Professional Documents
Culture Documents
Obyektif Presentasi:
1. Diagnosis:
Konjungtivitis Flikten
Diagnosis Banding
Pinguekulitis
Pterigium
Ulkus kornea
2. Riwayat Pengobatan:
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien datang ke Poli PKPR PKM Pulo Gadung dengan keluhan mata terdapat bintik putih dan terasa perih sejak 4 hari lalu . Awal
terjadinya keluhan os menggunakan kontak lensa sejam kemudian mata kiri pasien terasa sangat perih dan sakit. 1 hari sebelum berobat pasien
merasakan mata terasa perih dan gatal,kemudian pasien berkaca dan melihat terdapat bintik putih pada mata kiri pasien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit kencing manis tidak pernah dimiliki oleh pasien. Riwayat
Riwayat keluhan yang sama dikeluarga disangkal. Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan dan asma disangkal.
6. Riwayat Sosial/Kebiasaan:
Pasien tidak pernah merokok. Pasien sering menggunakan lensa kontak mata, pasien jarang berolahraga dan makan-makanan seperti sayur
dan buah-buahan. Pasien sering membantu orang tua dirumah. Pasien tidak pernah minum-minuman beralkohol dan tidak pernah
7. Lain-lain: -
Daftar Pustaka:
1. Dep Sidarta Ilyas. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3, Cetakan ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. Hal 2-3,25,134-135.
2. J. Rohatgi dan U. Dhaliwal. Phyctenular Eye Disease: A Reppraisal. Elsevier Science Inc. 2000; 44-146-150.
3. Anonim. Referat konjungtivitis flikten[online]. 2007. Tersedia pada http://www.alhamsyah.com/blog/artikel/referat-konjungtivitis-
flikten.html [dikutip 4 april 2011]
4. Arnold Sorsby The Aetiology of Phlyctenular Opthalmia. Pub Med Central [online]. 2002.
Tersedia pada
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1143405/?page=8 [dikutip 29 Maret 2011]
5. American Optometric Association. Care of the Patient with Conjunctivitis, Edisi ke-2. St. Louis; 2002
6. Reinhard Putz dan Reinhard Pabst. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia. Edisi ke-22, Jilid ke-1. Alih bahasa oleh dr. Y. Joko Suyono. Jakarta:
EGC; 2007.
7. Gerard J. Tortora dan Bryan H. Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology. Edisi ke-5. New York: Wiley; 2005.
8. Ian R. Tizard. Immunology, an Introduction. Edisi ke-4. Orlando: Saunders; 1994. Hal 298-299, 482-484.
9. Betram G. Katzung. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi ke-10. Singapura: McGraw-Hill; 2007. Hal 870.
10. Anonim. Makalah konjungtivitis. [online]. 2009. Tersedia pada
http://www.scribd.com/doc/22654876/MaKaLaH-KonJungTiVitiS
[dikutip tanggal 4 april 2011]
Hasil Pembelajaran:
Pasien datang ke Poli PKPR PKM Pulo Gadung dengan keluhan mata terdapat bintik putih dan terasa perih sejak 4 hari lalu.
Awal terjadinya keluhan os menggunakan kontak lensa sejam kemudian mata kiri pasien terasa sangat perih dan sakit. 1 hari sebelum berobat
pasien merasakan mata terasa perih dan gatal,kemudian pasien berkaca dan melihat terdapat bintik putih pada mata kiri pasien.
2. Objektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum tampak sakit ringan, suhu 36,6o C, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 84
x/menit, RR 22 x/menit, berat badan 70 kg, tinggi badan 150 cm, status gizi overweight (IMT :31,1). Pada status generalis kepala, telinga,
hidung, mulut, leher, paru, jantung, abdomen semua dalam batas normal. Pada status ofthalmology, Oculi sinistra didapatkan tampak
injeksi konjungtiva (+), warna hiperemis (+), dan terdapat nodul (+) pada konjungtiva bulbi.
3. Assessment
Pada pasien ini dengan diagnosis kerja Konjungtivitis flikten. Konjungtivitis flikten merupakan radang pada konjungtiva dengan
pembentukan satu atau lebih tonjolan kecil (flikten) yang diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe IV). Tonjolan sebesar jarum
pentul yang terutama terletak di daerah limbus, berwarna kemerah-merahan disebut flikten. Flikten konjungtiva mulai berupa lesi kecil,
umumnya diameter 1-3 mm, keras, merah, menonjol dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks
mengarah ke kornea. Disini terbentuk pusat putih kelabu yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Flikten umumnya terjadi di
limbus namun ada juga yang terjadi di kornea, bulbus dan tarsus.1
Untuk penegakan diagnosis arthritis Konjungtivitis flikten, Gejala subjektif Konjungtivitis flikten menyebabkan iritasi dengan keluhan
rasa sakit, mata merah, dan lakrimasi. Jika kornea ikut terlibat maka akan ditemukan keluhan fotofobia dan gangguan penglihatan1.Gejala
objektif Konjungtivitis Flikten Simpel terlihat nodul putih kemerahan yang dikelilingi daerah hiperemis (pelebaran pembuluh darah
konjungtiva) pada daerah sekitar limbus dan konjungtiva bulbar. Pada umumnya nodul hanya soliter namun dapat juga tumbuh lebih dari
satu.1
4. Plan
Farmakologis
KIE :
Pedoman pengobatan Konjungtivitis flikten saat ini yang disarankan adalah Kortikosteroid topikal seperti Dexamethasone atau Prednisolone
dalam sediaan obat tetes atau salep mata perlu diberikan karena dasar dari timbulnya konjungtivitis fliktenularis adalah hipersensitivitas tipe
lambat10. Kerja dari kortikosteroid adalah menginhibisi aktivasi sel T sebagai mediator inflamasi yang utama dalam proses ini, sehingga respon
proliferatif dan produksi sitokin berkurang10.
Kombinasi kortikosteroid dengan antibiotik seperti Kloramfenikol lebih dianjurkan mengingat banyak kemungkinan terdapat infeksi bakteri
sekunder10. Jika terdapat kondisi blefaritis atau masalah dermatologis yang lain, pemberian Doksisiklin oral dapat dipertimbangkan5. Pada anak-
anak dengan usia di bawah 8 tahun dan wanita hamil, Eritromisin dapat menggantikan penggunaan Doksisiklin10.
Sikloplegik hanya dibutuhkan jika dicurigai adanya iritis5. Dapat juga diberikan Roboransia yang mengandung vitamin A, B kompleks, dan C
untuk memperbaiki keadaan secara general1. Pada pemberian kortikosteroid lokal dalam jangka waktu lama perlu diwaspadai kontraindikasi dan
adanya berbagai faktor penyulit antara lain infeksi sekunder jamur atau virus, munculnya Glaukoma maupun Katarak4
Prognosis pada pasien ini dalam hal quo ad vitam: dubia ad bonam dilihat dari kesehatan dan tanda-tanda vitalnya masih baik; quo ad functionam:
dubia ad bonam karena pasien masih bisa beraktivitas seharihari; dan quo ad sanationam: dubia ad bonam karena pasien masih bisa melakukan