You are on page 1of 17

Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No.

8 (2013)

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK BUMN DENGAN PENDEKATAN


DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Firman Aji Gunawan


firman.ajigunawan@yahoo.co.id
Sri Utiyati
Sekolah Tinggi Ilmi Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze relative efficiency and to identify whether there are any differences of
Government’s Bank during the period of 2008-2011. Simply said, that the purpose of efficiendy is to avoid
waste. In this case, performance measurement is using Data Envelopment Analysis (DEA), because DEA is
able to measure the branch office performance it also to handle many inputs and outputs. This research is using
quantitative approach which is using Data Envelopment Analysis (DEA) method with the assumption of
Variable Return to Scale (VRS). The respondent consists of four Government’s Bank which are listed in
Indonesia Stock Exchange (IDX), which are Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN),
Bank Rakyat Indonesia (BRI), and Bank Mandiri. The research is using intermediation approach as well as
using variable which is related with it, which are third fund parties, interest cost, and operational cost as input
variable as well as loan, interest income and operational income as output variable. The research result shows
that all of government’s banks have 100% efficiency during the period of 2008-2011 (four years).

Keyword: efficiency, DEA, government’s bank.

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa efisiensi relatif dan untuk mengidentifikasi apakah
terdapat perbedaan nilai efisiensi pada Bank-Bank Milik Pemerintah periode 2008-2011. Secara sederhana
efisiensi pada dasarnya menghindari pemborosan. Pengukuran kinerja menggunakan metode data envelopment
analysis (DEA). DEA dapat mengukur kinerja kantor cabang mampu menangani banyak input dan output.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang memakai metode data envelopment analysis (DEA)
dengan asumsi variabel returns to scale (VRS). Responden terdiri dari empat Bank Milik Pemerintah (Persero)
yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Negara Indonesia (BNI),Bank Tabungan Negara (BTN),
Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Mandiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi serta
menggunakan variabel yang ada pada definisi pendekatan intermediasi tersebut yaitu dana pihak ketiga, biaya
bunga dan biaya operasional sebagai variabel input serta pinjaman, pendapatan bunga dan pendapatan
operasional sebagai variabel output.Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua Bank Milik Pemerintah
memiliki nilai efisiensi 100% selama 2008-2011 (empat tahun).

Kata kunci : efisiensi, DEA, bank milik pemerintah


Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
2

PENDAHULUAN
Pada saat kondisi perekonomian dunia sedang penurunan secara global yang dipicu
krisis di Eropa, kondisi perekonomian Indonesia justru mengalami peningkatan. Worldbank
mencatat Indonesia sebagai Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tercepat ketiga
diantara Negara G-20 pada Tahun 2009 dan terus menunjukkan peningkatan yang kuat.
Performa ekonomi Indonesia yang terus meningkat serta ditunjang oleh kondisi ekonomi
makro yang tetap stabil, infrastruktur perbankan yang lebih kuat , serta pasar domestik
yang besar menyebabkan beberapa rating agency memberikan investment grade kepada
Indonesia di Tahun 2011 ketika sovereign rating di Eropa justru mengalami penurunan akibat
semakin memburuknya krisis utang Yunani.
Berdasarkan data dari BI, secara total asset terlihat dalam 4 tahun terakhir bank
BUMN mendominasi dengan Bank Mandiri, BRI, dan BNI stabil berada pada ranking
pertama, kedua, dan keempat sedangkan BTN baru mampu menembus 10 besar pada
Tahun 2009 ke atas dan terakhir berada pada peringkat sepuluh. Hal ini semakin
menunjukan posisi strategik BUMN perbankan dalam peta bank nasional.

Tabel 1
Besar Bank Umum berdasarkan Total Asset
2008 2009 2010 2011
Bank % TA % TA % TA % TA
Bank Bank Bank Bank Bank Bank Bank Bank
Umum Umum Umum Umum
1 Mandiri 14.72 Mandiri 15.00 Mandiri 13.65 Mandiri 13.50
2 BRI 10.83 BRI 12.73 BRI 13.14 BRI 12.49
3 BCA 10.66 BCA 11.32 BCA 10.75 BCA 10.43
4 BNI 8.70 BNI 9.07 BNI 8.02 BNI 7.92
5 Danamon 4.54 CIMB Niaga 4.27 CIMB Niaga 4.75 CIMB Niaga 4.50
6 CIMB Niaga 3.00 Danamon 3.87 Danamon 3.78 Danamon 3.48
7 PANIN 2.75 PANIN 3.05 PANIN 3.54 PANIN 3.26
8 Permata 2.35 Permata 2.35 Permata 2.46 Permata 2.78
9 BII 2.34 BII 2.34 BII 2.39 BII 2.50
10 Citibank 2.32 Citibank 2.25 Citibank 2.27 Citibank 2.44
Sumber: (Prihatiningtyas, 2012) Remunerasi Eksekutif BUMN Perbankan: Pay for Performance,
Jurnal Riset & lnformasi Kementrian BUMN Edisi III Mei 2012.

Namun demikian, apabila dilihat dari proporsi total asset yang dimiliki oleh bank
BUMN kepada total asset semua bank umum terlihat adanya trend penurunan, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dari sisi ukuran perusahaan, sebarannya mulai
terdistribusi secara merata. Penting bagi bank BUMN untuk memastikan posisinya dalam
rangka mewujudkan BUMN perbankan sebagai champion dalam industri perbankan
nasional.
Dari sisi operasional, kinerja BUMN perbankan dapat dilihat dari beberapa rasio keuangan
utama. Dari sisi kecukupan modal bank terhadap risiko, terlihat bahwa secara umum rasio
kecukupan modal pada bank BUMN masih di bawah CAR rerata bank umum dalam
periode Tahun 2005 sampai dengan 2011. Hal ini menunjukan bahwa berlawanan dengan
anggapan umum bahwa resiko pada bank BUMN lebih rendah, sensitivitas bank BUMN
terhadap resiko lebih tinggi apabila dibanding dengan rerata bank umum yang tercermin
dari nilai CAR.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
3

Namun demikian, dari sisi profitabilitas dapat terlihat bahwa apabila ditinjau dari
tingkat pengembalian asset (return on asset atau ROA), kinerja bank BUMN terlihat bisa
mengungguli kinerja bank umum secara rerata. Tetapi, dari sisi efisiensi biaya kinerja bank
BUMN masih kalah dibanding bank umunn secara umum, rasio beban operasi dibanding
pendapatan operasi dari Tahun 2005 sampai 2011 selalu di atas rerata bank umum,
menunjukkan bahwa operasi pada BUMN perbankan belum efisien. Sedangkan dari sisi
likuiditas, terlihat LDR bank BUMN masih di bawah rerata bank umum, mencerminkan
tingkat likuiditas yang lebih tinggi, namun dalam waktu bersamaan bank BUMN lebih hati-
hati dalam menyalurkan kreditnya atau kemampuan bank BUMN dalam menggalang dana
dari masyarakat lebih tinggi. Namun di sisi lain, hal ini juga diartikan bahwa kemampuan
bank BUMN dalam menyalurkan kredit masih di bawah rerata bank umum.

Tabel 2
Key Ratio dari kinerja Bank Umum
Rasio Jenis 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank Umum 19.30 21.27 19.30 16.76 17.42 17.18 16.05
CAR
Bank BUMN 19.00 21.00 18.00 14.00 14.00 15.36 15.04
Bank Umum 2.55 2.64 2.78 2.33 2.60 2.86 3.03
ROA
Bank BUMN 3.00 2.22 2.76 2.72 2.71 3.08 3.60
Bank Umum 89.50 86.98 84.05 88.59 86.63 86.14 85.42
BOPO
Bank BUMN 95.00 97.05 90.68 89.92 92.35 88.23 91.94
Bank Umum 59.66 61.56 66.32 74.58 72.88 75.21 78.77
LDR
Bank BUMN 51.00 59.93 62.37 70.27 69.55 71.74 74.75
Sumber: (Prihatiningtyas, 2012) Remunerasi Eksekutif BUMN Perbankan: Pay for Performance,
Jurnal Riset & lnformasi Kementrian BUMN Edisi III Mei 2012.

Sesuai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja perbankan BUMN walaupun
terus menunjukan peningkatan namun belum optimal dan belum mampu mencapai
tujuannya. Beberapa tugas besar yang harus dibenahi oleh bank milik pemerintah antara
lain terkait dengan optimalisasi fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran kredit.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bank milik pemerintah (BUMN) diharapkan mampu
menjadi salah satu pilar pertumbuhan ekonomi nasional, dengan LDR yang masih dibawah
LDR target BI, maka bisa dikatakan fungsi mediari bank BUMN belum terpenuhi dengan
baik. Di lain pihak, masalah efisiensi biaya juga harus ditinjau dengan sungguh-sungguh,
tingginya rasio BOPO mencerminkan ketidakefisienan struktur biaya operasi pada BUMN
perbankan ketika dibandingkan dengan rerata bank umum lainnya. Padahal efisiensi
perbankan merupakan sarana penting untuk efektivitas kebijakan moneter (Kurnia, 2004).
Keadaan ini menempatkan efisiensi sebagai isu penting dalam dunia perbankan.
Efisiensi adalah salah satu parameter pengukur kinerja dari sebuah organisasi atau
didalam penelitian ini adalah bank. Efisiensi bisa diterjemahkan sebagai kemampuan untuk
menyelesaikan suatu perkerjaan dengan benar atau didalam konsep matematika merupakan
perhitungan rasio antara keluaran (output) dan masukan (input) Dengan kata lain, efisiensi
dapat diartikan sebagai cara untuk menghasilkan output yang ada dengan menggunakan
input yang minimal (Hadad et al., 2003).
Faktor-faktor yang menjadi penyebab ketidakefisienan suatu bank sangat penting
diketahui agar langkah perbaikan dapat dilakukan. Salah satu yang menjadi penyebab
tidak efisiennya kinerja bank adalah belum mampu mengolah sumber daya input yang ada
secara maksimal. Untuk mengetahui bahwa suatu bank belum memanfaatkan input yang
dimilikinya secara maksimal, maka diperlukan bank lain sebagai pembanding untuk
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
4

mengukur tingkat efisiensi bank tersebut. Berdasarkan hasil analisis tingkat efisiensi ini
maka dapat diketahui penggunaan input mana yang kurang efisien.
Pada awalnya evaluasi kinerja suatu bank diukur dengan rasio-rasio keuangan,
seperti rasio kecukupan modal (CAR), Loan to Deposit Rasio (LDR), Net Profit Margin
(NPM), Return on Asset, dan Lainnya atau yang dikenal dengan istilah CAMEL.
Pengukuran kinerja berdasarkan rasio-rasio tersebut tidak secara langsung dapat mengukur
tingkat efisiensi yang dicapai oleh suatu bank dibandingkan dengan bank lainnya.
Sebaliknya rasio ini sering dikaitkan dengan tingkat dengan tingkat kesehatan atau prediksi
kegagalan dalam bisnis perbankan. Sedangkan penilaian efisiensi tidak bisa dilakukan
secara parsial tetapi harus dilakukan secara penuh dengan mempertimbangkan seluruh
input dan seluruh output. Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat produktivitas dan
efisiensi suatu bank, digunakan pendekatan parametik parametik ,salah satu contohnya
adalah Stochastic Frontier Analysis (SFA) yang paling populer diantara parametik lainnya,
dan non-parametik, yaitu Data Envelopment Analysis (DEA) (Abidin dan Cabana, 2007).
Menurut Berger dan Humphrey (Omar et al., 2006), dalam mengukur tingkat
efisiensi sebuah lembaga keuangan, kebanyakan menggunakan metode non-parametrik
yaitu metode Data Envelopment Analysis (DEA). Data Envelopment Analysis (DEA)
dikembangkan sebagai model dalam pengukuran tingkat kinerja atau produktifitas dari
sekelompok unit organisasi. DEA adalah analisa non-parametik yang merupakan
pengembangan dari matematila linear programming yang diperkenalkan pertama kali oleh
Charnes et al. (1978). Meskipun menggunakan variabel input dan output yang sama, terdapat
perbedaan antara DEA dan SFA karena pendekatan SFA memasukkan random error pada
frontier, sementara Pendekatan DEA tidak memasukkan random error. Sebagai
konsekuensinya, pendekatan DEA tidak dapat memperhitungkan faktor-faktor variabel
makro seperti perbedaan-perbedaan besar kecilnya suatu aset perbankan ataupun
peraturan-peraturan yang mempengaruhi tingkat efisiensi suatu bank. Perbedaan ini
kadangkala menyebabkan hasil yang diperoleh menjadi berbeda menurut Berfer dan
Humphrey (dalam Kusmargiani, 2006).
Adapun kelebihan DEA adalah dapat mengidentifikasi input dan output suatu bank
yang dapat digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab
dan jalan keluar dari sumber ketidakefisiensinan suatu bank. Dapat dikatakan bahwa DEA
dapat mengukur tingkat efisiensi secara umum (Haddad et al., 2003).
Dari hasil pertimbangan di atas penulis memilih menganalisa kinerja efisiensi bank
milik pemerintah dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Dengan demikian
maka pengukuran tingkat efisiensi relatif suatu bank dapat diperoleh. Dalam
mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang
dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang
merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial (Epstein dan Henderson, 1989,
dalam Haddad et al., 2003). Metode ini juga dapat mengidentifikasi bank mana yang telah
mencapai tingkat efisiensi yang paling tinggi sehingga dapat digunakan sebagai acuan
bagi bank yang kurang efisien. Metode DEA juga memberikan informasi potensi
peningkatan penggunaan sumberdaya yang dimiliki bank yang kurang efisien.
Permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) Berapakah nilai efisiensi
Bank Umum Milik Negara (BUMN) yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA)? (2) Apakah bank-bank umum
milik negara tersebut efisien atau tidak ?
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai efisiensi
Bank Umum Milik Negara (BUMN) yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dan untuk mengidentifikasi apakah
kondisi keuangan bank-bank tersebut efisien atau tidak.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
5

TINJAUAN TEORITIS
Konsep Efisiensi
Efisiensi tidak hanya sekadar menekan biaya serendah mungkin tetapi lebih dari itu,
pengertiannya menyangkut pengelolaan hubungan input dan output yaitu bagaimana
mengelola faktor-faktor produksi (input) sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil
(output) yang optimal. Efisiensi adalah komponen produktivitas dan mengacu pada
perbandingan aktual dan jumlah optimal dari input dan output (Farrell dalam Sufian &
Noor, 2009). Efisiensi bisa diterjemahkan sebagaimana kemampuan untuk menyelesaikan
suatu perkerjaan dengan benar atau didalam konsep matematika merupakan perhitungan
rasio antara keluaran (output) dan masukan (input) (Handoyo, 2008). Dengan kata lain,
efisiensi dapat diartikan sebagai cara untuk menghasilkan output yang ada dengan
menggunakan input yang minimal (Hadad et al., 2003).
Menurut Worthington (2004) menyimpulkan bahwa efisiensi dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu: (1) Technical Efficiency, efisien apabila suatu perusahaan mengacu
pada memaksimumkan output dengan sejumlah input. (2) Allocative Efficiency, mengenai
pemilihan antara kombinasi penggunaan input yang efisien secara teknis untuk
menghasilkan output semaksimal mungkin. (3) Cost efficiency atau Economic Efficiency,
merupakan kombinasi antara technical efficiency dan allocative efficiency. Jika organisasi
menggunakan secara lengkap antara technical efficiency dan allocative efficiency secara efisien
maka dapat dikatakan telah mencapai total efisiensi ekonomis.
Sedangkan Coelli et al. (1998) mengklasifikasikan efisiensi yang digunakan dalam
analisis DEA menjadi 2 bagian yaitu: (1) Technical efficiency, yaitu efisiensi yang dicapai
dengan minimalisasi input yang digunakan untuk menghasilkan tingkat output yang telah
ditentukan. (2) Scale efficiency, yaitu efisiensi yang dicapai karena mendapatkan ukuran
yang optimal sehingga berpotensi mendapat keuntungan produktivitas. (3) Penelitian ini
menerapkan jenis Technical Efficiency.

Pendekatan Pengukuran Efisiensi


Menurut Muharram dan Purvitasari (2007), dalam mengukur efisiensi terdapat tiga
pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Pendekatan Rasio
Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara menghitung
perbandingan output dengan input yang digunakan. Pendekatan rasio akan dinilai memiliki
efisiensi yang tinggi apabila dapat memproduksi jumlah output yang maksimal dengan
input yang seminimal mungkin. Kelemahan pendekatan ini menurut Handoyo (2008)
adalah permasalahan utama penggunaan metode rasio adalah perbedaan rasio akan
memberikan gambaran yang berbeda dan kesulitan untuk mengkombinasikan antara
beberapa hasil rasio menjadi satu hasil. Hal ini juga didukung oleh pendapat Chu-Fen Li
(2007) yang melihat pendekatan rasio sebagai “the most critical limitation of the financial ratio is
that they fail to consider the multiple input-output...”. Oleh karena itu, pendekatan ini belum
mampu menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh.
b. Pendekatan Regresi
Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan tingkat output tertentu
sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat ditulis sebagai
berikut:
Y = f (X1,X2, X3, X4 ,......................X n )
Dimana Y = output, X = input. Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi
banyak output, karena hanya satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuah
persamaan regresi.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
6

c. Pendekatan Parametik dan Non-Parametik


Menurut Yumanita dan Ascarya (2005), pendekatan parametrik melakukan
pengukuran efisiensi dengan menggunakan tes statistika dan ekonometrika yang
membutuhkan asumsi khusus. Sedangkan pada pendekatan non-parametrik, diukur dengan
menggunakan metode DataEnvelopment Analysis (DEA) yang tidak membutuhkan asumsi
khusus seperti parametrik.
Di dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai dalam mengukur tingkat efisiensi
bank adalah pendekatan non-parametrik dengan menggunakan alat Data Envelopment
Analysis (DEA).

Input dan Output


a. Konsep Pendekatan Input dan Output
Menurut Hadad et al. (2003), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
mendefinisikan hubungan input-output dari institusi finansial, yaitu pendekatan produksi,
pendekatan intermediasi, dan pendekatan aset. Berikut adalah penjelasan dari ketiga
pendekatan tersebut beserta input dan outputnya, yaitu:
Pendekatan Produksi (The Production Approach). Pendekatan ini melihat institusi
finansial sebagai produser dari rekening tabungan (deposit accounts) dan pinjaman (loans).
Pendekatan ini mendefinisikan output sebagai penjumlahan rekening-rekening tersebut.
Input dalam pendekatan ini dihitung dari jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada
aktiva tetap (fixed assets) dan material lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dalam pendekatan ini, institusi finansial melakukan produksi jasa bagi para pihak yang
mengalami kelebihan dana dan pihak yang mengalami kekurangan dana.
Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach). Pendekatan intermediasi
memandang sebuah institusi finansial sebagai intermediator yang merubah dan mentransfer
aset-aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit-unit defisit. Dalam pendekatan
intermediasi imput-input institusionalnya adalah dana pihak ketiga, pembayaran bunga
pada deposit dan tabungan serta biaya operasional lainnya. Sedangkan output-output yang
diukur dalam bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi finansial (financial investment).
Pendekatan Aset (The Asset Approach). Pendekatan ini mengukur kemampuan
lembaga keuangan dalam menanamkan dana. Output yang dipakai dalam pendekatan ini
adalah pinjaman (loans), surat-surat berharga dan aset alternatif lainnya. Di sisi lain, input
diukur dari harga tenaga kerja, harga dana dan harga fisik modal.
Menurut Berger dan Humphrey (dalam Kusmargiani, 2006), untuk mengevaluasi
kinerja lembaga keuangan secara umum, ada baiknya menggunakan pendekatan
intermediasi karena melihat karakteristik lembaga keuangan yang bertindak sebagai
financial intermediation.

b. Pemilihan Input dan Output


Sebagai pedoman dapat dikatakan bahwa hubungan antar variabel input dan output
harus didasarkan pada sifat exclusivity & exhaustiveness yang berarti bahwa hanya variabel
input yang dapat mempengaruhi variabel output dan hanya variabel output yang
digunakan dalam pengukuran saja yang dipengaruhi dan tidak ada consensus secara baku
dalam menentukan input dan output yang digunakan dalam pendekatan permodelan
operasionalisasi bank khususnya menggunakan metode DEA (Berger dan Humphrey, 1997).
Pemilihan input dan output pada penelitian ini mengacu pada pendekatan intermediasi (The
Intermediation Approach). Disamping itu model yang dipakai dalam penelitian ini
menggunakan model orientasi output (output-oriented model) dengan asumsi variable return to
scale (VRS). Berikut variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
Variabel input yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Dana pihak ketiga
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
7

2) Biaya bunga
3) Biaya operasional
Variabel output yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Pendapatan bunga
2) Pendapatan Operasional lainnya
3) Total kredit
Variable-variabel di atas mirip dengan studi yang digunakan Barr et al., (2002) dan
Yudistrira (2003).

Data Envelopment Analysis (DEA)


Data Envelopment Analysis atau biasa disebut dengan DEA diperkenalkan oleh
Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978. Menurut Cooper et al., (2007) tehnik DEA
adalah sebuah tehnik pemrograman matematika yang mampu menangani variabel
berjumlah besar dan hal tersebut menghilangkan syarat-syarat yang sering ditemui ketika
seseorang terbatas untuk memilih hanya sedikit input dan output karena jika tidak
demikian maka teknik yang dipakai akan menimbulkan kesulitan. Hal inilah yang
terkadang sulit diatasi oleh metode pengukuran pendekatan efisiensi lainnya DEA biasa
digunakan untuk mengukur kinerja suatu organisasi dengan cara membandingkan antara
penggunaan input dengan output yang dihasilkan oleh organisasi satu dengan organisasi
yang lainnya. Hasil DEA tersebut dapat digunakan organisasi untuk menentukan
keputusan perusahaan.
Inti DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan untuk setiap input dan
output dari suatu organisasi (DMU). DEA berasumsi bahwa setiap DMU akan memiliki
bobot yang memaksimalkan rasio efisiensinya (maximum total weighted output/total weighted
input) dan bobot tersebut bernilai positif. DMU akan menetapkan bobot yang tinggi untuk
input yang penggunaannya sedikit dan untuk output yang dapat diproduksi lebih banyak.
Dalam hal ini, bobot akan ditentukan secara otomatis oleh software DEA. Bobot-bobot
tersebut bukan merupakan nilai ekonomis input dan outputnya, melainkan sebagai penentu
untuk memaksimumkan efisiensi suatu DMU. Sebagai gambaran, Jika suatu DMU
merupakan perusahaan yang berorientasi pada keuntungan (profit-maximizing firm), dan
setiap input dan outputnya memiliki biaya per unit serta harga jual per unit, maka
perusahaan tersebut akan berusaha menggunakan sesedikit mungkin input yang biaya per
unitnya termahal dan berusaha memproduksi sebanyak mungkin output yang harga
jualnya tertinggi. Bobot efisiensi yang diperoleh organisasi yang efisien akan dijadikan
referensi oleh wilayah lain yang inefisien (benchmark/reference set).
Efisiensi diukur sebagai berikut (Handoyo, 2008):

Keterangan:
yis = jumlah output r yang diproduksi oleh DMU s
μi = bobot untuk output i yang dihasilkan oleh DMU s
xjs = jumlah input j yang digunakan oleh DMU s
νj = bobot untuk input j yang diberikan oleh DMU s
i = 1, 2 , ..., m.
j = 1, 2, ..., n.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
8

dengan batasan atau kendala bahwa tidak ada DMU lain yang akan memiliki efisiensi lebih
besar dari 1 atau 100%.
Model DEA digunakan sebagai perangkat untuk mengukur kinerja setidaknya
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan model lain. Menurut Cooper et al. (2007)
keunggulan tersebut adalah:
a. Dapat mengukur banyak variabel input dan variabel output. Menurut Handoyo (2008)
DEA berasumsi bahwa setiap DMU menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk
menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula. Hal ini untuk mengatasi
kekurangan yang dimiliki oleh analisis rasio yang hanya mampu memberikan informasi
bahwa DMU memiliki kemampuan untuk mengkonversi satu jenis input ke satu jenis
output tertentu serta analisis regresi berganda yang menggabungkan banyak output
menjadi satu sedangkan penggabungan tersebut tidak mungkin dilakukan.
b. Mampu mengidentifikasi sumber dan jumlah inefisiensi dalam tiap-tiap input dan
output untuk tiap-tiap organisasi (DMU).
c. Mampu mengidentifikasi DMU mana yang bisa dijadikan benchmark oleh DMU lain
yang inefisien.

Namun, di samping mempunyai keunggulan, DEA juga mempunyai keterbatasan


(Herlita, 2009) yakni:
a. Bersifat sample specific yaitu hanya berlaku pada kelompok obyek penelitian yang
diperbandingkan saja. Jadi misalnya bila di dalam perhitungan tingkat efisiensi
beberapa DMU dahulunya berstatus efisien, bisa saja nantinya akan berubah menjadi
tidak efisien, begitu pula sebaliknya apabila DMU dahulunya berstatus tidak efisien,
bisa saja nantinya akan berubah menjadi efisien. Perubahan ini dapat terjadi apabila
dalam kelompok DMU yang diperbandingkan terdapat DMU-DMU baru yang jauh
lebih efisien secara relatif.
b. Merupakan extreme point technique, di mana DEA mensyaratkan semua input dan output
harus spesifik dan dapat diukur (sama dengan persyaratan analisis rasio dan analisis
regresi). Kesalahan dalam memasukkan input dan output akan mengakibatkan
informasi hasil pengukuran menjadi salah. Misalnya, suatu DMU sebetulnya tidak
efisien menjadi tampak efisien atau sebaliknya. Oleh karena itu, spesifikasi input dan
output yang akan diukur dengan tehnik DEA harus disusun secara benar.
c. DEA hamya mengukur efisiensi relatif dari UPK dan bukan efisiensi absolut.
d. Jika metode ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif dengan jumlah
sampel yang kecil, maka metode ini sangat sensitif terhadap perbedaan antara jumlah
DMU yang diteliti dan jumlah variabel input dan output yang diperhitungkan.
e. Tidak memasukkan random error; konsekuensinya, pendekatan DEA tidak dapat
memperhitungkan faktor-faktor seperti perbedaan harga antar daerah, perbedaan
peraturan, perilaku baik buruknya data, observasi yang ekstrim, dan lain sebagainya
sebagai faktor-faktor inefisiensi.
f. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.

Model dalam Pendekatan DEA


Ada dua model yang digunakan dalam pendekatan DEA, yaitu model CRS (1978)
dan VRS (1984). Berikut adalah penjelasan dari kedua model tersebut:
a. Constant Returns to Scale (CRS)
Model Constant Return to Scale dikembangkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes
(oleh karena itu, model CRS dapat juga disebut dengan model CCR) pada tahun 1978. dan
Yumanita dan Ascarya (2005) menyatakan “Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara
penambahan input dan output adalah sama (constant returns to scale)”. Artinya, jika ada
tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
9

yang digunakan dalam model ini adalah setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan
(DMU) beroperasi pada skala optimal. Rumus constant returns to scale dapat dituliskan
sebagai berikut (Handoyo, 2008):

b. Variable Returns to Scale (VRS)


Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, Rhodes (karenanya dapat juga
disebut dengan model BCC) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model
CRS. Model ini berasumsi bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama
(variable returns to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan
output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil (decreasing returns to scale) atau lebih besar
dari x kali (increasing returns to scale). Rumus Variable Return to Scale (VRS) dapat dituliskan
dengan program matematika seperti berikut (Handoyo, 2008):

Konstanta μo bertanda bebas, yakni dapat bernilai positif ataupun negatif (Cooper et
al., 2007). Konstanta μo dalam rumus VRS di atas menyebabkan penambahan input sebesar x
kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali pula melainkan dapat lebih
kecil atau lebih besar dari x kali. Adapun μo dapat bernilai positif apabila output mengalami
peningkatan (increasing), namun apabila negatif maka output mengalami penurunan
(decreasing).

Penelitian ini akan menggunakan model VRS untuk melihat tingkat efisiensi Bank,
karena menurut Sufian dan Noor (2009) ”The variable returns to scale technique therefore forms a
convex hull which envelops the data more tightly than the CRS, and thus provides efficiency scores
that are greater than or equal to those obtained from the CRS model”. Ascarya dan Yumanita
(2005) selanjutnya menyatakan bahwa pemakaian model VRS dapat memungkinkan orang
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
10

mengetahui tingkat efisiensi sebenarnya tanpa dibatasi kendala apapun karena model ini
beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal.

Penelitian Terdahulu
1. Disusun oleh Yumanita dan Ascarya pada Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan
(2005). Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pertumbuhan perbankan syariah
dari sisi kualitas dilihat dari sisi efisiensi perusahaannya. Penelitian ini menggunakan tiga
pendekatan sekaligus (pendekatan produksi, intermediasi, dan aset) untuk melihat kinerja
bank secara keseluruhan. Pada pendekatan operasional, variabel input yang digunakan
adalah biaya bunga, biaya personalia dan biaya operasional untuk menghasilkan variabel
outputnya yaitu pendapatan bunga dan pendapatan operasional lainnya. Untuk pendekatan
intermediasi, variabel yang dipilih sebagai input adalah biaya tenaga kerja, aktiva tetap dan
dana pihak ketiga dalam rangka menghasilkan variabel outputnya yaitu pinjaman yang
diberikan, pendapatan lain-lain dan aktiva lancar. Pendekatan terakhir yang digunakan
adalah pendekatan aset. Pada pendekatan ini, Ascarya dan Yumanita menggunakan
variabel input harga dana, harga tenaga kerja, dan harga modal fisik yang bertujuan untuk
menghasilkan variabel output kredit dan surat berharga.
Persamaan dari penelitian Ascarya dan Yumanita menggunakan alat analisis DEA
sebagai alat pengukur efisiensinya. Bank yang dianalisis dalam penelitian ini adalah semua
perbankan syariah di Indonesia, baik bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah
(UUS) yang merupakan bagian dari bank umum konvensional (BUK). Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan bank (neraca maupun
rugi laba) periode 2000 – 2004. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar bank syariah yang
diobservasi relatif efisien dari segi intermediasi dan operasional, tetapi tidak begitu efisien
dari segi aset. Secara umum efisiensi bank syariah mengalami penurunan dari 2003 ke 2004
karena pada saat itu bank syariah cukup agresif dalam berekspansi membuka kantor-kantor
baru.
Persamaan peneliti terdahulu dengan peneliti saat ini sama-sama menggunakan alat
analisis DEA sebagai alat pengukur efisiensi. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai
berikut :
1) Obyek yang diteliti oleh peneliti terdahulu adalah perbankan syariah, sedangkan
peneliti saat ini meneliti perbankan milik pemetintah.
2) Peneliti terdahulu menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi,
intermediasi, dan aset sedangkan penelitian saat ini hanya menggunakan
pendekatan intermediasi saja.

2. Disusun oleh Hadad et al. pada Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan (2003).
Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia: Penggunaan
Metode NonParametrik Data Envelopment Analysis (DEA)”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan asset dalam melihat tingkat efisiensi
perbankan nasional dengan kurun waktu 1998- 2003. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kelompok bank swasta nasional non devisa dapat dikatakan merupakan yang paling
efisien selama 3 tahun (2001- 2003) dalam kurun analisis 8 tahun (1996-2003) dibanding
bank-bank lainnya. Bank asing campuran sempat menjadi yang paling efisien di tahun 1997,
sedangkan bank swasta nasional devisa di tahun 1998 dan 1999.
Persamaan dari penelitian Hadad et al. dengan penelitian saat ini adalah sama-sama
menggunakan alat analisis DEA sebagai alat pengukur efisiensinya, sedangkan
perbedaannya terletak pada pendekatan yang dipakai. Peneliti terdahulu menggunakan
pendekatan aset sedangkan peneliti saat ini menggunakan pendekatan intermediasi.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
11

3. Disusun oleh Akbar pada ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan (2010). Penelitian ini
berjudul adalah “Analisis Efisiensi Baitul Mal wat Tamwil dengan menggunakan Data
Envelopment Analysis (DEA) (Studi pada BMT Bina Ummat Sejahtera di Jawa Tengah
pada Tahun 2009)”.
Dengan metode data envelopment analysis (DEA) yang memakai asumsi variabel
returns to scale (VRS), penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi dengan
maksimalisasi output (output oriented) sebagai fungsi obyektifnya. Variabel input yang
digunakan terdiri dari jumlah simpanan dan beban operasional. Di sisi lain, digunakan pula
variabel output yang terdiri dari pendapatan operasional lain, pembiayaan dan kas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 42 cabang, hanya ada 5 kantor cabang yang efisien
secara relatif yaitu Cabang Blora, Cabang Purwodadi, Cabang Tawangharjo, Cabang
Nambuhan dan Cabang Kendal sedangkan 26 kantor cabang lain mengalami inefisiensi.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah sama-sama
menggunakan DEA dan memakai asumsi variabel returns to scale (VRS) sebagai alat
pengukur efisiensi. Sedangkan pembeda antara peneliti terdahulu dan peneliti saat ini
terletak pada objek serta penentuan input dan output.

Rangka Pemikiran
Secara keseluruhan rangkuman dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kinerja
Bank

Efisiensi
Output:
Input:
a. Kredit (loans)
a. Dana Pihak Ketiga Intermedias
b. Pendapatan Bunga
b. Biaya Bunga isi
c. Biaya Operasional c. Pendapatan
Data Operasional lainnya
Envelopment
Analysis
(DEA)

Nilai
Efisiensi
Gambar 1
Kerangka Berpikir Penelitian Efisiensi Bank Milik Pemerintah yang Terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia (BEI)

Pada gambar 1, kerangka berpikir penelitian dalam skripsi ini adalah kinerja Bank
dilihat dari efisiensi operasionalnya, dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi. Variable yang digunakan terdiri dari variable input, yaitu biaya tenaga kerja,
modal dan pembayaran bungan pada deposito atau tabungan serta pinjaman kredit (loans)
dan investasi keuangan (financial investment) sebagai variabel outputnya. Penelitian ini
menggunakan DEA sebagai alat pengukur efisiensi untuk melihat seberapa besar nilai
efisiensi yang sudah dihasilkan bank, serta untuk melihat bank milik pemerintah yang mana
yang bekerja paling efisien dibandingkan satu sama lain.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
12

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:
H0 : Seluruh Bank BUMN (Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN) efisien.
H1 : Terdapat perbedaan tingkat efisiensi antara Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Kausal Komparatif (Casual-Comparative
Research). Penelitian kasual komparatif merupakan tipe penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan demikian dapat menjelaskan
kedudukan variabel-variabel yang diteliti, serta hubungan antara satu variabel dengan
variabel lain (Sugiyono, 2007). Dengan pendekatan kuantitatif penelitian ini
menitikberatkan pada pengujian hipotesis, data yang digunakan harus terukur, dan akan
menghasilkan kesimpulan yang dapat digeneralisasikan.

Gambaran Populasi Penelitian


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneiliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian
ini adalah Bank-Bank Milik Pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari
tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. Setelah ditentukan populasinya maka selanjutnya
ditentukan sampel penelitian.

Teknik Pengambilan Sampel


Sampel penelitian adalah semua anggota dari suatu populasi yang akan dijadikan
subjek penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling dimana pengambilan sampel dilakukan secara tidak acak. Sampel
terpilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh bank umum milik pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dengan kriteria bahwa bank-bank umum milik pemerintah yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode tahun 2008 s/d 2011 dan mempunyai laporan keuangan tahun
2008 sampai 2011.
Dari proses seleksi tersebut diperoleh empat bank yang sesuai dengan kriteria di
atas, yaitu:
1. PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
2. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
3. PT. Bank Raykat Indonesia (Persero) Tbk.
4. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
diperoleh dari laporan keuangan bank yang dipublikasikan untuk periode 2008-2011 oleh
bank yang menjadi sampel penelitian. Data-data tersebut diperoleh dari laporan publikasi
yang dihimpun oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Teknik Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi beberapa
cara, yaitu:
1. Dokumentasi
Data yang diperoleh dari objek penelitian dikumpulkan dengan menggunakan
teknik dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari, mengklasifikasikan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
13

dan menggunakan data sekunder yang berupa catatan-catatan, laporan-laporan khususnya


laporan keuangan yang berhubungan dengan penelitian.
2. Kepustakaan
Kegiatan yang dilakukan dalam kepustakaan ini adalah melakukan kajian pada
sumber bacaan dan berbagai penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini untuk
mengetahui kaitan antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya.

Variabel dan Definisi Operasional Variabel


Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi. Spesifikasi variabel input dan
output yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada definisi pendekatan
intermediasi yang ditawarkan oleh Barr et al. (2002) dan Yudistrira (2003) yaitu:
a. Efisiensi
Adalah pengelolaan hubungan input dan output yaitu bagaimana mengelola faktor-
faktor produksi (input) sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil (output) yang
optimal (Farrell dalam Sufian & Noor, 2009).
b. Variabel Input:
1) Dana Pihak Ketiga
Dana yang berasal dari simpanan masyarakat baik dalam bentuk tabungan, deposito
maupun giro, tidak termasuk simpanan dari bank lain (Yudistrira,2003).
2) Biaya Operasional
Biaya atau pengorbanan yang telah atau yang akan dikeluarkan perusahaan guna
melakukan kegiatan usaha. Seperti biaya bunga, biaya valuta asing, biaya overhead, biaya
pegawai, biaya kegiatan kantor, biaya penyusutan yang terdapat pada laporan laba-rugi
bank sampai dengan ahir tahun dari suatu bank.
3) Biaya Bunga
Pembayaran bunga yang dilakukan oleh perbankan nasabah atau penanam modal,
baik dari bunga tabungan, deposito, SBI maupun obligasi.

c. Variabel Output:
1) Kredit (loan)
Merupakan semua realisasi kredit yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga
bukan bank, baik dalam negeri maupun luar negeri.
2) Pendapatan Bunga
Pendapatan Bunga merupakan pendapatan pokok bank yang diperoleh dari bunga
kredit yang dikelola maupun penempatan giro, deposito, obligasi, atau surat berharga
lainnya dan terdapat pada laporan laba-rugi.
3) Pendapatan Operasional Lainnya
Merupakan pendapatan langsung dari kegiatan usaha bank seperti keuntungan dari
penjualan obligasi, keuntungan dari penjualan efek dan perubahan nilai efek-efek, dan
sebagainya.

Teknik Analisis Data


Penelitian ini menggunakan tehnik analisis Data Envelopment Analysis. Langkah-
langkah pengolahannya adalah sebagai berikut:
1. Menentukan variabel input dan output untuk diperhitungkan dalam proses analisis.
2. Mengolah data yang ada dengan Data Envelopment Analysis menggunakan software
MaxDEA. Pada proses pengolahan ini terdapat dua tahapan. Yaitu Step1 : Prepare Data,
Pada tahap ini semua data (DMU, input, dan output) ditentukan dan dikemas ke dalam
bentuk tabel yang kemudian akan diproses pada tahap berikutnya. Step2 : Run Model,
Tahap pertama dari step2, data yang telah disiapkan pada tahap sebelumnya diproses
sesuai dengan metode dan pendekatan yang sudah ditentukan sebelumnya (model
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
14

Variable Returns to Scale atau yang dikenal dengan BCC dan dengan pendekatan
output-oriented ). Kemudian, tahap terakhir dari step2, hasil pemrosesan akan
ditampilkan dalam bentuk result table.
3. Menginterpretasikan hasil olahan data yang dihasilkan DEA. Pada tahap ini akan
dijelaskan hasil dari pengolahan data dengan menggunakan alat data envelopment
analysis. Tahap ini akan menguraikan DMU mana yang efisien dan yang inefisiensi serta
cara perbaikan efisiensi dengan melihat multiplier dan nilai target yang dihasilkan oleh
DMU yang dijadikan acuan.

Alat Uji Hipotesis


Pengujuan hipotesis dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan pada hasil (score)
pengolahan data menggunakan Software MaxDEA. Analisis ini akan menguji tingkat
efisiensi berdasarkan input dan output yang telah ditentukan sebelumnya, dalam hal ini
adalah efisisensi perbankan berdasarkan metode DEA. Perumusan secara matematis
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0: µ MANDIRI = µ BNI = µ BRI = µ BTN = 1.00


H1: µ MANDIRI ≠ µ BNI ≠ µ BRI ≠ µ BTN ≠ 1.00

Keterangan:
µ = Score efisiensi DEA untuk setiap sampel (Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN). H1
ditolak dan Ho diterima jika semua sampel memiliki nilai (score) efisiensi 1.00, begitu juga
sebaliknya H1 diterima dan H0 ditolak jika terdapat perbedaan nilai pada masing-masing
sampel, atau dengan kata lain terdapat satu atau lebih sampel yang memiliki nilai efisiensi <
1.00 atau tidak efisien.

HASIL PENELITIAN
Pengukuran kinerja Bank Milik Negara yang terdaftar di BEI ini memakai nilai
efisiensi yang dianalisis dengan menggunakan alat data envelopment analysis atau DEA
dengan menggunakan model variable returns to scale. Analisis DEA dimulai dengan
menentukan variable keputusan berupa input dan output yang akan dihitung nilai
efisiensinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi dalam pengukuran
efisiensi. Pemilihan variabel mengacu pada definisi pendekatan intermediasi yang
dikemukakan oleh Barr et al. (2002) dan Yudistrira (2003), yaitu dana pihak ketiga, biaya
bunga dan biaya operasional sebagai input. Serta kredit (loans), pendapatan bunga, dan
pendapatan operasional lainnya sebagai output. Pada software tersebut akan ditampilkan
pada Table of Result Envelopment Mode, untuk menjukkan DMU mana yang inefisien, dan
untuk menunjukkan DMU mana yang bisa dijadikan acuan apabila ada DMU yang tidak
efisien dan cara perbaikan efisiensi dengan melihat multiplier dari DMU acuan.
Suatu bank dikatakan efisien apabila memiliki nilai efisiensi (ε) = 1 atau 100% yang
artinya bank tersebut sudah tidak lagi melakukan pemborosan dalam penggunaan input-
inputnya dan atau sudah mampu memanfaatkan secara optimal input yang dimiliki untuk
menghasilkan output yang maksimal sehingga dapat menjadi rujukan bagi bank yang
belum efisien. Sebaliknya, suatu bank dikatakan tidak efisien apabila nilai efisiensinya
berada di antara 0 ≤ ε < 1 atau kurang dari 100% ; artinya bank ini masih melakukan
tindakan pemborosan dalam penggunaan unit-unit inputnya. bank yang mempunyai
tingkat efisiensi kurang dari 100% dapat meningkatkan efisiensi dengan
mengimplementasikan hasil benchmarking pada bank yang efisien.
Berikut adalah hasil pengolahan data terhadap bank umum milik pemerintah yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2011 dengan menggunakan metode
data envelopment analysis (DEA). Hasil pengolahan data ini menunjukkan nilai efisiensi serta
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
15

bank mana yang dapat dijadikan acuan terhadap bank yang tidak efisien yang diperlihatkan
pada tabel di bawah ini:
Tabel 3
Table Result of Envelopment Mode
Nilai Efisiensi 4 Bank Milik Pemerintah pada tahun 2009 Sampai dengan 2011
Menggunakan Perhitungan DEA asumsi VRS
SCORE
NO BANK KINERJA
2008 2009 2010 2011
1 BNI 1.00 1.00 1.00 1.00 Tetap
2 BRI 1.00 1.00 1.00 1.00 Tetap
3 BTN 1.00 1.00 1.00 1.00 Tetap
4 MANDIRI 1.00 1.00 1.00 1.00 Tetap
Rata-rata 1.00 1.00 1.00 1.00 Tetap
Sumber: Laporan Keuangan 4 bank Tahun 2008 - 2011 diolah dengan DEA.
Hasil proses perhitungan dapat diperiksa di lampiran.

Pada table di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan Bank Milik Pemerintah
dari tahun 2009 sampai dengan 2011 memiliki score efisiensi 1 (100%), hal ini berarti
keempat Bank Milik Pemerintah tersebut meliliki tingkat nilai efisiensi relatif 100% secara
konstan selama empat tahun. Dengan kata lain keempat Bank tersebut memiliki kinerja yg
efisien selama empat tahun (2008-2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan
H1 ditolak, karena terdapat kesamaan nilai efisiensi relatif dari tiap-tiap DMU selama 2008-
2011.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil
simpulan bahwa seluruh Bank umum milik pemerintah (Persero) pada periode 2008-2011
memiliki nilai efisiensi relatif sempurna. Dengan kata lain, semua bank milik pemerintah
telah bekerja secara efisien selama empat tahun berturut-turut (2008-2011).
Pada tahun 2008 dan 2009, peningkatan nilai variabel input yang berbanding lurus
dengan output menjadi faktor utama pencapaian efisiensi pada bank-bank milik pemerintah.
Tahun 2010, efisiensi dapat dicapai meskipun dana pihak ketiga dan biaya bunga (sebagai
variavel input) menurun hingga 30%. Efisiensi dapat dicapai karena DMU mampu
meningkatkan jumlah nilai pinjaman beserta pendapatan bunga dan pendapatan
operasional hingga 80%. Ini menunjukkan bahwa bank telah bekerja sangat efisien karena
dengan jumlah input yang terbatas, bank milik pemetintah mampu menghasilkan output yg
maksimum. Pada tahun 2011, efisiensi dicapai bank-bank milik pemetintah dengan
menghasilkan output hingga 30%.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa semakin besar skala Bank akan semakin
efisien. Selain itu, keempat bank milik pemerintah itu juga berhasil malaksanakan perannya
sebagai lembaga intermediasi dengan baik karena dapat menyalurkan lebih dari 50% dari
dana simpanan pihak ketiga kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (loans).

Saran
Salah satu tujuan penelitian ini adalah memberi pemahaman dan penerapan metode
DEA sebagai alat alternatif untuk menilai efisiensi relative lembaga keuangan khususnya
BMT. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, maka saran yang dapat diajukan
dalam penelitian ini adalah:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
16

1. Bagi pengelola Bank milik pemetintah (persero), dalam rangka menpertahankan prestasi
yang telah dicapai hendaknya Bank mempertahankan dan meningkatkan kualitas
kinerja agar Bank persero dapat menjadi acuan bagi seluruh bank umum di Indonesia.
2. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat menggunakan data dengan periode yang lebih lama
dan akurat. Pemilihan input dan output harus dapat mencerminkan kinerja sebuah
perusahaan sehingga hasil perhitungan lebih obyektif dan mencerminkan kondisi yuang
mendekati riil.
3. Selanjutnya penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dalam mengukur efisiensi
Bank umum konvensional maupun syariah di Indonesia ataupun di ruang lingkup yang
lebih besar lagi dengan variabel yang lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin dan Cabana. 2007. Frontier Approaches to Production Efficiensy of Commercial


Banks in Indonesia. Manajemen Usahawan Indonesia. No.06.
Akbar, R. A. 2010. Analisis Efisiensi Baitul Mal wa Tamwil dengan Menggunakan Data
Envelopment Analysis (DEA) (Studi pada BMT Bina Ummat Sejahtera di Jawa Tengah pada
Tahun 2009). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Barr, R., K. Killgo, F. Siems and S. Zimmel. 2002. Evaluating the Productive Efficiency and
Performance of U.S. Commercial Banks. Managerial Finance vol.2 no.8.
Berger, N. A. dan D. B. Humphrey. 1997. Efficiency of Financial Institutions. Wharton School
working paper.
Charnes, A., W. W. Cooper, dan E. Rhodes. 1978. Measuring the Efficiency of Decision
Making Units. European Journal of Operation Research, Vol. 2:429-444.
Chu-Fen, L. 2007. Problem in Bank Branch Ineficiency: Management, Scale and Location.
Asian Journal of Management and Humanity Sciences. Vol 1, No 4, hal. 523-538.
Coelli, Tim., D. S. P. Rao, and G. E. Battese. 1998. Production functions (Economic theory):
Industrial productivity. Boston: Kluwer Academic Publishers.
Cooper, W. W., L. M. Seiford, dan K. Tone. 2007. Data Envelopment Analysis: A Comprehensive
Text with Models, Applications, References and DEA-Solver Software. Edisi Kedua. Springer.
Hadad, M. D., W. Santoso, D. Ilyas, dan E. Mardanugraha. 2003. Analisis Efisiensi Industri
Perbankan Indonesia: Penggunaan Metode non-Parametrik, Data Envelopment Analysis.
Working paper Bank Indonesia.
Handoyo, R. D. 2008. Modul In House Training Mahasiswa Data Envelopment Analysis.
Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya.
Herlita, D. 2009. Penerapan Data Envelopment Analysis (DEA) Sebagai Alat Alternatif Untuk
Menilai Efsiensi dan Profitabilitas Bank-Bank Umum di Indonesia. Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya.
Kurnia, A. S. 2004. Mengukur Efisiensi Intermediasi Sebelas Bank Terbesar Indonesia
Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Bisnis Strategi Vol.
13/Desember/2004. Hal. 126-140.
Kusmargiani, I. S. 2006. Analisis Efisiensi Operasional dan Efisiensi Profitabilitas pada Bank yang
Merger dan Akuisisi di Indonesia (Studi pada Bank setelah Rekapitulasi dan Restrukturisasi
Tahun 1999 – 2002). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Muharam, H dan R. Purvitasari. 2007. Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah dengan
Metode Data Envelopment Analysis (periode tahun 2005). Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam, Vol.2, No.3.
Sufian, F., dan M. A. Noor. 2009. The Determinants of Islamic Bank’s Efficiency Change:
Empirical Evidence from The MENA and Asian Banking Sectors. International Journal of
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 2 No. 8 (2013)
17

Islamic and Middle Eastern Finance and Management. Vol. 2 No. 2, pp.120-138. Emerald
Group Publishing.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Omar, M. A., A. R. A. Rahman, R. M. Yusuf, M. S. A. Majid, dan M. E. S. M. Rasid. 2006.
Efficiency of Commercial Banks in Malaysia. Asian. Academy of Management Journal of
Accounting and Finance (AMJAF). Vol. 2, No. 2, hal. 19-42.
Prihatiningtyas, L., 2012, Remunerasi Eksekutif BUMN Perbankan: Pay for Performance,
Jurnal Riset & lnformasi Kementrian BUMN Edisi III Mei 2012.
Worthington, A. C. 2004. Frontier Efficiency Measurement in Health: A Review of Empirical
Techniques and Selected Applicants. Medical Research and Review, Vol. 61, No. 2, hal. 1 –
36.
Yudistira, D. 2003. Efficiency in Islamic Banking; an Empirical Analysis of 18 Banks.
European Journal of Operation Research, 46, 282-94.
Yumanita, D., dan Ascarya. 2005. Analisis Efisiensi Perbankan di Indonesia. Working Paper.
WP/01/PPSK/05. Bank Indonesia.

You might also like