Professional Documents
Culture Documents
Sedangkan pengertian penyusutan menurut pajak tercantum dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 11 UU PPh. Sedangkan penyusutan menurut pajak
merupakan metode alokasi biaya atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus
hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Menurut akuntansi yang merujuk pada PSAK, sebuah harta/aktiva dapat disusutkan
apabila memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut adalah :
a. aktiva tersebut diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
akuntansi;
c. ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok
barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
Sedangkan menurut Pasal 11 UU PPh harta yang dapat disusutkan adalah harta
berwujud yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, kecuali pengeluaran-
pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik termasuk tanah berstatus hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan,
kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk
memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena
Yang dimaksud dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali adalah perolehan tanah berstatus hak
guna bangunan, hak guna usaha, atau hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-
hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya. Sedangkan biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan
selama jangka waktu hak-hak tersebut. Dengan demikian menurut pajak harta yang
dapat disusutkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. harta berwujud yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memeliharan penghasilan;
dan
b. mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
PPh tidak menggunakan istilah “Aktiva Tetap” tetapi menggunakan istilah “Harta
berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun”, untuk harta yang dilakukan
penyusutan. Jadi, pengertian harta yang dapat disusutkan menurut PPh lebih luas
dibandingkan dengan akuntansi komersial, namun dalam prakteknya sama yaitu Aktiva
Tetap.
a. Tanah, kecuali nilainya berkurang dalam pemakaian, hal ini terdapat persamaan
antara PPh dengan Akuntansi.
b. Harta berwujud yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut pph tidak
dapat disusutkan adalah :
Kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang pegawai tertentu, termasuk yang ada
di daerah terpencil (mulai 18 April 2002 berdasarkan KEP-220/PJ./2002 kendaraan ini boleh
disusutkan dengan dasar penyusutan 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan besar)
Rumah perusahaan yang terletak bukan di daerah terpencil, yang ditempati pegawai yang
tidak diberikan tunjangan perumahan.
Metode Penyusutan Aktiva Tetap
Metode penyusutan yang biasa dipakai dalam akuntansi komersial dikelompokkan ke dalam tiga
jenis yaitu:
PSAK 17 tidak mengatur bahwa penyusutan secara akuntansi harus menggunakan suatu metode
tertentu. Yang diatur dalam PSAK 17 adalah bahwa penyusutan harus secara sistematis dan
reasonable selama masa manfaat aktiva. Juga, metode penyusutan harus konsisten kecuali ada
perubahan kondisi.
Sedangkan metode penyusutan yang dibolehkan secara fiskal menurut Pasal 11 UU PPh adalah:
a. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta
tersebut (metode garis lurus atau “straight-line method’);
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 tahun,
penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp 5.000.000,00 (Rp 100.000.000,00 : 20).
b. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa
buku (metode saldo menurun atau“declining balance method’). jika Wajib Pajak memilih
menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan
sekaligus.
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000 dengan harga perolehan
sebesar Rp 150.000.000,00. Masa manfaat dari mesin 4 (empat) tahun. Tarif penyusutan
misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai
berikut :
Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta
berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo
menurun. Sesuai dengan pembukuan WP, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis
dapat disusutkan dalam satu kelompok.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (6) UU PPh untuk menghitung penyusutan, masa manfaat
dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut :
Tarif Penyusutan
1. Bukan bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25 % 50 %
Kelompok 4 20 tahun 5 % 10 %
1. Bangunan
Permanen 20 tahun 5 % –
Untuk rnemberikan kepastian hukum bagi WP dalam melakukan penyusutan atas pengeluaran
harta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa manfaat harta dan tarif penyusutan baik
menurut metode garis lurus maupun saldo menurun.
Bangunan tidak permanen didefinisikan sebagai bangunan yang bersifat sementara dan terbuat
dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa
manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari
kayu untuk karyawan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (3) UU PPh ditegaskan bahwa penyusutan dimulai pada
bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Namun, dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada
bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Yang dimaksud dengan mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai
berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Sebelum 1 Januari 2001, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1994 penyusutan dimulai pada tahun
dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut. Jadi, perubahan secara
prinsipil telah dilakukan oleh UU Nomor 17 tahun 2000 berkaitan dengan saat dimulainya
penyusutan dari tahun pengeluaran menjadi bulan pengeluaran.
Perubahan saat mulainya penyusutan menjadi bulanan ini memiliki tendensi memperkecil
perbedaan (selisih) yang timbul dari penyusutan secara komersial (akuntansi). Meskipun
demikian, masih tetap dimungkinkan perbedaan yang antara lain disebabkan beberapa faktor
sebagai berikut :
1. penyusutan komersial dapat saja menggunakan acuan hari dan tidak menggunakan acuan
bulan dalam menghitung penyusutan;
2. b. pengelompokan aktiva tetap dan penggunaan tarif penyusutan untuk pajak masih tunduk
pada ketentuan Pasal 11 ayat (6) UU PPh jo. KMK No. 520/KMK.04/2000 sehingga secara
komersial masih tetap berbeda.
Cara Perhitungan Penyusutan
Contoh 1
pada tanggal 30 Juni 1995 dibeli kendaraan Rp. 50.000.000,- aktiva ini menurut pajak termasuk
dalam kelompok I. Perusahaan memilih metode saldo menurun dalam menghitung beban
penyusutan. Maka perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :
Daftar Penyusutan
1995 – – 50.000.000
Contoh 2
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2001 dengan harga perolehan sebesar
Rp 100.000.000,00. Masa manfaat dari mesin tersebut menurut fiskal adalah 4 (empat) tahun.
Kalau Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun maka tarif penyusutannya adalah 50%
(lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut:
Nilai Sisa
Tahun Tarif Penyusutan Buku Harga Perolehan
Contoh 3
PT X yang bergerak di bidang pertekstilan membeli mesin yang termasuk dalam Kelompok I
pada bulan Nopember 2001 seharga Rp 120.000.000. Perusahaan memilih metode saldo
menurun untuk penyusutannya, maka perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :
Penyusutan Komputer
Sebelum bulan April 2002, aktiva tetap berupa komputer, printer, scanner, dan sejenisnya
termasuk dalam aktiva berwujud kelompok 2 yang harus disusutkan secara fiskal selama 8 tahun.
Namun setelah terbitnya KMK No. 138/KMK.02/2002 tanggal 18 April 2002, aktiva berwujud
berupa komputer dan sejenisnya dimasukkan (direklasifikasi) menjadi Kelompok 1 aktiva
berwujud yang harus disusutkan selama 4 tahun.
Masalah pembebanan biaya penyusutan fiskal untuk telepon selular (ponsel) dan mobil sedan
atau sejenisnya yang sering dipertanyakan oleh para Wajib Pajak terjawab sudah dengan
diterbitkannya KEP-220/PJ./2002. Dalam KEP tersebut antara lain diatur sebagai berikut :
Pembelian ponsel bagi pegawai untuk keperluan pekerjaan sebesar 50% dicatat sebagai
pembelian aktiva berwujud kelompok 1 dan dijadikan biaya melalui penyusutan. Sedangkan
biaya pulsa dan perbaikan ponsel 50%-nya dapat menjadi biaya perusahaan;
Pembelian maupun perbaikan besar atas sedan atau sejenisnya yang dimiliki atau digunakan
pegawai tertentu karena jabatannya dicatat 50%-nya sebagai pembelian aktiva tetap kelompok
2 dan dapat dibebankan sebagai biaya melalui penyusutan. Biaya perbaikan rutin atas sedan
atau sejenisnya yang dimiliki atau digunakan pegawai tertentu karena jabatannya dicatat 50%-
nya sebagai biaya.
Penyusutan Fiskal Terhadap Aktiva Tetap Yang Telah Direvaluasi
Penyusutan dilakukan dengan menggunakan tarif penyusutan berdasarkan masa manfaat aktiva
tersebut sesuai dengan kelompok aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU PPh, yang
dimulai pada tahun penilaian kembali aktiva tetap.
Meskipun aktiva tetap berwujud berupa bangunan dan atau peralatan dalam suatu periode
tertentu tidak dapat dioperasikan (menganggur), misalnya karena terjadi penurunan atau
penghentian produksi, kepada WP yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk menangguhkan
penyusutan aktiva tetapnya untuk sementara waktu. Sehubungan dengan masalah ini Dirjen
Pajak telah menerbitkan Surat Edaran No. SE-02/PJ.42/1999 yang menjelaskan hal-hal berikut
ini :
Penyusutan harus dilakukan dalam tahun fiskal dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk
harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya
pengerjaan harta tersebut.
WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada tahun harta tersebut mulai
menghasilkan atau berproduksi, dengan syarat telah memperoleh persetujuan tertulis dari
Dirjen Pajak. Perlu dicatat bahwa pengertian saat dimulainya produksi mungkin tidak sama
dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Penundaan penyusutan tidak diperbolehkan meskipun WP mengalami penurunan usaha atau
menghentikan produksi untuk sementara. Selama belum ditarik dari pemakaian atau tidak
dijual, maka penyusutan atas aktiva tersebut tetap harus dilakukan setiap tahun selama masa
manfaatnya.
Penarikan Harta/ Aktiva Tetap
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka
jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau
penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun
terjadinya penarikan harta tersebut sehingga Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena
pengalihan harta dikenakan pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta tersebut.
Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut,
yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan
tersebut dan atau penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya
penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa buku dari harta tersebut
dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan
pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar
kerugian dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut. Dalam hal penggantian asuransi
yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, WP dapat
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut
dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut.
Dalam hal pengalihan harta berwujud dalam rangka bantuan atau sumbangan, hibah, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, nilai sisa bukunya
tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan.
Catatan :
Untuk lebih jelasnya mengenai pembagian kelompok aktiva tetap berwujud menurut fiskal,
silakan anda simak lampiran KMK No. 138/KMK.02/2002 di lampiran modul ini.