You are on page 1of 10

Persona, Jurnal Psikologi Indonesia

Januari 2015, Vol. 4, No. 01, hal 51 - 60

Pengaruh Terapi Bermain FlashcardUntuk Meningkatkan Interaksi Sosial


Pada Anak Autis di Miracle Centre Surabaya

Dinar Rapmauli T Andik Matulessy


dinarmctambunan@yahoo.com andikmatulessy@untag-sby.ac.id
Fakultas Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya Surabaya

Abstract. This study aimed to determine the effect of play therapy flashcard to
increase social interaction of children with autism in the Miracle Centre Surabaya.
Characteristics of research subjects include autistic children aged 2-5 years. The
number of subjects of this study as many as six children, in addition to the
informant therapists / teachers. The results showed that obedience dimensional eye
contact before flashcard therapy has an overall average of 0.333 on average
increased to 0.75. Z value of -2.032 with a significant support of 0.042, these results
indicate significant. At dimensional mimicked the overall average value of 0.315
increased to 0.667. Z value of -1.363 with the support of 0.173 significance, the
results showed no significance. Receptive language dimension overall average
value of 0, 288 increased to 0.689. Z of -2.201 with the support of 0,028
significance, these results indicate significant. Dimensional expressive language
overall average value of 0.250 increased to 0.583. Z value of -1.841 to 0.066
signifinakansi support, these results indicate insignificant. From the results of this
study concluded that the play therapy flashcard effect to improve eye contact, and
receptive language skills but less perpengaruh on the ability of imitation (mimic)
and expressive language skills.
Keywords: flashcard play therapy, social interaction

Intisari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi bermain
flashcard untuk meningkatkan interaksi sosial anak autisme di Miracle Centre
Surabaya. Karakteristik subjek penelitian meliputi anak autisme berusia 2-5 tahun.
Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 6 anak, dengan tambahan informan
terapis/guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kepatuhan kontak mata
saat sebelum dilakukan terapi flashcard memiliki rata-rata keseluruhan sebesar
0,333 rata-rata tersebut meningkat menjadi 0,75. Nilai Z sebesar -2,032 dengan
dukungan signifikan 0,042, hasil tersebut menunjukkan signifikan. Pada dimensi
menirukan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 0,315 meningkat menjadi 0,667. Nilai
Z sebesar -1,363 dengan dukungan signifikansi 0,173, hasil tersebut menunjukkan
tidak signifikansi. Dimensi bahasa reseptif nilai rata-rata keseluruhan sebesar 0, 288
meningkat menjadi 0,689. Z sebesar -2,201 dengan dukungan signifikansi 0,028,
hasil tersebut menunjukkan signifikan. Dimensi bahasa ekspresif nilai rata-rata
keseluruhan sebesar 0,250 meningkat menjadi 0,583 . Nilai Z sebesar -1,841 dengan
dukungan signifinakansi 0,066, hasil tersebut menunjukkan tidak signifikan. Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi bermain flashcard berpengaruh
untuk meningkatkan kemampuan kontak mata, dan kemampuan bahasa reseptif
tetapi kurang perpengaruh pada kemampuan imitasi (menirukan) dan kemampuan
bahasa ekspresif.
Kata kunci : Terapi bermain flashcard, interaksi sosial

51
Dinar Rapmauli T dan Andik Matulessy

PENDAHULUAN 43%-88% memusatkan perhatian pada hal-hal


Manusia sebagai makhluk sosial harus yang ganjil, 37% memperlihatkan fenomena
dapat melakukan hubungan atau interaksi obsesif, 16% - 60% memperlihatkan ledakan-
dengan orang lain. Kehidupan bermasyarakat ledakan emosional atau ritualistik, 50% - 89%
menuntut seseorang saling berhubungan dan memusatkan kata-kata stereotipe, 68% - 74%
saling membutuhkan satu sama lain. memperlihatkan manerisme stereotip, 17% -
Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan 74% mengalami rasa takut yang tidak wajar,
suatu proses interaksi sosial. Tanpa adanya 9% - 44% memiliki gejolak perasaan depresif,
interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada agitatif, serta tidak wajar, 11% mengalami
kehidupan bersama. Seseorang akan dapat gangguan tidur, 24%-43% pernah melukai diri
melakukan proses sosial apabila dirinya sendiri dan 8% gemar menggerak-gerakkan
mampu berinteraksi dengan orang lain. Proses badan (Maulana, 2007).
sosial merupakan suatu interaksi atau hubungan Perilaku-perilaku yang menjadi
timbal balik antar manusia yang satu dengan keterbatasan bagi penyandang autisme tentunya
manusia yang lainnya. Namun hal tersebut harus diupayakan dan mendapatkan perhatian
tidak dimiliki oleh anak autis. Sutadi (dalam khusus, agar anak penyandang autisme dengan
Azwandi, 2005) menyatakan bahwa : “Autistik keterbatasannya tersebut tetap mampu
adalah gangguan perkembangan neurobiologis melakukan interaksi sosial. Dampak interaksi
berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk sosial yang mampu dilakukan oleh anak
berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) autisme akan membantu anak autisme
dengan orang lain, penyandang autisme tidak memenuhi kebutuhan dirinya secara otonom.
dapat berhubungan dengan orang lain secara Berdasarkan hasil survey awal
berarti, serta kemampuannya untuk menunjukkan bahwa di Surabaya terdapat
membangun hubungan dengan orang lain sebanyak 30 pusat terapi dan sekolah bagi anak
terganggu karena ketidak mampuannya autisme, masing-masing pusat terapi atau
membangun komunikasi dan mengerti perasaan sekolah memiliki siswa sebanyak 25 orang. Hal
orang lain. Interaksi sosial yang dapat ini menunjukan bahwa anak-anak di Surabaya
dilakukan oleh anak autisme mengalami yang terdeteksi menderita gangguan autisme
keterbatasan karena kemampuan yang dimiliki dan yang menjalani terapi sebanyak 375 orang
oleh anak autisme. (Hamidah, 2011). Jumlah sebanyak itu
Menurut (Kaplan, 1997) autisme (juga tentunya belum dapat dijadikan gambaran
dikenal sebagai autismeinfantile), merupakan bahwa seluruh anak autism mendapatkan terapi
gangguan yang dikenal dan ditandai oleh di pusat-pusat terapi yang telah memiliki
gangguan berlarut-larut pada interaksi sosial standart penanganan khusus. Anak autism
timbal balik, penyimpangan komunikasi, serta selain mendapatkan pendidikan dipusat terapi,
pola perilaku yang terbatas dan stereotipik. ada sebagaian dari anak autism yang hanya
Pengertian lain, diungkapkan oleh Tobing, menjalani terapi di rumah. Kondisi ini
(2001) autisme merupakan gangguan menggambarkan dua kemungkinan, pertama
perkembangan fungsi otak yang mencakup anak autism di terapi di pusat terapi dan
bidang sosial, komunikasi verbal (bahasa) dan mendapatkan penanganan terapi di rumah
nonverbal, serta imajinasi. Gejala-gejala yang melalui orang tua atau anak autism sama sekali
menyertai gangguan autisme adalah 64% tidak pernah mendapatkan terapi di pusat terapi
memiliki kemampuan pemusatan perhatian dan hanya menjalani terapi dirumah dengan
yang buruk, 36-48% menderita hiperaktivitas, orang tua.

52
Pengaruh Terapi Bermain Flash Card untuk Meningkatkan Interaksi Sosial pada Anak Autis di Miracle Center
Surabaya

Terapi untuk anak autism memiliki membantu orang lain untuk memahami seperti
berbagai model, terkadang dari berbagai model apa dunia mereka.
tersebut orang tua tidak sepenuhnya dapat Sudah sejak tahun 1938, sebenarnya dr.
menjalankan terapi tersebut secara mandiri di Leo Keanner (seorang dokter spesialis penyakit
rumah. Situasi yang kemudian membuat proses jiwa) melaporkan bahwa dia telah mendiagnosa
terapi tidak memberikan efektifitas yang dan mengobati pasien dengan sindroma
maksimal karena tidak terpelihara ketika di autisme yang dia sebut infantile autisme. Oleh
rumah. karena itu kemudian untuk menghormatinya
Berbagai terapi mungkin telah autisme juga disebut dengan sindroma keanner.
diterapkan diberbagai pusat terapi yang Dengan gejala tidak mampu bersosialisasi,
berbeda, namun yang banyak digunakan dan mengalami kesulitan menggunakan bahasa,
dianggap sebagai dasar dari pembentukan berperilaku berulang-ulang, serta bereaksi tidak
perilaku dan kontak sosial adalah terapi biasa terhadap rangsangan sekitar.
perilaku. Terapi ini memang nampak cukup Autisme adalah gangguan
memberikan hasil yang dapat dilihat dalam perkembangan kompleks yang gejalanya harus
waktu relatif singkat, sesuai dengan tingkatan sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun.
gangguan autisme yang dimilikinya. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi pada
Berdasarkan kebutuhan tersebut, maka aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi
penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh proses perkembangan anak. Akibat gangguan
terapi dengan model “bermain flashcard” ini sang anak tidak dapat secara otomatis
dalam membantu meningkatkan perilaku belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi
positif anak autisme serta meningkatkan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia
interaksi sosial anak autisme. Terapi tersebut seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri
dipilih sebagai terapi alternatif, mengingat (http://autisme.or.id) diakses 12 Nopember
terapi tersebut biayanya tidak mahal, dapat 2014). Autisme bukanlah gangguan mental, tapi
dilakukan dimana saja, tidak harus di kelas, dan gangguan perilaku dimana anak lebih tertarik
oleh siapa saja. Hal ini memungkinkan setiap pada aktivitas pikiran pada diri sendiri
orang tua atau keluarga yang memiliki anak (http://Psychology_Today). Diakses pada 3
dengan gangguan autisme dapat memberikan Nopember 2014). Autisme merupakan cara
terapi tersebut sepanjang waktu. berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan
personal atau oleh diri sendiri, menanggapi
Pengertian Autis dunia berdasarkan penglihatan dan harapan
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani sendiri, dan menolak realitas, keasyikan
yang terdiri dari dua kata yaitu “aut” ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”
yang berarti “diri sendiri” dan “ism” yang (http://www.autis.info/index.php) diakses
secara tidak langsung menyatakan, orientasi tanggal 4 Nopember 2014).
atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism Selanjutnya menurut Kanner pada tahun
dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang 1943, mendiskripsikan bahwa gangguan ini
yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi
(Reber, 1985 dalam Trevarthen dkk, 1998). dengan orang lain, gangguan berbahasa yang
Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak- ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda,
anak autisme gagal bertindak dengan minat acholalia, mutest, pembalikan kalimat, adanya
pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa aktivitas bermain yang repetitive dan
penonjolan perilaku mereka. Ini tidak sereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan

53
Dinar Rapmauli T dan Andik Matulessy

obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dan Alergi makanan, teori zat darah penyerang
dalam lingkungan (Dawson & Catelloe, 1985). kuman ke Myelin Protein, teori Infeksi karena
Autisme merupakan gangguan perkembangan virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan
fungsi otak yang mencakup bidang sosial, saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky
komunikasi verbal (bahasa) dan nonverbal, Gut), teori paparan Aspartame, teori
serta imajinasi (Tobing, 2001). kekurangan vitamin, mineral nutrisi tertentu
Autisme masa kanak-kanak merupakan dan teori orphanin protein: Orphanin.
gangguan pervasive yang ditandai dengan Gejala-gejala yang menyertai gangguan
adanya kelainan atau gangguan perkembangan autisme adalah 64% memiliki kemampuan
yang muncul sebelum usia tiga tahun. untuk memusatkan perhatian buruk, 36-48%
Gangguan ini ditandai oleh adanya hambatan menderita hiperaktivitas, 43%-88%
dalam bidang interaksi sosial, komunikasi dan memusatkan perhatian pada hal-hal yang
perilaku serta minat yang terbatas dan diulang- ganjil, 37% memperlihatkan fenomena obsesif,
ulang. 16%-60% memperlihatkan ledakan-ledakan
emosional atau ritualistik, 50%-89%
Penyebab Autis memusatkan kata-kata stereotipe, 68%-74%
Penyebab anak autisme belum diketahui memperlihatkan manerisme stereotip, 17%-
secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan 74% mengalami rasa takut yang tidak wajar,
autisme disebabkan karena multifaktorial. 9%-44% memiliki gejolak perasaan depresif,
Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat agitatif, serta tidak wajar, 11% mengalami
gangguan biokimia, ahli lain berpendapat gangguan tidur, 24%-43% pernah melukai diri
bahwa autisme disebabkan oleh psikiatri / jiwa. sendiri dan 8% gemar menggerak-gerakkan
Ahli lainnya berpendapat bahwa disebabkan badan (Maulana, 2007).
oleh kombinasi makanan yang salah atau Beberapa hal yang dianggap sebagai
lingkungan yang terkontaminasi zat-zat yang penyebab timbulnya gangguan autisme adalah :
beracun yang mengakibatkan kerusakan pada a) Gangguan susunan syaraf pusat; b)
usus besar yang mengakibatkan masalah pada Peradangan dinding usus; c) Faktor genetika;
tingkah laku dan fisik termasuk autisme. dan d) Keracunan Logam berat.
Berdasarkan beberapa penelitian yang
telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa Pendidikan Anak Autis
gangguan metalotianin disebabkan oleh Anak autisme adalah anak dengan
beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi kondisi khusus yang ditandai dengan adanya
Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, kurang kontak mata, terhambat bicara,
defisiensi sistem, malfungsi regulasi element ketidakmampuan mengekspresikan emosi,
logam dan kelainan genetik, antara lain pada sulit dapat membangun relasi sosial dan masih
gen pembentuk netalotianin. banyak lagi hambatan dari perilaku anak
Beberapa teori yang didasari beberapa autisme untuk dapat melakukan tugas
penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk perkembangan sebagaimana anak-anak normal
mencari penyebab dan proses terjadinya lainnya. Mengingat hal tersebut maka
autisme. Beberapa teori penyebab autisme lingkungan pendidikan bagi anak autisme yang
adalah : teori kelebihan Opioid, teori Gulten- dianggap dapat membantu untuk meningkatkan
Casein (celiac), Genetik (heriditer), teori kemampuan dan keterampilan sosial adalah
kolokistokinin, teori oksitosin dan Vasopressin, dengan membuka kelas inklusif. Kelas inklusif
teori metilation, teori Imunitas, teori Autoimun yaitu kelas yang disediakan bagi anak-anak

54
Pengaruh Terapi Bermain Flash Card untuk Meningkatkan Interaksi Sosial pada Anak Autis di Miracle Center
Surabaya

dengan kebutuhan khusus yang berada di pegangan dilepas dari anak dan menjadi
dalam sekolah umum. Anak dengan kebutuhan sentuhan untuk mengingatkan anak apa yang
khusus ini akan mendapatkan kurikulum harus dilakukan; 4) kemampuan makan
khusus, akan tetapi anak-anak autisme tetap menggunakan tangan : diawali dengan anak
dapat bersosialisasi dan belajar dari model duduk di tempat tinggi dan berhadapan dengan
yang dilihatnya setiap hari dari contoh anak- makanan kesukaannya kemudian arahkan anak
anak normal. menirukan terapis yang secara perlahan
Situasi ini tampaknya cukup dapat memasukkan makanan ke mulut; 5)
membantu anak autisme untuk kemampuan menirukan suara/vocal : diawali
mengembangkan sosialisasi dengan anak dengan terapis memperhatikan anak bila
normal, melihat model perilaku yang benar, mengeluarkan suara secara spontan, perhatikan
melakukan tugas-tugas sebagaimana anak respon anak, anak diajak bicara dengan suara
normal lainnya. Proses pemodelan ini cukup yang dikuasai anak, kemudian terus ulangi dan
dapat membantu mengembangkan kemampuan latihlah anak untuk menirukan satu suara
kontak mata, kemampuan sosialisasi dan kemudian beralih ke suara lain; 6) kemampuan
kemampuan bicara. Paling tidak anak autisme menirukan menyentuh bagian-bagian tubuh :
mendapat rangsangan yang lebih intensif dari diawali dengan duduk berhadapan dengan
anak-anak secara normal. meja, anak diarahkan untuk mau melakukan
Guru pada kelas inklusif ini adalah guru kontak mata sambil menginstruksikannya
yang telah dipersiapkan untuk mengajar anak- untuk meniru memegang salah satu bagian
anak dengan kebutuhan khusus, selain itu juga tubuh kemudian tambahkan anggota tubuh lain
diberikan kurikulum khusus, sehingga anak dengan cara yang sama; 7) kemampuan
autisme juga tetap mendapatkan terapi sesuai mengikuti jejak dengan mata : diawali dengan
dengan kebutuhan, serta mendapatkan duduk berhadapan dengan meja yang terdapat
sosialisasi secara lebih komprehensif. tiga mangkok, makanan diperlihatkan pada
anak kemudian secara perlahan ditaruh di
Interaksi Sosial mangkok, dan anak diinstruksikan untuk
Interaksi sosial dalam penelitian ini mengambil makanan itu sendiri; 8) kemampuan
diukur melalui beberapa indikator berdasarkan bermain tepuk tangan sesuai nyanyian : diawali
Handoyo, (2003) terdiri dari 1) kemampuan dengan anak duduk di pangkuan, terapis
memakai celana : diawali dengan memakai bertepuk tangan sambil bernyanyi dan
celana sampai setengah paha, kemudian anak menggelitik anak untuk merasa senang,
diinstruksikan untuk memakai celana sampai kemudian tangan anak dipegang untuk
atas, beri imbalan dengan pujian kemudian bertepuk tangan dan bernyanyi dan secara
diulangi lagi; 2) kemampuan menggunakan perlahan dilepas dan dibiarkan untuk
sendok : diawali dengan membantu memegang melakukan sendiri.
sendok dan mengarahkannya ke makanan yang
tersedia, makanan diarahkan ke mulut anak Materi Bermain FlashCard
,kemudian diulang terus sampai anak Menurut Chalida (2005) permainan
memegang sendok sendiri dan dibiarkan makan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan
tanpa bantuan; 3) kemampuan minum dari yang dilakukan dengan sukarela dan
cangkir : diawali dengan menuntun anak menggunakan aktivitas fisik, sensorik, emosi
memegang cangkir dan dinaikkan ke arah dan pikiran. Permainan adalah rangkaian
mulut berulang-ulang kemudian perlahan perilaku yang sangat kompleks dan

55
Dinar Rapmauli T dan Andik Matulessy

multidimensional, yang dapat merubah secara dengan warna-warni menyolok akan disukai
signifikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, sehingga anak autisme mampu
siswa dalam bidang sosial, komunikasi, mengingat dan dengan mudah memahami
konsentrasi, fisik dan lainnya sehingga lebih gambar-gambar dan warna yang telah
mudah untuk diamati perkembangan yang dilihatnya.
terjadi pada siswa. Proses dasar penggunaan flashcard
Salah satu sarana belajar yang disajikan dalam pembelajaran menurut (Indriana, 2011) :
dengan metode bermain adalah Education 1) Proses Pembuatan flashcard: a) Siapkan
flashcards merupakan kartu-kartu bergambar kertas tebal sebagai penampang gambar; b)
yang dilengkapi kata-kata, yang diperkenalkan Tandai dengan menggunakan pensil dan
oleh Doman (1991), seorang dokter ahli bedah penggaris ukuran 25 x 30 cm; c) Potong kertas
otak dari Philadelphia, Pennsylvania. Gambar- sesuai tanda lalu tempelkan gambar; d) Berikan
gambar pada flashcard dikelompok- tulisan atau pesan pada bagian belakang kartu
kelompokkan antara lain: seri binatang, buah- tersebut sesuai dengan objek yang ada di
buahan, pakaian, warna, bentuk-bentuk, angka bagian depannya; 2) Proses Persiapan : a)
dan sebagainya. Kuasai dan latih terlebih dahulu ketrampilan
Flashcard media yang disajikan untuk menggunakan flashcard; Siapkan pula
berbentuk kartu bergambar yang berukuran 25 bahan dan alat-alat pendukung yang
cm × 30 cm. gambar yang ditampilkan adalah diperlukan; b) Siapkan jumlah flashcard yang
gambaran tangan, foto, atau gambar yang cukup dan susun sesuai urutannya; Dan,
sudah ada yang ditempelkan pada lembaran tentukan juga butuh atau tidaknya terhadap
kartu-kartu. Flashcard bersifat portabel, praktis bantuan media lain; c) Atur posisi tempat
pembuatan dan penggunaannya, gampang duduk antara guru dan pebelajar; Hal ini
diingat karena gambar-gambar berwarna sangat berhubungan dengan posisi guru sebagai
menarik perhatian, menyenangkan sebagai penyampai pesan harus dapat disimak oleh
media pembelajaran bahkan bisa digunakan seluruh siswa.
dalam bentuk permainan (Indriana, 2011).
Bermain flashcardtersebut dimainkan HIPOTESIS
dengan cara diperlihatkan kepada anak dan Guna menjawab tujuan penelitian terapi
dibacakan secara cepat, hanya dalam waktu 1 “bermain flashcard” efektif untuk
detik untuk masing-masing kartu. Tujuan dari meningkatkan interaksi sosial anak autis
metode ini adalah melatih kemampuan otak sebagai terapi alternative, maka hipotesis
kanan untuk mengingat gambar dan kata-kata penelitian sebagai berikut : “Terdapat pengaruh
sehingga perbendaharaan kata dan kemampuan signifikan terapi “bermain flashcard” terhadap
membaca anak bisa dilatih dan ditingkatkan interaksi sosial anak autis”.
sejak usia dini. Bermain flashcard ini
merupakan terobosan baru di bidang metode METODE
membaca dengan mendayagunakan Subjek yang digunakan dalam
kemampuan otak kanan untuk mengingat penelitian ini adalah anak autis umur 2-5 tahun
(Doman, 1991) dengan jumlah keseluruhan 6 anak. Pendekatan
Menurut Doman (1991) flashcard dapat yang digunakan dalam penelitian ini
diberikan kepada anak autis sebagai sebuah menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu
permainan mengenal huruf dan kata-kata. pendekatan yang memungkinkan dilakukan
Gambar-gambar flashcard yang menarik

56
Pengaruh Terapi Bermain Flash Card untuk Meningkatkan Interaksi Sosial pada Anak Autis di Miracle Center
Surabaya

pencatatan data hasil penelitian secara nyata subjek tidak mampu melakukan instruksi
dalam bentuk angka. tersebut. Kemudian, dari seluruh check list
yang terkumpul dari semua subjek, maka
Definisi Operasional Variabel Penelitian kemampuan interaksi sosial diukur dengan
Definisi operasional variabel penelitian menggunakan rating scale yang meliputi
merupakan definisi yang memberikan arti pada penilaian : a) Tinggi bila 76%-100% ; b)
suatu konstruk atau suatu variabel yang Sedang bila 56%-75% ; dan c) Rendah bila ≤
menentukan aktivitas atau pelaksanaan untuk 55% (Nursalam, 2008).
melakukan pengukuran atau memanipulasi
variabel atau dengan kata lain definisi yang HASIL
merupakan perincian kegiatan penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
Terapi bermain flashcard (variabel X); bahwa dimensi kepatuhan kontak mata saat
metode ini merupakan pembelajaran berbentuk sebelum dilakukan terapi flashcard memiliki
kartu yang dapat menampilkan gambar dari rata-rata keseluruhan sebesar 0,333 rata-rata
foto, gambaran tangan atau gambar yang sudah tersebut meningkat menjadi 0,75. Nilai Z
ada yang bertujuan menanamkan konsep dalam sebesar - 2,032 dengan dukungan signifikan
ingatan. Terapi ini diberikan setelah observasi / 0,042, hasil tersebut menunjukkan signifikan.
pengambilan penilaian pertama dilakukan pada Pada dimensi menirukan nilai rata-rata
subyek. keseluruhan sebesar 0,315 meningkat menjadi
Interaksi Sosial Anak Autis adalah 0,667. Nilai Z sebesar -1,363 dengan dukungan
kemampuan yang ditunjukkan anak autis dalam signifikansi 0,173, hasil tersebut menunjukkan
melakukan hubungan sosial terhadap anggota- tidak signifikansi. Dimensi bahasa reseptif nilai
anggota kelompok sepermainannya. Interaksi rata-rata keseluruhan sebesar 0, 288 meningkat
sosial anak autis akan diukur sebelum bermain menjadi 0,689. Z sebesar -2,201 dengan
dalam permainan flashcard, lalu diukur dukungan signifikansi 0,028, hasil tersebut
kembali setelah terapi permainan flashcard menunjukkan signifikan. Dimensi bahasa
untuk ditentukan apakah ada perbedaan antara ekspresif nilai rata-rata keseluruhan sebesar
sebelum dengan sesudah terapi tersebut. 0,250 meningkat menjadi 0,583. Nilai Z
Interaksi sosial anak autis dapat diukur dengan sebesar -1,841 dengan dukungan signifikansi
indikator : 1) Kemampuan mengikuti tugas 0,066, hasil tersebut menunjukkan tidak
(kepatuhan dan kontak mata); 2) Kemampuan signifikan.
menirukan (imitasi) gambar; 3) Kemampuan
berkomunikasi; dan 4) Kemampuan DISKUSI
bekerjasama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pengumpulan Data terdapat peningkatan pada kemampuan dalam
Pengumpulan data menggunakan kepatuhan dan kontak mata pada saat sebelum
metode observasi untuk mengukur pengaruh dan sesudah dilakukan terapi Flashcard. Hal
terapi permainan flashcard terhadap ini membuktikan bahwa anak autis
kemampuan interaksi sosial anak autis. memerlukan terapi flashcard agar mampu
Penelitian ini menggunakan check list dan menerima instruksi dan patuh, bahkan dengan
rating scale sebagai alat ukur. instruksi yang ditekankan pada kontak mata.
Check list akan diberi nilai 1 bila subjek Dengan penggunaan flashcard yang telah
dapat melakukan instruksi dan nilai 0 bilamana disiapkan para terapis, kemauan anak untuk

57
Dinar Rapmauli T dan Andik Matulessy

patuh serta paham mengenai instruksi dengan penelitian ini hanya dilakukan selama 2
kontak mata. Hal ini sejalan dengan pendapat minggu dan hal itu tidak membuahkan hasil
dari Handoyo (2003) bahwa anak autis sebagaimana yang diharapkan pada
memiliki gejala kesulitan menggunakan indera kemampuan siswa dalam mengimitasi sesuatu.
mata, yaitu memahami kontak mata dengan Proses terapi dalam mengimitasi
orang lain, termasuk pula kontak mata dengan mengunakan flashcard tidak terlihat signifikan
terapis dan teman sebaya. Terapi flashcard oleh karena proses terapi yang kurang lama.
telah banyak diterapkan untuk mengurangi Dimana anak lebih merespon pada imitasi
ketidakmampuan anak dalam mematuhi dengan menirukan gerakan terapis. Tetapi pada
instruksi, terkhusus yang berkaitan dengan saat menirukan gambar siswa terlihat kesulitan
kemampuan kontak mata. untuk memaknai arti dan instruksi yang
Proses ini dilakukan setiap hari selama diminta flashcard tersebut. Jadi untuk
4 jam 5 kali seminggu sampai anak benar-benar membantu siswa memahami instruksi flashcard
paham dan merespon instruksi yang terapis terlebih dahulu memberikan contoh
disampaikan oleh terapis. Materi kontak mata gerakan sampai anak terlihat merespon gerak
dilaksanakan selama 2 minggu dan terlihat terapis. Setelah anak terlihat merespon maka
siswa mulai merespon dengan melihat anak disntruksi untuk menirukan gerakan yang
flashcard dan mampu mengidentifikasi terlihat di flashcard. Program imitasi ini
flashcard yang diminta oleh terapis. Proses membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
observasi dan terapi dengan menggunakan melihat respon siswa anak autis.
terapi flashcard telah menghasilkan catatan Kemampuan siswa dalam hal bahasa
bagi peneliti bahwa kemampuan dalam hal respektif mampu ditingkatkan melalui terapi
mematuhi instruksi melalui kontak mata pada flashcard yang dilaksanakan oleh peneliti. Skor
siswa dapat meningkat dengan baik. Pada saat kemampuan siswa pada saat belum terapi
terapi flashcard belum dilaksanakan, siswa flashcard diuji kembali dan mengalami
belum merespon kontak mata pada saat peningkatan yang tajam setelah terapi flashcard
dianggil namanya, cuek dan marah saat dibantu dilaksanakan. Menurut Handoyo (2003),
untuk melihat flashcard. kemampuan bahasa respektif kemampuan
Kemampuan siswa dalam mengimitasi pengenalan akan beragam benda atau hal.
sebelum diberikan terapi flashcard juga Kemampuan ini disebut juga identifikasi dan
mengalami peningkatan ketika terapi selesai dapat berlanjut ke kemampuan melabel,
diberikan. Namun secara statistik, perbedaan kemudian kemampuan bahasa ekspresif.
tersebut tidak signifikan sehingga dapat Dengan terapi flashcard, terbukti bahwa
dikatakan bahwa kemampuan imitasi pada para kemampuan siswa dalam bahasa respektif bisa
siswa tidak mampu ditingkatkan melalui terapi ditingkatkan secara signifikan.
flashcard. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan Kemampuan siswa autis dalam
pendapat yang diungkapkan oleh Handoyo merespon bahasa reseptif mengalami
(2003), dimana anak autis yang mengikuti peningkatan terlihat pada saat observasi awal
pelatihan metode ABA, salah satunya dengan siswa tidak merespon saat terapis mengintruksi
metode flashcard, setelah pelatihan selama 8 untuk mengindentifikasi flashcard dapur.
jam per hari dalam 2-2,5 tahun mereka sudah Tetapi setelah beberapa kali pertemuan siswa
mampu mengikuti sekolah reguler sesuai mulai merespon instruksi terapis. Terapis
dengan usianya. Proses intervensi dan mengintruksi siswa untuk mengambil flashcard
eksperimentasi permainan flashcard pada dapur dan kemudian anak diinstruksi pergi ke

58
Pengaruh Terapi Bermain Flash Card untuk Meningkatkan Interaksi Sosial pada Anak Autis di Miracle Center
Surabaya

dapur, setelah 1 minggu pertemuan diberi berbagai pihak, misalnya : pemerintah,


perlakuan siswa sudah terlihat memahami sekolah-sekolah untuk terapi khusus autisme,
intruksi dengan baik. bahkan para praktisi di bidang anak
Kemampuan bahasa ekspresif juga berkebutuhan khusus, agar secara konsisten
mengalami kemajuan namun secara statistika melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas
perbedaan skor kemampuan antara sebelum mengenai keberadaan maupun ciri-ciri anak
dengan sesudah terapi flashcard tidak autisme.
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa Kepada peneliti selanjutnya yang ingin
kemajuan yang dicapai siswa dalam meneliti topik yang menyerupai penelitian ini
kemampuan bahasa ekspresif tidak mengalami hendaknya untuk memberikan waktu observasi
peningkatan yang cukup. Temuan penelitian ini yang lebih panjang karena secara teoritis
sejalan dengan pendapat Handoyo (2003) yang ternyata kemajuan kemampuan anak autis
menyatakan bahwa pelatihan kemampuan memang tidak bisa diharapkan muncul dalam
bahasa ekspresif adalah memberikan waktu relatif singkat.
kemampuan pada anak untuk mengingat dan
menggali hal-hal yang sudah terekam dalam DAFTAR PUSTAKA
memorinya untuk diekspresikan. http://autisme.or.id, diakses 12 Nopember
Selama terapi dilaksanakan pada kurun 2014.
waktu 2 minggu, diketahui bahwa siswa belum http://autisme.or.id/istilah-istilah/autisme-
terlihat mengalami perubahan dalam masa-kanak, diakses 12 Nopember
kemampuan ekspresif ini terjadi disebab karena 2014.
pemberian perlakuan yang kurang lama http://familyguideindonesia.com/joomla-
sehingga perubahan tidak signifinakan. pages/parenting/item/548-gejala-autis-
Perlakuan yang diberikan oleh terapis adalah tanda-awal-pada-anak, diakses 12
mengintruksi siswa autis untuk Nopember 2014.
mengindentifikasi flashcard (mama, papa, http://psychiatryonline.org/doi/full/10.1176/app
kakak, adek dll) sesuai program harian i.ajp.159.6.895, diakses 12 Nopember
pelatihan. Setelah anak mengambil flashcard 2014.
yang dimaksud oleh terapis siswa diharapkan http://Psychology_Today. Diakses pada 3
mampu menirukan kata pada flashcard, sampai Nopember 2014.
siswa spontanitas mengucapkan dan http://www.autis.info/index.php, diakses
mengekspresikan keinginan kepada orang yang tanggal 4 Nopember 2014.
disekitarnya. Namun pada perlakuan ini anak http://www.mrprintables.com/printable-
siswa terlihat belum mampu merespon dengan vocabulary-flash-cards-kitchen.html,
baik, oleh karena itu dibutuhkan waktu yang diakses 12 Nopember 2014.
lama sampai siswa merespon. http://www.pinterest.com/donnabob96/aba-
therapy-ideas/, diakses 12 Nopember
SARAN 2014.
Sejalan dengan observasi dan Achamad Chusairi, Hamidah dan Tino Leonardi,
“Efektifitas Terapi Bermain Sosial Untuk
pengalaman peneliti sebagai salah seorang
Meningkatkan Kemampuan dan
terapis, pengetahuan mengenai autisme pada
Keterampilan Sosial Bagi Anak dengan
anak masih kurang dipahami oleh banyak
Gangguan Autisme”, http://Jurnal
orang tua. Oleh karena itu, hendaknya
unair.ac.id/ files PDF/Jurnal Diks.

59
Dinar Rapmauli T dan Andik Matulessy

Hamidah.pdf, diakses tanggal 27 Juli Karp, D. A., & Yoels, W. C. (1976). The
2013. college classroom: Some observations
Adriana, D. (2011). Tumbuh Kembang & on the meanings of student
Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: participation. Sociology and Social
Salemba Medika. Research, 60, 421_439. (ES).
Azwandi, Y. (2005). Mengenal dan Membantu Kartika, Unoviana. “Deteksi Autisme dari
Penyandang Autis.Jakarta: Departemen Tangisan Bayi?” Sabtu, 1 Desember
Pendidikan Nasional. 2012.
Blumer, Herbert. Symbolic Interactionnism: (http://health.kompas.com/read/2012/12/
Perspective and Method. Los Angeles: 01/13185058/Deteksi.Autisme.dari.Tangi
University of California Press, 1969. san.Bayi).
Chalidah, Ellah Siti. 2005. Terapi Permainan Maulana, Mirza. (2007). Anak autis. mendidik
Bagi Anak Yang Memerlukan Layanan anak autis dan gangguan mental lain 60
PendidikanKhusus. Jakarta: Depdiknas. menuju anak cerdas dan sehat.
Dawson, G. dan Castelloe, F. (1985). Autism. Yogyakarta : AR. Russ Media Group.
New York: Wiley and Sons. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan
Depdiknas. (2002). Pedoman pelayanan metodologi Penelitian Keperawatan.
pendidikan bagi anak autistik. Jakarta: Jakarta
Depdiknas. Prawitasari, J. (2002) Psiko Terapi Pendekatan
Doman, G. (1991). Mengajar Bayi Anda Konvensional dan Kontemporer Editor:
Membaca. Terjemahan oleh Ismaik Subandi. Unit Publikasi Fakultas
Marahimin. Jakarta: Gaya Favorit Psikologi UGM. Yokyakarta Pustaka
Press. Pelajar.
Handojo. (2009). Autis Pada Anak . Jakarta: Sardjono. 2000. Orthopaedagogik Anak Tuna
Anggota IKAP. Rungu. Surakarta: UNS Press.
Handoyo, Y. (2003). Autisme: PT. Buana Ilmu _____. 2002. Pembinaan Kemampuan Bina
Populer. Wicara. Surakarta: UNS Press.
Hughes, Fergus P. (1995). Children, Play & Tobing, Lumban. S.M. (2001). Anak dengan
Development. Allyn & Bacon, Boston, mental terbelakang. Jakarta : Balai
Kaplan, Harold I, Benjamin J Sadock dan Jack A Penerbit FKUI.
Greb. (1997). Buku Referensi Sinopsis Threvanthen, Cowyn. (1998). Children With
Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Autism, Second Edition, Philadelphia :
Psiatri Klinis (Diterjemahkan oleh Dr. Jessica Kingsley Publisher.
Widjaja Kusuma) Jakarta : Binarupa Van Tiel, Julia Maria. (2008). Anakku
Aksara. Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada.

60

You might also like