terbatas, semua variabel (baik bebas maupun petani nanas di lokasi penelitian. Faktor
tidak bebas) diukur dengan benar, tidak ada potensial yang diperkirakan memengaruhi
autokorelasi, heteroskeditas, dan kinerja inefisiensi teknis produksi nanas adalah
multikolinearitas yang sempurna serta produktivitas lahan, rasio pendapatan nanas
menggunakan model matematis yang tepat terhadap biaya tenaga kerja, rasio R/C, umur,
(Endri, 2011). Apabila data yang akan pengalaman petani dalam usahatani nanas,
dianalisis memiliki nilai variabel tidak bebas pendidikan, jumlah anggota keluarga, variabel
yang terbatas (censored), Ordinary Least dummy untuk keanggotaan kelompok tani
Square (OLS) tidak dapat diaplikasikan untuk nanas, dan pola tanam tumpangsari.
mengestimasi koefisien regresi. Jika
digunakan OLS maka akan terjadi bias dan
estimasi parameter yang tidak konsisten. HASIL DAN PEMBAHASAN
Regresi Tobit yang mengikuti konsep
maximum likelihood menjadi pilihan yang tepat
untuk mengestimasi koefisien regresi (Chu et
Efisiensi Teknis Petani Nanas
al., 2010). Indeks inefisiensi teknis yang
dihasilkan dari analisis DEA berada di antara 0 Dari hasil pengolahan data dengan
sampai dengan 1, yang akan digunakan dalam menggunakan DEA orientasi input, diperoleh
model regresi Tobit untuk menjelaskan rata-rata efisiensi teknis di Kecamatan Jalan

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

97
Cagak untuk model DEA CRS (crste) sebesar Pengukuran efisiensi teknis sangat
55,2 persen, 78,8 persen untuk model DEA penting karena efisiensi teknis dapat
VRS (vrste), dan 70,4 persen untuk model menurunkan biaya produksi dan membuat
DEA SE. Masih memungkinkan bagi petani produsen lebih kompetitif (Alvarez dan Arias,
untuk meningkatkan lagi efisiensi teknisnya 2004). Efisiensi teknis diasosiasikan dengan
sebesar 44,8 persen untuk model CRS, 21,2 tujuan perilaku yang dapat memaksimalkan
persen untuk model VRS, dan 29,6 persen output. Petani disebut efisien secara teknis
untuk model SE tanpa adanya penambahan apabila telah berproduksi pada tingkat frontier
biaya. Nilai efisiensi teknis petani nanas produksinya di mana hal ini tidak selalu dapat
bervariasi antara 9,5 persen hingga 100 diraih karena berbagai faktor seperti cuaca
persen. Besarnya variasi nilai efisiensi teknis di yang buruk, adanya binatang yang merusak
antara petani nanas menunjukkan masih atau faktor-faktor lain yang menyebabkan
beragamnya penggunaan input produksi per produksi berada di bawah frontier yang
satuan luas lahan. Masih banyak petani yang diharapkan (Battese dan Coelli, 1995).
tidak menggunakan pupuk dan ethrel sesuai
Desa Curug Rendeng merupakan desa
dosis anjuran serta menerapkan GAP
dengan nilai efisiensi teknis tertinggi, rata-rata
sepenuhnya. Kriteria petani yang tergolong
80,1 persen (crste) dan 96 persen (vrste).
efisien apabila memiliki nilai efisiensi teknis di
Sebanyak 53,4 persen petani di Desa Curug
atas 90 persen (Murthy et al., 2009). Hanya
Rendeng memiliki nilai efisiensi teknis di atas
sekitar 30 petani (21,4%) yang efisien pada
90 persen atau tergolong efisien secara teknis.
model DEA CRS, sedangkan dalam model
Desa dengan rata-rata efisiensi terendah
DEA VRS terdapat 73 (52,2%) petani yang
adalah Tambakan dengan nilai crste 59,5
efisiensi dengan interval 90 persen - 100
persen atau 25,6 persen petani yang
persen dan 55 (39,2%) petani pada model
berproduksi dengan nilai efisiensi teknis di atas
DEA SE. Distribusi efisien teknis dan frekuensi
90 persen.
dari petani nanas di lokasi penelitian secara
keseluruhan dan per desa dapat dilihat pada Model DEA CRS dan VRS digunakan
Lampiran 1. Terdapat 110 petani yang tidak untuk menentukan apakah tren pada petani
berada pada tingkat efisiensi teknis maksimum nanas di lokasi penelitian adalah
yang dapat menurunkan 55,2 persen input Increasing Return to Scale (IRS) atau
produksinya untuk mendapatkan produksi Decreasing Return to Scale (DRS). Apabila
nanas yang sama dengan ke-30 petani nanas nilai efisiensi teknis VRS lebih besar dari CRS,
lainnya. maka petani tersebut berproduksi dengan
meningkatkan scale of returns mereka.
Efisiensi teknis merupakan kemampuan
Seluruh kategori desa dan secara
untuk menghindari pemborosan dengan
keseluruhan, nilai efisiensi teknis VRS lebih
memproduksi output sebanyak mungkin
besar dari CRS-nya, sehingga petani nanas di
dengan input dan teknologi yang ada atau
lokasi penelitian tergolong pada IRS.
dengan menggunakan input yang lebih sedikit
dengan teknologi dan output yang sama, Pengukuran SE ditujukan untuk
sehingga efisiensi teknis merupakan mengetahui kehilangan output relatif yang
menggunakan input seminimal mungkin atau disebabkan oleh constant returns to scale yang
menghasilkan output sebanyak mungkin. ditunjukkan oleh nilai satu atau mendekati
Produsen secara teknis akan efisien apabila satu. Mayoritas petani nanas yang masih tidak
peningkatan outputnya didapatkan melalui efisien berada pada posisi meningkatkan skala
pengurangan setidaknya satu output lainnya pengembaliannya (increasing returns to scale)
atau peningkatan setidaknya satu input serta dimana peningkatan output lebih besar
bila penurunan suatu inputnya didapatkan daripada peningkatan input. Hanya terdapat 1
melalui peningkatan satu input lainnya atau orang petani di Desa Tambak Mekar, 7 orang
penurunan setidaknya satu output. Oleh petani di Desa Tambakan, dan 2 orang petani
karena itu, produsen yang secara teknis efisien di Desa Bunihayu yang berproduksi dengan
akan mampu memproduksi output yang sama diminishing return to scale dimana peningkatan
dengan setidaknya satu input yang lebih output nanas lebih kecil daripada peningkatan
sedikit atau dengan menggunakan input yang input produksi (Tabel 2).
sama akan mampu memproduksi setidaknya
satu output yang lebih banyak.

Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

98
Tabel 2. Skala Produksi Petani Nanas di Kecamatan Jalan Cagak

Skala Produksi (Orang) Total Petani


Desa
IRS CRS DRS (Orang)
Tambak Mekar 14 6 1 21
Tambakan 53 18 7 78
Bunihayu 16 8 2 26
Curug Rendeng 8 7 0 15
Total Petani 91 39 10 140

Tabel 3. Variabel yang Digunakan dalam Regresi Tobit

Variabel (unit) Rata-rata Min Maks


Produktivitas lahan (kg/ha) 12.869,57 1.392 47.619
Rasio pendapatan nanas terhadap biaya TK (%) 957,97 30 12.500
Rasio R/C (%) 228,10 22 1.501
Umur (tahun) 54 27 79
Pengalaman (tahun) 18,18 1 50
Pendidikan formal (tahun) 6,91 1 14
Jumlah anggota keluarga (orang) 4,48 1 9
Variabel dummy Kategori Jumlah Petani Persentase
Kelompok tani Tidak (0) 43 30,71
Anggota (1) 97 69,29
Pola tanam Monokultur (0) 37 26,43
Tumpangsari (1) 103 73,57

diregresi terhadap sembilan variabel produksi,


Petani masih berpotensi meningkatkan
sosial ekonomi, dan institusional. Produktivitas
outputnya dengan mengimplementasikan
lahan petani nanas rata-rata sebesar 12,9 ton
Good Agricultural Practices (GAP) yang baik
per hektar dengan variasi produktifitas berada
dan benar termasuk di dalamnya
di antara 1,3 – 47,6 ton/hektar. Rata-rata rasio
menggunakan bibit unggul, meremajakan
pendapatan nanas terhadap biaya tenaga
tanaman yang sudah tua serta menggunakan
kerja sebesar 9,57. Rasio R/C atau total
input produksi sesuai dosis anjuran. Untuk
penerimaan terhadap biaya operasional petani
memperluas lahan yang digunakan dalam
nanas rata-rata sebesar 2,28 yang
budidaya nanas sangat terbatas karena
mengindikasikan bahwa usahatani nanas di
konversi lahan pertanian menjadi lahan industri
lokasi penelitan dalam kondisi yang
dan pemukiman yang semakin luas di
menguntungkan (Tabel 3). Rata-rata petani
Kabupaten Subang. Hasil penelitian yang
nanas berusia 54 tahun dengan tingkat
menunjukkan petani masih inefisien secara
pendidikan formal rata-rata 6,91 tahun atau
teknik bermakna bahwa dengan menggunakan
setara dengan tamatan SD dan sudah
input produksi dalam jumlah dan teknologi
berbudidaya nanas selama 18,18 tahun
yang tetap, output akan dapat meningkat atau
dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 4-5
untuk menghasilkan output yang sama petani
orang termasuk kepala keluarga. Petani yang
dapat menggunakan minimal salah satu input
tergabung dalam kelompok tani khusus nanas
produksi lebih sedikit dengan teknologi yang
sebanyak 69,29 persen dan sebanyak 73,57
sama.
persen petani yang melakukan pola tanam
tumpangsari budidaya nanas dengan
komoditas lain seperti singkong, pisang, cabe,
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
dan pohon keras seperti albasia yang
Inefisiensi Teknis
diperuntukkan untuk dikonsumsi secara pribadi
Dalam rangka menganalisis faktor-faktor maupun dijual untuk menambah pendapatan
yang berpengaruh terhadap inefisiensi teknis rumah tangga petani.
produksi nanas, nilai inefisiensi teknis nanas

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

99
Berdasarkan hasil olah regresi Tobit selain di sektor pertanian. Khai dan Yabe
(Lampiran 2), produktivitas lahan merupakan (2011) juga menemukan bahwa pendapatan
faktor yang memberikan pengaruh negatif dan petani di sektor nonpertanian akan
signifikan terhadap peningkatan inefisiensi berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis.
teknis (signifikan terhadap peningkatan
Faktor inefisiensi teknis yang
efisiensi teknis) petani nanas di Desa Tambak
berpengaruh nyata dan negatif yang terdapat
Mekar, Bunihayu, Curug Rendeng, dan
di Desa Bunihayu, Curug Rendeng, Tambakan
Tambakan serta secara keseluruhan
dan secara keseluruhan adalah keanggotaan
responden. Hasil ini sesuai dengan yang
kelompok tani. Hal ini menjelaskan bahwa
dikemukakan oleh Murthy et al. (2009) bahwa
semakin banyak petani yang berpartisipasi
produktivitas lahan merupakan faktor yang
aktif dan tergabung dalam kelompok atau
paling berpengaruh terhadap inefisiensi teknis.
asosiasi tani nanas maka inefisiensi teknis
Koefisien negatif pada variabel produktivitas
akan semakin turun (efisiensi teknis petani
lahan menggambarkan bahwa setiap
meningkat). Pengaktifan partisipasi petani
peningkatan produktivitas lahan akan
nanas dalam wadah kelompok tani atau
menurunkan inefisiensi teknis petani nanas
asosiasi perlu dilakukan tidak hanya dalam
atau setiap peningkatan produktivitas lahan
rangka menerima bantuan dari pemerintah,
petani nanas akan meningkatkan nilai efisiensi
namun untuk meningkatkan posisi tawar petani
teknis.
dalam mendapatkan input produksi yang
Rasio pendapatan terhadap biaya berkualitas dengan harga yang terjangkau
operasional (R/C) berpengaruh negatif dan serta posisi tawar petani dalam menentukan
signifikan di Desa Bunihayu, Curug Rendeng, harga panen yang layak. Selain itu, kelompok
Tambakan, dan secara keseluruhan. Desa tani juga dapat dimanfaatkan petani untuk
Tambak Mekar juga memiliki koefisien negatif mengakses rantai pemasaran yang terbaik
untuk rasio R/C namun tidak signifikan. dengan harga yang paling menguntungkan
Koefisien negatif sesuai dengan harapan yaitu petani. Kelompok tani juga dapat
semakin besar tingkat keuntungan yang menggerakkan industri rumah tangga untuk
diperoleh petani (rasio R/C semakin besar), dapat memulai kegiatan pengolahan nanas
maka akan menurunkan tingkat inefisiensi menjadi dodol, sirup, selai, atau produk olahan
teknis petani nanas (efisiensi teknis semakin lainnya sampai dengan pemasaran. Kelompok
meningkat). Hal ini disebabkan semakin tani juga dapat melakukan kemitraan dengan
besarnya kemampuan finansial petani untuk industri pengolahan yang berada di sekitar
dapat memenuhi kebutuhan input produksi Provinsi Jawa Barat untuk dapat menjadi
nanas yang lebih baik. pemasok tetap bahan baku industri dengan
kontrak perjanjian yang disepakati kedua belah
Dari responden yang ditemui, sebanyak
pihak. Kerja sama dengan supermarket skala
92,86 persen memiliki mata pencaharian
menengah dan besar untuk dapat memasok
petani sebagai yang utama, baik petani padi
produk nanas segar berkualitasnya secara
maupun petani nanas. Sisanya sebesar 7,14
kontinu juga dapat dilakukan oleh kelompok
persen berprofesi sebagai pedagang, PNS,
tani. Mussa et al. (2012) juga menemukan
pegawai swasta, dan lainnya. Bila
bahwa keanggotaan petani dalam kelompok
dikategorikan berdasarkan sumber
tani akan dapat menurunkan inefisiensi teknis.
pendapatan petani, pendapatan rumah tangga
petani yang berasal dari sektor pertanian Faktor umur dan pengalaman
sebesar 70,55 persen meliputi komoditas padi, berpengaruh signifikan terhadap inefisiensi
tanaman semusim, tanaman perkebunan, teknis di desa Curug Rendeng secara spesifik
serta peternakan, sedangkan dari hasil lokasi. Umur petani yang semakin tua akan
budidaya nanas menghasilkan pangsa meningkatkan inefisiensi teknis atau
pendapatan sebesar 53,09 persen dari total menurunkan efisiensi teknis (Khai dan Yabe,
pendapatan petani. Ammasuriya et al. (2007) 2011; Manganga, 2012; Mussa et al., 2012).
menyatakan bahwa petani yang memiliki Hal ini seiring dengan peningkatan umur petani
pendapatan lebih tinggi di sektor pertanian, maka kemampuan bekerja yang dimiliki, daya
akan lebih efisien secara teknis dibandingkan juang dalam berusaha, keinginan untuk
petani yang memiliki kegiatan dan pendapatan menanggung risiko dan keinginan untuk

Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

100
menerapkan inovasi-inovasi baru juga semakin tanam tumpangsari juga dapat memberikan
berkurang. Nahraeni (2012) juga menyatakan dampak positif kepada petani yaitu
bahwa semakin tua umur petani maka akan penggunaan lahan dan waktu untuk
semakin meningkatkan inefisiensi teknis menghasilkan berbagai jenis tanaman yang
karena kemampuan kerja dan teknisnya lebih efisien, dapat mencegah dan mengurangi
semakin menurun. Pengalaman memiliki kekosongan antarmusim, pengolahan lahan
koefisien negatif dengan interpretasi bahwa menjadi minimal, dapat meragamkan gizi
semakin lama seorang petani berbudidaya masyarakat dan menekan serangan hama dan
nanas, maka efisiensi teknis akan meningkat. patogen. Namun, kesalahan dalam
Hal ini sependapat dengan hasil penelitian menentukan jenis tanaman yang akan
Ammasuriya et al. (2007) dan Manganga ditumpangsarikan dapat menyebabkan
(2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan produksi masing-masing tanaman menjadi
petani tentang budidaya akan meningkat sangat kecil karena kompetisi dalam
sejalan dengan pengalaman petani mendapatkan hara yang cukup dan kesulitan
berusahatani. Diduga semakin tinggi dalam pengendalian hama dan patogen
pengalaman seorang petani dalam usahatani karena tanaman yang ditumpangsarikan
semakin terampil petani tersebut dalam memungkinkan hama dan patogen menjadi
mengelola usahatani nana yang akan inang untuk keduanya. Penemuan ini sesuai
berdampak positif terhadap efisiensi atau dengan hasil penelitian Khai dan Yabe (2011).
berdampak negatif terhadap inefisiensi. Pola tanam monokultur lebih baik diaplikasikan
Saptana (2011) menyatakan bahwa petani oleh petani nanas di Kabupaten Subang untuk
yang lebih berpengalaman akan lebih efisien dapat meningkatkan efisiensi teknis karena
karena memiliki pengetahuan dan kemampuan proses budidaya yang dimulai dari persiapan
adopsi teknologi lebih baik sehingga lebih lahan, penanaman, pemupukan, pengairan,
mampu menghindari kecenderungan turunnya pembasmian hama dan penyakit tanaman,
produktivitas akibat degradasi sumber daya. pemberian ethrel sampai dengan pemanenan
Petani berpengalaman pada umumnya dapat lebih dioptimalkan dengan menerapkan
memiliki jaringan kerja (networking) yang lebih GAP sepenuhnya.
luas sehingga lebih berpeluang memperoleh
Rasio pendapatan terhadap biaya
informasi lebih cepat dan cenderung
tenaga kerja dan pendidikan formal tidak
mengaplikasikan informasi teknologi yang
berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis
diterimanya. Pada akhirnya petani yang lebih
di lokasi penelitian. Secara umum, nilai R-
berpengalaman memiliki kapabilitas manajerial
square secara keseluruhan (0,60) lebih kecil
yang lebih baik karena belajar dari
dibandingkan nilai R-square per kategori desa
pengelolaan usahatani pada tahun-tahun
yaitu Tambak Mekar (0,65), Bunihayu (0,68),
sebelumnya.
Curug Rendeng (0,95), dan Tambakan (0,63).
Pola tanam tumpangsari merupakan Hal ini sejalan dengan nilai efisiensi teknis
faktor yang berpengaruh positif dan signifikan secara keseluruhan yang lebih rendah
terhadap inefisiensi teknis nanas di desa dibandingkan nilai efisiensi teknis per desa.
Bunihayu, Tambakan, dan secara Jumlah petani secara total memiliki tingkat
keseluruhan. Sebanyak 73,57 persen petani keberagaman yang lebih besar dibandingkan
nanas melakukan pola tanam tumpangsari keberagaman di tingkat desa yang cenderung
budidaya nanas dengan komoditas lain seperti homogen dalam penggunaan input dan teknik
singkong, pisang, cabai dan pohon keras budidaya. Faktor produktivitas lahan, rasio
seperti albasia yang dapat menghasilkan pendapatan nanas terhadap biaya tenaga
pendapatan tambahan untuk digunakan kerja, rasio R/C, umur, pengalaman,
membeli input produksi berupa pupuk dan pendidikan, keanggotaan kelompok tani, pola
ethrel yang lebih banyak sehingga dapat tanam tumpangsari, serta jumlah anggota
menghasilkan output yang lebih banyak keluarga dapat menjelaskan 60 persen dari
sehingga efisiensi teknis dapat meningkat. inefisiensi teknis yang terjadi di Kabupaten
Subang, sedangkan sisanya sebesar 40
Pola tanam tumpangsari menjadi pilihan
persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak
petani subsisten untuk memenuhi kebutuhan
masuk ke dalam model regresi Tobit.
pangan dengan lahan yang terbatas. Pola

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

101
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN produksi terkait harga dan kualitas serta untuk
menguatkan komitmen petani dalam
meningkatkan efisiensi produksi nanas dan
Kesimpulan
dapat memulai industri pengolahan skala
Penelitian ini telah mengestimasi nilai rumah tangga dan menengah.
efisiensi teknis petani nanas di Kabupaten
Subang dengan menggunakan metode DEA.
Nilai efisiensi teknis petani nanas bervariasi DAFTAR PUSTAKA
antara 9,5–100 persen dengan rata-rata
sebesar 55,2 persen (crste) serta 78,8 persen Abbam, A. 2009. Comparative Study of Technical
(vrste). Hal ini menunjukkan petani nanas di Efficiency of Pineapple Exporters and Non
Kabupaten Subang masih inefisien secara Exporters in the Central Region of Ghana.
teknis dan masih berpotensi untuk dapat Thesis. University of Cape Coast. Ghana.
meningkatkan efisiensi teknisnya dengan input
Achaw, M.A. 2010. The Impact of Large-Scale
dan teknologi yang sama. Secara umum,
Pineapple Companies on Rural Livelihoods
petani nanas di lokasi penelitian tergolong in the Akuapim South Municipality of Ghana.
pada IRS yaitu peningkatan outputnya lebih Thesis. University of Oslo. Norwegia.
besar daripada peningkatan input produksinya
sehingga petani masih dapat mengoptimalkan Adiyoga, T.A. 1999. Strategi Petani dalam
penggunaan input produksinya. Pengelolaan Risiko pada Usahatani Cabai.
Jurnal Hortikultura 8(4): 1299-1311.
Inefisiensi teknis produksi nanas
Alvarez, A and C Arias. 2004. Technical Efficiency
bervariasi berdasarkan spesifik lokasi. Secara and Farm size: A Conditional Analysis.
keseluruhan, inefisiensi teknis dipengaruhi Agricultural Economics 30: 241-250.
secara negatif dan nyata oleh produktivitas
lahan, rasio R/C, dan keanggotaan kelompok Amemiya, T. 1985. Advanced Econometrics.
tani, sedangkan tumpangsari berpengaruh Harvard University Press. Cambridge
Massachusetts.
nyata dan positif pada inefisiensi teknis petani
nanas di lokasi penelitian. Pola tanam Ammasuriya, M.T., J. Edirisinghe, and M.A. Patalee.
monokultur, peningkatan produktivitas lahan, 2007. Technical Efficiency in Intercropped
pengaktifan kegiatan kelompok tani serta Pineapple Production in Kurunegala District.
peningkatan rasio keuntungan produksi nanas Department of Agribusiness Management,
akan dapat menurunkan inefisiensi teknis Faculty of Agriculture and Plantation
produksi nanas. Management, Wayamba University of Sri
Lanka. Sri Lanka.
Bakhsh, K., B. Ahmad, and S. Hassan. 2006. Food
Implikasi Kebijakan Security Through Increasing Technical
Efficiency. Asian Journal of Plant Sciences
Mengingat pentingnya produksi nanas 5(6): 970-976.
terhadap pendapatan, ketenagakerjaan,
potensi ekspor di Indonesia secara umum, Banker, R.D., A. Charnes, and WW Cooper. 1984.
Some Models for Estimating Technical and
maka peningkatan efisiensi petani nanas
Scale Inefficiencies in Data Envelopment
sangat penting untuk dapat meningkatkan Analysis. Management Science 30(9): 1078-
produksi nanas segar. Perlunya sosialisasi 1092.
akan pentingnya penggunaan bibit unggul dan
budidaya yang sesuai dengan Good BPS. 2012. Statistik Industri Besar dan Sedang:
Agricultural Practices (GAP) kepada para Produksi. Indonesia 2010. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
petani dan memantau penerapannya melalui
Dinas Pertanian setempat dan para penyuluh BPS. 2014. Tabel Dinamis (Internet). Badan Pusat
akan dapat meningkatkan produktivitas dan Statistik. Jakarta. http:/bps.go.id. (12 April
efisiensi teknis petani nanas. 2014).

Kelompok tani nanas yang selama ini Battese, G.E. and T.J. Coelli. 1995. A Model for
sudah berjalan agar lebih diintensifkan, tidak Technical Inefficiency Effects in a Stochastic
hanya untuk mendapatkan bantuan Frontier Production Function for Panel Data.
Empirical Economics (20): 325-332.
pemerintah namun juga untuk menguatkan
posisi tawar kepada para pedagang Bremmer, J., A.O. Lansink, and R.B. Huirne. 2008.
pengumpul terkait harga dan pemasok input The Impact of Innovation, Firm Growth and

Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

102
Perceptions on Technical and Scale Jacob, C. and M. Soman. 2006. Pineapples.
Efficiency. Agricultural Economics Review Working Papers Series: Institute for Financial
9(2): 65-85. Management and Research (IFMR). Centre
for Development Finance.
Charnes, A., W.W. Cooper, and E. Rhodes. 1978.
Measuring the Efficiency of Decision Making Jha, R., P. Chitkara, and S. Gupta. 2000.
Units. European Journal of Operational Productivity, Technical, and Allocative
Research 2: 429-444. Efficiency and Farm Size in Wheat Farming
in India: A DEA Approach. Applied
Chiona, S. 2011. Technical and Allocative Efficiency
Economics Letters (7): 1-5.
of Smallholder Maize Farmers in Zambia.
Thesis. The University of Zambia. Zambia. Khai, H.V. and M. Yabe. 2011. Technical Efficiency
Analysis of Rice Production in Vietnam.
Chu, Y. J. Yu and Y. Huangl. 2010. Measuring
Airport Production Efficiency Based on Two- Journal ISSAAS 17(1): 135 – 146.
Stage Correlative DEA. Paper presented at Kumar, S. and N. Arora. 2012. Evaluation of
Industrial Engineering and Engineering Technical Efficiency in Indian Sugar Industry:
th
Management, 2010 IEEM 17 International An Application of Full Cumulative Data
Conference. Envelopment Analysis. Eurasian Journal of
Coelli, T., R.D. Prasada and G.E. Battes. 1998. An Business Economics 5(9): 57-58.
Introduction to Efficiency and Productivity Manganga, A.M. 2012. Technical Efficiency and Its
Analysis. Kluwer Academic Publishers. Determinants in Irish Potato Production:
Boston/Dordrecht/London. Evidence from Dedza District, Central
Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2011. Profil Malawi. American-Eurasian J. Agric. &
Nanas Kabupaten Subang. Pemerintah Environ. Sci 12(2): 192-197.
Kabupaten Subang. Minh, N.K. and G.T. Long. 2009. Efficiency
Douglas, K. 2008. Analysis of the Impact of the Estimates for the Agricultural Production in
Agricultural Productivity Enhancement Vietnam: A Comparison of Parametric and
Program on the Technical and Allocative Non-Parametric Approaches. Agricultural
Efficiency of Maize Farmers in Masindi Economics Review 10(2): 62 – 78.
District. Thesis. University of Kampala.
Murthy, D.S., M. Sudha, M.R. Hegde, and V.
Uganda
Dakshinamoorthy. 2009. Technical Efficiency
Dumaria, E. 2003. Analisis Efisiensi Usahatani and Its Determinants in Tomato Production in
Nanas di Desa Tambakan, Kecamatan Jalan Karnataka, India: Data Envelopment Analysis
Cagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. (DEA) Aproach. Agricultural Economics
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Research Review 22: 215 – 224.
Endri. 2011. Evaluasi Efisiensi Teknis Perbankan Mussa, E.C., G.A. Obare, A. Bogale, and F.P.
Syariah di Indonesia: Aplikasi Two-Stage Simtowe. 2012. Analysis of Resource Use
Data Envelopment Analysis. STEI TAZKIA. Efficiency in Smallholder Mixed Crop-
Bogor. Livestock Agricultural Systems: Empirical
Evidence from the Central Highlands of
Farrell, MJ. 1957. The Measurement of Productive
Ethiopia. Developing Countries Studies 2(9):
Efficiency. Journal of the Royal Statistica
Society 120(3): 253 – 290. 30 - 40.

FAO. 2014. FAOSTAT [Internet]. Tersedia pada: Nahraeni, W. 2012. Efisiensi dan Nilai
http://faostat.fao.org. (12 April 2014). Keberlanjutan Usahatani Sayuran Dataran
Tinggi di Provinsi Jawa Barat. Disertasi.
Headey, D., M. Alauddin, and R.D. Prasada. 2010. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Explaining Agricultural Productivity Growth:
An International Perspective. Agricultural Odeck, J. 2007. Measuring Technical Efficiency and
Economics 41: 1-14. Productivity Growth: A Comparison of SFA
and DEA on Norwegian Grain Production
Idris, N.D., C. Siwar, and B. Talib. 2013. Data. Applied Economics 39: 2617 – 2630.
Determinants of Techical Efficiency on
Pineapple Farming. American Journal of Ogundari, K. and S.O. Ojo. 2007. An Examination of
Applied Sciences 10(4): 426 – 432. Technical, Economic, and Allocative
Efficiency of Small Farms: The Case Study
Ismail, M.M., N. Idris, and B. Hassanpour. 2013. of Cassava Farmers in Osun State of
Technical Efficiency Estimates of Paddy Nigeria. Bulgarian Journal of Agricultural
Farming in Peninsular Malaysia: A Science, National Centre for Agrarian
Comparative Analysis. Annals of Biological Sciences 13: 185-195.
Research 4(5): 114 – 118.

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

103
Pastor, J.M. 2002. Credit Risk and Efficiency in the Case Study of Farm Households in
European Banking System: A Three-Stage Bangladesh. Journal of Developing Areas
Analysis. Applied Financial Economics 12: 45(1): 85-110.
895-911.
Watkins, K.B., T. Hristovska, R. Mazzanti, and C.E.
Saptana. 2011. Efisiensi Produksi dan Perilaku Wilson Jr. 2013. Measuring Technical,
Petani Terhadap Risiko Produktivitas Cabai Allocative, and Economic Efficiency of Rice
Merah di Provinsi Jawa Tengah. Disertasi. Production in Arkansas using Data
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Envelopment Analysis. Paper presented at
Southern Agricultural Economics Association
Theodoridis, A.M. and M. Anwar. 2011. A
(SAEA) Annual Meeting. Orlando, Florida.
Comparison of DEA and SFA Methods: A

Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

104
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI NANAS : STUDI KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Riatania R.B. Lubis, Arief Daryanto, Mangara Tambunan, dan Handewi P.S. Rachman

105
Jurnal Agro Ekonomi. Volume 32 No. 2, Oktober 2014: 91-106

106

You might also like