Professional Documents
Culture Documents
KOMUNIKASI EFEKTIF
Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama -
sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam
bahasa asing orang menyebutnya “the communication is in tune”, yaitu kedua
belah pihak yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang
disampaikan.
B. KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi interpersonal atau disebut juga dengan komunikasi antar
personal atau komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang dilakukan
oleh individu untuk saling bertukar gagasan ataupun pemikiran kepada individu
lainnya. Atau dengan kata lain, komunikasi interpersonal adalah salah satu
konteks komunikasi dimana setiap individu mengkomunikasikan perasaan,
gagasan, emosi, serta informasi lainnya secara tatap muka kepada individu
lainnya.
1
1. G.R Miller dan M. Steinberg (1975): Komunikasi interpersonal dapat
dipandang sebagai komunikasi yang terjadi dalam suatu hubungan
interpersonal.
2. Judy C. Pearson, dkk (2011) : Komunikasi interpersonal sebagai proses
yang menggunakan pesan-pesan untuk mencapai kesamaan makna antara-
paling tidak-antara dua orang dalam sebuah situasi yang memungkinkan
adanya kesempatan yang sama bagi pembicara dan pendengar.
3. Joseph A. DeVito (2013) : Komunikasi interpersonal adalah interaksi
verbal dan nonverbal antara dua (atau kadang-kadang lebih dari dua) orang
yang saling tergantung satu sama lain.
4. Ronald B. Adler, dkk (2009) : Komunikasi interpersonal adalah semua
komunikasi antara dua orang atau secara kontekstual komunikasi
interpersonal.
1. Componential
Menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-
komponen utamanya, dalam hal ini adalah penyampaian pesan oleh satu
orang dan penerimaan pesan oleh orang lain dengan berbagai dampaknya
dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik dengan segera.
2. Situasional
Interaksi tatap muka antara dua orang dengan potensi umpan balik
langsung dengan situasi yang mendukung disekitarnya.
2
C. KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM
KEPERAWATAN
1. Hubungan perawat-pasien
Ada tiga jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal, tertulis, dan non-
verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik;
1) KOMUNIKASI VERBAL
3
pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.. Perawat juga
bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat
atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
e) Waktu dan relevansi
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak
tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu,
perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi.
f) Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap
klien.
2) KOMUNIKASI NON-VERBAL
a) Metakomunikasi.
contoh : tersenyum ketika sedang marah.
b) Penampilan personal
c) Intonasi (nada suara).
Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien
d) Ekspresi wajah.
Menjaga Kontak mata
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien.
Ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan
jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
e) Sikap tubuh dan ekspresi wajah.
f) Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui
sentuhan
4
Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa hal
terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain:
a) Perkembangan. Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu
diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam
berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus disesuaikan
apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau usia
lanjut. Pasti akan berbeda dalam berkomunikasi
b) Persepsi. Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian.
Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Kadangkala persepsi
merupakan suatu hambatan kita dalam berkomunikasi. Karena apa yang
kita persepsikan belum tentu sama dengan yang dipersepsikan oleh
orang lain.Nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku
sehingga sangat penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk
menyadari nilai seseorang.
c) Latar belakang budaya. Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara bertindak dan
berkomunikasi.
d) Emosi. Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu peristiwa. Dalam
berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan kita ajak
berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah tafsir atau
pesan tidak sampai.
e) Pengetahuan. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang kitan ajak
berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Untuk itu
maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan tingkat pengetahuan
yang kita ajak bicara
f) Peran. Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang sedang kita
lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien akan berbeda
ketika kita berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang
lain.
g) Tatanan interaksi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika
dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau tempatnya bising,
ruangan sempti, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat mengakibatkan
ketegangan dan tidak nyaman.
5
2. KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT DENGAN TENAGA
KESEHATAN LAINNYA.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar
tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan
dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar
perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan
profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan
hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang
sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan
jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas
berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat
primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang
perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang kepada
perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini
adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh
dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya
6
data penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat
mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien.
Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan
istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah
medis sehingga tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan
komunikasi dapat berjalan dengan baik serta mencapai tujuan yang
diinginkan.
Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik
apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya
menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah
kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan
bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara
pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada
pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi
yang baik pula antara perawat dengan dokter.
2. Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi respiratorik
Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang
dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.
Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk
kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan
dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai
kemajuan klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan
rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat
merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh.
Contoh. Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat
dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar
latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana
menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar
teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
3. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi
Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk
merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat
bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam
konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian
obat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
7
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga
kesehatan lainnya.
Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat
dan efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi
ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti buku-teks atau
formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang
obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat
diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat
dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis
yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim
medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli
farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas
yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi
merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang
mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli
farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat
dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem
pemberian obat.
4. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan
gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar
tercapai pelayanan yang bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka
perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang – obatan yang
digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat
terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat
absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang
baik antara.
8
Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum (
Devito, 1997, p.259-264 ) yang dipertimbangkan yaitu
1) keterbukaan (openness),
2) empati (empathy),
3) sikap mendukung (supportiveness),
4) sikap positif (positiveness), dan
5) kesetaraan (equality).
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan ini mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal.
komunikator interpersonal yang efektif haruslah dapat terbuka kepada
orang yang diajaknya berinteraksi. hal Ini tidaklah berarti bahwa orang
harus membukakan semua riwayat hidupnya.
Aspek keterbukaan ini mengacu kepada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan serta pikiran (Bochner
dan Kelly, 1974). Terbuka dalam arti iyalah mengakui bahwa perasaan
serta pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda serta anda
bertanggung jawab atasnya.
2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati iyalah sebagai
”kemampuan seseorang untuk dapat ‘mengetahui’ apa yang sedang
dialami orang lain pada saat tertentu.”berempati iyalah merasakan sesuatu
seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama
serta merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama.
9
provisional, bukan sangat yakin.
5. Kesetaraan (Equality)
Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal ini akan lebih
efektif bila suasananya setara. dalam arti, harus adanya pengakuan secara
diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai serta berharga, dan
bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk dapat
disumbangkan.
10